Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK GAGAL GINJAL AKUT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1


Dengan dosen pembimbing Ibu Dra. Nurul Puji., S.Kep.Ns. M.Kep

Oleh:
Kelompok 11

1. Dwi Ajeng Setyoningrum (P17220181009)


2. Amalia Rizki Wasilah (P17220181013)
3. Firdha Ayu Silvyagandi (P17220182021)
4. Dea Rahmatika Salsabila (P17220183043)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2019

i
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK GAGAL GINJAL AKUT

Disususn untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1


Dengan dosen pembimbing Ibu Dra. Nurul Puji., S.Kep.Ns. M.Kep

Oleh:
Kelompok 11

1. Dwi Ajeng Setyoningrum (P17220181009)


2. Amalia Rizki Wasilah (P17220181013)
3. Firdha Ayu Silvyagandi (P17220182021)
4. Dea Rahmatika Salsabila (P17220183043)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal
06 November 2019.

Pembimbing

Dra. Nurul Puji., S.Kep.Ns.M.Kep


NIP.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan
makalah dan askep Keperawatan Anak dengan judul “Makalah keperawatan anak
1 Asuhan keperawatan anak Gagal Ginjal Akut”.
Penyusunan makalah dan sap semaksimal mungkin kami upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini. 
Dengan adanya tugas ini semoga para mahasiswa dapat memahami
tentangMakalah keperawatan anak 1 Asuhan keperawatan gagal ginjal akut dan
dapat menjadikan kerangka pikir dalam mengambil suatu keputusan pembelajaran
maupun pemecahan masalah.
Penulis menyadari bahwa makalah dan sap ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun guna menyempurnakan makalah dan sap ini agar lebih baik.
Kami sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya. 

Lawang, 1 November 2019

Penulis

iii
3

DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................................i
Lembar Pengesahan......................................................................................................ii
Kata Pengantar.............................................................................................................iii
Daftar Isi......................................................................................................................iv
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan penulisan..................................................................................................
1.3 Manfaat penulisan................................................................................................

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Pengertian Gagal Ginjal Akut..............................................................................
2.2 Etiologi/penyebab Gagal Ginjal Akut..................................................................
2.3 Tanda dan Gejala Klinis Gagal Ginjal Akut........................................................
2.4 Patofisiologi (narasi dan bagan) Gagal Ginjal Akut............................................
2.5 Komplikasi Gagal Ginjal Akut.............................................................................
2.6 Prognosis Gagal Ginjal Akut...............................................................................
2.7 Pemeriksaan penunjang Gagal Ginjal Akut.........................................................
2.8 Penatalaksanaan medis (terapi) Gagal Ginjal Akut..............................................
2.9 Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut.............................................................
2.9.1 Pengkajian..................................................................................................
2.9.2 Diagnosa keperawatan...............................................................................
2.9.3 Rencana tindakan keperawatan..................................................................

BAB III Simpulan Dan Saran


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................

Daftar Pustaka.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ tubuh yang memiliki peranan penting dalam
mengatur volume dan komposisi cairan tubuh, mengeluarkan banyak obat-
obatan dan produk-produk limbah dari proses metabolisme sehingga rentan
terhadap efek samping obat. Ginjal yang mengalami penurunan fungsi
menyebabkan akumulasi obat dan metabolit aktif, dan terkadang dapat
menyebabkan nefrotoksisitas. Berdasarkan beberapa peranan penting ginjal
tersebut, perhatian yang besar menyangkut pemilihan dan penyesuaian dosis
obat sangat diperlukan agar fungsi ginjal tetap baik (Brater, 2000). Sebagian
besar obat yang larut dalam air akan dikeluarkan dalam bentuk utuh dengan
jumlah tertentu melalui ginjal, sehingga butuh penyesuaian dosis yang cermat
apabila obat diresepkan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal terutama
untuk obat-obat yang memiliki indeks terapi sempit (Bauer, 2006). Pada tahun
2013, 0,2% penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronis. Jika
jumlah penduduk pada tahun itu sebesar 252.124.458 jiwa, maka terdapat
504.248 jiwa penderita gagal ginjal kronis (Kementrian Kesehatan RI, 2013)
Soetikno et al., (2009) mengatakan dalam penelitiannya bahwa untuk
mengetahui ketepatan penyesuaian dosis dan ketepatan pemilihan obat pada
pasien dengan gangguan ginjal di ruang rawat inap di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2007, dari 43 pasien sebagai subjek penelitian,
didapatkan pemakaian obat sebanyak 385 jenis, 164 jenis di antaranya
mempunyai jalur ekskresi utama di ginjal atau bersifat nefrotoksik. Dari 164
jenis obat tersebut, penyesuaian dosis dilakukan dengan tepat pada 142 jenis
obat (86,5%), sedangkan penyesuaian dosis yang tidak tepat pada 22 jenis
obat (13,5%). Terdapat 1 pemakaian obat yang merupakan kontraindikasi, dan
15,1% berpotensi mengalami interaksi. Mulyani (2005) mengatakan bahwa
penelitian yang dilakukan di bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin
Bandungperiode Februari - April 2005 menunjukkan masih terdapat 50,39%
dosis yang tidak sesuai (berlebih) yang diterima pasien gagal ginjal.
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan adalah :
 Tujuan Umum :
Mengetahui dan Memahami konsep dari Gagal Ginjal Akut dan
Asuhan keperawatan pada anak dengan Gagal Ginjal Akut
 Tujuan Khusus :
1. Mengetahui pengertian gagal ginjal akut
2. Mengetahui etiologi/penyebab gagal ginjal akut
3. Mengetahui tanda dan gejala klinis gagal ginjal akut
4. Mengetahui patofisiologi gagal ginjal akut
5. Mengetahui komplikasi gagal ginjal akut
6. Mengetahui prognosis gagal ginjal akut
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang gagal ginjal akut
8. Mengetahui penatalaksanaan medis (terapi) gagal ginjal akut
9. Mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal akut
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Dapat memebrikan informasi dalam bidang keperawatan anak tentang
asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem perkemihan (Gagal
Ginjal Akut).
2. Manfaat praktis
a. Bagi instansi akademik
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan anak gagal ginjal akut
b. Bagi penulis
Sebagai sarana atau alat memperoleh pengetahuan bidang sistem
perkemihan
c. Bagi pembaca
Sarana untuk menambah pengetahuan tentang penyakit gagal ginjal
akut
27

