Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MASALAH MANAJEMEN KONFLIK

PERAN GANDA PERAWAT WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA


DENGAN KEDISIPLINAN APEL PAGI

Disusun Oleh :
Zakiyatun Nikmah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BHAMADA SLAWI
2019-2020
BAB 1
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat
juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran,
ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam
menjalankan pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan
tersebut dan ketika tim ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang
yang berbeda maka dapat terjadi sebuah konflik Wahyudi (2015).

Salah satu bentuk konflik peran ganda yang dialami oleh perempuan yang berprofesi
sebagai perawat dan ibu rumah tangga adalah work-family conflict. Work-family conflict
merupakan salah satu bentuk konflik antar peran dimana peran yang dijalani dalam
keluarga dan pekerjaan saling bertentangan sehingga menganggu peran yang terjadi di
dalam keluarga dan pekerjaan (Kahn, 1964 dalam Greenhaus & Beutell, 1985). Work-
family conflict menjadi salah satu pemicu stres kerja (Sulsky & Smith, 2005; Indriyani,
2009). Hasil penelitian Rahmawati (2015) dan Ruswanti dan Jacobus (2013) pun
menunjukkan bahwa apabila perawat mengalami work-family conflict maka kinerjanya
akan menurun. Work-family conflict dapat menimbulkan beberapa masalah bagi perawat
diantaranya mudah marah, kelelahan, absen pada pekerjaan sehingga kinerjanya pun tidak
akan dilakukan dengan maksimal, serta tidak dapat menggunakan waktu kerja secara
efektif dengan begitu tujuan dalam pekerjaan tidak dapat tercapai. Selain itu, work-family
conflict juga menyebabkan terjadinya turnover dan withdrawal (Wibowo, 2013; Juariyah
dan Harsono, 2011)

Dalam hal ini sebagai kepala ruang, memegang peranan penting dalam menentukan
strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Perawat seringkali mengambil tindakan
menghindar dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan
mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Nursalam ,
2015).

Kepala Ruangan mempunyai peran sebagai manajer sekaligus sebagai seorang pemimpin.
Wahyudi (2015) mengatakan manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung
jawab pimpinan (manajer) baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat
menengah (middle manager) dan manager tingkat atas (top manager).

Konflik sering dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Konflik yang berkelanjutan dapat
merusak kesatuan unit kerja dan memerlukan langkah yang tepat dalam pemecahan
masalah. Manajemen konflik merupakan cara yang dilakukan oleh pimpinan dalam
menyelesaikan konflik. Ada beberapa strategi penyelesaiankonflik yaitu menghindar,
akomodasi, kompetisi, kompromi dan kolaborasi (Nursalam, 2015).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis masalah tentang manajemen konflik yang terjadi di
rumah sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
Membuat kasus konflik dan melakukan analisa terkait gaya kepemimpinan dan strategi
penyelesaian konflik yang tepat.
BAB 2
KASUS, CARA PENYELESAIAN MASALAH, DAN PEMBAHASAN

2.1 Kasus
Di sebuah ruang perawatan terdapat beberapa perawat yang telat berangkat sifh pagi
mereka berangkat lebih dari jam 07.15 WIB, bahkan ada yang berangkat jam 08.00 WIB.
Sitiap shift pagi rumah sakit mewajibkan semua karyawan untuk melaksanakan apel,
tetapi banyak perawat yang tidak mengikuti apel pagi, kebanyakan perawat yang tidak
mengikuti apel pagi yaitu perawat wanita yang sudah berumah tangga. Melihat
kedisiplinan perawat yang tidak baik akhirnya bagian Diklat menyinggung permasalahan
tersebut saat apel, dan menasehati setiap kepala ruang untuk menyampaikan hal tersebut,
meskipun esoknya ada peningkatan dalam jumlah keberangkatan apel, tetapi tidak lama
banyak perawat yang tidak mengikutinya lagi. Hal ini dikarenakan banyak perawat di
rumah sakit tersebut mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu dari anak-anak sekalipun
dalam mengurusi rumah tangga, setiap pagi mereka banyak melakukan aktifitas ketika
dirumah mulai dari menyiapkan makanan untuk keluarganya, menyiapkan sekolah untuk
anak-anaknya, dan berangkat dinas dari rumah menuju rumah sakit, jadi dengan adanya
apel bagi ada beberapa perawat yang mengatakan memberatkan dirinya untuk
mengikutinya, apel pagi dirumah sakit tersebut di adakan pada pukul jam 07.00
sedangkan mereka harus mengejar waktu tersebut, mulai dari menyiapkan segala
kebutuhan rumah tangga, sampai berangkat menuju rumah sakit tersebut, hal tersebut
terkadang membuat stress bagi beberapa perawat yang belum bisa mengatur waktu
dengan tepat.

