Anda di halaman 1dari 8

Proses dan Strategi Konseling Keluarga

(Oleh Biby Widi Rahadi, Diah Ainun Nazar, Dwi Ulfah Setianingrum dan Nujul Rachmawati)

Kelas : BKI 6A

PENDAHULUAN

Manusia dilahirkan didunia ini dibekali akal, pikiran dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia
disebut sebagai makhluk yang paling semprna dan diberi amanat oleh sang pencipta sebagai
pemimpin dimuka bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pkiran dan perasaan itu,
manusia diselimuti berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia
dalah amkhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah
tersebut ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan dari
oranglain (konselor), kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan
konseling. Salah satu pemberian bantuan terhadap permasalahan tersebut yaitu dengan konseling
keluarga. Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang
khusus. Konseling keluarga ini memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi
keluarga dan dapat dikatakan sebagai konselor terutama konselor non keluarga, yaitu konseling
keluarga sebagai (1) sebuah modalitas yaitu klien adalah keluarga dari suatu kelompok, (2)
dalam proses konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan (Capuzzi, 1991).

Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah
bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya
maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system, permasalahan yang dialami seorang anggota
keluarga akan efektif jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling
keluarga terutama diarahakan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk
mempelajari lingkungan melalui perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer dan Shostrom,
1982).

PEMBAHASAN

A. Pengertian proses konseling keluarga


Proses adalah peristiwa yang sedang berlangsung. Proses konseling terjadi karena
hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) dalam bukunya “konseling
individual” oleh Sofyan S. Willis, proses konseling adalah peristiwa yang sedang berlangsung
dan memberi makna bagi peserta konseling tersebut (konselor dank lien). Setiap proses
konseling membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus. Namun keterampilan-keterampilan
tersebut bukanlah yang utama jika hubungan konseling tidak mencapai raport. Dinamika
konseling ditentukan oleh penggunaan keterampilan yang bervariatif, sehingga dalam proses
konseling tidak terasa membosankan, akan tetapi sangat bermakna dan berguna.1

Family counseling atau konseling keluarga adalah upaya atau bantuan yang diberikan
kepada individu anggota keluarga melalui system keluarga (pembenahan komunikasi keluarga)
agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar
kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga (Willis, 2008). Menurut Golden dan Shewood (dalam Latipun, 2001) konseling
keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk
membantu memecahkan masalah perilaku klien. Sehingga konseling keluarga merupakan proses
bantuan yang diberikan kepada individu anggira keluarga dalam memecahkan masalah keluarga
yang dihadapinya.2

Proses konseling keluarga adalah peristiwa yang tengah berjalan dan memberikan makna
bagi peserta konseling (konselor dan konseli). Proses konseling keluarga berbeda dengan
konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota
keluarga) lebih dari seorang. (Willis, 2014) konselor yang professional mempunyai karakteristik
yaitu imu konseling dan ilmu lain yang saling berkaitan dan berwawasan, keterampilan
konseling, kepribadian konselor yang terbuka, menerima dan ceria dengan kemampuan yang
dimiliki ini, diharapkan konselor dapat melakukan tugasnya dalam beberapa hal, yaitu: mampu
mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya terhambat oleh meosi-emosi
tertentu, mampu membantu mengembangkan penghargaan anggota keluarga terhadap potensi
anggota lai sesusi dengan realitas yang ada pada diri dan lingkungannya. Dalam hubungan
konseling klien berhasil menemukan dan memahami potensi, keunggulan yang ada pada dirinya,

1
Prof. Dr. Sofyan S.Willis. Konseling Individual. 2013. Bandung:Alfabeta, hal .50
2
Sestuningsih Margi Rahayu. 2017. Konseling Keluarga dengan Pendekatan Behavioral : strategi Mewujudkan
Keharmonisan Keluarga. Diakses pada tanggal 25 April 2020
mampu membantu agar klien dapat menurukan tingkat hambatan emosional dan kecemasan serta
menemukan dan memecahkan masalahnya dengan bantuan anggota lainnya.3

Berdasarkan kenyataan ada 5 jenis relasi hubunga dalam konseling keluarga, yaitu relasi
klien dengan konselor, realsi satu klien dengan klien lainnya, relasi konselor dengan sebagian
kelompok anggota keluarga, relasi konselor dengan keseluruahn anggota keluarga, relasi antar
sebagian kelompok dengan sebagian kelompok anggota lain.

Secara umum proses konseling keluarga, sebagai berikut:

1. Pengembangan raport
Pengembangan seyogyanya telah dimulai begitu klien memasuki ruang konseling. Upaya
ini ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor, yakni: kontak mata, perilaku non-verbal
(perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes, keramahan, senyum, menerima,
jujur/asli, penuh perhatian dan terbuka). Bahasa lisan /verbal (sapaan dengan teknik-teknik
konseling), seperti ramah menyapa, senyum dan bahasa lisan yang halus. Tujuannya dalah
agar suasana konseling membrikan keberanian dan kepercayaan diri klien untuk
menyampaikan isi hati dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor. Dalam menciptakan
raport, terdapat kesulitan tersendiri, baik itu dialami oleh konselor maupun klien, berikut
beberapa kndala-kendala yang dialami oleh seorang konselor adalah sebagai berikut:
a. Konselor kurang mampu menstabilkan emosinya, dilihat dari latar belakng yang juga
bermasalah
b. Konselor yang terikat dengan system nilai
c. Konselor kurang memahami atau menguasai teori dan teknik konseling
Adapun kendala-kendala yang dialami klien :
a. Beberapa anggota keluarga yang kurang termotivasi
b. Klien hadir dengan terpaksa
c. Klien berpengalaman konseling
2. Pengembangan apresiasi emosional
Ada dua teknik konseling keluarga yan efektif yaitu sculpting dan role playing. Kedua
teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan emosi tertekan dan

3
Muzaki, Jaja S. 2019. Konseling Keluarga (Upaya Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Cirebon : (CV.
Convident) Anggota IKAPI Jabar
penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian segala kecemasan
dan ketegangan psikis mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor dan
rencana anggota keluarga.
3. Pengembangan alternative modus perilaku
Kelancaran proses konseling dapat terhambat oleh beberapa faktor, seperti 1) tata ruang
yang salah, misal ruang yang kecil, sumpek, sempit dan tidak menarik, 2) Kurangnya
suasana keintiman dan 3) Sikap tidak enak, misalnya mencatat saat mewawancarai klien,
hal ini akan membuat klien merasa tidak diperhatikan. Menurut Brammer (1979:51) pada
prinsipnya, proses konseling itu terdiri dari dua fase dasar yaikni : fase membina hubungan
dan memperlancar tindakan positif
4. Fase membina hubungan konseling
Fase ini sangat penting dalam konseling dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif
ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling ini. Fase ini
harus terjadi ditahap awal dan tahap berikutnya dari konseling yang ditandai dengan
adanya raport sebagai kunci lancarnya hubungan konseling
5. Mempelancar tindakan positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
a. Eksplorasi, mengekporasikan dan menelusuri masalah, memetapka tujuan konseling,
menetapkan rencana strategis, mnegumpulkan fakta, mengungkapkan perasaan-
perasaan klien yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru konsolidasi,
menjelajah alternative-alternatif, mengungkapkan perasaan-perasaan, melatih skill
b. Prencanaan, menegmbangkan perencanaan bagi klien sesuai dengan tujuan untuk
memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan yang menyedihkan, terus
mengkonsolidasi skill baru atau perilkau baru untuk mencapai aktivitas diri klien
c. Penutup, mengevaluasi hasil konseling, mentup hubungan konseling

B. Langkah-langkah dalam Konseling Keluarga

Collins menetapkan tujuh langkah-langkah dalam konseling keluarga, yaitu:

Langkah 1: menanggapi keadaan darurat


Klien yang meminta bantuan konselor pada dasarnya berada dalam keadaan krisis/darurat.
Konselor diharapkan mampu memberikan ketenangan, dan menunjukan kesediaan untuk
membantu klien. Selain itu, mintalah keluarga klien untu terlibat dalam proses konseling

Langkah 2: memberikan fokus pada anggota keluarga

Kadang kala, anggota keluarga cenderung untuk menyalahkan satu orang yang menjadi
sumber dari permasalahan keluarga. Oleh karena itu, konselor harus dapat memberikan
fokus pada anggota keluarga bahwa permasalahan keluarga adalah permasalahan bersama
sehingga tidak hanya disebabkan oleh satu pihak.

Langkah 3: menetapkan krisis

Saat konselor mendengarkan penjelasan masalah yang diisampaikan keluarga, konselor


harus dapat menangkap inti permasalahhan keluarga tersebut sehingga konselor dapat
menetapkan sumber krisis klien. Hal ini dapat dilakukan melalui bentuk pertanyaan “Coba
ceritakan lebih jelas mengenai hal yang Anda sampaikan tadi?” atau dalm bentuk
pertanyaan lain “Apa yang menyebabkan masalah itu terjadi?”, “Apakah hal ini pernah
terjadi sebelumnya?”.

Langkah 4: menenangkan anggota keluarga

Konselor dapat memberikan kesimpulan awal tentang penyebab masalah yang muncul
dalam keluarga. Yang perlu diperhatikan konselor dalam hal ini adalah konselor diharapkan
dapat menenangkan anggota keluarrga yang dapat saja mengalami kecemasan setelah
mengetahui permasalahan keluarga mereka.

Langkah 5: menyarankan perubahan

Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat membantu anggota
keluarga untuk memutuskan perubahan apa yang harus dilakukan. Konselor dapat
merundingkan beberapa perjanjian yang akan disetujui atau mempertimbangkan kembali
peraturan, peran, harapan yang tidak realistis, batasan atau cara untuk melakukan
komunikasi antar anggota keluarga.
Langkah 6: menghadapi sikap menolak perubahan

Setelah konselor menyarankan perlu adanya perubahan, maka konsleor harus


memperhatikan siapakah anggota keluarga yang bersedia bekerjasama dan siapakan yang
menolak perubahan cenderung untuk menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya
untuk menghambat terjadinya perubahan. Biasanya pihak yang menolak perubahan
bukanlah klien. Oleh karena itu konselor harus memberikan pemahaman bahwa dengan
sikap menolak perubahan akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam konseling.

Langkah 7: menghentikan konseling

Setelah kemajuan dalam konseling diperoleh dan anggota keluarga dapat bekerjasama dan
belajar untuk menghadapi krisis, maka konseling dapat diakhiri. Konselor dapat pula
mengakhiri konseling apabila merasa tidak ada kemajuan karena apabila proses konseling
dilanjutkan tidak akan menghasilkan apapun. Tetapi konselor seyogyanya tetap berpikir
terbuka untuk dapat menerima kembali keluarga tersebut dan membantu mengatasi
masalahnya di masa akan datang.

Sedangkan dari sumber lain, Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane
(1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak
berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral, yang
disebutkan terhadap empat tahap secara berturut-turut sebagai berikut:

1. Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
2. Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya, konselor
menunjukan kepada orang tua bagaimana cara mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua
melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal
inidikerjakan.
3. Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka
pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat member koreksi ika
dibutuhkan.
4. Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara tepat. Setelah
mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di
rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai.
Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika
masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat memberikan contoh lanjutan di rumah
dan observasi orang tua, selanjutnya orang tua mencoba sampai mereka merasa dapat
menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.

C. Kesalahan Umum dalam Konseling Keluarga

Crane (1995) mengemukakan kontribusi umum dalam penyelenggaraan


 Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua terbukti) untuk membahas
masalah-masalah yang diperoleh.
 Pertama kali berbicara dan anak berkencan dengan konselor bersama-sama, konselornya
suatu saat hanya berbicara dan anak tidak perlu ikut dalam proses, sehingga menampakkan
ketidakmampuan memperhatikan apa yang menjadi perhatian anak.
 Mengilmiahkan dan bahas masalah, atau jelaskan pandangannya tentang perdebatan dan
bukan perkirakan cara mengatasi masalah yang dibahas dalam kehidupan nyata.
 Melihat / mendiagnosis untuk menjelaskan masalah anak, serta membantah cara mengatasi
masalah yang terjadi.
 Mengajarkan teknik modifikasi pada keluarga yang terlalu otoriter atau terlalu dalam
interaksi mereka.
Kesalahan-kesalahan dalam konseling keluarga semacam di atas sepatutnya dihindari untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor diharapkan melakukan evaluasi terus-menerus
terhadap apa yang dilakukan dan hasil yang diperoleh dari usahanya.

SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Muzaki, Jaja S. 2019. Konseling Keluarga (Upaya Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga) Cirebon : (CV. Convident) Anggota IKAPI Jabar

Sestuningsih Margi Rahayu. 2017. Konseling Keluarga dengan Pendekatan Behavioral :


strategi Mewujudkan Keharmonisan Keluarga. Diakses pada tanggal 25 April 2020

https://www.academia.edu/9556056/Tahap-dan-proses-konseling

Sayekti Pujosuwarno.1994. Bimbingan Dan Konseling Keluarga .Menara Mas Offset. Yogyakarta

Latipun. 2001. Psikologi Konseling . Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Anda mungkin juga menyukai