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Ginjal Akut


Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut hilus renalis, yang di
dalamnya 3 terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat
ginjal yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf (Purnomo,
2011). Fungsi yang diperankan ginjal sangat penting untuk kehidupan
manusia, yaitu menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari
darah, mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang
selanjutnya akan dikeluarkan melalui urin. Fungsi tersebut antara lain
mengontrol sekresi hormone aldosteron dan ADH (Anti Diuretic Hormone)
yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme
ion kalsium dan vitamin D, serta menghasilkan beberapa hormon yaitu
eritropoetin yang mempunyai peran dalam pembentukan eritrosit, renin yang
mempunyai peran dalam mengatur tekanan darah, dan hormon prostaglandin
yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo, 2011).
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible (Rahardjo et al., 2006).
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba
danpenurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat
menurun secara tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini
mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin, dan bahan lain.
Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat kematian
pasien tinggi (Kenward & Tan, 2003).
Gagal ginjal kronis ditandai dengan berkurangnya fungsi ginjal secara
perlahan, berkelanjutan, tersembunyi, dan bersifat irreversibel (Schonder,
2008).
2.2 Etiologi/ penyebab Gagal Ginjal Akut
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni
1. penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
2. penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%);
3. penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari
tempat terjadinya AKI.
2.3 Tanda dan Gejala Klinis Gagal Ginjal Akut
Gejala Gagal Ginjal Akut

Beberapa gejala gagal ginjal akut yang umumnya muncul adalah:

 Berkurangnya produksi urine.


 Mual dan muntah.
 Nafsu makan berkurang.
 Bau napas menjadi tidak sedap.
 Sesak.
 Tingginya tekanan darah.
 Mudah lelah.
 Penumpukan cairan dalam tubuh (edema), yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada tungkai atau kaki.
 Penurunan kesadaran.
 Dehidrasi.
 Kejang.
 Tremor.
 Nyeri pada punggung, di bawah tulang rusuk (flank pain).

Pada fase awal, gagal ginjal akut biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun.
Namun, penyakit ini bisa memburuk dengan cepat dan tiba-tiba penderita
mengalami beberapa gejala di atas.
Gejala klinis

Pada ARF pra renal sering ditandai dengan :


 Vital sign rendah
 Turgor kulit menurun
 Tekanan vena sentral 
 Hipotensi ortostatik
Pada ARF intra renal :

a. Fase oliguria berlangsung 7- 21 hari atau kurang dari 4 minggu.


Apabila lebih dari 4 minggu perlu dilakukan biopsi ginjal.
 Kesadaran : disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
 Gastro intestinal : anoreksia, mual, muntah, mulut terasa kering,
stomatitis, perdarahan gastrointestinal.
 Pernafasan : kusmaul, dyspnea, cheyne stokes bau nafas kha
ureum/ pneumonia uremik.
 Kulit/ mukosa  : perdarahan, anemia, dermatitis uremik dijumpai
adanya udem karena overhidrasi.
 Kenaikan sisa metabolisme protein : uruem kreatinin, NPN, asam
urat.
 Gangguan keseimbangan asam basa asidosis metabolik
 Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatriumia
atau hiponatrium, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.

