Anda di halaman 1dari 19

PROSEDUR PEMERIKSAAN STANDAR KEDOKTERAN KELUARGA

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara lege artis.
a. Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-
centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan
harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat
menegakkan diagnosis
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Dalam rangka memperoleh tanda-tanda kelainan yang menunjang diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga melakukan pemeriksaan fisik secara
holistik; dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif dan
efisien demi kepentingan pasien semata.
c. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan beberapa diagnosis
banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik.
d. Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis pasien
berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini (evidence based).
e. Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan untuk
dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling dengan kepedulian terhadap perasaan dan
persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di saat itu.
f. Konsultasi
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi
kepentingan pasien semata.
g. Rujukan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain yang dianggap
lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain,
dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan, demi
kepentingan pasien semata.
h. Tindak lanjut
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan tindak
lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.
i. Tindakan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional pada
pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi kepentingan
pasien.
j. Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional,
berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.
k. Pembinaan keluarga
Pada saat-saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila adanya
partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan keluarga, termasuk
konseling keluarga.

MANAJEMEN KLINIK DOKTER KELUARGA

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambunagn, sistematis dan objektif
dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggrakan dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memeperbaiki mutu
pelayanan. (Maltos and Keller, 1989)
Karakteristik program menjaga mutu ada empat macam :
1) Program menjaga mutu harus dilakukan secara berkesinambungan. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu tidak hanya satu kali, tetapi harus terus menerus. Dalam kaitan
perlunya memenuhi sifat berkesinambungan, program menjaga mutu sering pula
disebut dengan nama program meningkatkan mutu berkelanjutan (continous quality
improvement program).
2) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara simpatis. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku. Alur kegiatan yang
dimaksud dimulai dengan menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu, dilanjutkan
dengan menetapkan dan melaksanakan upaya penyelesaian masalah, untuk kemudian
diakhiri dengan melakukan penilaian serta menyusun saran-saran untuk tindak lanjut.
Sedangkan sasaran yang dimaksud adalah semua unsur pelayanan yakni lingkungan,
masukan proses serta keluaran pelayanan.
3) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara objektif. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu, terutama pada waktu menetapkan masalah penyebab masalah dan
penilaian, tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain. Kecuali atas dasar data
yang ditemukan. Untuk menjamin objektifitas, dipergunakanlah berbagai standar dan
indikator.
4) Program menjaga mutu harus dilakukan secara terpadu. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu harus terpadu dengan pelayanan yang diselengarakan, bukanlah program
menjaga mutu yang baik. Karena adanya sifat terpadu ini. Program menjaga mutu disebut
pula sebagai manajamen mutu terpadu (total quality management).

Unsur program menjaga mutu banyak macamnya. Unsur-unsur yang dimaksud :


1) Mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang dimaksud adalah menunjuk kepada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggrakan, yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tinkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelengaraannya sesuai dengan kode etik dari
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2) Sasaran program menjaga mutu. Untuk melaksanakan hal ini diperkukan empat hal :
a. Unsur masukan. Yang dimaksud adalah semua hal yang diperlukan untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Yang termasuk dalam hal ini adalah
tenaga pelaksana, sarana dan dana.
b. Unsur lingkungan. Yang dimakud lingkungan adalah keadaan sekitar yang
mempengaruhi pelayanana kesehatan. Untuk satu saran pelayanan kesehatan
yang terpenting adalah kebijakan (policy), struktur organisasi (organization) serta
sistem manajemen (management) yang diterapkan.
c. Unsur proses. Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah semua tindakan
yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan ini secara umum dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama, tindakan medis (medical procedure) mulai
dari anamesis sampai dengan pengobatan. Kedua, tindakan non medis (non
medical procedure) seperti tata cara rekam medis, persetujuan tindakan medis,
penerimaan dan perawatan pasien dan lain selanjutnya yang seperti ini.
d. Unsur keluaran. Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjukan
pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Penampilan
pelyanan tersebut dibedakan atas dua macam :
a) Penampilan aspek media (medical performance) seperti misalnya
kesembuhan penyakit, kecacatan dan atau kematian.
b) Penampilan aspek non medis (non mediacal performance) seperti misalnya
kepuasan dan keluhan pasien.

SISTIM PEMBIAYAAN KESEHATAN DI KLINIK DOKTER KELUARGA


TERMASUK BPJS
1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga

Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar
berasal dari :
a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini
sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan
aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini
memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak
pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. 
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan,
khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh
dari bantuan biaya pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun
pemerintah negara lain. misalnya untuk penanganan HIV dan virus H5N1. 
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil
oleh negara-negara di dunia karena dapar mengakomodasi kelemahan-
kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh
pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini
juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.
2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut: 
1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-
guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas 
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela,
yang dilaksanakan secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk
pemerataan pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana perimbangan
(maching grant) bagi daerah yang kurang mampu

3. Jenis sistem pembiayaan


Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :
1. Penataan Terpadu (managed care)
Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan
kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat
dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed
care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan bisa lebih efisien.

Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik,


antara lain:
a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa
kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung
jawab individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat,
misalnya obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan
tertentu memerlukan life saving.
d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan

2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini
memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang
dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh
karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi
yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis pelayanan
kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi tersebut
menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada
pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).

4. Pemberian Tunjangan Kesehatan


Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan
kesehatan atau memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk
uang. Sakit maupun tidak sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini
digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family health insurance).
Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk kepentingan
lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan hal – hal lain yang
malah merugikan kesehatannya.

5. Rumah Sakit Perusahaan


Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan
apabila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan
keluarga pegawai yang ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya,
rumah sakit perusahaan harus menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih
lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan bahwa pelayanan
kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan bisa lebih baik
bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan demikian, pegawai
perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap fasilitas yang
disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan ini akan membuahkan
semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang dinikmatinya.

Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di


Indonesia :

 Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)


Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah
pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan
berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua lapisan berhak untuk
memperoleh jaminan pelayanan kesehatan.

Asuransi Kesehatan Sosial dilaksanakan menggunakan prinsip :


a) Keikutsertaan bersifat wajib
b) Menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
c) Iuran/premi berdasarkan gaji/pendapatan
d) Untuk Askes menetapkan 2% dari gaji pokok PNS
e) Premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi
kerja dan tenaga kerja
f) Premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan
pada resiko kelompok
g) Tidak diperlukan pemeriksaan kesehatan awal
h) Jaminan pemeliharaan kesehatan bersifat menyeluruh
i) Peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya
asuransi kesehatan sosial di Indonesia

Semua PNS diwajibkan untuk mengikuti asuransi kesehatan. Di Indonesia,


asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun dikelola oleh PT.
Askes

 Asuransi Kehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health


Insurance)
Model asuransi kesehatan ini juga berkembang di Indonesia, dapat dibeli
preminya baik oleh individu maupun segmen masyarakat kelas menengah
ke atas.
Asuransi kesehatan komersial perorangan mempunyai prinsip kerja
sebagai berikut :
a) Kepesertaannya bersifat perorangan dan sukarela
b) Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasar jenis
tanggungan yang dipilih
c) Premi didasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan oleh faktor
usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan
d) Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
e) Santunan diberikan sesuai kontrak
f) Peranan pemerintah relatif kecil

Di Indonesia, produk asuransi kesehatan komersial dikelola oleh Lipo


Life, BNI Life, Tugu mandiri dan sebagainya

 Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Voluntary Health


Insurance)
Prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
a) Keikutsertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok
b) Iuran / preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
c) Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku untuk
kelompok masyarakat
d) Santunan diberikan sesuai kontrak
e) Tidak diperlukan pemeriksaan awal
f) Peranan pemerintah cukup besar dengan membuat undang-undang

Di Indonesia, asuransi kesehatan sukarela juga dikelola oleh PT. Askes


4. Tujuan pembiayaan kesehatan
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pokok utama dalam pembiayaan kesehatan adalah:
a) Mengupayakan kucukupan dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pafa tingkat
pusat dan daerah
b) Mengupayakan pengurangan pembiayaan OOP dan meniadakan hambatan
pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan
rentan melalui pengembangan jaminan
c) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan
PERAN DOKTER SERTA MITRA KERJANYA DALAM PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA

Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)


Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan SPDK), haruslah
menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna mungkin. Komponen sistem, yang
sekarang biasa disebut sebagai “pemegang saham” (stakeholders), paling tidak terdiri atas:

1. DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer)


2. DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder)
3. DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier)
4. Dokter gigi
5. Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.)
6. Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.)
7. Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya)
8. Farmasi (profesional dan pengusaha)
9. Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb)
10. Karyawan non-medis
11. Dsb.

Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang bermutu
adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak melanggar aturan atau
perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi penyelenggaranya. Jika
salah satu komponen sistem “merusak” tatanan, menyalahi aturan main agar memperoleh
keuntungan bagi dirinya, maka akibat negatifnya akan dirasakan oleh seluruh komponen sistem
termasuk, pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena itu diperlukan kerjasama
profesional yang mutualistis di antara anggota sistem.

Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan oleh “tim”
kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap komponen sistem
mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai dengan tatanan
yang berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan obat kepada
pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak memberikan obat tanpa
persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah tertulis di dalam rekam medis
untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan mengingatkan dokter jika perintah
pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan. Demikian pula dokter keluiarga yang
sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan dan diharuskan bertanya langsung
kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda
pendapat. Demikianpula komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan
dan bahkan diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya di lakukan
dalam berbagai hal seperti :
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat
lainnya.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin,
ras, usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang dapat
merugikan hubungan profesional antar sejawat.
3. Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.
4. Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter
pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan
dokter pengganti.
5. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran
harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter
pengganti.
6. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis,
mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang
merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan
terapi yang sesuai dengan peraturan baru.

Komunikasi Dokter-Profesi Lain


1. Kolaborasi
▪ Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)
Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang tanggung jawab
paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif
mereka.
▪ Elemen-elemen Kolaborasi
1. Struktur
2. Proses
3. Hasil Akhir
▪ Model Kolaboratif Tipe I
1. Menekankan Komunikasi Dua Arah
2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama
3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien
▪ Model Kolaboratif Tipe II
1. Lebih berpusat pada Pasien
2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama
3. Ada kerja sama dengan Pasien
4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus
▪ Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang
berbeda dalam memandang pasien, dalam  prakteknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala
psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan
kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat
menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional
dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama
ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi.
Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih
besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung
dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada
perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi
diantara keduanya.
▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai
pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh
peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter
merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap
perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk  mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
b) Produktivitas  maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas,  dan menghargai dan memahami
orang lain
▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor-
faktor
a) Faktor interaksi ( interactional determinants), yaitu hubungan interpersonal
diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk berkolaborasi, percaya,
saling menghargai dan berkomunikasi .
b) Faktor Organisasi ( organizational determinants) yaitu kondisi di dalam
organisasi tersebut yang terdiri dari:
1. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih berhasil
daripada struktur hierarkis);
2. Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran, kebebasan
berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap saling percaya;
3. administrative support ( kepemimpinan);
4. team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan berinteraksi,
membagi lingkup praktek dengan profesional lain, bekerja dalam suatu
unit yang kecil) ;
5. coordination mechanism ( pertemuan formal untuk diskusi, standarisasi
prosedur dalam bekerja ).
c) Faktor lingkungan organisasi( organization’s environment/ systemic
determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial, budaya,
pendidikan dan profesional.

2. Pendekatan Praktik Hirarkis


 Menekankan Komunikasi satu arah
 Kontak Dokter dengan Pasien terbatas
 Dokter merupakan Tokoh yang dominan
 Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, spt IGD
▪ Sebelum ada model Kolaborasi, hubungan yang ada adalah Model PRAKTIK
HIRARKIS.
▪ Praktik Hirarkis merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan sebelum
profesi perawat semakin berkembang.
▪ Selanjutnya dikenal ada 2 (dua) model Kolaborasi yang lain (Model 1 dan
▪ Pendekatan Praktik Hirarkis
 menekankan komunikasi satu arah.
 kontak dokter dengan pasien terbatas.
 dokter merupakan tokoh yang dominan.
 cocok untuk ditetapkan di keadaan tertentu , seperti: IGD
 pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktek dokter di Indonesia

DOKTER

REGISTERED NURSE

PEMBERI PELAYANAN
LAIN

PASIEN

 Komunikasi Dokter-Apoteker
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang menjadi
tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dapat
dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll.
Adanya pemahaman masing-masing pada profesi mitra kerjanya akan memudahkan
terjadinya komunikasi yang baik antar profesi
 Empat unsur Pelayanan Farmasi
◦ Pelayanan Farmasi yang baik.
◦ Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.
◦ Praktik dispensing yang baik.
Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

SISTIM RUJUKAN PADA KLINIK DOKTER KELUARGA


DEFINISI

Sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit
yang setingkat kemampuannya). Hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-
masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya.

Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu kasus penyakit yang
sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lainnya yang lebih ahli.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :


Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien.
Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan
pemeriksaan. Tujuan: untuk menyembuhkan penyakit dan atau memulihkan status kesehatan
pasien
1. Rujukan pasien (transfer of patient)
Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut
2. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pel. kes. Yang lebih mampu ke
strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya,
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
3. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)
Pengiriman bahanbahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya, untuk tindak lanjut.

Rujukan kesehatan masyarakat


Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional. Tujuan: untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah penyakit yang ada di masyarakat.
1. Rujukan tenaga,
Pengiriman dokter/tenaga kesehatan dari strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke
strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi masalah kesehatan
yang ada di masyarakat atau sebaliknya, untuk pendidikan dan latihan.
2. Rujukan sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/ non medis dari strata pelayanan kesehatan yang lebih
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi masalah
kesehatan di masyarakat, atau sebaliknya untuk tindak lanjut.
3. Rujukan operasional
Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penanggulangan masalah kesehatan masyarakat
dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang
lebih mampu atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.

