Anda di halaman 1dari 69

ii

iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS
Nama : Ilfandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Bone, 07 November 1998
Agama : Islam
Suku Bangsa : Makassar
Alamat Rumah : Desa Borimatangkasa Rt, 001 Rw,001 Kec,
Barat Kab, Gowa
B. PENDIDIKAN
1. SD INPRES Doang Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010
2. SMP Negri 1 Bajeng Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013
3. SMA Aksara Bajeng Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2016
4. Akper Pelamonia Makassar Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2019

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT


karena rahmat dan karunia-nya lah Karya Tulis Ilmiah ini dapat terwujud
dan terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis
panjatkan kehadirat Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
manusia menuju jalan lurus dan diridhoi oleh ALLAH SWT.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang
berjudul penerapan Strategi Pelaksanaan Bercakap-cakap Pada Pasien
Halusinasi Pendengaran sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program pendidikan Diploma III Keperawatan.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa
dalam penulisan hasil Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak, untuk itu penulis sangat bersyukur kepada ALLAH
SWT dan dengan izinnya memberi saya rezeki dan kesempatan untuk
bisa sampai ketahap ini dan penulis ucapan banyak terima kasih kepada:
1. Kolonel Ckm dr. Soni Endro Cahyo W selaku kepala Kesehatan
Daerah Militer XIV/Hasanuddin dan selaku ketua pengawas Yayasan
Wahana Bhakti Karya Husada yang telah mendukung semua program
pendidikan.
2. dr. Arman Bausat, Sp.B. Sp.OT selaku Plt Direktur Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang telah yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan studi kasus di
Rumah Sakit Khusus Daerah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
tugas akhir program pendidikan ini dengan baik.
3. Kapten Ckm (K) Ns. Fauziah Botutihe, S.K.M., S.Kep., M.Kes selaku
Direktur Akper Pelamonia Makassar yang telah mengarahkan peneliti
untuk menyelesaikan tugas akhir program pendidikan Diploma III
dengan baik.

vi
4. Ns. Masniati Arafah, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing I yang dalam
kesibukan sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk
mengarahkan dalam penelitian ini.
5. Haslinda DS, SKM., S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II yang dalam
kesibukan sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk
mengarahkan dalam penelitian ini.
6. Ns. Hj. Murtiani, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing III yang dalam
kesibukan sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk
mengarahkan penelitian ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Akper Pelamonia Makassar yang telah
mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendidik mahasiswa.
8. Teruntuk orang tua saya ayahanda tersayang Arsyad dan ibunda
tercinta Hj. Ramlah BT Sahabu, saudara-saudara kandung saya yang
selalu memberikan dukungan materi dan do’a restunya kepada
peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Teman-teman sesama Departement Jiwa yang selama ini selalu
bersedia berbagi motivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dan seluruh teman-teman Garuda XI (angkatan 2016) yang tidak bisa
peneliti sebutkan satu persatu namanya, tetap optimis dan semangat
untuk meraih gelar Amd.Kep.
Akhir kata semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah
diberikan kepada peneliti merupakan amal kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi rekan-
rekan perawat mencapai profesionalisme dalam meningkatkan mutu
pelayaran terkhusus bagi peneliti sendiri.

Makassar, 04 Juli 2019

Peneliti

vii
ABSTRAK

Penerapan Strategi Pelaksanaan Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi Pendengaran


Ilfandi, (2019).
Akademi Keperawatan Pelamonia
Ns. Masniati Arafah, S.Kep., M.Kep dan Haslinda DS, SKM., S.Kep., M.Kes
Kata Kunci: Strategi Pelaksanaan Tindakan Halusinasi, Bercakap-Cakap, Halusinasi
Pendengaran

Latar belakang, halusinasi pendengaran adalah gejala gangguan jiwa dimana pasien
merasakan stimulus berupa suara palsu yang berdampak akan terjadi perilaku
kekerasan, salah satu terapi yang diberikan dalam mengontrol halusinasi pada pasien
halusinasi pendengaran adalah pemberian terapi bercakap-cakap. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran penerapan terapi bercakap-
cakap pada pasien halusinasi pendengaran. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah deskriptif observasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, tanya jawab secara langsung dan
mengobservasi pasien. Hasil studi kasus yang didapatkan sebelum diberikan terapi
bercakap-cakap oleh kedua partisipan belum mampu memulai bercakap-cakap dengan
orang lain saat halusinasinya muncul, namun setelah diberikan terapi bercakap-cakap
kedua partisipan sudah mampu mengontrol halusinasi pendengarannya dengan cara
bercakap-cakap sesuai dengan apa yang telah di ajarkan. Kesimpulan dengan terapi
bercakap-cakap kedua partisipan mampu mengontrol halusinasi pendengaran, dari hasil
tersebut peneliti mengharapkan terapi ini bisa menambah wawasan masyarakat dan
terapi ini bisa diterapkan disetiap Rumah Sakit.

viii
ABSTRACT

Application of the Implementation Strategy by Speaking in Hearing Hallucinations


Patients
Ilfandi, (2019).
Pelamonia Nursing Academy
Ns. Masniati Arafah, S.Kep., M.Kep and Haslinda DS, SKM., S.Kep., M.Kes
Keywords: Implementation Strategies Actions of Hallucinations, Conversation, Hearing
Hallucinations

Background, auditory hallucinations are a symptom of a mental disorder in which the


patient feels a stimulus in the form of a false sound that impacts violent behavior, one of
the therapies given to control hallucinations in patients with auditory hallucinations is
therapeutic conversation. The purpose of this study was to find out how the description
of the application of therapeutic conversations in patients with auditory hallucinations.
The method used in this study is observational descriptive, namely a method of research
conducted with the main purpose of making an overview of a situation objectively. Data
collection is done through interviews, direct questions and answers and observing
patients. The results of the case studies obtained before being given therapy conversed
by the two participants had not been able to start conversing with other people when the
hallucinations appeared, but after being given therapy conversing the two participants
were able to control the auditory halusination with therapeutic conversation according to
what had been done. The conclusion with therapeutic conversation the two patients
were able to control auditory hallucinations, from these results the researchers hoped this
therapy could add insight to the community and this therapy could be applied in each
hospital.

ix
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ....................................................................... i


SAMPUL DALAM ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................ 3
D. Manfaat Studi Kasus ...................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Konsep Dasar Halusinasi
a. Definisi Halusinasi ................................................. 4
b. Etiologi .................................................................. 4
c. Manifestasi Klinis .................................................. 6
d. Rentang Respon Neurobiologi .............................. 7
e. Intensitas Level Halusinasi ................................... 8
f. Klasifikasi Halusinasi ............................................ 10
2. Konsep Keperawatan Halusinasi
a. Pengkajian ............................................................. 12

x
b. Diagnosis .............................................................. 14
c. Strategi Pelaksanaan ............................................ 14
d. Evaluasi ................................................................. 16
B. Terapi Bercakap – Cakap Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran
1. Definisi ....................................................................... 17
2. Tujuan ....................................................................... 17
3. Setting ....................................................................... 17
4. Alat ............................................................................ 17
5. Langkah Kegiatan ..................................................... 17
6. Kemampuan Mengontrol Halusinasi ......................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus ................................................. 23
B. Subjek Studi Kasus ........................................................ 23
C. Fokus Studi .................................................................... 23
D. Definisi Operasional Fokus Studi ................................... 23
E. Instument Studi Kasus ................................................... 23
F. Metode Pengumpulan Data ........................................... 24
G. Lokasi & Waktu Studi Kasus .......................................... 24
H. Analisi Data danPenyajian Data .................................... 24
I. Etika Studi Kasus ........................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus ........................................................... 28
B. Pembahasan ................................................................. 34
C. Keterbatasan Peneliti ..................................................... 36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................... 37
B. Saran.............................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kemampuan Berbincang - Bincang .............................. 20


