Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN BENCANA TSUNAMI

DISUSUN OLEH : KELOMPOK III


1. DOMINA MARTIANA
2. IRAWATY ISMAIL
3. MARIA ANGELINA F
4. KAROLINA KHORYESIN
5. RIKA FEBRIANTI
6. SASTRA GANDHI ARAB

PRODI S 1 KEPERAWATA N
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah tsunami mulai tersebar luas di belahan dunia setelah


terjadinya gempa besar di Jepang yang menyebabkan tsunami sehingga
menewaskan sekitar 22 000 orang serta merusak pantai timur Honshu
sepanjang 280 km. Kejadian tersebut terjadi pada 15 Juni 1896 (Badan
Meteorologi dan Geofisika 2010).
Di Indonesia, tsunami diperkirakan terjadi pertama kali pada tahun
1618 di Nusa Tenggara Barat. Dalam kurun waktu tahun 1600 sampai 2006,
Indonesia telah mengalami 108 kali kejadian tsunami. Sekitar 90% tsunami di
Indonesia disebabkan gempa tektonik, 9% akibat letusan gunung api, dan
hanya 1% dipicu oleh tanah longsor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Istilah tsunami merupakan adopsi dari bahasa Jepang. Tsunami
menurut Beni (2006), adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang
sekarang sudah menjadi istilah yang biasa dipakai di seluruh penjuru dunia.
Tsunami berasal dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami
memiliki arti ombak. Masyarakat Jepang biasanya setelah terjadi bencana
tsunami akan pergi ke pelabuhan untuk melihat seberapa besar kerusakan
yang ditimbulkan, sehingga dipakailah istilah tsunami (Sutowijoyo 2005).
Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di
Indonesia. Tsunami adalah gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa
bumi di dasar samudera, letusan gunung api, atau longsoran masa batuan di
sekitar basin samudera (Djunire 2009).
Simandjuntak (1994) mengartikan tsunami sebagai satu kejadian alam
yang dicirikan oleh terjadinya pasang naik yang besar secara mendadak yang
biasanya terjadi sesaat setelah terjadinya goncangan gempa bumi tektonik.
Gelombang yang di hasilkan oleh bencana alam ini dapat menghancurkan
daerah pemukiman yang berada di pantai.
Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG)
(2006), tsunami adalah gelombang laut yang mampu menjalar dengan
kecepatan tinggi hingga lebih dari 900 km/jam, gelombang ini di sebabkan
oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut
Tsunami sendiri sangat berkaitan dengan perubahan bentuk dasar laut
dengan cepat karena adanya faktor-faktor geologi, seperti letusan gunung
berapi ataupun gempa bumi (Sudrajat 1994)
Kata tsunami adalah serapan dari bahasa Jepang 津波 (tsunami): tsu
berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Nama ini diperkirakan berasal
dari para nelayan Jepang, yang mengamati bahwa kapal-kapal dan bangunan
di pelabuhan rusak akibat fenomena ini sekalipun mereka tidak merasakan
gelombang besar ketika berada di laut lepas.[1] Oleh orang awam, tsunami
kadang disebut "gelombang pasang". Namun, istilah yang dulunya populer
ditolak para pakar karena fenomena ini tidak ada hubungannya dengan
fenomena pasang surut yang diakibatkan gravitasi matahari dan bulan.[2] Para
pakar lebih menyukai istilah tsunami, walaupun sebenarnya fenomena ini
tidak hanya terjadi di pelabuhan.
Beberapa bahasa memiliki padanan untuk istilah tsunami. Contohnya,
dalam bahasa Aceh, tsunami disebut ië beuna atau alôn buluël (tergantung
daerah). Kata smong dan emong digunakan dalam bahasa-bahasa di Pulau
Simeulue, yang berada sebelah barat pantai Sumatra. Dalam bahasa Tamil di
pantai timur India, tsunami disebut aazhi peralai.

B. Karakteristik
Karakteristik umum dari tsunami pada dasarnya berbeda dengan
karakteristik ombak pada biasanya. Ombak merupakan gelombang air yang
dihasilkan dari tiupan angin, sedangkan tsunami merupakan gelombang yang
dibentuk akibat adanya kegiatan geologi bumi. Tsunami merupakan
gelombang yang dapat mencapai panjang gelombang lebih dari 150 km, serta
memiliki kecepatan gelombang seperti pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam
(King 1972). Menurut PVMBG (2006), kecepatan gelombang tsunami
bergantung pada kedalaman laut.
Tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih
dari 100 km di laut lepas dan selisih waktu antara kedua puncak tersebut
diperkirakan antara 10 menit sampai 1 jam. Pada saat mencapai pantai yang
dangkal, teluk, atau muara sungai, gelombang ini kemudian akan menurun
kecepatannya, namun tinggi gelombang akan meningkat sehingga sangat
bersifat merusak benda-benda yang berada di sekitar pantai.