b. Fase poliuria
 Fase ini terjadi diuresis dimana volume urin lebih dari 1 liter/ 24
jam dan kadang dapat mencapai 4- 5 liter/ 24 jam. Poliuria terjadi
karena efek diuretik ureum, disamping adanya gangguan faal
tubuli dalam mereabsorbsi garam dan air.
 Pada fase ini kadar ureum dan kreatini masih meningkat pada 3- 5
hari pertama. Setelah itu akan menurun dan diiringi perbaikan
klinisnya, karena permulaan fase poliuria, LFG masih terlalu
rendah. 
 Pada fase ini banyak kehilangan cairan dan elektrolit sehingga
perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya dehidrasi serta
gangguan keseimbangan elektrolit.

c. Fase penyembuhan

Penyembuhan secara sempurna faal ginjal akan berlangsung sampai 6-


21 bulan. Faal ginjal yang paling akhir adalah normal pada faal
konsentrasi.
Pada post renal

Pada post renal sering diketahui tanda- tanda seperti :


 Poliuria disertai anuria
 Syndrom diabetes insipidus (pittesin- resisten diabetes insipidus )
 Kolik, batu
 Hidronefrosis bilateral

2.4 Patofisiologi (narasi dan bagan) Gagal Ginjal Akut


Pre renal azotemia
Penurunan fungsi ginjal akan mengaktifkan baroreseptor yang
kemudian akan mengaktivasi sistem neurohumoral dan ginjal,
agar tubuh dapat tetap mempertahankan tekanan darah, perfusi
ginjal dan laju filtrasi glomerular. Sistem renin- angiotensin-
aldosteron, vasopresin, aktivasi sistem saraf simpatik akan
mengakibatkan vasokonstriksi sistemik, retensi garam dan air
sehingga tekanan darah dan volume intravaskuler dapat
dipertahankan. Hanya saja bila sistem mekanisme adaptif ini
tidak berhasil maka laju filtrasi glumerular menurun dan
terjadilah azotemia pra renal.Karena terjadi penurunan
sirkulasi ginjal mengakibatkan peningkatan tonusitas medular
yang selanjutnya memperbesar reabsorbsi dari cairan tubular
distal. Oleh karenanya perubahan urine tipikal pada keadaan
perfusi rendah. Volume urine menurun sampai kurang dari 400
ml/ hari, berat jenis urin meningkat dan konsentrasi natrium
urin rendah ( biasanya < 5 mEq/ L).
Intra renal / renal
Bila perfusi ginjal yang lemah menetap selama periode yang
cukup lama, ginjal dapat rusak sehingga pengembalian perfusi
ginjal tidak lagi memberikan efek pada filtrasi glomerulus.
Pada situasi ini terjadi gagal ginjal intrinsik (kategori intra
renal seperti NTA, nefropati vasomotor dan nefrosis nefron
bawah).
Post renal
Berbagai kondisi yang dapat menghambat aliran urin dari
ginjal keluar dapat mengakibatkan azotemia post renal.
Obstruksi ini dapat terjadi pada setiap tempat dalam saluran
perkemihan. Bila urine tidak dapat melewati obatruksi,
mengakibatkan kongesti yang akan menyebabkan tekanan
retrograd melalui sistem kolagentes dan nefron. Keadaan ini
memperlambat laju aliran cairan tubular dan menurunkan
LFG. Sebagai akibatnya reabsorbsi natrium, air dan urea
meningkat menyebabkan penurunan natrium urine dan
meningkatkan osmolalitas dan BUN urine.

2.5 Komplikasi Gagal Ginjal Akut


Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI yang
ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal.
Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan penangannya untuk
AKI. Tabel.8 Komplikasi dan penanganan pada AKI
Komplikasi :
Kelebihan volume intravaskuler : Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari),
Hiponatremia : Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis, Hiperkalemia Asidosis
metabolic : Batasi asupan air (< 1 L/hari), Hiperfosfatemia : Batasi asupan diet
fosfat, Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium karbonat), Kalsium karbonat;
kalsium glukonat, Hipokalsemia : Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika
tidak dalam kondisi katabolic, Nutrisi : Karbohidrat 100 g/hari Nutrisi enteral atau
parenteral, jika perjalanan klinik lama atau katabolic.
2.6 Prognosis Gagal Ginjal Akut
Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebabnya, umur pasien
dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh sepsis, syok
kardiogenik, operasi jantung terbuka angka kematiannya diatas 50%. Tetapi pada
GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik,
nefrotoksik berkisar antara 10-20%.
Pasien GGA non oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin yang
lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit
lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit,
periode azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan mortalitas lebih
rendah.
Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal, nekrosis
tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi ginjal
akan kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat,
trombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya
tidak dapat pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.
2.7 Pemeriksaan penunjang Gagal Ginjal Akut