Tabel 2.2 Kemampuan Mengontrol Halusinasi ............................. 21

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pohon Masalah Halusinasi ........................................ 14

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informend Consent


Lampiran 2 : Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian
Lampiran 3 : Tabel Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Lampiran 4 : Table PenilaianTerapi Bercakap – Cakap Pada Pasien
Halusinasi Pendengaran
Lampiran 5 : Undangan Ujian Proposal
Lampiran 6 : Surat Izin Peneliti

Lampiran 7 : Surat Keterangan Setelah Meneliti

Lampiran 8 : Dokumentasi

xiv
DAFTAR SINGKATAN

Dkk : Dan Kawan – Kawan


RSJ : Rumah Sakit Jiwa
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SP : Strategi Perencanaan
WHO : World Health Organization
BHSP : Bina Hubungan Saling Percaya
Tn : Tuan

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat merupakan keadaan yang tidak terganggu baik tubuh,
psikis, maupun sosial, apabila fisiknya sehat, maka mental, jiwa dan
sosialpun akan sehat, demikian pula sebaliknya jika mentalnya
terganggu atau sakit maka fisik dan sosialpun akan sakit, depresi dan
jiwanya ikut terganggu (Stuart & Laraia, 2005 dalam Hidayati, 2012).
Data World Health Organization (2016) menunjukkan bahwa
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,6 juta terkena dimensia.
Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensia gangguan jiwa berat
pada penduduk indonesia adalah 7 per mil. Gangguan jiwa berat
terbanyak terdapat di Bali 11%, Di Yogyakarta 10%, Nusa Tenggara
Barat 10%, Aceh, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan sebanyak 9%
(Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data dari Riskesdas (2013) jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia pada usia remaja sebesar 5,6%. Populasi
remaja pada tahun 2013 berjumlah 42.612.927 jiwa, maka secara
absolute jumlah remaja di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa
terdapat sekitar 2.386.323 jiwa dan masalah gangguan jiwa yang
sering muncul adalah halusinasi, menurut Maramis (2004) yang
mengatakan bahwa penderita gangguan jiwa berat (psikosis) salah
satunya adalah skizofrenia, dari seluruh klien skizofrenia 70%
diantaranya mengalami gangguan halusinasi.
Salah satu gejala dan jenis-jenis halusinasi yang dimana
seseorang dapat mengalami perubahan sensori persepsi, seperti
merasakan sensasi palsu seperti halnya, halusinasi pengecapan yaitu
merasakan sesuatu rasa semisalnya merasakan manis atau asin
tetapi tidak ada dalam mulutnya, halusinasi penglihatan yaitu melihat

1
2

gambaran yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan orang
lain tidak melihatnya, halusinasi penciuman yaitu mencium bau yang
muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain
tidak mencium, halusinasi perabaan yaitu merasakan sesuatu pada
kulit tanpa stimulus yang nyata dan yang paling umum terjadi adalah
halusinasi pendengaran yang di mana seseorang mendengar suara-
suara seperti alunan musik, langkah kaki, percakapan, tawa, jeritan
dan suara-suara lainnya tetapi orang lain tidak mendengarnya
(Damaiyanti, 2008).
Salah satu cara/upaya mengontrol yang pernah digunakan untuk
pasien halusinasi pendengaran adalah dengan cara bercakap-cakap.
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi
distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Keliat dan Akemat,
2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fresa, Rochmawati dan Arif
(2015) dengan judul efektifitas terapi individu bercakap-cakap dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusinasi pendengaran di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara
kemampuan mengontrol halusinasi posttest pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, nilai p=0.000 (p kurang dari 0.05).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul penerapan terapi bercakap-cakap
pada pasian halusinasi pendengaran.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran penerapan terapi bercakap-cakap pada
pasien halusinasi pendengaran?
3

C. Tujuan Studi Kasus


Menggambarkan penerapan terapi bercakap-cakap pada pasien
halusinasi pendengaran
D. Manfaat Studi Kasus
Studi kasus ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Bagi masyarakat :
Masyarakat mampu menerapkan terapi bercakap-cakap pada
pasien halusinasi pendengaran
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan :
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan dalam penerapan terapi bercakap-cakap pada
pasien halusinasi pendengaran
3. Bagi penulis :
Memperoleh pengalaman dalam menggambarkan hasil riset
keperawatan khususnya studi kasus tentang penerapan terapi
bercakap-cakap pada pasien halusinasi pendengaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan keperawatan Halusinasi


1. Konsep dasar Halusinasi
a. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana
klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulasi yang
sebetulnya tidak ada (Damayanti, 2012).
Gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini
meliputi seluruh pancaindra, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman, seseorang merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf AH dkk, 2015). Istilah halusinasi berasal dari
bahasa latin hallucination yang bermakna secara mental
mengembara atau menjadi linglung, menegaskan “The term
hallucination comes from the latin “hallucination” : to wander
mentally or to be absent-minded” (Jardi, dkk 2013).
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien
dengan halusinasi adalah :
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya
rendanya control dan oleh kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
rentan terhadap stres.

4
5

b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima
lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya dan lingkungannya.
c) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stres berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak.
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung
jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adaktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orang tua schizophrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit lain.
2) Faktor presipitasi
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa
curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan
bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
6

c. Manifestasi klinis
Menurut hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Bicara sendiri
2) Senyum sendiri
3) Ketawa sendiri
4) Menggerakkan bibir tanpa suara
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat
7) Menarik diri dari orang lain
8) Berusaha untuk menghindari orang lain
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya
beberapa detik
12) Berkonsentrasi dengan pangalaman sensori
13) Sulit berhubungan dengan orang lain
14) Ekspresi muka tegang
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
17) Tampak tremor dan berkeringat
18) Perilaku panik
19) Agitasi dan kataton
20) Curiga dan bermusuhan
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
22) Ketakutan
23) Tidak dapat mengurus diri
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
7

d. Rentang respons neurobiologi


Rentang respons neurobiologi yang paling adaptif adalah
adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang
harmonis, rentang respons yang paling maladaptif adalah
adanya waham, neurobiologi.
Rentang respon neurobiologis menurut Yosep (2011)
terdiri dari respon adaptif, respon psikososial, dan respon
maladaptif, yaitu :
1) Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima
norma-norma sosial yang berlaku. Dengan kata lain
individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut
respon adaptif meliputi :
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan
yang timbul dari pengalaman ahli
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang
masih dalam batas kewajaran
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi
dengan orang lain dan lingkungan
2) Respon psikologis
Respon psikososial meliputi :
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkan gangguan
b) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang
salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
(objek nyata) karena rangsangan panca indra
8