Berikut adalah tabel yang menerangkan tentang hubungan antara


kedalaman gempa, kecepatan gelombang, dan panjang gelombang tsunami
(PVBMG 2006):
Kedalam Kecepa Panjang
an (meter) tan (km/jam) Gelombang
(km)
7000 942.9 282
4000 712.7 213
2000 504.2 151
200 159.0 47.7
50 79.0 23.0
10 35.6 10.6

Pada laut dalam, tsunami akan bergerak dengan kecepatan yang sangat
tinggi, yaitu 500 sampai dengan 1000 km/jam. Siklus terjadinya gelombang
kembali berkisar antara hitungan menit sampai satu jam. Saat mendekati
pantai gelombang akan melambat dan ketinggian gelombang akan meninggi.
Tinggi gelombang ini dapat berubah karena adanya konversi energi
dari bentuk energi kinetik menjadi energi potensial. Berkurangnya kecepatan
gelombang yang artinya ada perpindahan energi menjadi energi potensial
yang menyebabkan bertambah tingginya gelombang (Diposaptono dan
Budiman 2006).

C. Jenis-Jenis Tsunami
Klasifikasi tsunami berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi tsunami vulkanik dan tsunami tektonik. Jenis tsunami vulkanik
adalah jenis tsunami yang disebabkan gempa yang berasal dari kegiatan
vulkanik bumi, sedangkan tsunami tektonik disebabkan karena adanya gempa
yang terjadi akibat aktivitas tektonik bumi.
1. Tsunami Lokal dan Tsunami Berjarak
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
6/PRT/M/2009, berdasarkan karakteristiknya tsunami dibedakan
menjadi tsunami lokal dan tsunami berjarak.
Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa di
sekitar pantai sehingga waktu tempuh dari sumber kejadian sampai ke
bibir pantai berkisar antara lima sampai tiga puluh menit. Biasanya
dampak dari tsunami ini cukup besar karena kekuatan dari gelombang
masih sangat terasa ketika sudah mencapai daratan.
Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum
terjadi di pantai-pantai yang bertemu langsung dengan Samudera
Pasifik. Jenis tsunami ini memiliki sumber penyebab yang jauh dari
bibir pantai sehingga kekuatan gelombang yang dihasilkan tidak
sebesar tsunami lokal. Waktu tempuh pada saat gempa sampai
terjadinya tsunami di daratan berkisar antara 5.5 jam sampai 18 jam. 

D. PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI


Tsunami menurut PVBMG (2006), dapat terjadi dari gempa tektonik maupun
vulkanik apabila memenuhi syarat berikut:
1. Pusat gempa terjadi di dasar laut
2. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km
3. Magnitude lebih besar dari 6.0 Skala Richter
4. Jenis patahan tergolong sesar naik atau sesar turun
Sedangkan menurut King (1972) dan Anhert (1996), faktor-faktor yang dapat
menyebabkan tsunami adalah sebagai berikut:
1. Ada retakan di dasar laut yang disertai dengan suatu gempa bumi.
Retakan di sini maksudnya adalah suatu zona planar yang lemah yang
melewati daerah kerak bumi.
2. Ada tanah longsor, baik yang terjadi di bawah air atau yang berasal dari
atas lautan yang kemudian menghujam ke dalam air.
3. Ada aktivitas gunung berapi yang terletak di dekat pantai atau di bawah
air yang sewaktu-waktu dapat terangkat atau tertekan seperti gerakan
yang terjadi pada retakan.
Berbeda halnya dengan Badan Meteorologi dan Geofisika
(2010), menurut lembaga ini tsunami akan terjadi jika kekuatan gempa
lebih dari 7.0 SR, lokasi pusat gempa di laut dengan kedalam kurang
dari 70 km, serta terjadi deformasi vertikal dasar laut.Gelombang
tsunami paling sering disebabkan oleh gempa tektonik dangkal di
perairan samudera pasifik.
Terjadinya tsunami ini biasanya tidak bencana alam
tunggal. Maksudnya, biasanya tsunami tidak datang sendiri dengan
tiba- tiba. Namun biasanya ada yang menghantarkan, sehingga
terjadilah tsunami. Beberapa peristiwa alam menjadi penyebab
terjadinya tsunami. Hal- hal yang menghantarkan terjadi tsunami antara
lain adalah sebagai  berikut:
1. Gempa Bumi di bawah Laut
Gempa bumi merupakan hal yang paling umum yang dapat
menyebabkan terjadinya tsunami. Gempa bumi yang dimaksud
tentu adalah gempa bumi bawah laut (baca: jenis gempa bumi).
Gempa bumi bawah laut menimbulkan banyak getaran yang akan
mendorong timbulnya gelombang tsunami. Gempa bumi bawah
laut merupakan penyebab mayoritas terjadinya tsunamu di dunia.
Hampir 90 persen kejadian tsunami di dunia ini disebabkan oleh
gempa bumi yang terjadi di bawah laut. Gempa bumi yang terjadi
dibawah laut ini merupakan jenis gempa bumi tektonik yang
timbul akibat adanya pertemuan atau tubrukan  lempeng tektonik.
Meski gempa bumi bawah laut merupakan penyebab utama
terjadinya tsunami, namun tidak berarti bahwa semua gempa bumi
bawah laut Sdapat menimbulkan tsunami. Gempa bumi bawah laut
akan menimbulkan tsunami apabila memenuhi beberapa syarat
antara lain adalah sebagai berikut:
 Pusat gempa terletak di kedalaman 0 hingga 30 kilometer
dibawah permukaan air laut
Gempa bumi bawah laut yang berpotensi menimbulkan
tsunami adalah apabila pusat gempa berada di kedalaman
antara 0 hingga 30 meter dibawah permukaan air laut.
Semakin dangkal pusat gempa, maka akan semakin besar
kesempatan untuk terjadi tsunami. Dengan kata lain
semakin dangkal pusat gempa bumi, maka peluang
terjadinya tsunami juga semakin besar. Hal ini karena
getaran yang dirasakan juga semakin besar dan semakin
kuat, sehinnga peluang terjadinya tsunami pun juga
semakin kuat.
 Gempa yang terjadi berskala di atas 6,5 skala richter
Kriterian yang selanjutnya adalah gempa bumi yang terjadi
harus mempunyai kekuatan di atas 6,5 skala richter. Jadi
misalnya ada gempa dangkal, namun gempanya kecil, hal
itu kemungkinan tidak akan memberikan peluang terjadinya
tsunami. Gempa yang terjadi dengan kekuatan minimal 6,5
skala richter dianggap sudah mampu untuk mempengaruhi
gelombang air laut, yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya tsunami. Pengalaman bencana yang terjadi di
Aceh pada tahun 2004 silam, gempa yang terjadi memiliki
kekuatan sekitar 9 skala richter. Untuk mengetahui besar
gempa digunakan alat pengukur getaran gempa bumi.
 Jenis sesar gempa adalah sesar naik turun
Kriteria lainnya yang juga mendukung terjadinya
gelombang tsunami adalah mengenai jenis sesar. Persesaran
gempa yang dapat menimbulkan gelombang tsunami adalah
jenis persesaran naik turun. Adanya persesaran naik turun
ini akan dapat menimbulkan gelombang baru yang mana
jika bergerak ke daratan, maka bisa menghasilkan tsunami.
Hal ini akan diperparah apabila terjadi patahan di dasar
laut, sehingga akan menyebabkan air laut turun secara
mendadak dan menjadi cikal bakal terjadinya tsunami.
2. Letusan gunung berapi bawah laut
Penyebab terjadinya tsunami yang selanjutnya adalah
terjadinya letusan gunung api yang ada di bawah laut (baca: bahaya
gunung di bawah laut). Lautan yang memenuhi dua per tiga dari
permukaan bumi ini menyimpan banyak sekali rahasia. Kita tidak
tau banyak mengenai rupa penampakan di bawah laut, bahwa
sebenarnya tidak hanya daratan saja yang mempuyai gunung aktif,
namun juga bawah laut mempunyai banyak gunung aktif. Beberapa
gunung aktif yang ada di bawah laut bisa berpotensi meledak atau
erupsi sewaktu- waktu (baca: ciri-ciri gunung api meletus). Akibat
adanya letusan yang besar atau kuat dari gunung berapi bawah laut
ini, maka menyebabkan terjadinya tsunami.
Salah satu peristiwa akbar yang menggambarkan kejadian
tsunami diakibatkan oleh letusan gunung berapi adalah di
Indonesia, tepatnya di sebelah barat pulau Jawa. Gunung Krakatau
namanya, meletus pada tahun 1883. Peristiwa ini menimbulkan
gelombang tsunami yang dasyat sehingga menyapu bersih area di
sekitar Selat Sunda. Selain peristiwa gunung Krakatau, di
Indonesia juga terjadi letusan gunung Tambora pada tahun 1815
yang berada di Nusa Tenggara Timur hingga megakibatkan
terjadinya kepulauan Maluku. Indonesia merupakan negara yang
mempunyai banyak gunung api sehingga dijuluki Ring of Fire. Hal
ini membuat Indonesia harus selalu waspada karena letusan
gunung berapi bisa terjadi sewaktu- waktu.
3. Terjadiya longsor bawah laut
Penyebab gelombang tsunami selanjutnya adalah terjadinya
longsor dibawah laut (baca: tanah longsor). Tsunami yang
disebabkan karena adanya longsor di bawah laut dinamakan
Tsunamic Submarine Landslide. Ternyata longsor tidak hanya
terjadi di daratan saja. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bentuk permukaan bawah lait menyerupai daratan. apabila di
daratan kita menemukan bukit dan jurang, maka di dalam lautan
pun juga demikian (baca: palung laut), sehingga ada potensi terjadi
longsir. Longsir bawah laut ini pada umunya disebabkan oleh
adanya gempa bumi tektonik atau letusan gunung bawah laut.
Getaran kuat yang ditimbulkan olehlongsir inilah yang  bisa
menyebabkan terjadinya tsunami. Selain gempa bumi tektonik dan
letusan gunung berapi, tabrakan lempeng yang ada di bawah laut
juga bisa menyebabkan terjadinya longsor. Pada tahun 2008
dilakukan penelitian di Samudera Hindia yang menyebutkan
adanya palung laut yang membentang dari pulau Siberut hingga ke
pesisir Pantai Bengkulu yang mana apabila palung tersebut longsor
maka akan terjadi tsunami di pantai barat Sumatera.
4. Adanya hantaman meteor
Penyebab selanjutnya dari terjadinya tsunami adalah
adanya hantaman meteor atau benda langit. Benda langit yang
jatuh ini tentu saja benda langit yang berukuran besar. Meskipun
jarang sekali terjadi, dan bahkan belum ada dokumentasi yang
menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor, namun hal
ini bisa saja terjadi. Seperti yang disimulasikan oleh komputer
canggih, bahwa apabila ada meteor besar (karena meteor kecil
biasanya akan habisa terbakar di atmosfer bumi) misalnya
berdiameter lebih dari 1 kilometer saja, maka dapat menimbulkan
bencana alam yang dasyat. Mega tsunami yang ditimbulkan
memiliki ketinggian hingga ratusan meter. Kita bisa memprediksi
apa yang akan terjadi selanjtnya. Kelaparan akibat pertanian yang
rusak dan perubahan iklim, akan membunuh manusia di bumi
secara massal. Selain karena ukuran dari meteor, hal lain yang
berpengaruh adalah kecepatan atau laju meteor yang mencapai
puluhan ribu kilometer per jam.utern belum ada dokumentasi yang
menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor, namun hal
ini
E. Dampak
Bencana alam tsunami dapat menyebabkan kerusakan material
maupun korban meninggal. Berikut adalah data kejadian tsunami beserta
dampaknya yang dihimpun sejak tahun 1961 hingga 2005 (Diposaptono
dan Budiman 2008).
Jumlah Korban Jumlah Korban
Tahun Daerah Bencana
Terluka Meninggal
1961 6 2 NTT, Flores Tengah
1964 479 110 Sumatera
Maluku, Seram, dan
1965 tidak terdata 71
Sanana
Tinambung
1967 100 58
(Sulawesi Selatan)
Tambo (Sulawesi
1968 tidak terdata 392
Tenggara)
Majene (Sulawesi
1969 97 64
Selatan)
NTB dan Pulau
1977 tidak terdata 316
Sumbawa
NTT, Flores, dan
1977 25 2
Pulau Atauro
NTB, Sumbawa,
1979 200 27
Bali, dan Lombok
1982 400 13 NTT, Larantuka
NTT, Flores Timur,
1987 108 83
dan Pulau Pantar
1989 tidak terdata 7 NTT dan Pulau Alor
NTT, Flores, dan
1992 2126 1952
Pulau Babi
Banyuwangi, Jawa
1994 400 38
Timur
Palu, Sulawesi
1996 63 3
Tenggara
Pulau Biak (Irian
1996 tidak terdata 107
Jaya)
Tabuna Maliabu,
1998 tidak terdata 34
Maluku
Banggai, Sulawesi
2000 tidak terdata 4
Tenggara
NAD dan Sumatera
2004 tidak terdata lebih dari 210 000
Utara
2005 tidak terdata tidak terdata Pulau Nias
Jawa Barat, Jawa
2006 tidak terdata 668 Tengah, dan DI
Yogyakarta
Bengkulu dan
2007 tidak terdata tidak terdata
Sumatera Barat

