Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR

1. PENGERTIAN
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
Cedera luka bakar dapat mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respons
patofisiologis berkaitan erat dengan luasnya luka bakar, bahkan sistem
hemodinamik kardiovaskuler dapat terpengaruh secara signifikan sehingga sangat
berpotensi terjadi syok hipovolemik yang dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien (Tyas, 2016). Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan
terhadap panas, bahan kimia, radiasi, atau arus listrik (Lemone. P, 2015)

2. KLASIFIKASI LUKA BAKAR


a. Berdasarkan penyebab terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal,
kimia, listrik, dan radiasi.
1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan
lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
4) Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

b. Menurut Texas EMS Trauma & Acute Care Foundation tingkat klasifikasi
luka bakar berdasarkan derajat luka adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat pertama
Kemerahan dan nyeri pada kulit yang terkena. Kerusakan epitel minor
terjadi tanpa pembentukan lepuh. Biasanya terjadi dengan terbakar sinar
matahari.
2) Luka bakar derajat dua superfisial (luka bakar ketebalan parsial
superfisial)
Kerusakan epitel lengkap dan hanya kerusakan kulit papiler yang terjadi.
Tingkat ini tidak meninggalkan kerusakan neurovaskular. Ini
menyebabkan rasa sakit, berdarah dan timbul lepuh. Perbaikan epitel
terjadi dalam 14 hari, dan sebagian besar tidak meninggalkan bekas luka
setelah penyembuhan. Terkadang perubahan warna tetap ada.
3) Luka bakar derajat kedua dalam (luka bakar ketebalan parsial dalam)
Kerusakan epitel lengkap dan kerusakan pada dermis retikuler ada. Lepuh juga
bisa ada tetapi lebih besar dari pada tingkat kedua yang dangkal terbakar.
Penyembuhan dapat terjadi tetapi membutuhkan waktu lebih dari 14 hari.
4) Luka bakar derajat ketiga (luka bakar ketebalan penuh)
Epidermis, dermis, dan jaringan subkutan terlibat. Kulit tampak putih dan /
atau kasar dengan pembuluh trombosis.
5) Luka bakar derajat keempat
Klasifikasi ini dapat digunakan ketika luka bakar melibatkan fasia, otot, dan
bahkan tulang yang mendasarinya.

c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka


Menurut Nurarif & Hardhi (2016) :
1) Luka bakar Mayor
2) Luka bakar Moderat
3) Luka bakar Minor

d. Berdasarkan ukuran luas luka bakar


Menurut Nurarif & Hardhi (2016) :
1) Rule of nine
a) Kepala dan leher : 9%
b) Dada depan dan belakang : 18%
c) Abdomen depan dan belakang : 18%
d) Tangan kanan dan kiri : 18%
e) Paha kanan dan kiri : 18%
f) Genitas : 1%
2) Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder.
3. FASE LUKA BAKAR
Fase-fase luka bakar menurut Tyas (2016) :
a. Fase akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita
pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan: a. Proses inflamasi dan infeksi. b. Problem
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional. c. Keadaan
hipermetabolisme.
c. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nurarif & Hardhi (2016) :
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat I
a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
c) Tidak dijumpai bullae
d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
2) Luka bakar derajat II
a) Kerusakan meliputi epidermis dan Sebagian dermis, berupa eaksi
inflamasi disertai proses eksudasi
b) Dijumapi bullae
c) Nyeri karena ujung-ujung saraf triritasi
d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal
3) Luka bakar derajat II dangkal (superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
4) Luka bakar derajat II dalam (deep)
a) Kerusakan hamper mengenai hamper seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea Sebagian besar masih utuh
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yag tersisa,
biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan
5) Luka bakar derajat III
a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yag lebih dalam
b) Organ-organ kulit mengalami kerusakan
c) Tidak dijumpai bullae
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi
g) Penyembuhan terjadi lama
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar mayor
a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada ank-anak
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perinium
d) Terdapat trauma inhalasi dan mulitiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat luka bakar listrik bertegangan tinggi
2) Luka bakar moderat
a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perinium
3) Luka bakar minor
a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10% pada anak-anak
b) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
c) Tidak terdapat luka bakar didaerah wajah, tangan dan kaki
d) Luka tidak sirkumfer
e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