c) Emosi berlebihan atau berkurang


d) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain
3) Respon maladaptif
Respon maladaptif meliputi
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan kenyataan sosial
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah
atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak
ada
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu
yang timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak
teratur
e. Intensitas level halusinasi
Menurut Yusuf. AH (2015) intentitas level halusinasi
adalah :
1) Tahap I
Intensitas level halusinasi pada tahap I yaitu,
Memberikan rasa nyaman dengan Tingkat ansietas
sedang. Secara umum halusinasi merupakan suatu
kesenangan
a) Karakteristik halusinasi
(1) Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan
ketakutan
(2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas
(3) Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam
kontrol kesadaran (jika kecemasan dikontrol)
9

b) Perilaku pasien
(1) Tersenyum/tertawa sendiri
(2) Menggerakkan bibir tanpa suara
(3) Pergerakan mata yang cepat
(4) Respons verbal yang lambat
(5) Diam dan berkonsentrasi
2) Tahap II
Menyalahkan tingkat kecemasan berat secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a) Karakteristik halusinasi
(1) Pengalaman sensori menakutkan
(2) Mulai merasa kehilangan kontrol
(3) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut
(4) Menarik diri dari orang lain
b) Perilaku pasien
(1) Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda
ansietas, seperti peningkatan denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan darah
(2) Rentang perhatian menyempit
(3) Konsetrasi dengan pengalaman sensori
(4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dari realita
3) Tahap III
Mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman
sensori tidak dapat ditolak lagi.
a) Karakteristik halusinasi
(1) Pasien menyerah dan menerima pengalaman
sensorinya
(2) Isi halusinasi menjadi atraktif
(3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
10

b) Perilaku pasien
(1) Perintah halusinasi ditaati
(2) Sulit berhubungan dengan orang lain
(3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau
menit
(4) Gejala fisik ansietas berat berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mengikuti perintah
4) Tahap IV
Menguasai tingkat kecemasan panik secara umum
diatur dan dipengaruhi oleh waham.
a) Karakteristik halusinasi
(1) Pengalaman sensori menjadi ancaman
(2) Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa
jam atau hari
b) Perilaku pasien
(1) Perilaku panik
(2) Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
(3) Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau
katatonia
(4) Tidak mampu berespons terhadap perintah yang
kompleks
(5) Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu
orang
f. Klasifikasi halusinasi
Klasifikasi halusinasi menurut Yusuf AH (2015) intensitas
level halusinasi adalah :
1) Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran dapat berupa bunyi
mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti,
tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Suara itu biasanya
11

menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula


berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang
menakutkan dan kadang-kadang mendesak atau
memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan
merusak (Yosep, 2007).
Menurut Thomas (2007), penyebab halusinasi
pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor
biologis, psikologis, sosial budaya dan stressor
pencetusnya adalah stres lingkungan, biologis, pemicu
masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
a) Data objektif
(1) Bicara atau tertawa sendiri
(2) Marah-marah tanpa sebab
(3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
(4) Menutup telinga
b) Data subjektif
(1) Mendengarkan suara-suara atau kegaduhan
(2) Mendengarkan suara yang mengajak bercakap-
cakap
(3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya
2) Halusinasi Penglihatan
a) Data objektif
(1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
(2) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
b) Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu, atau monster
12

3) Halusinasi Penciuman
a) Data objektif
(1) Mencium seperti membaui bau-bauhan tertentu
(2) Menutup hidung
b) Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
dan kadang-kadang bau itu menyenangkan
4) Halusinasi Pengecapan
a) Data objektif
(1) Sering meludah
(2) Muntah
b) Data subjektif
Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses
5) Halusinasi perabaan
a) Data objektif
Menggaruk-garuk permukaan kulit
b) Data subjektif
(1) Mengatakan ada serangga di permukaan kulit
(2) Merasa seperti tersengat listrik
2. Konsep keperawatan Halusinasi
a. Pengkajian
Menurut Yusuf AH, (2015) pengkajian keperawatan pada
pasien halusinasi meliputi :
1) Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu
hubungan interpersonal yang dapat meningkatkan
stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
13

b) Faktor sosial budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat
seseorang merasa disingkirkan atau kesepian,
selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat
berat seperti delusi dan halusinasi.
c) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis,
serta peran ganda atau peran yang bertentangan
dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi.
d) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada
pasien gangguan orientasi realitas, serta dapat
ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi
umumnya ditemukan pada pasien skizofrenia.
Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.
2) Faktor presipitasi
a) Stresor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan
orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok
dapat menimbulkan halusinasi
14

b) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan
dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi
c) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan
d) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan
gangguan orientasi realitas berkaitan dengan
perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial
15

b. Diagnosis
1) Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan (Diri


sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
Effect

Perubahan Persepsi sensori :


Halusinasi
Core problem

Isolasi Sosial
Causa

Gambar 2.1 Pohon Masalah Halusinasi


(Keliat, 2006)
2) Diagnosis keperawatan
a) Gangguan persepsi sensori halusinasi
b) Isolasi sosial
c) Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain,
lingkungan, dan verbal).
c. Strategi pelaksanaan
1) SP I
a) SP I Pasien
(1) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
(2) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
(3) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
(4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
16

(5) Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan


halusinasi pasien
(6) Mengidentifikasi respon pasien terhadap
halusinasi pasien
(7) Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
(8) Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
b) SP I Keluarga
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam perawatan pasien
(2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien,tanda dan gejala halusinasi, serta
proses terjadinya halusinasi
(3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2) SP II
a) SP II Pasien
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain
(3) Menganjurkan pasien untuk memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
b) SP II Keluarga
(1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien dengan halusinasi
(2) Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien halusinasi
3) SP III
a) SP III Pasien
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
17

(2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan


cara melakukan kegiatan
(3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian
b) SP III Keluarga
(1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum obat (discharge
planning)
(2) Menjelaskan pollow up pasien setelah pulang
4) SP IV
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara
teratur
c) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian
d. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah
anda lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut.
1) Pasien mempercayai kepada perawat
2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada
objeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi
3) Pasien dapat mengontrol halusinasi
4) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai
dengan hal berikut
a) Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi
yang dialami oleh pasien
b) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di
rumah
c) Keluarga mampu memperagakan cara bersikap
terhadap pasien
18

d) Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan


yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
pasien
e) Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat
pasien.
B. Terapi Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
1. Definisi
Menurut Fresa (2015), Bercakap-cakap dengan orang lain
dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-
cakap dengan orang lain, terjadi distraksi fokus perhatian pasien
akan beralih dari halusinasi ke perbincangan yang dilakukan
dengan orang lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fresa, Rochmawati
dan Arif (2015) dengan judul efektifitas terapi individu bercakap-
cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi
pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa adanya
perbedaan antara kemampuan mengontrol halusinasi posttest
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, nilai p=0.000 (p
kurang dari 0.05).
2. Tujuan
a. Partisipan memahami pentingnya bercakap-cakap dengan
orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi
b. Partisipan dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah halusinasi
3. Setting
a. Penelitian dan responden duduk bersama dalam lingkungan
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
4. Alat
a. Spidol dan whiteboard /papan tulis / flipchart
b. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
19