1)      Tes Darah
·         Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum –
meningkat. kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
·         Natrium dan Kalsium serum – menurun.
·         Kalium dan Fosfor serum – meningkat.
·         pH dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis
metabolik).
·         Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun (disertai
penurunan fungsi sel darah putih dan trombosit).
·         Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
·         Asam urat serum – meningkat.
·         Kultur darah – positif (disertai infeksi sistemik).
·         SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
·         GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,
·         Protein (albumin) : menurun
·         Magnesium: meningkat
2)      Tes Urine
·         Urinalitas – sel darah putih dan silinder.
·         Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi
berdasarkan proses penyakit dan tahap GGA.
·         Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
·         Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
·         Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
·         Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
·         Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
·         Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
·         Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
3)      Elektrokardiogram (EKG) – perubahan yang terjadi berhubungan
dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
4)      Kajian foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi
berhubungan dengan retensi cairan.
5)      Osmolalitas serum:
·       Lebih dari 285 mOsm/kg
6)      Pelogram Retrograd:
·         Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
7)      Ultrasonografi Ginjal :
·         Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
8)      Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
·         Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
9)      Arteriogram Ginjal:
·         Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa

2.8 Penatalaksanaan medis (terapi) Gagal Ginjal Akut


Terapi Nutrisi Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian
nutrisi. Adapun kriteria untuk memulai terapi pengganti ginal pada pasien kritis
dengan gangguan ginal akut adalah : Oliguria : produksi urin < 2000 ml dalam 12
jam Anuria : produksi urin < 50 ml dalam 12 jam Hiperkalemia : Kadar potassium >
6.5 mmol/L Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7.0 Azotemia : kadar
urea > 30 mmol/L Ensefalopati uremikum Neuropati / miopati uremikum
Pericarditis uremikum Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L
Hipertermia Keracunan obat.

Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit


Dukung fungsi kardiovaskuler
Cegah infeksi
Tingkatkan status nutrisi
 Kendalikan perdarahan dan anemia
Lakukan dialisis
Transplantasi ginjal
1)      Gagal Ginjal Akut
·      Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang
adekuat terjadi oliguria.
·      Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein, kalium dan garam, jika
anak tidak dapat makan melalui mulut maka makanan diberikan melalui
intravena dan zat nutrisi yang diberikan mengandung asam amino
esensial.
·      Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan
atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah,
nilai BUN dan nilai kreatinin.
·      Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium glukonas 0,5 ml/kgbb,
diberikan intravena selama 2–4  menit disertai dengan monitoring EKG,
pemberian sodium bicarbonat, 2–3 mEq / kgbb, diberikan intravena
selama 30–60 menit untuk meningkatkan pH darah.
·      Pemberian glukosa 50 % dan insulin, 1 U/kg, diberikan secara intravena,
mempercepat pembentukan glikogen menyebabkan glukosa dan kalium
masuk dalam sel.
·      Pemberian resin ion perubah seperti polystyrene sodium sulfonate
(kayexalate), 1/kgbb diberikan secara oral atau rektal yang bertujuan
untuk mengikat kalium dan mengeluarkannya dari tubuh.
·      Dialisis dilakukan jika disertai dengan tanda – tanda asidosis berat yang
sudah berlangsung lama, cara – cara lain sudah ditempuh untuk
mengurangi kalium, terlihat gejala – gejala uremik, overload sirkulasi,
hipertensi, gejala gagal jantung.

E.     ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL


1.      Pengkajian
Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, fokus
pengkajian pada anak dengan gagal ginjal adalah :
1)      Pengkajian awal
·         Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada pengukuran
parameter pertumbuhan.
·         Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal, perilaku
makan, frekuensi infeksi, tingkat energi.
·         Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik.
2)      Pengkajian terus menerus
·         Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau peningkatan gejala.
·         Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian khusus pada tekanan
darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis
·         Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
·         Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian (urinalisis, hitung darah lengkap,
kimia darah, biopsi ginjal).
a)      Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu
pertama kahidupannya.
b)      Keluhan utama
c)      Riwayat penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan
klien muntah.
d)     Riwayat penyakit dahulu
1)      Diare hingga terjadi dehidrasi
2)      Glomerulonefritis akut pasca streptokok
3)      Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak
adekuat sehingga menimbulkan obstruksi.
e)      Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada hubungan secara langsung dalam timbulnya penyakit gagal
ginjal.

f)       Activity Daily Lifa


1)      Nutrisi            : Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
2)      Eliminasi        : Jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml sehari (fase
oliguria)
3)      Aktivitas        : Klien mengalami kelemahan
4)      Istirahat tidur  : Kesadaran menurun
g)      Pemeriksaan
1)      Pemeriksaan Umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung
penyebab primer gagal ginjal.
2)      Pemeriksaan Fisik:
·         Keadaan Umum :  malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma.
·         Kepala    :Edema periorbital
·         Dada      :Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan.
·         Abdomen :Terdapat distensi abdomen karena asites.
·         Kulit :  pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis
dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik.
·         Mulut :  lidah kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut
·         Mata : mata merah.
·         Kardiovaskuler :  hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis, pitting
edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub perikardial.
·         Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas
dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
·         Gastrointestinal :  anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus,
perdarahan saluran GI.
·         Muskuloskeletal :  kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop,
hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
·         Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi, infertilitas,
nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
·         Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
·         Hematologi :  anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
2.      Diagnosa Keperawatan
a)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal,
menurunnya filtrasi glomerulus, retensi cairan dan sodium.
b)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema polmonal.
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
d)     Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan
pengobatan.
e)      Gangguan istirahat tidur berhubungan berhubungan dengan edema paru.
f)       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru.
g)      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
h)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
ureum dalam darah.
i)        Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia iskemik.
3.      Intervensi
a)      Dx. Kep. I
Tujuan                   : Tidak memperlihatkan tanda-tanda kelebihan cairan.
Kriteria hasil          : Tidak ada edema.
Intervensi:
1)      Monitor intake dan output
R/ Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
2)      Pertahankan pembatasan cairan
R/  Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan
pilihan terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
3)      Monitor berat badan
R/  Penimbangan BB harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
      Peningkatan  BB 0,5 kg/hari diduga adanya retensi cairan.

