diperlukan setelah pemulangan, dan kunjungan perawatan di rumah diatur jika diperlukan. Evaluasi : hasil yang diharapkan, pasien mencapai / mempertahankan kesejahteraan psikososial. 1. Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri 2. Meluangkan waktu untuk mendadani diri 3. Berbicara secara positif tentang rencana mendatang 4. Mengajukan pertanyaan tentang melanjutkan hubung- an seksual 5. Mengekspresikan antisipasi tentang mengunjungi teman dan keluarga Intervensi Kolaboratif Mempertahankan Perfusi Jaringan yang Adekuat. Pasien dipantau terhadap segala tanda dan gejala yang menandakan menurunnya perfusi jaringan: penurunan tekanan darah; saturasi o, yang tidak adekuat; pernapasan cepat atau sulit; peningkatan frekuensi nadi melebihi 100 kali per menit gelisah;respons melambat, kulit dingin, kusam, dan sianotis;denyut perifer menurun atau tak teraba;atau haluaran urin kurang dari 30 ml/jam.Salah satu dari tanda dan gejala ini harus dilaporkan. Tindakan dilakukan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.Tergantung pada penyebab tidak dapat perfusi tindakan yang dilakukan darah, mencakup penggantian cairan, terapi komponen fungsi medikasi untuk mendukung atau memperbaiki agens jantung (mis., vasodilator koroner, antidisritumia inotropik), dan pemberian oksigen. Respons pasien terhadap tindakan ini dipantau dan nyaman dan Selain itu, suhu ruangan dijaga agar nyaman dan pasien diberi pakaian yang mencukupi selimut untuk mencegah menggigil, yang menyebabkan vasokonstriksi. Efek dari terapi cairan dan komponen darah dipantau. Aktivitas, seperti latihan tungkai, dilakukan untuk menstimulasi sirkulasi dan pasien didorong untuk berbalik dan mengubah posisi dengan perlahan dan untuk menghindari posisi yang mengganggu arus balik vena. Arus balik vena terganggu oleh gatch lutut yang dinaikkan atau bantal di bawah lutut, duduk untuk waktu yang lama, dan menjuntaikan tungkai dengan tekanan pada bagian bela- kang lutut. Arus balik vena ditingkatkan dengan meresep- kan stoking antiembolitik dan ambulasi.Pasien dibantu untuk turun dari tempat tidur dan berjalan: stoking anti- emboli dikenakan sebelum pasien turun dari tempat tidur dan dilepaskan hanya selama mandi. Mempertahankan Volume Cairan Adekuat. Kehilangan cairan tubuh yang banyak terjadi bersamaan dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, meningkatnya sekresi mukus dalam paru-paru dan kehilangan darah. Untuk melawan kehilangan cairan, diberikan cairan secara intravena selama beberapa jam setelah pembedahan. Bahkan meski jumlah cairan yang adekuat telah diberikan melalui cara ini, sering kali hal ini tidak menghilangkan rasa haus. Rasa haus juga merupakan gejala yang mengganggu setelah anestesi umum, dan bahkan setelah anestesi lokal. Hal ini berasal sebagian besar dari kekeringan pada mulut dan faring yang disebabkan oleh inhibisi sekresi mukus setelah medikasi atropin praoperatif yang lazim. Banyak pasien yang mendapat anestesi lokal mengeluh rasa haus selama prosedur bedah. Karena lengket, mulut yang kering membutuhkan pelembaban, cairan dapat diberikan pada sebagian besar pasien segera setelah mual dan muntah pascaoperasi cuat, menghilang dan bising usus terdengar. Hirupan teh hangat yang dengan jus lemon akan mengencerkan mukus dibanding unan dengan air dingin. Segera setelah pasien dapat minum air melalui mulut secara mencukupi pemberian cairan intravena dihentikan. Pasien diamati terhadap bukti adanya ketidakseim- atau bangan elektrolit: kelemahan, lemas, mual, muntah, pekarangsang, dan kemungkinan abnormalitas neuromuskular Pemantauan status mental, warna kulit, dan suku dilanjutkan, dan keberadaan dan kualitas nadi perifer dca tidak Tanda penurunan perfusi jaringan dilaporkan. Pasien lansia terutama sekali berisiko terhadap ketidak seimbangan banagan