5. Metode
a. Penerapan individu
6. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Persiapan
a) Menginginkan kontrak dengan responden yang telah
mengikuti sesi
b) Terapis membuat kontrak dengan responden
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari peneliti kepada responden
(2) Responden dengan peneliti memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan responden saat ini
(2) Menanyakan pengalaman pasien setelah
menerapkan cara yang telah dipelajari (bercakap-
cakap) untuk mencegah halusinasi
c) Kontrak
(1) Peneliti menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain
(2) Peneliti menjelaskan aturan main berikut :
(a) Jika responden ingin meninggalkan kegiatan
dengan alasan tertentu semisalnya bak, harus
meminta izin kepada peneliti
(b) Lama kegiatan 45 menit
(c) Setiap kali mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir
20

3) Tahap kerja
a) Peneliti menjelaskan pentingnya bercakap-cakap
dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah
halusinasi
b) Peneliti meminta klien menyebutkan orang yang
biasa dan bisa diajak bercakap-cakap
c) Peneliti meminta klien menyebutkan pokok
pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.
Pokok pembicaraan yang dianjurkan adalah
menceritakan bahwa partisipan mengalami
halusinasi dan meminta orang lain disekitarnya
mengajak bercakap-cakap. Orang disekitar
partisipan sebaiknya sudah diberikan penyuluhan
mengontrol halusinasi yang telah dilatihkan.
Misalnya mengingatkan cara menghardik, atau
bercerita tentang kegiatan yang sudah atau belum
dilakukan sesuai jadwal yang telah disusun.
d) Peneliti memperagakan cara bercakap-cakap jika
halusinasi muncul
e) Peneliti meminta partisipan untuk memperagakan
perbincangan dengan orang disebelahnya
f) Berikan pujian atas keberhasilan partisipan
g) Ulangi bagian e dan f sampai semua partisipan
mendapat giliran
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Peneliti menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti terapi
(2) Peneliti menanyakan mengontrol halusinasi yang
sudah dilatih
(3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
21

b) Tindak lanjut
Menganjurkan responden menggunakan cara
mengontrol halusinasi, yaitu bercakap-cakap
c) Kontrak yang akan datang
(1) Peneliti membuat kesepakatan dengan
responden untuk terapi berikutnya, yaitu belajar
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan lain
(2) Peneliti menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses terapi
berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang berevaluasi adalah kemampuan responden
sesuai dengan tujuan terapi. Untuk stimulasi
persepsi halusinasi 4, kemampuan yang diharapkan
adalah mencegah halusinasi dengan bercakap-
cakap. Formulir evaluasi sebagai berikut
Tabel aspek nilai yang dinilai
Nama Klien
No Aspek yang dinilai

1 Menyebutkan orang yang biasa


diajak bercakap-cakap
2 Memperagakan percakapan
3 Menyusun jadwal percakapan
4 Menyebutkan tiga cara mengontrol
dan mencegah halusinasi
Tabel 2.1 Kemampuan berbincang-bincang (Keliat, 2016)
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan respon yang ikut terapi pada kolom nama
klien
22

2. Untuk tiap responden, beri penilaian kemampuan menyebutkan


orang yang biasa diajak bicara, memperagakan percakapan,
menyusun jadwal percakapan, menyebutkan cara mencegah
halusinasi. beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (-) jika klien
tidak mampu
b) Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki
responden saat terapi pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : Responden
mengikuti terapi stimulus persepsi halusinasi.
Responden belum mampu secara lancar bercakap-
cakap dengan orang lain. Anjurkan responden
bercakap-cakap dengan perawat dan responden di
ruang rawat.
7. Kemampuan mengontrol halusinasi
Tabel Aspek Yang Dinilai
Tabel kemampuan
No Aspek yang dinilai
Ya Tidak
1 Menyebutkan jenis halusinasi klien
2 Menyebutkan isi halusinasi klien
3 Menyebutkan waktu halusinasi klien
4 Menyebutkan isi frekuensi halusinasi klien
5 Menyebutkan situasi yang dapat menimbulkan
halusinasi klien
6 Menyebutkan respon klien terhadap halusinasi
klien
7 Menyebutkan cara klien menghardik halusinasi
8 Memperagakan cara klien mengendalikan
halusinasi
9 Memperagakan cara klien mengendalikan
halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
Tabel 2.2 Kemampuan Mengontrol Halusinasi (Keliat, 2016)
23

Keterangan :
√ : responden mampu melakukannya
- : responden tidak mampu melakukannya
Berdasarkan dari hasil penelitian ninik retna widuri (2016),
didapatkan data bahwa klien mampu membina hubungan saling
percaya, klien mampu menyebutkan isi, frekuensi, waktu,
penyebab dan respon klien saat halusinasi muncul. Klien juga
mampu menurunkan intensitas halusinasi dengan cara mengontrol
halusinasi ditandai dengan klien sudah tidak takut saat halusinasi
muncul dan halusinasi berkurang sudah tidak terjadi pada malam
hari.
Sri wahyuni (2011) yang mengatakan sebanyak 9 dari 17
pasien dengan lama hari rawat maksimal >110 dari mempunyai
kemampuan dalam mengontrol halusinasi, terdapat 13 dari 17
pasien dengan lama hari rawat minimal 17-109 hari tidak mampu
mengontrol halusinasi.
Berdasarkan dari hasil penelitian Dwi Heppy Rochmawati,
M.,Syamsul Arif SN (2015), pada kelompok kontrol kemampuan
mengontrol halusinasi sebelum yaitu kemampuan kurang jumblah
27 responden (100.0%). Sesudah yaitu kemampuan baik 9
responden (33,3%).
Menurut penelitian Ayu (2010) apabila terapi dilatih secara
terus menerus memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam
membantu pasien untuk berlatih mengontrol halusinasi.
Menurut penelitian Halawa (2014) seseorang dengan
pendidikan rendah biasanya memiliki daya tangkap yang kurang
dalam menerima informasi sehingga informasi yang pernah
diberikan tidak semuanya tersimpan dalam ingatan responden
dimana kemampuan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi
lebih mudah untuk mengerti dibandingkan dengan seseorang
yang pendidikannya rendah.
BAB III
METODOLOGI KEPERAWATAN

A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif
observasional studi kasus. Metode penelitian deskriptif observasional
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.
Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Setiadi,
2013).
B. Lokasi & waktu Studi Kasus
Penelitian telah dilakukan di Rumah Sakit Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 Mei
sampai dengan 2 Juni 2019.
C. Subjek Studi Kasus
Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah 2 klien dengan
masalah halusinasi pendengaran. Kriteria inklusi pada penelitian ini,
yaitu:
1. Partisipan dengan masalah halusinasi pendengaran
2. Partisipan yang berusia 25 - 45 tahun
3. Partisipan dengan jenis kelamin laki-laki
4. Partisipan yang kooperatif
5. Partisipan yang telah diberikan asuhan keperawatan
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Partisipan yang lari
2. Partisipan yang tiba-tiba pulang atas permintaan keluarga
D. Fokus Studi
Fokus studi kasus dalam penelitian ini adalah penerapan terapi
bercakap-cakap pada pasien halusinasi.