Pengkajian kasus menggunakan metode POSAC, sebagai berikut :


a. Planning: Peraturan ketat oleh karu yang diberikan kepada perawat pelaksana untuk
disiplin memang belum dijalankan secara maksimal, sehinggal perawat harus
memikirkan kesadaran diri sendiri.
b. Organizing: Diklat menganjurkan untuk semua karyawan di rumah sakit yang merasa
dinas pagi harus wajib melaksanakan apel pada pukul 07.00 WIB.
c. Staffing: Konflik ini seharusnya diselesaikan dengan baik antara Diklat dan perawat
pelaksana dengan cara berkeliling setiap ruangan-ruangan, namun konflik ini hanya
diselesaikan sepihak oleh Diklat dengan cara menyinggunya saat pelaksanaan apel
pagi. Artinya Karu hanya menyampaikan apa yang disampaikan oleh diklat.
d. Actuating: Karu memang tidak terlalu mempermasalahkan berapa perawat yang tidak
melaksanakan apel. Karena karu mengetahui banyak faktor yang tidak bisa mereka
laksanan saat berangkat pagi, tetapi karui juga mempunyai kewajiban untuk
menasehatinya dan memotivasi agar perawat tersebut mempunyai kedisiplinan yang
baik.
e. Controlling: Ketidakhadiran perawat dalam melaksanakan apel pagi tidak
menimbulkan masalah besar bagi ruangan. Yang terpenting pada pukul jam 08.00
WIB semua perawat sudah hadir diruang tersebut
2.2 Penyelesaian Masalah
Sebelum menyelesaikan masalah, kita harus mengindentifikasi kasus dalam ruangan tersebut
menggunakan analisa SWOT :
S W O T
(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan) (Hambatan)
Kedisiplinan 1. Setiap shift 1. Perawat yang 1. Tuntutan 1. Diklat
perawat pagi perawat tidak akreditasi tidak
wanita yang pelaksana dan mengikuti apel RS mampu
sudah karu wajib telah 2. Tidak ada setiap
berumah mengikuti menjelaskan aturan yang pagi
tangga apel. alasannya ketat keliling
dalam 2. Kehadiran melalui karu untuk
melaksanak apel pagi namun bagian menegur
an apel pukul 07.00 Diklat tetap perawat
WIB. mewajibkan yang
kehadiran tidak
perawat untuk mengikut
mempertahank i apel
an akreditasi
rumah sakit.
2. Sudah ada
aturan untuk
mengikuti ape
pagi namun
belum
diterapkan
secara
maksimal.
3. Konflik ini
hanya di
singgung saat
apel
dilaksanakan.
2.3 Pembahasan
Seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi orang lain sebagai modal utama pemimpin
dalam menyelesaikan konflik, untuk memperoleh kesan, rasa hormat, kepatuhan,
loyalitas, dan kerjasama serta menimbulkan harapan. Dengan kemampuan ini pula
seorang pemimpin dapat mengubah kepercayaan, nilai-nilai, pendapat, sikap, dan prilaku
orang lain. Tanpa kemampuan ini seorang pemimpin tidak dapat menyelesaikan konflik
dengan efektif (Harsono, 2010). Pemimpin juga harus mampu menggunakan kekuatan,
otoritas, dan pengaruhnya dalam memutuskan strategi penyelesaian konflik yang tepat.
Hal ini sesuai dengan model “CAPI” (Coaleshing Authority, Power, and Influence) yang
dicetuskan oleh Shetach (2012).

Dalam kasus diatas teori keperawatan yang dapat diterapkan adalah participative
theories dimana pemimpin yang baik mempertimbangkan apa yang orang lain miliki
sebagai masukan. Jenis kepemimpinan pada teori ini memberikan kepercayaan terhadap
bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan konflik. Sedangkan gaya kepemimpinan
yang sesuai dipakai oleh kepala ruangan X untuk menyelesaikan kasus di atas adalah
democratic style dimana pemimpin mendorong partisipasi bawahan untuk berkontribusi
pada proses pengambilan keputusan. Kepala ruangan keperawatan tetap membuat
keputusan akhir tetapi melibatkan pendapat dari pihak lain untuk mengemukakan
pendapatnya. Kepala ruangan keperawatan juga harus menjalankan perannya sebagai
seorang pemimpin dalam menyelesaikan konflik pada kasus di atas, yaitu:
a. Peran interpersonal
Untuk menyelesaikan konflik pada kasus diatas, seorang Karu harus bisa menjalankan
fungsinya sebagai seorang leader. Dimana Karu seharusnya bernegosiasi dengan
Diklat untuk menyelesaikan konflik ini dengan menyapaikan suara bawahannya.
Namun sayangnya kasus itu hanya diselesaikan dengan menyinggung saat pelaksanaa
apel.
b. Peran informasional
Karu harus menjelaskan kepada bawahannya untuk mengikuti aturan dengan baik
demi peningkatan status rumah sakit.
c. Peran pembuat keputusan
Karu harus menjalankan fungsinya sebagai pembuat keputusan, dimana Karu harus
tegas dalam aturan kedisplinan, pada kasus ini Karu tidak memperpanjang masalah ini
dan tidak mencoba menemui bagian Diklat.

Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan sebagai


bentuk strategi penyelesaian konflik di ruangan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Diagnosis
1) Identifikasi batasan konflik Menurut Rigio (2013) jenis-jenis konflik yang ada
antara lain konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan
konflik antar kelompok. Berdasarkan kasus di atas, terdapat 1 jenis konflik yang
terjadi yaitu konflik intrapersonal. Konflik intrapersona.l Konflik ini terjadi dalam
diri masing-masing individu, karena beban peran dan ketidakmampuan individu
yang bersangkutan. Mereka mempermasalahkan terkait kehadiran apel pagi

2) Identifikasi penyebab konflik Konflik dapat muncul karena ada kondisi yang
melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi (Robbins, 2011). Dalam kasus di atas sumber
terjadinya konflik adalah 3 kategori tersebut. Perbedaan jenis kelamin dan status
individu menjadi faktor terjadinya konflik.

3) Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat menjadi
penghalang untuk manajemen konflik Sebelum menentukan strategi-strategi
dalam penyelesaian konflik, Direktur keperawatan harus melakukan pengkajian
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pemimpin
terkait kemampuan, peran dan fungsi kepemimpinan, serta gaya
kepemimpinannya yang selanjutnya mempengaruhi pilihan strategi manajemen
konflik yang dihadapi.

4) Identifikasi strategi penyelesaian konflik Konflik dapat menjadi konstruktif


atau destruktif tergantung dari cara menyelesaikan atau memanajemen konflik.
Kondisi konstruktif dapat dirasakan ketika solusi yang diambil memuaskan dan
menguntungkan pihak-pihak yang mengalami konflik. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Hassan (2011) pemilihan strategi penyelesaian konflik
adalah berdasarkan suasana komunikasi. Bila suasana komunikasi terjalin baik,
strategi yang bisa digunakan adalah obliging, integrating, dan compromising.
Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat defensif, dominating dan avoiding
menjadi pilihan. Berdasarkan kasus di atas, gaya penyelesaian konflik yang dipilih
adalah berdasarkan suasana komunikasi. Gaya ini menempatkan seseorang pada
posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima
(give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok
digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki
tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama, dan penyelesaian masalah
dianggap sebagai prioritas agar tidak berkembang menjadi konflik baru yang
melibatkan pihak lain (Hoffmann, 2015). Kekuatan utama dari kompromi adalah
pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan.
Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas adalah win-win
solution.

b. Intervensi
Strategi penyelesaian konflik pada kasus tersebut menggunakan strategi
menghindar, pada strategi ini perawat menaguhkan tindakan dan berpura-pura
tidak ada konflik. Karena Karu/Diklat tidak mencoba mengadakan pertemuan
untuk membahas masalah ini. Strategi ini biasanya dipilih jika masalah dapat
terselesaikan dengan sendirinya.
c. Evaluasi
Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hasil manajemen konflik mengarah pada
proses yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik yang konstruktif bisa
diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah
dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah
yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang
harus ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2015). Sedangkan konflik
bersifat destruktif bila berfokus hanya pada satu individu saja, menggunakan
emosi yang bersifat negatif, dan menurunkan fungsi suatu grup atau organisasi
(Runde and Flanagan, 2010)
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilainilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki peran
yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan,
dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi
pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging, dominating, avoiding, dan
compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang digunakan adalah Model
Rahim (2012), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan evaluasi. Untuk
menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain identifikasi
batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan identifikasi strategi
yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam
strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi,
litigasi, dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang.
Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki keadaan dalam
suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau
organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang. intervensi
juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme
integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses
terakhir adalah evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan
intervensi yang telah dilakukan.

3.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan
gaya kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Medika Salemba.

Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara, Sosial


Humaniora. 14(1), 56-64.

Hassan, B., Maqsood, A., & Muhammad, N. R. (2011). Relationship between organizational
communication climate and interpersonal conflict management style. Pakistan Journal
of Physicology, 42(2), 23-41.
Hendel, T., Fish, M..,Galon, V. (2015). Leadership style and choice of strategy in
conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals. Journal of
Nursing Management, 13, 137-146.

Hoffmann, M.H.G. (2015). Logical argument mapping: a method for overcoming


cognitive problems of conflict management. The International Journal of Conflict
Management, 16(4), 304-334.

Runde, C. E. & Flanagan, T. A. (2015). Effective leadership stems from ability to


handleconflict. (2015). Dispute Resolution Journal, 62(2), 92.

Anda mungkin juga menyukai