4)      Monitor TD dan HB
R/  Tachycardi dan HT terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urine dan pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/
hipotensi/perubahan fase oliguria gagal ginjal.
5)      Kaji edema, turgor kulit, membran mukosa
R/  Edema terjadi terutama pada masa jaringan yang tergantung pada tubuh.
BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting
terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan
cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi
cairan walaupun minimal.
b)      Dx. Kep. II
Tujuan                   : Pola nafas anak menjadi efektif kembali.
Kriteria hasil          : Bunyi nafas bersih.
Intervensi  :
1)      Kaji bunyi nafas
R/  Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dibuktikan oleh
terjadinya bunyi napas tambahan.
2)      Bila sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian oksigen dan latihan
nafas dalam
R/  Meningkatkan lapang paru.
c)      Dx. Kep. III
Tujuan                   : Anak menunjukkan BB yang sesuai dan ada nafsu
makan serta dapat menyelesaikan makanan sesuai diit.
Kriteria hasil          : Klien menghabiskan porsi diitnya.
Intervensi  :
1)      Timbang BB tiap hari
R/  Px. puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari.
Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan
keseimbangan cairan.

2)      Kaji pola makan anak dan pembatasan makanan


R/  Memberikan Px. tindakan terkontrol dalam pembatasan diit.
3)      Jelaskan tentang diit yang diberikan dan alasannya
R/  Pengetahuan Px./keluarganya tentang diit yang diberikan membuat
klien/keluarga lebih kooperatif.
d)     Dx. Kep. IV
Tujuan       : Anak dan keluarga akan memahami proses penyakit,
prognosis dan pengobatan yang diberikan.
Kriteria hasil          : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat dan
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
Intervensi:
1)      Kaji tingkat pamahaman anak dan keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan pengobatan.
R/  Memberikan dasar pengetahuan dimana Px./keluarga dapat membuat
pilihan informasi.
e)      Dx. Kep. V
Tujuan                   : Kebutuhan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil          : Klien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :          
1)      Temani dan bantu bila anak muntah.
R/    Dengan ditemani dan dibantu pada saat muntah akan menghilangkan
kegelisahan dan kecemasan anak.
2)      Batasi aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional
(menangis, sedih, bercanda berlebihan).
R/    Pembatasan aktivitas fisik dan stress emosional penting untuk
menghindarkan adanya penyebab serangan batuk. 
3)      Anjurkan keluarga memberikan lingkungan yang tenang. 
R/    Lingkungan yang tenang merupakan sebagian dari terapi suportif yang
memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien.

f)       Dx. Kep. VI
Tujuan       : Bersihan jalan nafas efektif, pola nafas dan pertukaran gas
efektif.
Kriteria hasil          :Suara nafas vesikuler.
Intervensi :          
1)      Lakukan auskultasi suara 2 – 4 jam sekali.
R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan menifestasinya pada suara
nafas. 
2)      Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki
R/ Penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru maskimal.  
3)      Ubah posisi klien tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan
akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada dibagian bawah.   
4)      Monitor tanda vital tiap 4 jam.  
R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasi tingkat keparahan.
g)      Dx. Kep. VII
Tujuan                   :Meningkatkan derajat rasa nyaman  klien.
Kriteria hasil          :Klien terlihat rileks, dapat tidur dan beristirahat.  
Intervensi :          
1)      Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur.
R/    Tirah baring mungkin diperlukan sampai perbaikan objektif dan
subjektif didapat.
2)      Dorong penggunaan tekhnik manajemen sterss, misalnya relaksasi.
R/    Meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping.
3)      Libatkan dalam aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk. 
R/    Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot / spasme
memudahkan untuk ikut serta dalam dalam terapi.

h)      Dx. Kep. VIII


Tujuan                   :Klien tidak menunjukkan tanda-tanda adanya
kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil          :Mempertahankan kulit utuh / kulit tidak pecah-
pecah.  
Intervensi :          
1)      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit.
R/    Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan
decubitus atau infeksi.
2)      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit.
R/    Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler.   
3)      Inspeksi area tergantung terhadap edema.
R/    Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.    
4)      Ubah posisi dengan sering, beri bantalan pada tonjolan tulang.
R/    Menurunkan tekanan pada edema.     
5)      Pertahankan linen tetap kering.
R/    Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
6)      Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
R/    Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit.

i)        Dx. Kep. IX
Tujuan       :Perfusi jaringan perifer tetap adekuat.
Kriteria hasil          :          
·         Suhu ekstremitas hangat, tidak lembab, warna merah muda.
·         Ekstremitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan.
·         Turgor kembali dalam 1 detik.
Intervensi :          
1)      Kaji dan cacat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi,
capilarry refill).
R/    Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi
jaringan.
2)      Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban dan warna).
R/    Suhu dingin, warna pucat dan ekstremitas menunjukkan sirkulasi darah
kurang adekuat.    
3)      Nilai kemungkinan kematian jaringan ekstremitas lebih awal dapat
berguna untuk mencegah kematian jaringan. 
R/    Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.    

4.      Pelaksanaan
a)      Mempertahankan keseimbangan cairan
b)      Menjaga fungsi pernapasan
c)      Memberikan stimulus untuk meningkatkan nafsu makan
d)     Menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami oleh klien dan
keluarga.
e)      Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
f)       Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien untuk memenuhi
kebutuhan istirahat tidurnya.
g)      Mempertahankan keefektifan bersihan jalan nafas
h)      Memberikan suasana dan posisi yang nyaman bagi klien.
i)        Mempertahankan agar tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
j)        Memantau terjadinya tanda-tanda perubahan perfungsi jaringan.

5.      Evaluasi
a.         Suhu tubuh 365 - 372 °C
b.        Adanya minat dan selera makan
c.         Porsi makan sesuai dengan kebutuhan
d.        Klien tidak sesak
e.         Orang tua mengerti tentang penyakit anaknya
f.         Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
g.        Bersihan jalan nafas efektif
h.        Klien menyatakan merasa nyaman
i.          Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
j.          Perfusi jaringan adekuat

2.9 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengumpulan Data
I. Identitas Anak
Nama :
TTL :
Usia :
( Pada pasien Tuberculosis paru umumnya terjadi pada usia
dewasa, karena secara penularan lebih kompleks, namun pada
nyatanya tuberculosis juga dapat diderita oleh usia anak-anak, tb
pada anak bisa tejadi pada usia 0-14 tahun, kebanyakan pada
anak-anak diusia kurang dari 6 tahun )
Jenis Kelamin :
28

( Jenis kelamin yang banyak terkena tuberculosis paru adalah


laki-laki, karena pola hidupnya terutama bagi perokok)
Nama Ayah :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Nama Ibu :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Agama :
Suku Bangsa :
(Secara global Tuberculosis paru pada tahun 2016 terdapat 10,4
juta ksusu pada lima negara tertinggi yaitu india, Indonesia, cina,
philipina, Pakistan)
Alamat :
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa Medis :
II. Keluhan Utama
Keluhan utama sebagai indicator awal menentukan diagnose
pada tuberculosis paru pada anak. Keluhan tidak secara sesifik
langsung diperlihatkan seperti tuberculosis pada umumnya
namun keluhan ini akan muncul seperti anak tidak mau
menyusu, menolak untuk makan dan selanjutnya akan disertai
keluhan pada umumnya
III. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Anak cenderung menolak ketika diberi ASI atau makanan,
bert badan anak turun, batuk selama 30 hari disertai dengan
dahan kental (keluhan sewaktu dirumah sampai akhirnya
masuk rs)
b. Riwayat kesehtaan yang lalu
1. Penyakit waktu kecil
29

2. Pernah dirawat dirumah sakit


3. Obat-obatan yang digunakan
4. Tindakan (operasi)
5. Alergi
6. Kecelakaan
7. Imunisasi
 Hepatitis
 BCG
 DPT
 Polio
 Campak
IV. Riwayat keluarga
Meskipun bukanlah penyakit keluarga atau penyakit yang
diturunkan secara genetik, jika pada suatu rumah atau salah satu
keluarga memiliki penyakit dengan riwayat TB paru maka perlu
dicurigai atau di analasis bahwa faktor tersebut bisa jadi anak
timbul masalah TB paru.
V. Pertumbuhan dan Perkembangan
Secra fisik tidak aka nada cacat dari lahir ketika terkena TB paru,
namun kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan bisa saja terjadi. Akibat asupan nutrisi yang
inadekuat maka bisa saja muncul kondisi seperti gizi buruk.
VI. Riwayat Ibu Hamil ( Ante Natal Core)
Selama kehamilan hendaknya ibu hamil juga memperhatikan
faktor sekitar lingkungannya apabila terpajan dengan orang
positif TB maka akan mempengaruhi kesehatan janinnya juga,
tidak menurunkan akan tetapi akan tetapi akan mempengaruhi
kondisi janin tersebut.
VII. Riwayat sosial
a. Yang mengasuh :
b. Hubungan dengan anggota keluarga :
c. Hubungan dengan teman sebaya :
30

d. Pembawaan secara umum :