Bencana alam merupakan peristiwa sangat kejadiannya sungguh


sangat tidak diharapkan dan tidak dirindukan. Bagaimana tidak, bencana
alam hanya akan membawa dampak buruk, seperti kehilangan,
kemiskinan, kelaparan, dan kesedihan. Apapun jenis bencana alam yang di
bumi, maka tidak ada satupun dari mereka yang diharapkan
kedatangannya olah manusia. seperti halnya bencana tsunami ini. seperti
jenis bencana alam lainnya, bencana tsunami juga menimbulkan banyak
sekali dampak atau kerugian. Beberapa dampak tsunami antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Terjadi kerusakan dimana- mana
Dampak terjadinya tsunami yang pertama adalah terjadinya
kerusakan dimana- mana. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan
fisik baik bangunan dan non bangunan. Gelombang besar yang timbul
karena tsunami ini dapat menyapu area daratan, baik daerah pantai
(baca: manfaat pantai) maupun daerah- daerah di sekitarnya.
Kerusakan yang terjadi ini adalah di daerah yang terkena sapuan
ombak. Gelombang ombak yang berkekuatan tinggi ini dalam sekejap
bisa meluluh lantakkan bangunan, menyapu pasir atau tanah, merusak
perkebunan dan persawahan masyarakat, merusak tambak dan ladang
perikanan, dan lain sebagainya. Kerusakan yang terjadi ini akan
menimbulkan banyak kerugian, terutama kerugian berupa material.
2. Lahan pertanian dan perikanan rusak
Gelombang tsunami yang dasyat juga dapat menyebabkan
lahan pertanian dan perikanan rusak. Gelombang tsunami dengan
kekuatan yang besar mampu menyapu bersih apa saja yang ada di
daratan. Jangankan tanaman yang ada di sawah, bahkan bangunan pun
banyak sekali yang roboh. Selain itu ikan- ikan yang ditanam di kolam
perikanan juga akan tersapu oleh air dari gelombang tsunami tersebut.
3. Menghambat kegiatan perekonomian
Kita sepakat bahwa semua bencana alam dapat
mengacaukan kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Hal ini juga
termasuk bencana tsunami. Kerusakan dan kehilangan yang terjadi
akibat gelombang tsunami akan melumpuhkan kegiatan perekonomian
sampai beberapa waktu. Tidak hanya itu saja, namun kerugian yang
disebabkan oleh tsunami mungkin akan menggantikan kegiatan
produksi dan perdagangan dalam waktu tertentu.