`
5. PATOFISIOLOGI
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Memurut Stauss, S. & Gordon. L. (2018) pemeriksaan penunjang luka bakar
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Berbagai tes laboratorium akan diperlukan dalam 24 jam pertama dari
penerimaan pasien (beberapa selama periode resusitasi awal dan lainnya
setelah pasien distabilkan). Setiap pasien akan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap, elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin, dan kadar glukosa
yang diambil. Jika luka bakar terjadi di ruang tertutup, gas darah arteri dan
kadar karboksihemoglobin akan diperlukan karena racun di udara dapat
menyebabkan karbon dioksida untuk menggantikan oksigen dalam sel
darah merah; gas darah arteri juga membantu jika dicurigai adanya cedera
inhalasi.
b. Eelektrokardiogram
Dilakukan pada awal sebelum resusitasi cairan dimulai karena aritmia
jantung dapat terjadi selama tahap awal resusitasi untuk luka bakar besar
c. Rontgen dada
Dilakukan untuk mendeteksi akumulasi cairan, posisi tabung ET (jika
diperlukan intubasi), atau atelektasis yang disebabkan oleh resusitasi
cairan volume besar
d. Serum laktat
Dilakukan untuk membantu mendeteksi ketidakseimbangan asam-basa
dan dapat membantu dalam memprediksi kelangsungan hidup
e. Kadar sianida
Dilakukan jika asidosis laktat yang tidak dapat dijelaskan terjadi; pasien
dengan inhalasi asap berisiko terhadap toksisitas sianida
f. Golongan darah dan crossmatch
Untuk pasien dengan trauma parah selain luka bakar yang mungkin
membutuhkan darah atau produk darah
g. mioglobin urin, serum creatine kinase
membantu mendeteksi cedera pada ginjal atau otot dan digunakan untuk
membantu mendiagnosis rhabdomiolisis, yang dapat terjadi dengan luka
bakar tingkat tiga yang listrik atau ekstensif. Imunisasi tetanus harus
diberikan pada setiap pasien dengan luka bakar yang lebih dalam daripada
permukaan.