cairan dan elektrolit 1. Tanda hipovolemia: Tekanan darah menurun, taki kardia, penurunan haluaran urin, TVS kurang dari 4 dan cm H2O 2. Tanda hipervolemia: Tekanan darah meningkat, TVS dan lebih besar dari 15 cm H20, krekles pada dasar paru kan (basah), gallop S3 Pemberian cairan dan larutan elektrolit intravena dilanjutkan sampai periode pascaoperatif untuk memastikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kadar elektrolit, tanda vital, dan haluaran urine dipantau dengan ketat dan abnormalitas dilaporkan sehingga tindakan yang sesuai dapat dilakukan. Pencegahan Infeksi. Antara 10% dan 15% pasien ela- bedah mengalami infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di rumah saki). Kebanyakan dari infeksi tersebut terjadi pada salah satu dari empat tempat anatomi: luka bedah, saluran kemih, aliran darah, atau saluran pasan. Infeksi terjadi untuk beberapa alasan. 1. Kulit dan membran mukosa yang utuh telah “diserang” oleh selang dan kateter, oleh proses penyakit. atau oleh prosedur pembedahan. 2. Efek anestesia dan bedah mengurangi daya tahan mem tubuh terhadap infeksi. 3. Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi 4. organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di rumah sakit menyebar luas dan resisten terhadap antibiotik (mis., Staphylococcus aureus, Staphylococcus aureus resisten-metisilin [MRSA], Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella pneumoniae, Proteus dan Clostridium difficile [C- dif]) 5. Terjadi pelanggaran dalam lian) teknik aseptik dan praktik selan mencuci tangan yang tidak baik Bila terjadi infeksi pascaoperatif, maka penyembuhan akan melambat, proses pemulihan memanjang pemulihan fungsi dapat mengalami gangguan, dan dapat terjadi Men kematian. Komplikasi ini sangat membebani pasien, ke- dala luarga, pasien lain (kontaminasi silang dan akibat konta kira minasi silang), staf rumah sakit (peningkatan perawatan pasien dan kebutuhan hospitalisasi), masyarakat secara hal keseluruhan (peningkatan hospitalisasi, biaya asuransi dan kehilangan lapangan kerja). Pengendalian infeksi yang efektif dilakukan secara pascaoperatif dengan memberikan dorongan pada klien untuk batuk dan napas dalam serta sering merubah posisi. Tindakan ini mencegah tertahannya sekresi dan kemungkinnan menyebabkan atelektasis, kongesti paru dan pneumonia. Penggunaan peralatan steril (jarum, kanula, balutan), termasuk peralatan untuk perawatan pernapasan, mencegah transmisi organisme patogen. Antibiotik dapat diberikan sebagai profilaktik oleh dokter bila yang dihadapi infeksi, dan antimikroba dapat diresepkan untuk organisme spesifik yang teridentifikasi infeksi yang terjadi. Perawat memainkan peranan penting dalam pengenda- lan infeksi dengan mempraktikan teknik aseptik, dengan kcara ilmiah memantau dan menginstruksikan orang lain, dan dengan memberikan medikasi antibiotik serta antimikrobial sesuai yang diresepkan. 1. Secara waspada mencuci tangan adalah penting untuk setiap individu yang berhubungan dengan pasien dan dilakukan sebelum dan setelah setiap kali kontak dengan pasien. 2. Pencegahan kerusakan kulit dan infeksi sering menja- penting pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun (y.i., AIDS, leukemia, kanker, mal- nutrisi memungkinkan darah untuk berakumulasi pada bagian yang cukup jauh dari tempat insisi. Balutan harus diper- ama at bila diperlukan, dan waktu saat balutan diganti harus dicatat pada bagan catatan pasien. (Balutan dan perawatan apat insisi dibicarakan secara rinci pada hal. 492.) Pengendalian secara bijaksana infeksi saluran perna oc. pasan dan lesi kulit harus dilakukan. Penyebab umum chia infeksi adalah kontaminasi yang berhubungan dengan teus infus intravena (ihat hal. 289 untuk metoda pengenda- lian); oleh karenanya, rekomendasi untuk penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya harus diikuti. Pedoman Membuat Keputusan Menentukan signifikansi tanda dan gejala yang ditemukan jadi dalam mengkaji pasien membutuhkan penilaian dan pemi kiran yang kritis. Jika dipandang dari hal terpencil, satu onta tanda mungkin kurang penting, tetapi bila dipandang atan dalam konteks yang lebih luas hal tersebut dapat menjadi hal yang signifikan dalam pengkajian pasien. Terdapat beberapa pedoman umum yang dapat mem- bantu dalam memandu perawat untuk membuat penilaian cara yang akurat dan menentukan kapan berkolaborasi dengan sien dokter diperlukan. Tentu saja, setiap gejala yang parah bah adalah selalu penting 1. Setiap gejala yang tampak minor yang cenderung untuk terjadi berulang atau untuk mengalami pening- atan katan keparahannya harus dipandang sebagai hal yang penting sebagai contoh, cegukan dapat atau bisa saja okter menjadi penting, tergantung pada durasinya. 2. Gejala dapat tanpa tidak penting dalam sendirinya tetapi ketika disertai dengan perubahan nyata lainnya dapat menandakan suatu bahaya. Sebagai contoh, menghela napas berulang, ketika disertai dengan pe- Ran ningkatan kegelisahan, pucat, dan peningkatan fre- ng kuensi nadi, dapat menjadi salah satu tanda klinis rta bahaya hemoragi. 3. Setiap penurunan progresif yang terjadi menetap da lam kondisi umum pasien, bahkan tanpa bukti gejala tuk yang nyata, adalah sangat penting 4. Keluhan pasien dan pernyataan pasien jangan pernah de ditinggalkan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Pencatatan informasi secara akurat dan ringkas tidak aan hanya menginformasikan pada semua tenaga medis dan al- keperawatan tentang kondisi pasien tetapi juga memenuhi persyaratan medikolegal. Jika dokter harus diberitahukan untuk alasan apapun, ksi semua informasi yang diperlukan harus sudah lengkap sisi sebelum dokter dihubungi melalui telepon, termasuk ior tanda vital terakhir pasien. Juga disarankan untuk meng- asi ambil bagan catatan pasien, termasuk catatan keperawatan, untuk menelepon guna merujuk bila hal tersebut da ku menimbulkan pertanyaan Komplikasi Pascaoperatif Bahaya laten dalam pembedahan mencakup tidak hanya risiko prosedur bedah tetapi juga bahaya komplikasi. pascaoperatif yang dapat memperpanjang penyembuhan atau secara merugikan mempengaruhi hasil pembedahan. Perawat mempunyai peran penting dalam bagian pencegahan komplikasi ini dan berkolaborasi dengan dokter serta anggota tim perawatan lain dalam penatalaksanaan mereka, bilamana terjadi komplikasi. Komplikasi mayor pascaoperatif mencakup syok; hemoragi; tombosis vena profunda; embolisme pulmonari; komplikasi pulmonari, seperti hipoksemia, atelektasis, dan pneumonia, diantaranya; retensi urin, obstruksi usus; dan kemungkinan psikosis pascaoperatif. Tanda dan gejala komplikasi pascaoperatif ini akan dibahas, sejalan dengan metoda pencegahannya yang paling efektif dan penatalaksanaan medis dan keperawatan yang biasanya diterapkan. Syok Syok adalah komplikasi pascaoperatif yang paling serius. Syok dapat digambarkan sebagai tidak memadainya oksi- genasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekskresikan produk sampah metabolisme. Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidak adekuatan aliran darah ke organ-organ vital dan ketidak- mampuan jaringan dari organ-organ ini untuk menggu nakan oksigen dan nutrien lain (lihat Bab 15 untuk dip pembahasan rinci mengenai syok). Tanda-tanda klasik syok adalah: 1. Pucat 2. Kulit dingin, basah 3. Pernapasan cepat 4. Sianosis pada bibir, gusi, dan lidah 5. Nadi cepat, lemah dan bergetar 6. Penurunan tekanan nadi 7. Biasanya, tekanan darah rendah dan urin pekat Dua klasifikasi syok yang dapat terjadi pada pasien bedah adalah syok hipoglikemik dan syok neurogenik Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume cairan akibat kehilangan darah atau plasma; ini merupa. de kan jenis syok yang paling umum pada pasien bedah. Pada pasien bedah, syok hipovolemik dapat disebabkan oleh hemoragi yang jelas, kehilangan darah dan plasma dari sirkulasi selama prosedur bedah, atau ketidakadekuatan penggantian cairan selama dan setelah pembedahan. Syok hipovolemik ditandai dengan turunnya tekanan vena, naiknya resistensi perifer, dan takikardia Syok Neurogenik adalah syok yang kurang umum pada pasien bedah, namun demikian, dapat terjadi sebagai akibat penurunan tahanan arterial yang disebabkan oleh ya anestesia spinal. Syok ini ditandai oleh turunnya tekanan asi an darah akibat pengumpulan darah dalam pembuluh kapa p an sitans yang berdilatasi (pembuluh yang mempunyai ke ja ce- mampuan untuk mengubah kapasitas volume). Aktivitas da ter jantung meningkat dalam berespons dan dengan demikian aan mempertahankan curah normal (isi sekuncup), hal ini m membantu untuk mengisi sistem vaskular yang berdilatasi ena sebagai upaya untuk memulihkan tekanan perfusi. Pencegahan Pengobatan yang terbaik untuk syok adalah profilaksis atau pencegahan. Hal ini terdiri atas memastikan status fisik optimal sebelum pembedahan dan mengantisipasi segala komplikasi yang dapat timbul selama atau setelah int pembedahan. Peralatan khusus untuk pengobatan syok harus tersedia. Jenis anestesia yang tepat oleh ahli anestesi setelah dengan cermat memperhatikan pasien dan kelainan yang diderita pasien. Darah dan kese ius. rapi komponen darah harus tersedia jika diperlukan. Kehilangan darah harus diukur secara akurat sedapat mungkin. Jika jumlah kehilangan darah melebihi 500 ml (terutama jika kehilangannya cepat) penggantian biasanya diindikasikan Pasien secara individual dan situasi tertentu harus ke dipertimbangkan dalam menentukan terapi penggantian. Individu yang lebih tua, malnutrisi seperti hampir pasti memerlukan terapi ini dibanding dengan pasien yang lebih muda yang kesehatannya secara umum baik. Trauma bedah harus dijaga pada tingkat minimum baik sebagai langkah pertama menghindari syok. Setelah pembedahan, faktor-faktor yang menunjang terjadinya syok dihindari. Sebagai contoh, nyeri diatasi dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara bijaksana. Pemajanan dihindari, dan linen tempat tidur yang ringan, tidak dipanas digunakan untuk mencegah vasodilatasi. Pada PACU, pasien dipantau dengan ketat. Selain itu, ruangan yang tengang membantu untuk mengurangi stres. Pasien dipindahkan dengan hati-hati dan dibaringkan dengan posisi supinasi untuk memfasilitasi sirkulasi. Tanda vital dipantau secara kontinu sampai pemulihan pasien mendadak tidak terjadi syok. pengobatan Pasien dijaga agar tetap hangat namun terlalu kepanasan, dihindari untuk mencegah pembuluh Kutan berdilatasi dan menurunnya darah dari organ vital. Infus larutan ringer laktat mulai diberikan. pasien dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan. Frekuensi pernapasan dan nadi, tekanan darah, konsentrasi O2, haluaran urin,tingkat kasadaran, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonary, tekanan baji kapiler pumonari, dan curah jantung memberikan informasi tentang status pernapasan dan kardiovaskular pasien. Pendekatan dasar untuk pengobatan syok adalah untuk d menentukan penyebabnya dan memperbaikinya sedapat mungkin. Strategi pencegahannya diuraikan sebagai te berikut: Pastikan Status Pernapasan. Penentuan gas darah dibuat untuk mengkaji fungsi pulmonari, dan oksigen diberikan melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan Memulihkan volume Darah/cairan. Jenis pengganti an cairan dan darah tergantung pada jenis dan jumlah ck kehilangan dan kondisi pasien. Cairan diberikan secara intravena dengan segera bila sifat kehilangan telah dite- tapkan. Penggantian cairan disesuaikan dengan