4. Kerugian material
Semua bencana alam dapat menimbulkan kerugian yang
bersifat materiil, termasuk juga gelombang tsunami. Kerugian
material diantaranya karena robohnya bangunan, rusak lahan pertanian
dan perikanan, dan kehilangan harta bendanya
5. Kerugian spiritual
Selain kerugian yang bersifat material atau yang dapat
diukur dengan uang, bencana tsunami juga dapat menimbulkan
kerugian spiritual. Yang dimaksud dengan kerugian spiritual adalah
kerugian yang tidak berupa harta benda, namun lebih ke jiwa.
Bagaimana seorang anak kecil akan tabah setelah mengalami bencana
alam yang besar, apalagi apabila ia kehilangan anggota keluarganya,
maka hal itu akan menimbulkan trauma di jiwa anak kecil. Akibatnya
anak tersebut harus menjalani beberapa terapi agar terbebas dari
traumanya itu. Bahkan hal seperti ini hanya dialami oleh anak kecil
saja, namun juga orang dewasa dan bahkan lanjut usia.

6. Menimbulkan bibit penyakit


Dampak selanjutnya dari bencana alam tsunami adalah
timbulnya bibit penyakit. Ketika gelombang laut yang tinggi meluluh
lantakkan daratan, maka yang akan kitemukan adalah benda- benda
kotor, tanah yang berlumpur dan sebagainya. Lingkungan yang tidak
bersih akan meimbulkan bayak sekali bibit penyakit. Apalagi jika
ditambah dengan jasad- jasad makhluk hidup yang meninggal, maka
lingkungan akan semakin tidak sehat. Disamping itu, apabila tinggal
di pengungsian maka yang akan terjadi adalah timbulnya bibit
penyakit karena kurangnya saranan dan pra sarana.
Nah, itulah beberapa dampak terjadinya tsunami. Dampak- dampak yang
telah disebutkan di atas merupakan dampak jangka pendek. Selain
dampak jangka pendek, adalagi dampak jangka panjang yang akan
kita rasakan, seperti kondisi perekonomian daerah tersebut yang tidak
stabil, dan masih banyak lagi.

F. Tsunami Paling Mematikan


Tsunami paling mematikan di Indonesia tercatat pada tahun 1883 di
Selat Sunda akibat letusan Gunung Krakatau, 26 Desember 2004 di Nanggroe
Aceh Darussalam, dan pada 17 Juli 2006 terjadi di bagian selatan Pulau
Jawa.Tsunami tahun 1883 di Selat Sunda menelan korban jiwa sebanyak
kurang lebih 36 000 orang karena kejadian tsunami menerjang Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa. Tsunami ini diperkirakan memiliki ketinggian
sekitar 41 meter dan menghancurkan ratusan kota dan desa di sepanjang
Pantai Selat Sunda di Lampung dan Banten. Bencana ini juga yang dianggap
bertanggung jawab dalam berkurangnya populasi Badak Bercula Satu
(Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon.
Tsunami yang terjadi di Aceh disebabkan oleh gempa bumi yang
berkekuatan 9.3 Skala Richter yang berpusat sekitar 30 km di bawah kerak
bumi. Hal tersebut menyebabkan lempeng Hindia dan Australia menyeret
lempeng Eurasia masuk ke dalam sebagai akibat dari adanya pergerakan
lempeng tektonik. Kejadian ini menyebabkan adanya gerakan secara tiba-tiba
suatu lempeng ke arah atas sehingga mengakibatkan gelombang besar yang
biasa disebut tsunami.
Sebenarnya bencana ini tidak hanya terjadi di Aceh, gempa tektonik
yang berkekuatan sama dengan bom berbobot 100 giga ton ini juga
menyebabkan tsunami di hampir seluruh pantai yang berbatasn langsung
dengan Samudera Hindia, seperti India, Maladewa, Myanmar, dan beberapa
negara-negara yang terletak di Samudera Hindia, namun tentunya yang paling
mendapat kekuatan gelombang terbesar adalah Aceh.