24
25

E. Defenisi Operasional Fokus Studi


Halusinasi pendengaran adalah gangguan stimulus dimana
pasien mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak nyata,
biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang dipikirannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
Terapi bercakap-cakap merupakan terapi yang dapat membantu
mengontrol halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang
lain terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
F. Instrumen Studi Kasus
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah wawacara
dan observasi. Selain itu, peneliti juga menggunakan lembar
demografi yang berisi nama pasien, usia, pendidikan dan pekerjaan
pasien.
G. Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Dimana data
primer adalah data yang didapat secara langsung dari pasien melalui
wawancara atau tanya jawab secara langsung, sementara data
sekunder merupakan data yang dikumpulkan melalui pengambilan
biodata pasien, rekam medis dan melakukan observasi. Dimana hal
pertama yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi partisipan
sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan sebelumnya
setelah itu membina hubungan saling percaya antara pasien dengan
perawat dan melakukan pengkajian lalu menetapkan diagnosis
keperawatan kemudian merencanakan intervensi keperawatan
setelah itu mengimplementasikannya pada partisipan dan terakhir
mengevaluasi hasil dari implementasi yang telah diberikan kepada
partisipan.
H. Penyajian Data
Data yang terkumpul melalui wawancara dan observasi diolah
26

secara manual. Kemudian data disajikan dalam bentuk narasi dan


tabel.
I. Etika Studi Kasus
Dalam menjalankan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain yang mengajukan
permohonan ijin kepada institusi tempat penelitian dalam hal ini
kepada Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah mendapatkan persetujuan kemudian dilakukan penelitian
dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :
1. Otonomi (informed consent)
Lembaran persetujuan ini yang akan diberikan kepada
responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan
disertai judul serta manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka
peneliti tidak akan memaksa kehendak dan tempat menghormati
hal-hal subjek.
2. Veracity (jujur)
Proyek penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya
dijelaskan secara jujur tentang manfaatnya, efeknya dan apa
yang didapati jika pasien dilibatkan dalam proyek tersebut.
Penjelasan seperti ini harus disampaikan kepada pasien karena
mereka mempunyai hak untuk mengetahui segala informasi
kesehatannya.
3. Beneficiency (memberikan kebaikan)
Kebaikan dan keuntungan bagi klien dalam memberikan
penelitian sangatlah penting dan tidak menimbulkan kerugian
bagi klien.
4. Confidentially
Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah
dikumpulkan kerahasiaannya itu bukan tanpa alasan seringkali
subjek peneliti menghendaki agar dirinya tidak di ekspos kepada
khalayak ramai. Oleh karena itu jawaban tanpa nama dapat
27

dipakai dan sangat dianjurkan subjek peneliti tidak menyebutkan


identitasnya. Apabilah sifat penelitian memang menuntut peneliti
mengetahui identitas subjek ia harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu serta mengambil langkah-langkah dalam menjaga
kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus


1. Data Demografi
Studi kasus ini dilaksanakan di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan di ruang Kenari selama 5 hari dari
tanggal 24 Mei sampai dengan 2 Juni 2019. Studi kasus ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran penerapan strategi
pelaksanaan tindakan halusinasi dengan bercakap-cakap pada
pasien halusinasi pendengaran. Dalam penelitian ini jumlah
partisipan yang digunakan adalah 2 orang partisipan yang
memiliki masalah yang sama. Kedua partisipan memiliki lama
rawat yang berbeda dimana Tn. A memiliki lama rawat 2 bulan
dan Tn. E memiliki lama rawat 1 bulan.
a. Partisipan 1
Partisipan yang pertama berinisial Tn. A, jenis kelamin
laki-laki, berumur 38 tahun, partisipan beragama Islam,
pendidikan terakhir SD, pekerjaan buruh bangunan, dengan
lama rawat 2 bulan yang lalu, partisipan berasal dari Gowa.
Awal perubahan perilaku ± 10 tahun yang lalu saat itu
partisipan bekerja di Kalimantan dan mengalami sakit typhoid
dan sempat dirawat selama 4 hari, setelah sembuh partisipan
pulang kekampung dan mulai bekerja sebagai buruh
bangunan, tetapi hanya beberapa bulan partisipan dipecat
dari pekerjaannya, setelah di pecat dan dijauhi orang-orang
disekitarnya bahkan dianggap sebagai orang yang tidak
berguna, semenjak itulah partisipan mulai mempunyai
kepribadian yang lemah dalam mengambil keputusan yang
tepat, lebih mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adaktif, saat itu partisipan sering mendengar suara-suara

28
29

menyuruh untuk melempar batu dan memukul orang yang


ada disekitarnya, Tn.A juga mulai menarik diri dan tidak ingin
bergaul dengan orang lain dan menyakiti orang lain bahkan
menyakiti dirinya sendiri sehingga partisipan dibawa ke
RSKD oleh keluarganya. Dari hasil observasi menunjukkan
partisipan lebih sering menyendiri, tertawa, bicara sendiri,
tersenyum sendiri dan merusak diri dan orang lain.
b. Partisipan 2
Partisipan yang kedua berinisial Tn. E, jenis kelamin laki-
laki, berumur 29 tahun, partisipan beragam Islam dengan
status pernikahan belum menikah, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan pengangguran dengan lama rawat 1 bulan yang
lalu, partisipan berasal dari Masamba. Awal perubahan
perilaku ±7 tahun yang lalu, partisipan merasa dirinya tidak di
hargai oleh orang tuanya diakibatkan seringnya di marahi
karna belum bekerja, semenjak itulah partisipan mulai frustasi
dengan keadaanya dan mulai menyendiri, kadang
mendengar suara-suara yang menyuruh untuk memukul
ibunya, partisipan juga pernah melakukan ritual atau
pemujaan di pohon tua, saat itu partisipan selalu merasa
bahwa dia memiliki kekuatan, partisipan mengatakan bahwa
dia sudah menikah dengan seorang gadis yang lama diidam-
idamkannya dan mendengar bisikan-bisikan membunuh 4
pepaya dan memukul ibunya, partisipan juga bicara sendiri,
senyum sendiri, dan tertawa sendiri sehingga pasien dibawa
ke RSKD oleh keluarganya. Hasil observasi menunjukkan
partisipan tampak sering berbicara, sendiri dan tertawa
sendiri.
2. Gambaran Penerapan Strategi Pelaksanaan Tindakan Halusinasi
Dengan Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Hari selasa 28 Mei 2019 Sebelum dilakukan penelitian
30

perawat melakukan bina hubungan saling percaya dengan


partisipan, pada hari pertama perawat terlebih dahulu melakukan
pengkajian bahwa partisipan mengalami halusinasi pendengaran
dan melakukan pengukuran pada partisipan untuk mengetahui
kemampuan yang dimiliki untuk mengontrol halusinasi. Tn.A
memberikan respon yang baik, menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan oleh perawat, mampu menyebutkan tanda dan gejala
halusinasi yaitu bicara sendiri, mendengar suara, merusak diri
sendiri/orang lain/lingkungan, mampu menghardik halusinasi
dengan mengatakan “Pergi-pergi kamu tidak nyata, kamu suara
palsu”, mampu menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan yaitu
membersihkan, mampu minum obat secara benar dan teratur,
partisipan tidak mampu cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Sedangkan Tn.E memberikan respon yang baik, menjawab setiap
pertanyaan yang diberikan oleh perawat, mampu menyebutkan
tanda dan gejala yang dirasakan yaitu bicara sendiri, mendengar
suara, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan, mampu menyebutkan
kegiatan yang biasa dilakukan yaitu menyapu dan mengepel,
mampu menghardik saat mendengar suara-suara dengan cara
mengatakan “Pergi kamu suara palsu”, mampu minum obat
secara tepat dan teratur, partisipan tidak mampu memulai
bercakap-cakap dengan orang lain.
Hari kedua rabu 29 Mei 2019 perawat mengajarkan cara
bercakap-cakap dengan orang lain dan memperagakan di
hadapan partisipan dimana pasien mengikuti penerapan dengan
mimik muka nampak kebingungan dan mengevaluasi apakah
masih ada suara-suara yang partisipan dengar serta tanda dan
gejala apa yang muncul, partisipan melakukan penerapan yang
telah di ajarkan dimana Tn.A masih kurang mampu dalam
menerapkan apa yang telah diajaran sementara Tn.E
31