keadaan. Dalam kondisi normal, 20% dari volume total darah pilih kan berada dalam kapiler, 10% dalam sistem arterial, dan keseimbangan dalam vena dan jantung. Pada keadaan syok, jaring-jaring kapiler berdilatasi, menyebabkan volume banyak berkumpul di sana. Cairan yang diberikan dapat mencakup kristaioid (mis., larutan Ringer laktat dan koloid (mis terapi komponen darah, albumin, plasma, atau pengganti plasma, atau pengganti plasma). Karena kemungkinan diberikan volume cairan yang banyak secara intravena, pasien harus dipantau dengan ketat untuk efek yang diinginkan juga yang tidak diharapkan, yaitu efek merugikan. Beberapa jalur intravena pasti mungkin digunakan untuk pemberian cairan, dan jalur arteri dapat dipasangkan untuk memantau hemodinamik. Terapi obat. Kardiotonik diberikan untuk mengerangi resestensi perifer, yang selanjutnya mengurangi kerja jantung dan meningatkan curah jantung dan perfusi jaringan. Medikasi yang biasa digunakan adalah natrium pride), yang menstimulasi kontraktilitas miokardium dan menurunkan resistensi parifer. Pompa penginfus digunakan untuk mengontrol jumlah natrium nitroprusid yang diberikan. Pemantau juga tersedia untuk mengukur tekanan darah pasien setiap 10 detik dan secara otomatis yan dosis obat jika terjadi perubahan. Beberapa praktisi menyarankan penggunaan steroid, sementara lainnya menggunakan kombinasi agens far makoterapeutik. Beberapa yang berwenang yakin bahwa dan syok hipovolemik jangan diatasi dengan medikasi vaso- er aktif, karena medikasi tersebut meningkatkan resistensi pat vaskular dan menurunkan perfusi jaringan, sehingga an meningkatkan efek syok. Intervensi Keperawatan Perawat membantu dalam melaksanakan pengobatan yang tuk diresepkan. Bila diresepkan vasodilator, tekanan darah pat pasien harus dipantau dengan konstan. Pasien dijaga agar gai tetap berbaring datar ketika obat ini diberikan. Jika tekanan darah sistolik terus menurun, medikasi dihentikan ah dan cairan ditingkatkan Tindakan keperawatan berikut diindikasikan 1. Dukungan psikologis diberikan, dan penggunaan energi pasien dikurangi. Reaksi pasien terhadap pengobatan dikaji, dan istirahat ditingkatkan. Dukungan dan penenangan diberikan untuk menghilangkan kegeli te- sahan. Sedatif diberikan dengan waspada sehingga sirkulasi tidak tertekan lebih jauh 2. Pasien dijaga agar tetap hangat, karena hipotermia mengurangi oksigenasi jaringan. Hipotermia juga mempengaruhi sirkulasi perifer. 3. Pasien diubah posisinya setiap 2 jam, dan dorong pasien agar melakukan napas dalam untuk menin kan fungsi optimal kardiopulmonari 4. Komplikasi dicegah dengan mengamati semua para meter dan memantau pasien dengan ketat dalam 24 ng jam periode setelah awitan syok. Komplikasi yang paling umum adalah edema perifer dan pulmonal akibat kelebihan cairan, yang diakibatkan oleh pembe- rian cairan yang lebih cepat dibanding dengan yang na dapat diakomodasi oleh tubuh 5. Semua pengamatan dan intervensi didokumentasikan. Lihat Bab 15 untuk pembahasan rinci tentang syok dan an penatalaksanaannya Hemoragi Hemoragi dikelompokkan sebagai (1) primer, (2) inter mediari, dan (3) sekunder. Hemoragi primer terjadi us pada waktu pembedahan. Hemoragi intermediari terjadi id selama beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan ur tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan tis yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh yang tidak terikat. Hemoragi sekunder dapat terjadi beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembu. luh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainase Klasifikasi lebih jauh sering kali dibuat sesuai dengan jenis pembuluh yang mengalami perdarahan. Hemoragi kapiler ditandai dengan rembesan umum, yang lambat hemoragi venosa darah yang keluar dengan cepat dan bergembung warna gelap; hemoragi arterial berwarna terang dan tampak memuncrat bersama setiap kali denyut jantung Hemoragi juga ditandai oleh visibilitasnya: bila hemoragi terjadi pada permukaan dan dapat dilihat, ini disebut da hemoragi terlihat; bila tidak dapat dilihat, seperti pada kavitas peritoneal, hemoragi ini disebut tersembunyi. Manifestasi Klinis Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan oleh hemoragi tergantung pada jumlah darah yang hilang dan seberapa cepat kehilangan darah tersebut terjadi. Pasien gelisah dan gundah, terus bergerak, dan merasa haus kulitnya dingin, basah, dan pucat. Frekuensi nadi meningkat, suhu tubuh turun, dan pernapasan cepat dan dalam, sering berbicara tersengal-sengal seperti kehabisan napas. Jika hemoragi berlanjut tanpa pengobatan, curah jantung me- nurun, tekanan darah arteri dan vena serta hemoglobin turun dengan cepat, bibir dan konjungtiva menjadi pucat, tampak bercak pada bagian sekitar mata, terdengar bunyi mendenging pada telinga, dan pasien terus melemah tetapi tetap sadar sampai mendekati kematian. Penatalaksanaan Sering kali tanda-tanda hemoragi setelah pembedahan dapat disamarkan oleh efek anestesi atau syok; karenanya, pengobatan awal pasien secara umum hampir sama dengan yang diuraikan untuk pasien yang mengalami syok (lihat bagian sebelumnya). Pasien dibaringkan dalam posisi syok (berbaring datar telentang dengan tungkai dinaikkan membentuk sudut 20 derajat sementara lutut dijaga lurus). Sedatif atau analgesik diberikan sesuai yang diharuskan. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kasa steril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada ketinggian jantung, jika memungkinkan 1. Memberikan transfusi darah atau produk darah dan la menentukan penyebab hemoragi adalah tindakan terapeutik awal 2. Ketika cairan intravena diberikan dalam kasus hemoragi, penting artinya untuk mengingat bahwa. kecuali hemoragi telah terkontrol dengan baik. memberikan terlalu banyak cairan dengan cepat dapat meningkatkan tekanan darah yang cukup untuk memulai perdarahan kembali. Trombosis Vena Profunda (TVP) Trombosis vena profunda (TVP) adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua o- komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari ut dan sindrom pascafleblitis (ihat hal. 482). Insiden Secara pascaoperatif, mereka yang berisiko tinggi terha trom dap TVP teridentifikasi sebagai berikut: 1. Pasien ortopedik yang menjalani bedah panggul, rekonstruksi lutut, dan bedah ekstremitas bawah lainnya 2. Pasien urologi yang menjalani prostatektomi trans dan pasien yang lebih tua yang menjalani bedah urologi 3. Pasien bedah umum yang berusia di atas 40 tahun, . Pasien bedah mereka yang kegemukan, dengan malig nansi, mereka yang telah mempunyai TVP atau embolise pulmonari, atau mereka yang menjalani prosedur pembedahan rumit dan lama. 4. Pasien ginekologi (dan obstetri) dengan usia di atas Pasien 40 tahun dengan faktor risiko tambahan (varises vena, trombosis vena sebelumnya nansi, obesitas) 5. Pasien bedah neuro, serupa dengan kelompok risiko tinggi bedah lainnya (pada pasien dengan stroke, sebagai contoh, risiko TVP pada tungkai yang paralise setinggi 75%) Patofisiologi Inflamasi ringan sampai berat dari vena terjadi dalam kaitannya dengan pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dari sejumlah penyebab, termasuk cedera pada vena yang disebabkan oleh strap yang terlalu ketat atau penahan tungkai pada waktu operasi, tekanan dari gulungan selimut di bawah lutut, hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau dehidrasi, atau, yang lebih umum adalah melambatnya aliran darah dalam ekstermitas akibat metabolisme melambat dan depresi sirkulasi pembedahan. Kemungkinan juga bahwa beberapa faktor ini berinteraksi untuk menghasilkan tromboss. Tungkai kiri terkena lebih sering dibanding yang kanan Manifestasi Klinis Gejala pertama TVP bisa nyeri atau keram pada betis rti yang dtunjukkan oleh tanda Homan (Gbr. 21-4) Tekanan di tempat tersebut menyebabkan nyeri, dan satu bari atau lebih terjadi pembengkakan keseluruhan tungkai, sering disertai dengan sedikit demam dan kadang menggigil perspirasi. Pembengkakan adalah edema yang mudah bergerak saat ditekan. Bentuk yang lebih ringan dari penyakit yang sama disebut flebotrombosis, untuk menunjukkan pembekuan intravaskular tanpa inflamasi yang jelas pada vena. Pembekuan terjadi biasanya pada vena dalam betis, sering sertai beberapa gejala kecuali sedikit nyeri tekan pada betis. Bahaya dari trombosis jenis ini adalah bahwa bekuan dapat terlepas, yang menghasilkan suatu embolus Diakini bahwa sebagian besar emboli pulmonari timbul dapat tri sumber ini. Gambar 21-4 menguraikan metoda untuk mengkaji tanda dan gejala flebotrombosis. Pencegahan Upaya yang diarahkan pada pencegahan pembentukan nebus termasuk tindakan seperti latihan tungkai yang tepat diajarkan sebelum pembedahan (lihat Bab 19, Gbr. 19-3 dan 19-4). Pasien yang mengenali pentingnya latihan ini dalam mencegah komplikasi sering melakukan latihan ini tanpa harus diperintahkan. Untuk menghindari pembentukan trombus, strap tungkai jangan dikencangkan di PACU Brankar yang dilengkapi dengan pagar sudah cukup dalam memberikan perlindungan. Strap tidak hanya menghambat gerakan pasien, tetapi juga dapat menyumbat dan merusak sirkulasi Heparin dosis rendah dapat diresepkan dan diberikan melalui subkutan sampai pasien ambulatori. Warfarin dosis rendah adalah antikoagulan lain yang mungkin diberikan. Dextran 40 dan dextran 70 (dengan berat molekul rendah dan tinggi adalah plasma ekspander yang mengurangi pembentukan bekuan mikroskopik yang dice- tuskan oleh hemokonsentrasi. Meski dibanding dengan antikoagulan dalam hal keefektifannya, plasma ekspander ini lebih mahal. Kompresi pneumatik eksternal dan stok ing elastik gradien dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan heparin dosis rendah. Agens penyekat adrenergik dehidrogergotamin juga dapat digunakan dengan heparin dosis rendah; beberapa uga orang mengklaim bahwa kombinasi ini lebih manjur, tetapi potensial risiko vasokonstriksinya dan kontraindi dan kasinya harus diperhatikan. Aspirin saja tidak terbukti bermanfaat, tetapi karena aspirin meningkatkan efek antikoagulan, aspirin seharusnya tidak diberikan bersamaan Selain tindakan keperawatan yang telah disebutkan di atas, penting artinya untuk menghindari penggunaan etis selimut yang digulung, bantal yang digulung, atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh atu di bawah lutut. Bahkan menjuntaikan tungkai yang lama (dengan pasien duduk di tepi tempat tidur dan kakinya g dapat membahayakan dan tidak dianjurkan pada pasien yang rentan karena tekanan di bawah lutut dapat membahayakan sirkulasi Tidak ada satu metoda pun yang ideal, tetapi tindakan profilaktik yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan individu dapat efektif dalam mengurangi secara bermakna apa yang sebaliknya dapat mengakibatkan komplikasi a yang serius, yang secara potensial letal Pengobatan Beberapa ahli bedah mempertimbangkan ligasi vena fe- moralis menjadi metoda terapeutik yang penting. Rasio nal dibalik metoda terapi ini adalah untuk mencegah embolisme pulmonari dengan menghilangkan penyebab (trombi yang dapat terlepas dari pembuluh vena femoralis an dan bersirkulasi dalam darah) Terapi antikoagulan telah menempati posisi terbesar. dalam pengobatan flebitis dan flebotrombosis. Heparin an (inaktivator trombin), yang diberikan secara intravena u- atau subkutan, mengurangi koagulabilitas darah dan digu g- nakan lebih sering ketika efek segera diinginkan. Pemeriksaan berulang masa koagulasi atau masa tronboplastin