Rujukan kesehatan:
 Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat
 Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan
 Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat

KARAKTERISTIK

a. Ruang lingkup kegiatan


Konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ketiga. Rujukan, melimpahkan
wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang dihadapi
kepada pihak ketiga
b. Kemampuan dokter
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli dan atau yang lebih pengalaman.
Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
c. Wewenang dan tanggung jawab
Konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada dokter yang meminta konsultasi.
Pada rujukan sebaliknya.

MANFAAT

a) Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan


 Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
alat kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
 Memperjelas system pelayanan kesehatan, kemudian terdapat hubungan antara
kerja berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
 Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan
b) Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
 Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama
secara berulang-ulang
 Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan
c) Dari sudut tenaga kesehatan
 Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif,
semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
 Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan melalui jalinan kerjasama
 Memudahkan/ meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu
TATA CARA

Dasar: Kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama, dan sistem kesehatan
terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku

Tata cara konsultasi (McWhinney, 1981):


a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, form khusus, catatan di
rekam medis, formal/ informal lewat telfon
c. Keterangan lengkap tentang pasien
d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi

Tata cara rujukan


• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak

Pembagian wewenang & tanggungjawab


1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada
dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak
ikut menanganinya
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya
untuk satu masalah kedokteran khusus saja
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
dr. Rina Amelia, Departemen IKM/ IKP/ IKK, Fakultas Kedokteran USU
ADAB DAN TATA CARA DOKTER MUSLIM DALAM MENANGANI PASIEN
Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:

a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan tanggung jawabnya dan
berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk tindakan preventif
bagi yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : 
"Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup (aibnya) pada hari
kiamat. " (HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028).

b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.


Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini adalah penghapus
dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah, Engkau adalah
penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
ditimpa penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan yang lainnya).

c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah Ta'ala
sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang sakit. " (HR. Abu
Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).

d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.


Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan penyakitnya atau
memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan yang diharamkan.

e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan manusia.


Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk
membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya diberikan kepada sang pasien atau
keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan darah pasien,
mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung dan lainnya,
karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam Islam. Allah Ta'ala
berfirman :

(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual obat-obat
penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.

f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya hendaknya
betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu ahli kedokteran,
maka ia menanggung (kerugian pasien)."  (HR. Abu Dawud 4586, ash-shahiihah 635).
g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan bagi
para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).

h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.


Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang melapangkan kesusahan
dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan kesusahannya di akhirat." (HR. Muslim
2699).

Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :

1. Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani mahram
sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh
keluarganya.
2. Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
3. Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak mengapa
ia menjama' dua shalat.
4. Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat wanita.

Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para
petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :

1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu adalah
bentuk ta'awun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan yang
tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung dengan si
pasien tersebut sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah- kepada yang
lainnya. Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan sekali-kali
mencampur yang sakit dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu dikuatkan
juga dengan sabda beliau tentang wabah penyakit  menular : "Jika kalian mendengar
(ada wabah) di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya." (HR. al-Bukhari
5287 dan Muslim 5775).
6. Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau
membelakanginya, sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam :  "Jangan
menghadap kiblat tatkala buang air besar dan kencing dan jangan pula
membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda
: "Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat."
(HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, as-
Sakhawi (102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib
(3085) ).

Adab pemeriksaan terhadap pasien

Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih mengobati dan
atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas (memandang dan menyentuh)
seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan memijit, dimana dokter tidak memiliki
cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang bukan mahramnya atau menyentuh badannya
(dan tidak memungkinkan dia menggunakan kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud
menyentuh secara tidak langsung), dalam hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.

Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang saja dan
atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka dokter harus
mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas darurat) dan lebih
daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan menyentuh pasien laki-
laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu para ulama mengatakan.
           
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter, para
terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi
pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang
haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah
ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar pengobatan.

Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Ja’far  yang mengatakan: Seorang lelaki buta dengan lebih
dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah  (sepertinya dia perlu dengan Rasulullah
SAW) Fatimah  mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam kerudung tersebut
(mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau menutup dirimu sedangkan dia
tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat saya, tapi saya melihat dia dan dia
(jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau wanita. Rasulullah SAW sedemikian
gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-
Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)

Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW. 


Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:

‫ص َل لَ ُك ْم َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم إِال َما اضْ طُ ِررْ تُ ْم إِلَ ْي ِه‬


َّ َ‫َوقَ ْد ف‬

"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".

Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti
untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti rambu-
rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah
keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah terpaksa harus
bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi mahramnya saat
pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.

Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh yang
nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat wanita,
meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau wanita lain (selain
perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.

Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersesat di
dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan


pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah
mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31)

2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita
kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis


Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).”
(HR. Bukhari)

Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara
yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk
dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(HR. Thabrani dengan sanad hasan).

Anda mungkin juga menyukai