melakukanya lebih baik di banding Tn.A, Tn.E melaksanakan


sesuai dengan yang telah di di ajarkan walau ketepatan masih
belum sempurna. Setelah itu mengingatkan partisipan agar
memasukkan bercakap-cakap dengan orang lain ke kegiatan
hariannya. Respon dari Tn.A mengatakan masih mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melempar batu dan
memukul orang-orang disekitarnya, Tn.A mengatakan tanda dan
gejala yang muncul yaitu mendengar suara, bicara sendiri,
merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan. Respon Tn.A saat
diajarkan terapi bercakap-cakap kurang memperhatikan perawat
karena terkadang partisipan mengalihkan padangannya, sudah
mampu menyebutkan tanda dan gejala halusinasi, menyebutkan
kegiatan yang biasa dilakukan, namun Tn.A masih belum mampu
memulai bercakap-cakap dengan orang lain. Sedangkan pada
partisipan 2 Tn. E perawat mengajarkan cara bercakap-cakap
dengan orang lain dan memperagakannya dihadapan partisipan
serta mengevaluasi apakah masih mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk membunuh 4 pepaya dan memukul ibunya
serta tanda dan gejala apa yang muncul, dan mengingatkan
partisipan agar memasukkan bercakap-cakap dengan orang lain
ke kegiatan hariannya mimik muka partisipan biasa saja dalam
partisipan sangat antusias dalam menerima penerapan yang
telah diberikan. Respon dari Tn.E mengatakan masih mendengar
suara-suara, tanda dan gejala yang muncul yaitu bicara sendiri,
mendengar suara, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan
tidak nyata, merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan. Respon
Tn.E saat diajarkan bercakap-cakap memperhatikan perawat,
sudah mampu menyebutkan tanda dan gejala yang dirasakan,
mampu menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan , namun
partisipan belum mampu memulai bercakap-cakap dengan orang
lain.
32

Hari ketiga kamis 30 Mei 2019 perawat kembali mengajarkan


cara bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan evaluasi
kepada partisipan tentang kemampuan bercakap-cakap dan
apakah masih mendengar suara-suara serta tanda dan gejala
apa yang dirasakan oleh partisipan dihari ke tiga ini partisipan
masih nampak kesulitan dalam melakukan terapi bercakap-cakap
sementara Tn.E terjadi peningkatan dalam terapi bercakap-
cakap. Respon Tn.A mengatakan telah berlatih dan melakukan
bercakap-cakap dengan orang lain saat partisipan mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melempar batu dan
memukul orang disekitarnya. Tn.A telah mengaplikasikan
bercakap-cakap, tetapi Tn.A masih mendengar suara-suara.
Kemampuan Tn.A di terapi bercakap-cakap dalam hari ketiga
adalah partisipan mampu menyebutkan tanda dan gejala
halusinasi yang dirasakan, mampu menyebutkan kegiatan yang
biasa dilakukan, partisipan sudah mengetahui cara bercakap-
cakap dengan orang lain tetapi masih merasa ragu memulai
bercakap-cakap dengan orang lain. Sedangkan Tn.E mengatakan
telah berlatih dan melakukan bercakap-cakap ketika mendengar
suara-suara, suara yang menyuruhnya membunuh 4 pepaya dan
memukul ibunya dan Tn.E telah mengaplikasikan terapi
bercakap-cakap saat mendengar suara-suara itu. Tanda dan
gejala yang dirasakan partisipan adalah mendengar suara.
Kemampuan Tn.E di terapi bercakap-cakap dalam hari ketiga
adaah partisipan mampu menyebutkan tanda dan gejala
halusinasi yang dirasakan, mampu menyebutkan kegiatan yang
biasa dilakukan, mampu memulai bercakap-cakap dengan orang
lain. Sedangkan Tn.E mengatakan tetap menjalankan bercakap-
cakap dengan orang lain dan melakukannya ketika mendengar
suara-suara itu, tanda dan gejala yang dirasakan yaitu
mendengar suara-suara palsu. Tn.E mampu menyebutkan tanda
33

dan gejala halusinasi yang dirasakan, mampu menyebutkan


kegiatan yang biasa dilakukan, mampu memulai bercakap-cakap
dengan orang lain dengan cara partisipan memanggil perawat
dan memulai percakapan sesuai yang telah di ajarkan.
Hari keempat jumat 31 Mei 2019 perawat kembali
mengajarkan cara bercakap-cakap dengan orang lain serta
melakukan evaluasi kepada partisipan tentang kemampuan
bercakap-cakap dan tanda dan gejala apa yang dirasakan oleh
partisipan dalam pelaksanaan dihari ke empat pasien Tn.A
melaksanakanyan dengan cara mengajak perawat untuk memulai
percakapan dan nampak terlihat sudah mampu sedangkan Tn.E
lebih baik lagi dari hari sebelumnya Tn.A mengatakan tetap
menjalankan bercakap-cakap dan melakukannya ketika
mendengar suara-suara, tanda dan gejala yang muncul yaitu
bicara sendiri dan mendengar suara-suara. Tn.A mampu
menyebutkan tanda dan gejala halusinasi yang dirasakan,
mampu menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan, mampu
memulai bercakap-cakap dengan orang lain. Sedangkan Tn.E
mengatakan tetap menjalankan bercakap-cakap dengan orang
lain dengan cara partisipan memanggil temanya yang bisa di ajak
bercakap-cakap dan partisipan pun melakukan percakapan
seperti yang telah di ajarkan dan melakukannya ketika
mendengar suara-suara itu, tanda dan gejala yang dirasakan
yaitu mendengar suara-suara palsu. Tn.E mampu menyebutkan
tanda dan gejala halusinasi yang dirasakan, mampu
menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan, mampu memulai
bercakap-cakap dengan orang lain sesuai yang diajarkan
perawat.
Hari kelima sabtu 1 Juni 2019 perawat kembali melakukan
evaluasi kepada partisipan tentang kemampuan bercakap-cakap
dan tanda dan gejala apa yang dirasakan oleh partisipan. Tn.A
34