7. PENGKAJIAN & MANAGEMEN LUKA BAKAR


A. Assesment & Managemen awal luka bakar
Menurut Agency for Clinical Innovation (2019) :
a. Airway dengan kontrol tulang belakang leher
Penting untuk memelihara jalan napas paten.
1) Periksa jalan napas untuk mencari benda asing atau edema. Jika
pasien tidak dapat menanggapi perintah verbal, buka jalan napas
dengan mengangkat dagu dan dorong rahang.
2) Masukkan Airway Guedel jika jalan nafas terganggu.
3) Pikirkan tentang intubasi dini.
4) Menstabilkan leher untuk dugaan cedera tulang belakang leher.
Pertahankan gerakan tulang belakang leher seminimal mungkin dan
jangan pernah hiperfleks atau hiperekstensi kepala atau leher.
b. Breathing
1) Berikan oksigen 100%.
2) Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi dada memadai dan
setara secara bilateral.
3) Palpasi untuk krepitus dan kelainan seperti patah tulang rusuk.
Auskultasi untuk bernafas terdengar bilateral.
4) Berikan ventilasi melalui kantong dan masker atau intubasi pasien
jika perlu.
5) Pantau laju pernapasan - waspadalah jika laju <10 atau> 20 per
menit.
6) Gunakan monitor pulse oximeter.
7) Berhati-hatilah dengan luka bakar kulit bagian dalam yang
mendalam atau ketebalan penuh - apakah escharotomy diperlukan?
8) Pertimbangkan keracunan karbon monoksida, kulit yang tidak
terbakar mungkin berwarna merah muda ceri pada pasien yang
tidak bernafas (kirim darah untuk carboxyhaemaglobin).
c. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
1) Periksa adanya perdarahan yang jelas - hentikan dengan tekanan
langsung.
2) Pantau dan catat denyut nadi perifer untuk kecepatan, kekuatan
(kuat, lemah) dan ritme.
3) Lakukan uji blanching kapiler (terpusat dan periferal ke area
terbakar dan tidak terbakar), pengembalian normal adalah dua detik.
Lebih lama menunjukkan perfusi yang buruk karena hipotensi,
hipovolemia atau kebutuhan untuk escharotomy pada ekstremitas
itu; periksa anggota tubuh lainnya.
4) Pantau sirkulasi periferal jika ada luka bakar melingkar. Sebagai
tindakan pertama, angkat tungkai untuk mengurangi edema dan
membantu aliran darah. Jika ini tidak terbukti efektif maka mungkin
perlu dilakukan escharotomy.
d. Disabillity: status neurologis
1) Menetapkan tingkat kesadaran:
A – Alert
V – Response to Vocal stimuli
P – Responds to Painful stimuli
U – Unresponsiv
2) Periksa respons pupil terhadap cahaya untuk mengetahui reaksi dan
ukuran.
3) Waspada terhadap kegelisahan dan penurunan tingkat kesadaran -
hipoksemia, intoksikasi karbon monoksida, syok, alkohol, obat-
obatan, dan analgesia memengaruhi tingkat kesadaran.
e. Eksposur, kontrol lingkungan dan perkirakan ukuran luka bakar
1) Lepaskan semua pakaian dan perhiasan.
2) Jaga agar pasien tetap hangat.
3) Hipotermia dapat memiliki efek merugikan pada pasien. Penting
untuk memastikan bahwa pasien tetap hangat, terutama selama
periode pendinginan pertolongan pertama.
4) Pasien log roll, lepaskan lembaran basah dan periksa permukaan
posterior untuk luka bakar dan cedera lainnya.
5) Perkirakan luas total luas permukaan tubuh (TBSA) menggunakan
Rule of Nines atau Pediatric Rule of Nines. Untuk luka bakar yang
lebih kecil, permukaan palmaris tangan pasien (termasuk jari)
mewakili 1% TBSA dan dapat digunakan untuk menghitung %
TBSA yang terbakar.
f. Resusitasi cairan
1) Resusitasi cairan akan diperlukan untuk pasien yang menderita luka
bakar> 10% untuk anak-anak,> 20% untuk orang dewasa.
2) Pasang IV line pada jaringan yang tidak terbakar.
3) Mengumpulkan darah secara bersamaan untuk darah garis dasar
esensial: FBC / EUC / LFT / Group dan tahan / Coags. Yang lain
untuk dipertimbangkan: Saringan obat / alkohol, amilase,
karboksihemoglobin.
4) Mendapatkan berat badan pasien dalam kg.
5) Mulai cairan resusitasi, larutan IV Hartmann pada tingkat awal
Formula Parkland yang Dimodifikasi dan sesuaikan sesuai dengan
keluaran urin.
B. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada, keletihan
otot-otot pernafasan, hiperventilasi
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan caran aktif
c. Penurunan curah jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung
d. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar terbuka
e. Nyeri akut b.d saraf yang terbuka, kesembuhan luka.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
hipermetabolisme
( Nurarif & Hardhi, 2016)
C. Penatalaksanaan intervensi luka bakar
a. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.Efek
toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi
Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra
vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN
gagal ginjal.
b. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
c. Resusitasi cairan Baxter.
1) Dewasa: Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
2) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
3) RL: Dextran = 17: 3 2 cc x BB x % LB.
4) Kebutuhan faal: < 1 tahun: BB x 100 cc 1 – 3 tahun: BB x 75 cc
3 – 5 tahun: BB x 50 cc ½ à diberikan 8 jam pertama ½ à
diberikan 16 jam berikutnya.
5) Hari kedua:
6) Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5%/albumin. ( 3-x) x 80 x BB
gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
7) Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
d. Monitor urin dan CVP.
e. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon: NaCl 0,9% ( 1: 30 )
2) buang jaringan nekrotik.
3) Tulle.
4) Silver sulfadiazin tebal.
5) Tutup kassa tebal.
6) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f. Obat – obatan
1) Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
3) Analgetik: kuat (morfin, petidine)
4) Antasida: kalau perlu

(Tyas, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Agency for Clinical Innovation. (2019). Clinical Guidelines: Burn Patient


Management. NSW Statewide Burn Injury Service

Lemone. P. (2015). Buku ajar keperawatan medikal bedah ganggaun respirasi.


Jakarta : EGC

Moenadjat. (2001). Luka bakar pengetahuan klinis dan praktis. Edisi kedua. Jakarta:
FKUI

Moenadjat. (2005). Resusitasi : dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta
: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

Nurarif, A.H. & Hardhi, K. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan


penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus. Jogjakarta :
Mediaction

Stauss, S. & Gordon. L. (2018). Initial assessment and management of burn patients.
American Nurse Today. 13(6). 15-19

Texas EMS Trauma & Acute Care Foundation Trauma Division. (2016). Burn
Clinical Practice Guideline. Austin : TETAF.

Tyas. M. D. C. (2016). Keperawatan kegawatdaruratan & manajemen bencana.


Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai