Anda di halaman 1dari 25

PENJADWALAN STAF KEPERAWATAN

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Keperawatan
yang dibina oleh Ibu Hurun Ain, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Dea Rahmatika Salsabila
( P17220183043 )

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN LAWANG
MEI 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal
…….

Pembimbing

Hurun Ain, S.Kep., Ns., M.Kep


NIP. 197901042002122001

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Penjadwalan
Staf Keperawatan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan dari
teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
            Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan serta dukungan dan
doa nya.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. Kami mohon
maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan
penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi
pembaca maupun kami.

Malang, 01 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................
Lembar Pengesahan.......................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................3
1.4 Manfaat...................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Penjadwalan Staf...................................................................................4
2.2 Model Penjadwalan Staf.........................................................................................4
2.3 Prinsip Penjadwalan Staf........................................................................................6
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi........................................................................6
2.5 Tupoksi Perawat dalam Implementasi Praktik Keperawatan Profesional............10

BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................13

BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................24
5.2 Saran.....................................................................................................................24
Daftar Pustaka.............................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen pada dasarnya berfokus pada perilaku manusia untuk


mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan di suatu
kegiatan. Pada suatu instansi membutuhkan seorang manajer yang terdidik
dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk
mengelola kegiatan. Manajemen merupakan serangkaian aktivitas (termasuk
perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia,
financial, fisik dan informasi) dengan maksud mencapai tujuan organisasi
secara efisien dan efektif (Griffin, 2004).
Pengorganisasian dalam manajemen keperawatan mempunyai banyak
aktifitas penting, antara lain bagaimana asuhan keperawatan dikelola secara
efektif dan efisien untuk sejumlah pasien di rumah sakit dengan jumlah staf
keperawatan dan fasilitas yang ada. Untuk diperlukan pembagian tugas, kerja
sama, dan koordinasi sehingga semua pasien mendapatkan pelayanan yang
optimal. Oleh karena itu menejer keperawatan perlu menetapkan kerangka
kerja, yaitu dengan cara: mengelompokan atau membuat jadwal staf dan
membagi kegitan yang harus dilakukan, menentukan jalinan hubungan kerja
antara tenaga dan menciptakan hubungan antara kepala-staf melalui
penugasan,delegasi dan wewenang.
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk
melaksanakan masing- masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu
kegiatan hingga tercapai hasil yang optimal dengan mempertimbangkan
keterbatasan-keterbatasan yang ada.(Husen, 2008).
Penjadwalan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai hal yang cukup
penting untuk diperhatikan karena memiliki karakteristik yang spesifik dan
kompleks, antara lain kebutuhan karyawan yang berfluktasi, tenaga kerja
yang tidak bisa disimpan, dan faktor kenyamanan pelanggan.

1
2

Masalah penjadwalan karyawan banyak dijumpai pada industri jasa,


salah satunya dirumah sakit.Sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit bahwa salah
satu tujuan penyelenggaraan rumah sakit adalah meningkatkan mutu dan
mempertahankan standar pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan mutu
dan standar itu, rumah sakit diharuskan memiliki sistem penjadwalan yang
berkualitas dikarenakan padatnya sistem pelayanan yang ada di dalamnya.
Salah satu penjadwalan yang harus diperhatikan adalah penjadwalan perawat.
Baik atau tidaknya sistem pelayanan yang ada di rumah sakit dapat
ditentukan oleh sistem penjadwalan perawat yang ada.
Pada umumnya, penjadwalan perawat di Indonesia diklasifikasikan
dalam sistem penjadwalan dinas jaga atau shift, yaitu dinas jaga pagi, dinas
jaga sore dan dinas jaga malam. Namun bagi sebagian perawat, tuntutan
untuk bekerja di malam hari, liburan dan akhir pekan sering menimbulkan
stres dan frustasi. Penjadwalan yang kaku adalah kontributor utama terhadap
ketidakpuasan kerja di pihak perawat. Jika perawat tidak dapat memberikan
saran terhadap jadwal kerja, semangat para perawat dapat berkurang.
Perasaan tidak berdaya ini berperan dalam meningkatkan rasa amarah di
kalangan perawat profesional. Oleh karena itu, penjadwalan merupakan
faktor yang penting dalam menentukan ketidakpuasan kerja atau kepuasan
kerja. Manajer sebagai orang yang bertanggung jawab untuk menyusun
jadwal kerja sebaiknya secara berkala melakukan evaluasi kepuasan pegawai
terhadap sistem penjadwalan yang sedang berlaku. Dengan membantu
pegawai yang merasa mempunyai kendala terhadap penjadwalan dinas jaga,
manajer dapat memperbaiki kepuasan kerja pegawai.(Bessie, at al, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian penjadwalan staf ?
2. Apa saja model penjadwalan staf ?
3. Bagaimana prinsip penjadwalan staf ?
3

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penjadwalan staf keperawatan?


5. Bagaimana tupoksi perawat dalam implementasi praktik keperawatan
profesional ?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang penjadwalan staf
keperawatan.

1.4 Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, berikut manfaat penulisan makalah ini :
1. Untuk mengetahui pengertian penjadwalan staf.
2. Untuk mengetahui model penjadwalan staf.
3. Untuk mengetahui prinsip penjadwalan staf.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penjadwalan staf
keperawatan.
5. Untuk mengetahui tupoksi perawat dalam implementasi praktik
keperawatan profesional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penjadwalan Staf


Staffing dan scheduling adalah fase ketiga dalam proses managemen.
Pola staffing dan kebijakan scheduling terkait langsung dengan fase
manajemen yaitu: planning dan organizing. Staffing dilakukan melalui
seorang manager keperawatan dengan merekrut, menyeleksi,
mengorientasikan, dan mempromosikan pengembangan personil. Sedangkan
scheduling adalah penjadwalan kerja staff perawat berdasarkan shift kerja
Robins (2007).
Penjadwalan staf adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk
melaksanakan masing- masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu
kegiatan hingga tercapai hasil yang optimal dengan mempertimbangkan
keterbatasan-keterbatasan yang ada.(Husen, 2008).
Penentuan pola dinas dan libur untuk karyawan pada suatu bangsal atau
unit tertentu. Pertimbangan pimpinan dalam penjadwalan:
a. Berapa lama jadwal disiapkan
b. Hari apa kalender penjadwalan dimulai
c. Hari libur/ mingguan dapat dipecah/ beruntun
d. Waktu kerja maksimum dan minimum
e. Berapa lama waktu untuk mengajukan libur mingguan/ cuti.

2.2 Model Penjadwalan Staf


a. Penjadwalan Sentralisasi
Penjadwalan sentralisasi biasanya dilakukan oleh kepala bidang
keperawatan. Pada jenis ini, peran manajer terbatas pada melakukan
penyesuaian kecil dan memberikan masukan (Marquis & Huston, 2012).
Manajer dituntut untuk memegang tanggung jawab utama untuk melihat
ketersediaan tenaga yang memadai untuk memenuhi kekurangan tenaga.
Penjadwalan yang terpusat mendukung untuk akses pasien yang lebih baik,

4
5

komunikasi profesional, dukungan sosial dan meningkatkan kepuasan


kerja (Parker et al., 2012).
Kelemahan untuk penjadwalan sentralisasi adalah terbatasnya
pengetahuan koordinator terhadap perubahan ketajaman kebutuhan pasien
atau kegiatan yang berhubungan dengan pasien lainnya pada unit (Yoder-
Wise, 2014), tidak dapat mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan
khusus pegawai (Hariyati, 2014).
Marquis menyebutkan bahwa penjadwalan sentralisasi tidak
memberikan banyak fleksibelitas untuk pegawai.
b. Penjadwalan Desentralisasi
Penjadwalan desentralisasi adalah proses manajemen penjadwalan dinas
yang dilakukan oleh manajer unit sebagai penanggung jawab utama.
Manajer unit bertanggung jawab untuk membuat semua penjadwalan,
absensi, mengurangi staf selama periode jumlah atau akuitas pasien
menurun, jadwal bulanan unit dan menyiapkan libur besar (Marquis &
Huston, 2012 )
Keuntungan desentralisasi adalah manajer unit memahami kebutuhan
unit dan staf secara cermat sehingga dapat mempercepat proses
pengambilan keputusan mengenai ketenagaan, akuntabilitas untuk
mengirimkan jadwal sejalan dengan dibuatnya rencana kepegawaian dan
produktivitas unit sejalan dengan anggaran personil sehingga insentif
untuk mengelola jadwal lebih kuat (Marquis & Huston, 2012; Yoder-Wise,
2014).
Penjadwalan desentralisasi memberikan kemudahan staf untuk mampu
mengendalikan lingkungan kerja, peningkatan otonomi perawat dalam
penjadwalan dan fleksibelitas (Marquis & Huston, 2012; Wright & Mahar,
2013).
Aspek negatif dari penjadwalan desentralisasi ini berkaitan dengan
ketidakmampuan setiap individu perawat manajer untuk mengetahui
gambaran besar yang berhubungan dengan kepegawaian di seluruh unit
perawatan multiple pasien dan permintaan khusus yang lebih banyak
seperti cuti.
6

2.3 Prinsip Penjadwalan Staf


a. Keseimbangan kebutuhan tenaga dan pekerjaan serta rekreasi
b. Siklus penjadwalan serta jam kerja adil antar staf
c. Semua karyawan ditugaskan sesuai siklus
d. penyimpangan dilakukan melalui surat permohonan
e. Jumlah tenaga serta komposisi cukup untuk unit atau shift

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


a. Faktor Regulasi
Faktor regulasi mengacu kepada peraturan yang berlaku di suatu
negara. Menurut NHS, kebijakan menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi penjadwalan dinas (NHS, 2016). Pada tahun 2011, 16
negara mengatur perawat wajib lembur atau total jam perawat bisa bekerja
(ANA, 2011). Hukum yang mengatur wajib lembur melarang fasilitas
perawatan kesehatan yang membutuhkan karyawan untuk mempekerjakan
lebih dari jam kerja teratur yang telah dijadwalkan, kecuali ada kejadian
luar biasa /bencana yang membutuhkan banyak tenaga. Sebaliknya, ketika
hukum negara mengatur total jam kerja, perawat hanya dapat bekerja pada
jam-jam tertentu dalam spesifik periode waktu (misalnya, tidak lebih dari
12 jam dalam 24 periode jam) (Bae et al., 2013).
Hal ini juga berlaku di Indonesia yang mengatur jumlah jam bekerja
untuk tenaga perawat. Berdasarkan UU ASN, pegawai PNS harus bekerja
secara efektif 37,5 jam per minggu (Undang-Undang RI No.5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, 2014). Sedangkan menurut UU
ketenagakerjaan menyebutkan dalam pasal 77 ayat 1 bahwa tenaga kerja
bekerja dalam 1 minggu sebanyak 40 jam (Undang-Undang RI No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, 2003). Namun kebijakan setiap
rumah sakit masih berbeda-beda dalam menyikapi tentang kebijakan jam
yang telah ditentukan oleh kedua kebijakan.
Selain itu, regulasi atau peraturan yang berlaku di pemerintahan atau
kebijakan yang dibuat oleh rumah sakit juga membuat kendala dalam
manajemen penjadwalan (Mutingi & Mbohwa, 2015). Rumah sakit juga
perlu membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan penjadwalan
dinas yang tepat seperti kebijakan napping, kebijakan request dinas,
kebijakan tentang imbalan dan kebijakan lainnya. Kebijakan ini
dituangkan kedalam bentuk panduan dan atau standar prosedur operasional
7

(SPO) (NHS, 2016). Hal ini perlu dipahami oleh seorang manajer sebelum
melakukan perencanaan dan pembuatan jadwal dinas.
b. Faktor organisasi
Faktor organisasi merujuk ke kondisi rumah sakit tempat bekerja
meliputi kondisi pekerjaan, kepemimpinan, budaya organisasi dan adanya
imbalan atau insentif sehingga dapat mempengaruhi penjadwalan dinas
perawat. Beberapa faktor dapat menyebabkan permintaan untuk jam kerja
tambahan kepada perawat sehingga akan merubah penjadwalan yang telah
dibuat, seperti karyawan di rumah sakit pendidikan, jenis tertentu dari unit
keperawatan, tingginya rasio pasien daripada perawat, fluktuasi luas dalam
sensus pasien, dan kronis understaffing.
Karena beban kerja yang berlebihan mungkin perawat di rumah sakit
pendidikan mungkin mengalami perubahan jadwal (Bae et al., 2013).
Selain itu, unit perawatan intensif (ICU) dan darurat departemen mungkin
lebih mungkin mengalami fluktuasi dalam kondisi sensus pasien daripada
jenis lain dari unit keperawatan, sehingga membutuhkan perawat yang
banyak (Golden & Wiens Tuers, 2005).
Kekurangan perawat menjadi faktor yang bermasalah dalam
manajemen penjadwalan dinas. Jumlah tenaga yang kurang akan
berdampak kepada pelayanan yang diberikan. Tenaga yang kurang juga
akan berdampak kepada kondisi perawat sehingga beban kerja perawat
meningkat (Mutingi & Mbohwa, 2015). Hal ini dilakukan agar tidak
adanya absensi dari perawat.
Desain pekerjaan yang menyebabkan beban kerja yang berlebihan,
atau peningkatan rasio pasien ke perawat, perawat mungkin diminta untuk
bekerja lebih lama. Permintaan manajer untuk mempekerjakan perawat
lebih lama akan merubah penjadwalan yang telah ada (Bae et al., 2013).
Permintaan akan layanan berkualitas mengharuskan perawat untuk
bekerja tanpa istirahat. Hal ini dipertegas oleh penelitian Witkoski &
Dickson (2010) yang menjelaskan bahwa perawat bekerja berjam-jam
dengan sedikit istirahat atau makan, dan tidak memiliki cukup waktu
untuk beristirahat saat bekerja untuk memberikan pelayanan.
8

Faktor kepemimpinan dan manajemen berhubungan dengan pengambil


keputusan yang menentukan tujuan dari penjadwalan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas. Manajemen menetapkan kriteria aspirasi
minimum untuk solusi daftar / jadwal dinas yang mana pelaksanaan
manajemen penjadwalan ini dilakukan oleh seorang manajer (Mutingi &
Mbohwa, 2015, NHS, 2016). Hal ini juga dipertegas oleh penelitian
lainnya bahwa manajer yang mempunyai kepemimpinan yang baik
menurunkan konflik antar perawat (Drake, 2014).
Manajer berperan penting dalam pengaturan pola penjadwalan dan
Ketenagaan agar tidak mengalami masalah. Pentingnya kualitas dari
seorang manajer dalam mengatur penjadwalan dilihat dari karakteristik
kepemimpinan dirinya seperti kekuatan (power) untuk mengarahkan
perawat, berani mengambil risiko dan kemampuan negosiasi dalam
berdiskusi untuk memutuskan penjadwalan yang berkeadilan (Mwiya,
2008).
Manajer yang baik akan berupaya untuk memulai dari proses
perencanaan yang tepat sampai dengan evaluasi berkelanjutan dalam kurun
waktu beberapa bulan diakhir pelaksanaan jadwal dinas (Bagheri,
Gholinejad Devin, & Izanloo, 2016; Marquis & Huston, 2012).
c. Faktor Perawat
Penelitian Bae et al. (2013) menyebutkan bahwa faktor pribadi perawat
menjadi persoalan dalam mempengaruhi penjadwalan. Faktor pribadi
perawat yang bisa mempengaruhi penjadwalan dinas meliputi status
keluarga, status kesehatan dan sifat-sifat pribadi (misalnya komitmen
terhadap organisasi). Status kesehatan perawat dapat mempengaruhi
kemampuan perawat dalam pembagian shift kerja khususnya untuk bekerja
on-call (Bae et al., 2013). Selain itu, perawat muda dengan status belum
menikah bisa bekerja tanpa kendala waktu dibandingkan dengan perawat
yang sudah menikah dan mempunyai anak.
Perawat senior atau tua cenderung memiliki anak di rumah sehingga
permintaan jadwal dinas akan berbeda. Penelitian lainnya bahwa ego dari
senior (senioritas) dalam penjadwalan dinas perawat juga masih ada
9

sehingga senior mempunyai perlakuan khusus untuk menentukan jadwal


yang fleksibel (Van Den Bergh, De Bruecker, Demeulemeester, & De
Boeck, 2013).
Faktor-faktor pribadi lainnya yang berpotensi terkait dengan
penjadwalan dinas adalah komitmen terhadap organisasi (NHS, 2016).
Komitmen dibuktikan dengan adanya kekuatan sikap untuk membuktikan
kesetian kepada organisasi (Bae et al., 2013). Perawat yang lebih
berkomitmen untuk posisi dan organisasi mungkin lebih cenderung untuk
fleksibel dalam penjadwalan dinas karena perawat dengan komitmen
tinggi memberikan loyalitas untuk pelayanan di rumah sakit.
d. Faktor pasien
Pasien merupakan fokus utama dari pelayanan keperawatan. Faktor
berpusat pada pasien berhubungan permintaan pasien seperti perawatan
pasien dan harapan pasien yang menentukan tingkat layanan yang
diperlukan (NHS, 2016). Sebuah kepuasan minimum tingkat pelayanan
harus dipenuhi sesuai dengan daftar jadwal dinas dalam permintaan
pelayanan yang dinamis. Permintaan dari pasien yang banyak membuat
kebutuhan tenaga meningkat. Penjadwalan yang seharusnya dibuat bisa
berubah karena dampak dari banyaknya pasien yang masuk di ruangan
atau unit tersebut (Mutingi & Mbohwa, 2015).
Preferensi pasien akan harapan mendapatkan kepuasan dari pelayanan
juga memberikan kontribusi dalam mempengaruhi penjadwalan dinas.
Pasien mengharapkan staf perawat yang disukai pasien untuk hadir saat
dibutuhkan (Yoder-Wise, 2014). Preferensi pasien atas kualitas yang
diharapkan pelayanan, perawatan waktu pelayanan, dan pilihan pribadi
lainnya seharusnya menjadi pertimbangan dalam pembuatan jadwal dinas
oleh manajer.
10

2.5 Tupoksi perawat dalam implementasi praktik keperawatan professional


Peran perawat :
a. Care Giver
Perawat harus :
1) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien,
perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan
significant dari klien.
2) Perawat menggunakan Nursing Process untuk mengidentifikasi
diagnosa keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai
masalah-nasalah psikologis
3) Peran utamanya adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosa
masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai yang kompleks.
b. Client Advocate
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang
diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya.
Selain itu perawat harus mempertahankan dan melindungi hak-hak
klien. Hal ini harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat
adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, oleh
karena itu perawat harus membela hak-hak klien.
c. Conselor
1) Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2) Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan “Dasar” dalam
merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3) Konseling diberikan kepada idividu/keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
11

4) Pemecahan masalah difokuskan pada : masalah keperawatan,


mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).
d. Educator
1) Tugas perawat adalah membantu klien mempertinggi pengetahuan
dalam upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi
dan tindakan yang spesifik.
2) Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam NCP.
e. Coordinator
Peran perawat adalah mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan
pelayanan dari semua anggota team kesehatan. Karena klien menerima
pelayanan dari banyak profesioanl, misal; pemenuhan nutrisi. Aspek yang
harus diperhatikan adalah; jenisnya, jumlah, komposisi, persiapan,
pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi, dedukasi dan
sebagainya.
f. Collaborator
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain
berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang dipelukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan keterampilan dari bebagai profesional
pemberi pelayanan kesehatan.
g. Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan
peran ini dapat dikatakan perawatan adalah sumber informasi ang berkaitan
dengan kondisi spesifik klien.
h. Change Agent
Element ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara pemberian
keperawatan kepada klien.
12

Sedangkan fungsi perawat dalam melaksanakannya ada tiga yaitu :


1) Fungsi independent
Dimana perawat melaksanakan peranya secara mandiri, tidak
tergantung pada orang lain. Perawat harus dapat memberikan bantuan
terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinnya kebutuhan
dasar manusia (bio-psiko-sosial/kultural dan spiritual), mulai dari
tingkat individu utuh, mencakup seluruh siklus kehidupan sampai pada
tingkat masyarakat yang juga tercermin pada tidak terpenuhinnya
kebutuhan dasar pada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler.
Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan
perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan
keputusan tindakannya.
2) Fungsi Dependent
Kegiatan ini dilaksanakan atas pesan atau intruksi dari orang lain
3) Fungsi Interdependent
Fungsi in berupa “kerja tim” yang bersifat saling ketergantungan baik
dalam keperawatan maupun kesehatan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di


Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin
Kepuasan pasien selama dirawat di suatu rumah sakit masih dalam kategori
rendah. Rendahnya kepuasan pasien tersebut dipengaruhi beberapa faktor yang
salah satunya adalah penjadwalan dinas perawat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan penjadwalan dinas perawat dengan tingkat kepuasan pasien
di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin. Desain penelitian ini menggunakan
korelasional dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel
accidental sampling. Responden penelitian berjumlah 92 orang. Waktu penelitian
bulan Desember 2017 dan alat ukur yang digunakan berupa kuesioner. Hasil
penelitian menunjukan bahwa gambaran penjadwalan dinas perawat rata-rata
sebesar 37,29 mengarah ke rentang tinggi dan gambaran tingkat kepuasan pasien
rata-rata sebesar 64,73 mengarah ke rentang rendah. Hasil analisis didapatkan
adanya hubungan yang positif antara penjadwalan dinas perawat yang
dipersepsikan pasien dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD
Ulin Banjarmasin. (P Value= 0,000). Saran penelitian ini diharapkan untuk kepala
ruangan dan perawat agar bekerjasama dalam menentukan penjadwalan dinas
yang baik dengan arahan manajer demi terciptanya pelayanan yang optimal untuk
kepuasan pasien.
Tabel 5. Hubungan penjadwalan dinas perawat dengan tingkat kepuasan pasien di
ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin (n=92)
Komponen variable P Koefisien
Value Korelasi (r)
Penjadwalan Dinas Perawat 0,000 0,433
Tingkat Kepuasan Pasien