G. Tsunami Di Indonesia
Indonesia diapit oleh tiga lempeng aktif dunia, yaitu Eurasia, Indo-
Australia, dan lempeng Pasifik. Kondisi ini menyebabkan peluang terjadinya
gempa sangat tinggi. Gempa dan tsunami yang berasal dari laut sebelah
selatan pulau Jawa akibat dari tumbukan antara lempeng oseanik Indo-
Australia dan lempeng benua Eurasia (Pribadi et al. 2006).
Indonesia sendiri menempati urutan ketiga di dunia negara yang
paling rawan terjadi bencana tsunami. Peringkat pertama adalah Jepang dan
peringkat kedua adalah Amerika Serikat. Hal ini karena Jepang, Amerika
Serikat, dan Indonesia dilalui oleh jalur pegunungan Ring of Fire (Zaitunah
2012).
Daerah-daerah di Indonesia yang paling rawan terkena bencana ini
adalah:
 Sebelah barat Pulau Sumatera
 Sebelah selatan Pulau Jawa
 Nusa Tenggara
 Sebalah utara Papua
 Sulawesi
 Maluku
 Sebelah timur Kalimantan

Menurut Yulianto et al. (2008) gempa bumi di Indonesia rata-rata


terjadi sebanyak 15 kali dalam sehari. Gempa bumi yang menyebabkan
tsunami di Indonesia pun sering melanda. Berdasarkan data yang ada
setidaknya dalam lima belas tahun terakhir tsunami di Indonesia terjadi rata-
rata sekali dalam dua tahun.
Gelombang tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2004
tercatat memiliki tinggi lebih dari 20 meter. Garis pantai yang terkena
tsunami ini lebih dari 500 km. Daerah terparah akibat bencana ini adalah
pantai barat mulai dari Banda Aceh hingga Meulaboh.
Tsunami di pantai selatan Jawa yang terjadi pada 17 Juli 2006
diakibatkan gempa bumi berkekuatan 6.8 SR. Namun ketinggian bencana ini
tidak lebih dari tsunami yang terjadi di Aceh. Terjangan gelombang tsunami
tersebut terjadi setelah seperempat sampai satu jam setelah gempa dengan
kecepatan gelombang mencapai 200-600 km per jam.
Gelombang tsunami di pantai selatan Jawa tersebut terjadi tiga kali
dengan gelombang kedua merupakan gelombang tertinggi dengan selang
waktu hanya 2-5 menit saja. Tinggi tsunami tersebut bervariasi antara 2-8
meter dengan konsentrasi energi tersebar menuju kabupaten Cilacap,
Tasikmalaya, dan Ciamis.
Ketinggian tsunami yang mencapai lebih dari 6 meter di pantai selatan
Jawa terjadi di kecamatan Cikalong (kabupaten Tasikmalaya), kecamatan
Pangandaran (kabupaten Pangandaran), dan kecamatan Binangun (kabupaten
Cilacap). Tinggi genangan yang melimpas ke daratan rata-rata kurang dari 2
m dengan arus berkecapatan 10-25 km/jam (Diposaptono & Budiman 2008).

H. Tanda-Tanda Adanya Bencana Tsunami


Sebelumnya telah disebutkan diatas bahwa bencana alam tsunami
merupakan tipe bencana alam yang selalu dibarengi dengan tanda- tanda
tertentu. maka dari itulah terjadinya tsunami ini bisa diprediksi kejadinnya.
Ada beberapa tanda yang menandakan bahwa akan ada tsunami. Maka dari
itulah masyarakat harus waspada dan segera mengambil tindakan yang tepat.
Beberapa tanda akan terjadinya tsunami akan kita ketahui dalam artikel ini.
berikut ini merupakan beberapa tanda atau Ciri-ciri tsunami.
1. Terjadinya gempa atau getaran yang berpusat dari bawah laut
Terjadinya tsunami diawali oleh adanya gempa bumi atau
semacam getaran yang asalnya dari bawah atau dari dalam lautan.
Gempa yang terjadi ini tentu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
yakni berpusat atau memiliki kedalam kurang dari 30 kilometer dan
getarannya melebihi 6,5 scala richter.
2. Air laut tiba- tiba surut
Setelah adanya gempa atau getaran, selanjutnya adalah surutnya air
laut (baca: ekosistem air laut) secara tiba- tiba. surutnya air laut secara
tiba- tiba ini merupakan tanda- tanda yang paling jelas ketika akan
terjadi tsunami. Semakin jauh surut air laut (baca: pasang surut air laut),
maka kekuatan tsunami yang akan terjadi akan semakin besar. Dengan
demikian ketika surut air ini terjadi maka langkah yang paling tepat
adalah segera melakukan evakuasi supaya tidak banyak korban yang
jatuh. Surutnya air laut ini sebenarnya karena disebabkan oleh
permukaan laut turun secara mendadak sehingga terdapat kekosongan
ruang dan menyebabkan air laut pantai tertarik. Dan ketika gelombang
tsunami telah tercipta yang baru, maka air akan kembali ke pantai
dengan wujud gelombang yang sangat besar.
3. Tanda- tanda alam yang tidak biasa
Sebelum terjadinya tsunami, juga terdapat beberapa tanda alam
yang tidak biasa. Tanda- tanda alam yang tidak biasa ini seperti gerakan
angin (baca: jenis angin) yang tidak biasa, perilaku hewan yang aneh.
Beberapa perilaku hewan yang aneh ini contohnya adalah aktifnya
kelelawar di siang hari, kemudian banyak burung- burung terbang
bergerombol (padahal biasanya tidak pernah terlihat), dan juga
beberapa perilaku binatang darat. Contoh di Thailand, sebelum
terjadinya tsunami, gajah- gajat Thailang saling berlarian menuju ke
bukit untuk menyelamatkan diri.
4. Terdengar suara gemuruh
Tanda akan etrjadinya tsunami yang selanjutnya adalah
terdengarnya suara gemuruh. Ada pengalaman oleh masyarakat yang
mengalami bencana tsunami tahun 2004 di Aceh, dimana beberapa saat
sebelum tsunami terjadi mereka mendengar suara gemuruh yang sangat
keras dari dalam laut, yakni seperti suara kereta pengangkut barang.
Beberapa diantaranya juga mendengar suara ledakan dari dalam lautan.
Hal ini cukup menjadi suatu pertanda yang kuat akan terjadinya
bencana tsunami.

Itulah beberapa tanda terjadinya tsunami yang dapat kita lihat


sebelum tsunami terjadi. Tanda- tanda di atas merupakan tanda- tanda
alam. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi,
maka diciptakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendetersi
terjadinya tsunami. Dengan demikian kita dapat memperoleh informasi
yang lebih akurat
I. MITIGASI
Mitigasi adalah suatu aktivitas untuk mengurangi dampak kerusakan
atau kehilangan nyawa. Aktivitas mitigasi bencana alam diperoleh melalui
berbagai tindakan analisis risiko untuk menghasilkan berbagai informasi
perencanaan mitigasi (FEMA 2008).
Menurut Ihsan (2017), mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan
untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu
bencana yang dapat dilakukan sebelum suatu bencana terjadi, termasuk
kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan risiko jangka panjang.
Mitigasi bencana tsunami dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan non fisik dan pendekatan fisik.
1. Pendekatan Mitigasi Non Fisik
Mitigasi bencana tsunami dengan pendekatan non fisik biasanya
dilakukan dengan memetakan tingkat kerawanan daerah tertentu terhadap
bencana tsunami selanjutnya diadakan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat terkait dengan berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami.

Hal-hal yang disosialisasikan kepada masyarakat biasanya mengenai:


 Pengertian tsunami
 Penyebab terjadinya tsunami
 Ciri-ciri akan terjadinya tsunami
 Dampak bencana alam tsunami
 Cara penyelamatan diri dan evakuasi jika terjadi bencana

Sosialisasi ini penting agar masyarakat nantinya paham dan


mengerti bagaimana cara mereka untuk menyelamatkan diri, andaikata
terjadi bencana alam ini.
Selain dengan sosialisasi, perlu diadakan juga simulasi aksi
bencana tsunami. Simulasi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak panik
saat memperoleh informasi ketika akan terjadi bencana alam tsunami.
Dengan adanya simulasi ini juga, masyarakat akan terbiasa dengan
keadaan yang genting sehingga ketika saat terjadi bencana masyarakat
sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan.

2. Pendekatan Mitigasi Fisik


Mitigasi bencana dengan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan upaya
struktural, non struktural, maupun gabungan antar keduanya. Pemilihan
upaya mitigasi fisik ini bergantung pada kondisi fisik pantai, tata ruang,
tata guna lahan, serta modal yang tersedia.