mengatakan selalu melakukan bercakap-cakap dengan orang


lain, tanda dan gejala yang dirasakan yaitu mendengar suara-
suara. Tn.A mampu menyebutkan tanda dan gejala yang
dirasakan, mampu menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan,
mampu memulai bercakap-cakap dengan orang lain saat
mendengar suara-suara sesuai yang diajarkan oleh perawat.
Sedangkan Tn.E mengatakan selalu melakukan bercakap-cakap,
tanda dan gejala yang muncul yaitu mendengar suara-suara
palsu. Tn.E mampu menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
yang dirasakan, mampu menyebutkan kegiatan yang biasa
dilakukan, mampu memulai bercakap-cakap dengan orang lain.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan kepada kedua
partisipan yaitu Tn.A dan Tn.E didapatkan data demografi kedua
partisipan berjenis kelamin laki-laki dengan memiliki lama rawat yang
berbeda Tn.A memiliki lama rawat dua bulan sedangkan Tn.E
memiliki lama rawat satu bulan. Pendidikan terakhir Tn.A yaitu SD
sedangkan pendidikan terakhir Tn.E yaitu SMP, pekerjaan Tn.A yaitu
pekerja buruh bangunan sedangkan Tn.E tidak mempunyai
pekerjaan. Pada pembahasan akan diuraikan hasil studi kasus dari
penerapan terapi bercakap-cakap pada pasien halusinasi
pendengaran.
Menurut Fresa (2015), Bercakap-cakap dengan orang lain dapat
membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain, terjadi distraksi fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke perbincangan yang dilakukan dengan orang
lain.
Didapatkan dari hasil pengkajian tolak ukur kemampuan sebelum
dilakukan penerapan terapi bercakap-cakap didapatkan data pada
Tn.A dan Tn, E tidak jauh berbeda, kedua partisipan hanya mampu
menyebutkan tanda dan gejala yaitu berbicara sendiri, tertawa
35

sendiri, senyum sendiri, serta merusak diri sendiri dan orang lain.
Partisipan mampu menghardik halusinasi, mampu menyebutkan
kegiatan yang biasa diakukan dan mampu minum obat secara benar
dan teratur. Berdasarkan teori Yosep (2010), menyatakan bahwa ada
2 penyebab halusinasi yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Faktor predisposisi meliputi faktor perkembangan, faktor
sosiokultural, faktor biologis, faktor psikologis, faktor genetik dan pola
asuh. Faktor presipitasi yang meliputi curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Sutejo (2017), menyatakan bahwa ada dua
faktor yaitu predisposisi pasien dengan halusinasi di dapatkan faktor
sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan
dalam sosial lingkungan, (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
Setelah diberikan terapi bercakap-cakap pada hari kedua dan
ketiga, Tn.A belum mampu melakukan kegiatan bercakap-cakap
yang telah diajarkan dikarnakan pada saat penerapan partisipan Tn.A
tidak fokus pada penerapan yang dilakukan, sibuk dengan dirinya
sendiri diakibatkan karena suara-suara yang sering timbul secara
tiba-tiba sedangkan pada Tn.E sudah mampu melakukan terapi
bercakap-cakap, meskipun belum lancar dan masih harus berlatih,
partisipan Tn.A pada saat diajarkan penerapan fokus perhatiannya
baik, fokus perhatian partisipan dikarenakan kemauannya ingin cepat
sembuh, Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Irmansyah
(2006) menyatakan bahwa pasien gangguan jiwa sering terdapat
gejala negatif seperti menurunnya jarak dan intensitas ekspresi
emosi, miskinya kemampuan bercakap-cakap, lambatnya
mengemukakan gagasan/ide, penurunan/kesulitan memulai dan
36

melakukan kegiatan secara langsung, gangguan pengaturan pribadi,


kesulitan dalam berkonstrasi dan mengingat, pikiran tidak terarah
lambat dalam berfikir.
Kemudian hari selanjutnya dilakukan kembali penerapan terapi
bercakap-cakap dimana di dapatkan hasil bahwa kedua partisipan
Tn.A dan Tn.E sudah mampu melakukan terapi bercakap dengan
benar susuai apa yang telah di ajarkan dengan cara partisipan Tn.A
dan Tn.E memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap pada perawat, partisipan mengatakan pada saat
mendengar suara-suara dia pergi ke perawat atau temannya yang
bisa di ajak bercakap-cakap dan mengatakan pak mantri/teman
temani saya bercakap-cakap karna saya mendengar suara-suara
kemudian partisipan menceritakan apa yang ingin di ceritakannya.
Pada hari kelima dilakukan evaluasi post penerapan terapi
bercakap-cakap didapatkan bahwa kedua partisipan menunjukkan
respon yang sangat baik dimana kedua partisipan yaitu Tn.A dan
Tn.E mampu mengontrol halusinasi pendengaran dengan cara
bercakap-cakap seperti yang telah diajarkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama penelitian
didapatkan bahwa dengan melakukan penerapan strategi bercakap-
cakap pada pasien halusinasi pendengaran efektif untuk mengontrol
halusinasi pendengaran. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fresa, Rohmawati & Arif (2015) di Rumah Sakit Jiwa DR. Amino
Gondo Hutomo Provinsi Jawa Tengah mengatakan bahwa terapi
bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi
distraksi fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
37

C. Keterbatasan
Dalam proses penelitian ini ditemukan beberapa rintangan yaitu:
1. Keterbatasan pengalaman
Studi kasus ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan
oleh peneliti, yang langsung diterapkan pada pasien jiwa
sehingga ini menjadi pengalaman pertama bagi peneliti dalam
melakukan penelitian dan melakukan penerapan.
2. Keterbatasan Kedua Partisipan
Karakter kedua partisipan berbeda, dimana partisipan yang
pertama memiliki tingkat pemahaman yang kurang dalam
menerima penerapan yang telah di berikan, partisipan kedua
memiliki respon yang baik dalam menerima penerapan yang telah
di berikan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama lima
hari mulai pada hari sabtu 28 Mei sampai 1 Juni 2019 tentang
penerapan strategi pelaksanaan tindakan halusinasi dengan
bercakap-cakap pada pasien halusinasi pendengaran di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan maka peneliti menyimpulkan yaitu :
Dari hasil studi kasus menunjukkan bahwa sebelum dilakukan
penerapan terapi kepada kedua partisipan, partisipan belum mampu
melakukan kegiatan bercakap-cakap. Setelah dilakukan penerapan
terapi bercakap-cakap selama tiga hari kepada kedua partisipan
maka hasil evaluasi yang di dapatkan adalah kedua partisipan
mampu melakukan kegiatan bercakap-cakap sesuai yang telah di
ajarkan oleh perawat.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan meliputi:
1. Bagi Masyarakat
Peneliti mengharapkan dengan adanya penelitian yang
berjudul Penerapan Strategi Pelaksanaan Tindakan Halusinasi
Dengan Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam
mengontrol halusinasi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi
dalam meningkatkan pengetahuan tentang penerapan strategi
pelaksanaan bercakap-cakap pada pasien halusinasi
pendengaran.
3. Bagi Pasien
Diharapkan partisipan mampu menerapkan terapi bercakap-

38
39

cakap seperti yang telah diajarkan ketika halusinasinya muncul,


dan memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan hariannya.
4. Bagi Rumah Sakit
Pelayanan yang baik sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan, untuk itu Rumah sakit sebagai institusi
pelayanan kesehatan agar dapat menjadikan Terapi Bercakap-
cakap sebagai salah satu alternatif terapi pada pasien halusinasi
pendengaran karena dari hasil penelitian terdapat pengaruh
yang signifikan pada pasien halusinasi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA

Fresa, O., dkk. (2015). Efektivitas Terapi Individu Bercakap-Cakap dalam


Meningkatkan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien
Halusinasi Pendengaran Di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah. Bibliography.

Halawa, A. (2007). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi


Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Ruang Flayboyan RSJ
Amenur Surabyaya. Halawaaristina.
Hidayati, E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap
Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia
Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang.
Unimus.
Jannah, C. R. M., & Rauzatul, S. (2018). Gambaran Tugas Caregive
Dalam Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi. JIM FKEP.
Mahmuda., dkk. (2018). Perbedaan Efektivitas Antara Membaca Dengan
Mendengarkan Surah AL FATIHAH Terhadap Skor Halusinasi. jom
FKP.
Marchira, C. R. (2011). Integritas Kesehatan Jiwa Pada Pelayanan Primer
Di Indonesia. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Musa., dkk. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita
Terhadap Kemampuan Mengidentifikasi Stimulus Pada Pasien
Halusinasi DI RSJ Prov Dr. Ratumbuyang Sulawesi Utara. e-journal
Keperawatan.

Pinedendi., dkk. (2016). Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan


Defisit Perawat Diri Terhadap Kemandirian Persona Hygiene Pada
Pasien Di RSJ. Prof Ratumbuyang Manado. e-journal Keperawatan.
Purba., dkk. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitasi Kelompok Stimulasi
Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Ttiomarlinapurba.
Yusuf, A., dkk. (2015). Buku Ajaran Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Yusuf, Ah., dkk. (2007). Terapi Aktivitas Kelompok TAK Stimulasi Persepsi
Modifikasi Sebagai Alternatif Pengendalian Halusinasi Dengar Pada
Klien Skizofrenia. Jurnal Ners.
Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN


(PSP)

1. Kami adalah peneliti berasal dari Akademi Keperawatan Pelamonia


jurusan keperawatan program studi D III keperawatan dengan ini
meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam peneliti
yang berjudul Penerapan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Halusinasi Dengan Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran.
2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk mengetahui bagaimana gambaran Penerapan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Halusinasi dengan Bercakap-
Cakap Pada Pasien Halusinasi Pendengaran yang dapat memberi
manfaat berupa diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang cara mengatasi halusinasi
penelitian ini akan berlangsung selama 1 bulan.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara mewawancara
terpimpin dengan penggunaan pedoman wawancara yang akan
berlangsung kurang lebih 15-20 menit. Cara ini mungkin
menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu khawatir
karena penelitian ini untuk kepentingan pelayanan keperawatan.
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikut sertaan anda pada
penelitian ini adalah anda turut terlibat aktif untuk mengikuti
perkembangan tindakan yang diberikan
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara
sampaikan akan tetap diharapkan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan
penelitian ini silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp. 0823
4794 9404
Lampiran 3

SOP Terapi Bercakap-Cakap Pada Pasien


Halusinasi Pendengaran

1. Definisi
Menurut Fresa (2015), Bercakap-cakap dengan orang lain dapat
membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain, terjadi distraksi fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke perbincangan yang dilakukan dengan orang
lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fresa, Rochmawati dan
Arif (2015) dengan judul efektifitas terapi individu bercakap-cakap
dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusinasi pendengaran di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara
kemampuan mengontrol halusinasi posttest pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, nilai p=0.000 (p kurang dari 0.05).
2. Tujuan
a. Partisipan memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang
lain untuk mencegah munculnya halusinasi
b. Partisipan dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah halusinasi
3. Setting
a. Penelitian dan responden duduk bersama dalam lingkungan
b. Ruangan yang nyaman dan tenang
4. Alat
a. Spidol dan whiteboard /papan tulis / flipchart
b. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
5. Metode
a. Penerapan individu
6. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Persiapan
a) Menginginkan kontrak dengan responden yang telah
mengikuti sesi
b) Terapis membuat kontrak dengan responden
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari peneliti kepada responden
(2) Responden dengan peneliti memakai papan nama
b) Evaluasi / validasi
(1) Menanyakan perasaan responden saat ini
(2) Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan
cara yang telah dipelajari (bercakap-cakap) untuk
mencegah halusinasi
c) Kontrak
(1) Peneliti menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
(2) Peneliti menjelaskan aturan main berikut :
(a) Jika responden ingin meninggalkan kegiatan
dengan alasan tertentu semisalnya bak, harus
meminta izin kepada peneliti
(b) Lama kegiatan 45 menit
(c) Setiap kali mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir
3) Tahap kerja
a) Peneliti menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan
orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi
b) Peneliti meminta klien menyebutkan orang yang biasa dan
bisa diajak bercakap-cakap
c) Peneliti meminta klien menyebutkan pokok pembicaraan
yang biasa dan bisa dilakukan.
Pokok pembicaraan yang dianjurkan adalah menceritakan
bahwa partisipan mengalami halusinasi dan meminta
orang lain disekitarnya mengajak bercakap-cakap. Orang
disekitar partisipan sebaiknya sudah diberikan penyuluhan
mengontrol halusinasi yang telah dilatihkan. Misalnya
mengingatkan cara menghardik, atau bercerita tentang
kegiatan yang sudah atau belum dilakukan sesuai jadwal
yang telah disusun.
d) Peneliti memperagakan cara bercakap-cakap jika
halusinasi muncul
e) Peneliti meminta partisipan untuk memperagakan
perbincangan dengan orang disebelahnya
f) Berikan pujian atas keberhasilan partisipan
g) Ulangi bagian e dan f sampai semua partisipan mendapat
giliran
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Peneliti menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
terapi
(2) Peneliti menanyakan mengontrol halusinasi yang
sudah dilatih
(3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b) Tindak lanjut
Menganjurkan responden menggunakan cara
mengontrol halusinasi, yaitu bercakap-cakap
c) Kontrak yang akan datang
(1) Peneliti membuat kesepakatan dengan responden
untuk terapi berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan lain
(2) Peneliti menyepakati waktu dan tempat
5) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses terapi berlangsung
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang berevaluasi
adalah kemampuan responden sesuai dengan tujuan
terapi.
7. Tabel Kemampuan Mengontrol Halusinasi

Tabel Kemampuan
No Aspek yang dinilai
Ya Tidak
1 Menyebutkan jenis halusinasi klien
2 Menyebutkan isi halusinasi klien
3 Menyebutkan waktu halusinasi klien
4 Menyebutkan isi frekuensi halusinasi
klien
5 Menyebutkan situasi yang dapat
menimbulkan halusinasi klien
6 Menyebutan respon klien terhadap
halusinasi klien
7 Menyebutkan cara klien menghardik
halusinasi
8 Memperagakan cara klien
mengendalikan halusinasi dengan cara
berbincang-bincang dengan orang lain
9 Memperagakan cara klien
mengendalikan halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan
Jumlah
Keterangan :

√ : responden mampu melakukannya

- : responden tidak mampu melakukannya

Tabel Penilaian Terapi Bercakap-Cakap Pada Pasien Halusinasi


Pendengaran
Nama Klien
No Aspek yang dinilai

1 Menyebutkan orang yang biasa


diajak bercakap-cakap
2 Memperagakan percakapan
3 Menyusun jadwal percakapan
4 Menyebutkan tiga cara
mengontrol dan mencegah
halusinasi
Jumlah

Keterangan :

1. Tulis nama klien


2. Untuk tiap klien mampu menyebutkan dan melakukan cara
mengontrol halusinasi maka diberi tanda (√) dan jika klien tidak
dapat melakukan diberi tanda (-)
Lampiran 4

DOKUMENTASI BERCAKAP-CAKAP

Anda mungkin juga menyukai