13
14

Penjadwalan dinas perawat dan tingkat kepuasan pasien mempunyai koefisien


korelasi dengan tingkat keeratan yang sedang yaitu dengan nilai 0,433, nilai
korelasi ini bersifat positif hal ini berarti apabila semakin tinggi penjadwalan
dinas perawat yang dipersepsikan oleh pasien maka kepuasan pasien akan
semakin tinggi. Penelitian yang serupa dilakukan oleh Stimpfel (2012)
menunjukan hasil ada hubungan signifikan antara panjang shitf kerja perawat
dengan kepuasan pasien terutama pada jumlah perawat yang banyak bekerja
dalam rentang 8-9 jam atau 10-11 jam akan berdampak menurunnya
ketidakpuasan pasien dibandingkan perawat yang berkerja dalam waktu lebih
lama yaitu 12-13 jam atau lebih dari 13 jam per hari. Berdasarkan hasil penelitian
Brunt (2014) sebesar 2,55% pasien mungkin akan merasa sangat puas dan 1,29%
cenderung tidak puas dengan tersedianya pelayanan medis pada malam hari atau
hari libur. Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Kitapci (2014) yang
menunjukkan bahwa responsiveness, assurance, dan tangibility memiliki
pengaruh yang signifikan pada kepuasan pasien dan memiliki hubungan positif.
Penjadwalan perawat adalah hal sangat penting karena adanya hubungan antara
tingkat keterampilan dan skill yang sesuai perawat pada kualitas perawatan
pasien. Perubahan jadwal perawat yang tidak tepat dinilai berpotensi
menimbulkan konsekuensi negatif jika dalam keadaan darurat pasien memburuk
dan semangat kerja staf yang menurun. shift kerja pagi dan malam merupakan
shift kerja yang paling melelahkan. Penjadwalan dinas yang seharusnya sudah
ditentukan dapat berubah dikarenakan banyaknya pasien yang masuk ke suatu
rumah sakit, hal ini dapat mempengaruhi rotasi penjadwalan dinas yang
menimbulkan pelayanan tidak maksimal. Perencanaan ulang penjadwalan perawat
dengan berbasis unit menunjukkan dapat mengurangi kelelahan pada perawat dan
meningkatkan kepuasan pasien. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan
penelitian yang dilakukan Suryani (2014) yang mendapatkan bahwa kualitas
layanan sangat berpengaruh signifikan pada kepuasan pasien rawat inap dirumah
sakit Umum Pirngadi Medan, koefisien variabel tersebut bernilai positif yang
bermakna semakin tinggi kualitas pelayanan maka semakin tinggi juga kepuasan
pasien. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang Agung (2016) di ruang rawat
inap rumah sakit umum wisata UIT makassar
menyatakan bahwa antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien memiliki
hubungan yang bermakna dengan nilai koefisien korelasi 0,410. Kemudian antara
fasilitas dengan kepuasan pasien juga memliki hubungan yang signifikan dan
memliki arah hubungan yang positif dengan nilai signifikan 0,004.
13
14

13
14

BAB IV
PRMBAHASAN

Karakteristik responden
Tabel 1. Distribusi responden menurut usia (n=92)
Variabe Mean SD Min-
l Max
Usia 43,48 9,69 19-
60

Tabel 1 menjelaskan tentang distribusi responden menurut usia ratarata responden


yaitu sebesar 43,48 tahun dengan usia paling muda yakni 19 tahun dan usia yang
tertua yaitu 60 tahun. Umumnya manusia akan mengalami perubahan dan
penurunan fungsi tubuh pada usia ≥30 tahun. (9). Hal ini sesuai dengan riset
kesehatan dasar yang menyebutkan semakin tua usia seseorang maka akan
semakin rentan risiko terjadinya suatu penyakit sehingga menyebabkan
kebanyakan pasien dirawat di suatu rumah sakit berusia di atas 30 tahun (10).
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
biaya (n=92)
Karakteristik
Frekuensi Presentase
Responden
Jenis kelamin
Laki – laki 28 30,4%
Perempuan 64 69,6%
Total 92 100%
Tingkat Pendidikan
SD 43 46,7%
SMP 24 26,1%
SMA 24 26,1%
S1 0 0%
S2 0 0%
Lain- lain 1 1,1%
Total 92 100%
Biaya
BPJS 91 98,9%
Asuransi lain 0 0%
Biaya mandiri 1 1,1%
Total 92 100%

13
14

Tabel 2 menjelaskan tentang distribusi responden berdasarkan jenis kelamin,


tingkat pendidikan, dan biaya. Untuk jenis kelamin pada penelitian ini lebih
banyak yang berjenis kelamin perempuan yang berjumlah yaitu 64
orang (69,6%) sedangkan laki-laki hanya 28 orang (30,4%). Hal ini diakibatkan
banyaknya populasi perempuan saat ini dan laki-laki lebih aktif dibandingkan
perempuan dalam kegiatan olahraga sehingga penyakit lebih rentan terpapar pada
jenis kelamin perempuan. Pada penelitian ini responden yang berpendidikan SD
lebih banyak dibandingkan tingkat pendidikan lainnya yaitu sebanyak 43 orang
(46,7%) dengan tingkat pendidikan terendah ada pada pasien yang berpendidikan
sarjana 1 dan 2 yaitu sebesar 0%. tidak bekerja berjumlah 20 orang (42,6%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Putra menunjukan bahwa tingkat
pendidikan SD lebih banyak dari jenis tingkat pendidikan lainnya yaitu sebesar
30,3% (11). Penelitian ini juga dikuatkan dari penelitian Yuniarti yang
menunjukan responden dengan pendidikan SD lebih banyak dirawat di rumah
sakit yaitu sebesar 36,0% (12). Tingkat pendidikan dapat memengaruhi kepuasan
pasien di mana orang yang berpendidikan tinggi cenderung akan lebih kritis
dalam berpikir dan menerima informasi sehingga orang dengan pendidikan tinggi
biasanya memiliki ketidakpuasan tinggi terhadap pelayanan di rumah sakit.
Berdasarkan pembiayaan selama proses perawatan di rumah sakit pada penelitian
ini lebih banyak responden yang menggunakan jenis pembiayaan BPJS yaitu
sebanyak 91 orang (98,9%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Kartikasari yang
menyebutkan biaya pasien selama perawatan sebagian besar dengan pembiayaan
BPJS yaitu sebesar 55 responden (45,5%) (13). Hal ini diperkuat oleh penelitian
Firmansyah yang menjelaskan bahwa pembiayaan pasien di rumah sakit dr.
Soebandi Jember mayoritas menggunkan JKN sebanyak 69 orang (73,60%) dari
total 94 responden yang mengikuti penelitian tersebut (14). Tingginya pasien yang
menggunakan pembiayaan BPJS dipengaruhi faktor-faktor lain dan juga
dikarenakan sebagian besar pasien pada ruang rawat inap kelas III RSUD Ulin
Banjarmasin yang mengikuti penelitian ini mungkin adalah pasien yang memiliki
status ekonomi menengah ke bawah.
Kepuasan Pasien

13
14

Tabel 3. Nilai rata-rata kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin (n=92)
Variabel Mean SD Min-
Max
Tingkat 64,73 5,96 51-
Kepuasa 79
n Pasien