Mitigasi fisik tsunami dapat dilakukan dengan beberapa cara, di


antaranya adalah (Ihsan 2017):
a. Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau (green belt)
Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau misalnya
perlindungan daerah pantai dari bencana tsunami dengan
menggunakan vegetasi, seperti cemara laut (Casuarina
equisetifolia), bakau, pohon api-api, nipah, dan vegetasi lainnya
yang berhabitat di pantai.
Mitigasi dengan cara ini harus memenuhi persyaratan
teknis dari vegetasi tersebut dalam meredam gelombang. Salah
satu parameter yang paling penting adalah nisbah dari lebar hutan
bakau dari pantai sampai ujung hutan mangrove yang menghadap
langsung ke laut (B) dengan panjang gelombang tsunami (L), atau
dapat dirumuskan dengan B/L. Semakin besar nilai B/L maka
semakin efektif metode mitigasi bencana tsunami dengan sabuk
hijau.
Hutan mangrove atau hutan bakau juga sangat efektif
dalam meredam gelombang air laut atau ombak. Hutan mangrove
ini dapat mencegah terjadinya abrasi juga.
b. Pendekatan struktural dengan peringatan dini
Salah satu upaya struktural dalam mitigasi bencana ini
adalah pemberitahuan dini terjadinya tsunami. Penyampaian
informasi ini dapat menggunakan sirine, lonceng, bel, dan
sebagainya. Pemasangan alat pendeteksi dini mutlak harus
dilakukan pada metode ini. Sistem peringatan dini menggunakan
alat sensor kenaikan tinggi muka air laut, satelit, dan receiver
gelombang yang langsung terhubung dengan alat pemberitahu
bahaya bencana tsunami.
c. Bangunan sipil penahan tsunami
Bangunan sipil yang dikhususkan untuk menahan bencana
tsunami di Indonesia belum pernah dibangun. Bangunan sipil ini
dapat kita temui di negara Jepang. Meskipun sangat efektif dalam
meredam terjangan gelombang air, bangunan ini dinilai merusak
nilai estetik dari suatu lansekap di pantai.
d. Bangunan sipil untuk evakuasi
Lokasi evakuasi harus mudah dijangkau apabila bencana tsunami
benar-benar terjadi. Lokasi evakuasi dapat berupa lahan yang
memiliki ketinggian tertentu dan bangunan tinggi yang tahan
terhadap gelombang dan getaran gempa. Apabila suatu
pemukiman jauh dari dataran yang memiliki elevasi yang tinggi
maka perlu dibuat suatu bangunan sipil yang dikhususkan untuk
evakuasi. Bangunan ini sangat penting untuk mengurangi jumlah
korban akibat dari lambatnya proses evakuasi ke daerah yang
lebih tinggi.
Itulah berbagai informasi mengenai tsunami. Semoga
informasi ini menyadarkan kita akan bahayanya bencana ini
sehingga kita lebih sadar pentingnya evakuasi dan mitigasi.
Silakan berikan kritik dan saran membangun kepada kami di
kolom komentar di bawah demi semakin baiknya informasi yang
kami berikan kepada sahabat Forester Act.
DAFTAR PUSTAKA
Anhert F. 1996. Introduction to Geomorphology. London (UK): Arnold.
Beni S Ambarjaya. 2006. Tsunami Sang Gelombang Pembunuh. Jakarta (ID): CV
Karya Mandiri Pratama.
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2010.___
Diposaptono S, Budiman. 2006. Tsunami. Bogor (ID): Buku Ilmiah Populer.
Diposaptono S, Budiman. 2008. Hidup Akran dengan Gempa dan Tsunami. Bogor
(ID): PT Sarana Komunika Utama.
King CAM. 1972. Beaches and Coasts 2nd edition. London (UK): Arnold.
Pribadi S, Fachrizal, I Gunawan, I Hermawan, Y Tsuji, SS Han. 2006. Gempa
Bumi dan Tsunami Selatan Jawa Barat 17 Juli 2006. Jakarta (ID): Badan
Meteorologi dan Geofisika.
[PVMBG] Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006. Gempa Bumi
dan Tsunami.
Yulianto E, F Kusmayanto, N Supriyatnam Dirhamsyah. 2008. Selamat dari
Bencana Tsunami, Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaram. Jakarta
(ID): UNESCO.
Zaitunah A. 2012. Pemodelan spasial kerawanan kerusakan akibat tsunami pantai
Ciamis Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Skenario
Pada suatu hari di desa penari Kecamatan bone terjadi tsunami yang sangat
dahsyat meluluh lantahkan puluhan rumah didesa penari dan menyebabkan
beberapa korban yang belum teridentifikasi. Namun Kepala desa dalam keadaan
selamat dan melaporkan kejadian kepada pak camat untuk meminta bantuan, lalu
pak camat melaporkan ke kabupaten untuk meminta bantuan dari pihak BPBD
untuk mengirimkan bantuan dari pihak TR,RHA, dan Tim bantuan kesehatan
untuk segera melakukan evakuasi korban yang belum teridentifikasi dan belum
terevakuasi.
Setelah laporan diterima datanglah TRC,RHA, dan Tim bantuan kesehatan
ada yang menuju ke tempat lokasi kejadian dan ada yang berada di bagian Posko
bencana. RHA dan EMT yang terdapat Perawat BTCLS datang menuju lokasi
terjadi nya pascatsunami untuk melakukan pengkajian secara cepat kepada korban
dan memberikan label triage pada korban pascatsunami. Setelah triage ditemukan
ada 3 korban triage merah pucat, crt lebih dari 2 detik, terdapat pendarahan ,
terdapat suara snoring dan gurgling mengeluarkan darah dari mulut lalu dilakukan
pemasangan servical colar dan ova untuk mencegah trauma leher dan menjaga
kepatenan jalan napas dan 3 korban triage kuning terdapat fraktur femur pada
bagian kaki kanan dan dilakukan fiksasi untuk mencegah terjadinya patahan
tulang, 10 korban triage hijau luka ringan pada bagian bagian tubuh tertentu. Lalu
yang triage hujau dibawakan ke rumah sakit lapangan dan diberikan penyuluhan
terkait tsunami.

Anda mungkin juga menyukai