e. Lingkungan rumah :
VIII. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum :
(anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta
tidak selincah anak seusianya yang normal.)
 TB/BB :
(TB/BB perlu dikaji untuk mengetahui adanya kelainan
asupan nutrisi atau nutrisi yang diproses di dalam
tubuhnya apakah dapat diedarkan dengan baik atau tidak.
Umumnya anak Tuberculosis paru BB berkurang karena
adanya inadekuat nutrisi, asupan tidak terpenuhi.)
 Lingkar kepala :
(tidak ada perubahan ang spesifik akibat tuberculosis
paru namun perubahan mungkin saja dapat terjadi karena
jika nutrisi maka mungkin terjadi malnutrisi sehingga
adanya pembesaran kepala pada anak)
 Mata : mata dan konjungtiva terlihat pucat, sayu
 Mulut : mulit dan bibir terlihat kehitaman
 Dada : Dada pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah
kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang
disebabkan anemia kronik
 Perut : kelihatan membuncit
 Jantung : bunyi jantung normal
 Paru-paru : suara nafas wheezing
 Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas : tidak ada tanda adanya keterlambatan seksual
pertumbuhan sesuai dengan usianya.
 Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umumnya dan
bbnya kurang dari normal, jika dibandingkan dengan
anak seusianya.
31

 Kulit : warna kulit sawo matang, cenderung kering


karena asupan nutrisi yang inadekuat
IX. Riwyat imunisasi
Lengkap :
 Hepatitis
 BCG
 DPT
 Polio
 Campak
X. Pemenuhan kebutuhan dasar
1. Pemenuhan dan persepsi kesehtan
Bila anak sakit penanganan pertama yang diberikan kepada
si anak atau si anak langsung dibawa ke tenaga kesehatan
untuk diperiksa
2. Nutrisi
Pola makan anak karena ada anorexia, anak sering
mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
3. Aktivitas
Pola aktivitas anak sedikit terhambat karena pada
tuberculosis biasanya disertai sesak jadi anak tidak dapat
atau sedikit mengurangi kegiatan yang berat seperti berlari.
4. Tidur dan istirahat
Pola tidur atau istirahat anak seperti anak normal pada saat
tidur biasanya terdengar tarikan nafas yang abnormal dan
pengaturan posisi saat tidur sangat dianjurkan agar tidak
menghambat jalan nafas anak .
5. Eliminasi
Tidak ada keluhan pada pola eliminasi bak dan bab pada
anak dengan tuberculosis
6. Pola hubungan
32

Keluarga menjadi faktor utama semangat untuk sembuh dari


penyakit apapun. Dengan pola hubungan keluarga yang
baik diharapkan dapat membantu untuk memeprcepat
kesembuhan
7. Koping keluarga
Koping keluarga dimana stressor anak dan keluarga
terhadap suatu lingkungan yang bisa membuat seseorang
mungkin tidak nyaman.
8. Kognitif dan persepsi
kondisi pendengaran, penglihatan, taktil dan penecapan
pada anak tuberculosis umumnya adalah tidak ada
gangguan.
9. Konsep diri
Sebelum sakit : kleien dapat melakukan aktivitas tanpa
melihat kekurangannya. Saat dikaji : klien hanya tiduran
tanpa melihat penyakit yang dialaminya.
10. Seksual
Jenis kelamin terkaji (L/P)
11. Nilai kepercayaan
Anak yang dilahirkan pada lingkungan keluarga beragama
islam, rajin dan sudah mulai belajar beribadah secra aktif.
Keluarga memberikan kesempatan pada anak untuk aktif
dalam kegiatan di tempat tinggalnya.
XI. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,4 ºC, nadi: 94x/menit, RR: 24x/menit
XII. Data Penunjang
a. Radiologi
Dilakukan foto rontgen : foro pada rongga paru
Uji tuberculin : positif
b. Laboratorium
Pemeriksaan Darah lengkap
33

Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS :
 Ibu si anak mengatakan Sekresi yang tertahan Bersihan Jalan
bahwa anaknya sulit tidur Napas Tidak Efektif
 Ibunya mengatakan anak
Sesak saat tidur
DO :
 Batuk tidak efektif
 Ada suara whezzing
 Warna kulit pucat
 gelisah
2. DS :
 Ibu mengatakan anaknya Perubahan membrane Gangguan
sesak nafas disertai pusing alveolus-kapiler Pertukaran Gas
DO :
 Anak terlihat pucat
 Bunyi nafas tambahan
 Takikardia 105x/menit
 PO2 menurun
 Pola nafas abnormal
3. DS : Faktor Psikologis
 Anak mengatakan tidak (keengganan untuk Defisit Nutrisi
nafsu untuk makan makan)
DO :
 menurut NCHS BB :
23/33,3 x 100% = 69,06%
(gizi kurang)
 bising usus hiperaktif
 membrane mucosa pucat
 porsi makan yang
dihabiskan hanya 5 sendok
4. DS :
 Ibu mengatakan anak rewel Restraint fisik Gangguan
sekali dan sulit tidur Pola Tidur
 Ibu mengatakan anak sering
terbangun
DO :
 Anak terlihat menangis dan
rewel di gendongan ibu

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b.d Sekresi yang tertahan d.d anak sesak saat tidur, batuk tidak
efektif ada suara whezzing, gelisah
2. Gangguan pertukaran gas b.d
perubahan membrane alveolus-kapiler d.d anak sesak nafas, anak
terlihat pucat, ada bunyi nafas tambahan (wheezing), takikardia,
PO2 menurun, pola nafas abnormal
3. Deficit nutrisi b.d faktor psikologis
(keengganan untuk makan) d.d anak tidak nafsu makan, penurunan
bb, bising usus hiperaktif, membrane mukosa pucat

C. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
.
1. Bersihan Jalan Napas Stelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif b.d intervensi selama Observasi
Sekresi yang tertahan 1x24 jam bersihan  Monitor pola napas (frekuensi,
d.d anak sesak saat jalan nafas kedalaman, usaha napas)
tidur, batuk tidak meningkat, dengan  Monitor bunyi napas tambahan (mis.
efektif ada suara kriteria hasil : gugling, wheezing, ronkhi kering)
whezzing, gelisah  Batuk efektif  Monitor sputum (jumlah, warana,
cukup meningkat aroma)
 Produksi sputum Terapeutik
cukup menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Whezzing cukup dengan head-tily dan chin-lift
menurun  Posisikan semi fowler atau fowler
 Dispnea cukup  Berikan minum air hangat
menurun  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang
lebih 15 detik
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi Oksigen
gas b.d perubahan tindakan selama 1x24 Observasi
membrane alveolus- jam pertukaran gas  Monitor kecepatan aliran oksigen
kapiler d.d anak sesak meningkat dengan  Monitor posisi alat terapi oksigen
nafas, anak terlihat kriteria hasil :  Monitor aliran oksigen secara
pucat, ada bunyi nafas  Dyspnea periodik dan pastikan fraksi yang
tambahan (wheezing), cukup diberikan cukup
takikardia, PO2 menurun  Monitor kemampuan melepaskan
menurun, pola nafas  Bunyi nafas oksigen saat makan
abnormal tambahan  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
cukup  Monitor tanda dan gejala toksikasi
menurun oksigen dan atelectasis
 PO2 cukup  Monitor tingkat kecemasan akibat
meningkat terapi oksigen
 Pola napas  Monitor intergritas mukosa hidung
cukup akibat pemasangan oksigen
membaik Terapeutik
 Takikardia  Bersihkan secret pada mulut,
cukup hidng, trakea jika perlu
membaik  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan jika
perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarakan pasien dan keluarga
pasien untuk pemakaian alat
oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
3. Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
faktor psikologis tindakan selama 1x24 Observasi
(keengganan untuk jam status nutrisi  Identifikasi status nutrisi
makan) d.d anak tidak membaik, dengan  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nafsu makan, kriteria hasil : nutrisi
penurunan bb, bising  Berat badan  Monitor berat badan
usus hiperaktif, sedang  Monitor asupan makanan
membrane mukosa  Bising usus 
pucat cukup membaik Teraputik
 Membrane  Lakukan oral hygiene sbelum makan,
mukosa cukup jika perlun
membaik  Sajikan makanan secra menarik dan
 Porsi makan suhu yang sesuai
yang dihabiskan  Berikan makanan tinggi kalori dan
sedang tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Fasilitasi untuk menentukan pedoman
diet
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk jika perlu,
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
4 Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring
dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga
keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium)
dalam darah.
5 Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal. Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni
gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic
renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal
secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai
dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar
urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis,
penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi
ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease).
5.1 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan
keperawatan.
2. Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan
keperawatan sesuai prosedur yang ada.

38
DAFTAR PUSTAKA

Asti. 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta :


Departemen Ilmu Kedokteran KomunitasKeluarga.FKUI.

Bahar A. 2013. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta :


Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Brunner&Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 1&2.


Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan TB, Widya Medika: Jakarta
Corwin, E.J.2001.Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.
Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional


Penanggulangan TB. Jakarta
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 20-21.

Depkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK

Doenges, ME at. All., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi III, Cetakan I,
EGC, Jakarta.
Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Kartasasmita, C.B. 2009. Epidemiologi Tuberkulosis.Bandung : Sari Pediatri.


Volume 11, No 2. Halaman 124-129.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta:
FKUI
Muttaqin. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardivaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Ngastiyah. 2005.Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.

39
40

Safithri, Fathiyah. "Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC


(International Srandard for TB Care)." Saintika Medika: Jurnal Ilmu
Kesehatan dan Kedokteran Keluarga 7.2 (2017).
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga

World Health Organization (WHO). 2014. Global Tuberculosis


Report.Switzerland.

Zulkifli. 2007. Tuberkulosis Parudalam Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran UI

Anda mungkin juga menyukai