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata perilaku tingkat kepuasan pasien adalah
sebesar 64,73 (68,13% dari total skor) dengan nilai maksimum adalah 79 dan nilai
minimum adalah 51. Hasil ini membuktikan bahwa tingkat kepuasan pasien masih
rendah jika dibandingkan dengan standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu
harus diatas 90% (2). Ketidakpuasan pasien paling tinggi pada pertanyaan
keleluasaan yang diberikan perawat kepada pasien yaitu sebesar 0% dan dapat
dikatakan cukup puas untuk tingkat kepuasan pasien dalam penelitian ini. Pada
pertanyaan perlakuan perawat mendapatkan persentase persepsi pasien yang
hampir tidak puas sebanyak 12 orang (13%) ini dipandang melalui aspek
empathy. Sedangkan pada pertanyaan perawat selalu ada saat dibutuhkan
persentase persepsi pasien yang hampir tidak puas sebanyak 7 orang (7,6%) ini
dipandang melalui aspek responsiveness. Peneliti berasumsi perlakuan perawat
yang dipersepsikan pasien hampir tidak puas dikarenakan perawat terburu-buru
melayani mengingat perlunya perawatan terhadap pasien yang lain sehingga
perlakuan perawat kadang tidak menunjukan rasa empati terhadap pasien. Peneliti
beranggapan perawat ada saat dibutuhkan
dipersepsikan pasien hampir tidak puas karena pada saat pasien membutuhkan
kebanyakan perawat mungkin dalam keadaan memberikan pelayanan keperawatan
terhadap pasien lain yang lebih diprioritaskan dari segi keperarahan penyakit.
Hasil penelitian Siti (2015) sesuai dengan penelitian ini yang menyebutkan lebih
banyak responden yang mempersepsikan empati perawat tidak baik dan empati
yang dilakukan perawat kepada pasien membuat perasaan pasien tidak puas
dibandingkan pasien yang merasa puas. Hasil ini juga dipertegas dengan
penelitian oleh Wira (2014) mendapatkan hasil bahwa dari 111 sampel
ketanggapan perawat tidak baik dipersepsikan pasien sebanyak 64 orang dan

13
14

pasien merasa tidak puas atas ketangggapan perawat selama proses perawatan di
rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang hampir serupa dilakukan oleh Tiara
(2013) mengemukakan bahwa bahwa dari 99 responden 44 mayoritas perasaan
pasien hanya merasa cukup puas dan kurang puas pada saat proses perawatan
(15). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2014) yang
menyebutkan bahwa dari seluruh responden, bahwa didominasi dengan kepuasan
pasien sedang atau cukup yaitu sebanyak 19 responden sedangkan responden yang
kepuasannya rendah sebanyak 18 responden (16).

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Menurut Aydelotte dalam Swanburg 2000, mengatakan “Metodologi
pengaturan staf keperawatan harus merupakan proses yang teratur, sistematis,
berdasarkan rasional, diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada
standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi
tertentu. Hasil akhir adalah perkiraan bentuk dan jumlah staf yang diperlukan
untuk memberikan perawatan pada pasien.
Proses pengaturan staf bersifat kompleks. Komponen proses pengaturan
staf ini adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staf, penguasaan
rencana pengaturan staf, rencana penjadwalan, dan sistem informasi
manajemen keperawatan (SIMK).
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk
melaksanakan masing- masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu
kegiatan hingga tercapai hasil yang optimal dengan mempertimbangkan
keterbatasan-keterbatasan yang ada.(Husen, 2008).
5.2 Saran
Diharapkan kepada setiap mahasiswa ilmu keperawatan dan bagi setiap
yang membaca makalah ini dapat mengerti serta memahami tentang
pengaturan dan penjadwalan staf dan menerapkan nya disetiap memeberikan
pelayanan di Rumah Sakit.

24
DAFTAR PUSTAKA

Huston, J, Carol & Marquis L Bessie. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan Teori dan Aplikasi, edisi 4. Jakarta: EGC
Swanburg, R. C. 2000. Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan
Untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC
Gruendemann, B.J & B. Fernsebner. 2006. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif,
Vol.1 Prinsip. Jakarta:Anggota IKAPI.
Hillier, F. S. & G. J. Lieberman. 2001. Introduction to Operations Research (7th
ed.). New York: McGraw-Hill.
Jenal, R., W. R. Ismail, L. C. Yeun, & A. Oughalime. 2011. A Cyclical Nurse
Schedule Using Goal Programming. ITB Jounal of Science, 43A (3) 151-
164, ISSN: 1978-3043. Tersedia di http://journal.itb.ac.id/ [diakses 13-6-
2013].
Kuntoro, A. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Mulia
Medika. LINDO System Inc. 2013. LINGO The Modelling Language and
Optimizer. Illionis: LINDO System Inc.
Mulyono, S. 2002. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Pati, R.K, P. Vrat, & P. Kumar. 2006. A Goal Programming Model For Paper
Recycling System. The International Journal of Management Science,
405-417. Tersedia di http://sciencedirect.com/ [diakses 6-3- 2014].
Siswanto. 2007. Operation Research Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai