Anda di halaman 1dari 33

BAB I SEJARAH DAN LATAR BELAKANG PROSES

KEPERAWATAN

1.1 KONSEP PROSES KEPERAWATAN


Ilmu keperawatan dilandaskan pada teori yang sangat luas. Proses
Keperawatan adalah metode di mana suatu proses diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal tersebut merupakan suatu pendekatan untuk memecahkan
masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan
interpersonel dengan tujuan guna memenuhi kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat. Proses keperawatan dibagi dalam lima tahap yang berurutan dan
berhubungan, antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi (Nursalam, 2008). Dalam mendefinisikan suatu asuhan
keperawatan, tahap-tahap tersebut berintaegerasi terhadap fungsi intelektual
problem-solving.
Proses keperawatan sebagai metodologi pemecahan masalah keperawatan
mempunyai posisi yang sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan praktik
keperawataan langsung pada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan yang pelaksanaanya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan
merupakan inti praktik keperawatan. Kaidah profesi keperawatan tersebut
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang bersifat humanistik sesuai dengan
kebutuhan objektif klien. Asuhan keperawatan merupakan inti
pelayanan/praktik keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar
melalui bentuk tindakan keperawatan dengan menggunakan ilmu dan kiat
keperawatan serta memanfaatkan potensi berbagai sumber (Ali, 2010).

1.2 TEORI-TEORI YANG MENDASARI PROSES KEPERAWATAN


Teori keperawatan yang dijabarkan dalam bab ini sangat bermacam-macam
berdasarkan
a. Tingkatan abstraksinya.
b. Pembuatan konsep mengenai klien, sehat/sakit, lingkungan, dan
keperawatan.
c. Kemampuan untuk menguraikan, menjelaskan, dan memprediksi.
Beberapa teori mempunyai lingkup luas, sedangkan teori lain terbatas. Hasil
penelitian yang disampaikan dalam bab ini dapat digolongkan sebagai filosofi,
kerangka konsep atau teori dasar, atau teori pertengahan (Tomey & Alligood,
1998) dalam Kozier et al., 2011).
Filosofi biasanya menjadi langkah awal untuk mendefinisikan fenomena
keperawatan dan berfungsi sebagai dasar dari rumusan teoirtis yang lebih
lanjut. Contoh dari para ahli filosofis, diantaranya Nightingale, Handerson, dan
Watson. Model konsep/teori dasar, misalnya Orem, Rogers, Roy, dan King.
Peplau, Leininger, Parse, dan Neuman merupaka pencetus teori pertengahan.
Hal yan akan dijelaskan merupakan ringkasan beberapa tema utama dan asumsi
dasar para penulis tersebut (Kozier et al., 2011).
1.3.3.1 Teori Lingkungan Nightingale
Florance Nightingale, sering dipertimbangkan sebagai perawat teoritikus
pertama, mendefinisikan keperawatan lebih dari 100 tahun yang lalu
sebagai “tindakan yang memanfaatkan lingkungan pasien untuk
membantu proses penyembuhan mereka” (Nightingale,
1860/1969)Kozier et al., 2011). Beliau menghubungkan kesehatan
dengan lima faktor lingkungan, yaitu (1) udara murni atau segar, (2) air
murni, (3) drainase yang efisien, (4) kebersihan, (5) cahaya, terutama
sinar matahari langsung. Apabila terjadi defisiensi pada salah satu dari
kelima faktor ini dapat mengakibatkan penurunan kesehatan atau
penyakit (Kozier et al., 2011).
Faktor lingkungan menjadi berarti saat Nightingale menganggap bahwa
kondisi sanitasi di rumah sakit pada pertengahan tahun 1800-an sangat
buruk dan bahwa wanita yang bekerja di rumah sakit sering tidak dapat
diandalkan, tidak berpendidikan, dan tidak kompeten untuk merawat
orang yang sakit. Selain itu, pentingnya menjaga agar klien tetap hangat,
memelihara lingkungan yang tenang, dan memantau diet klien agar dapat
mengkaji asupan, ketepatan waktu makan, dan manfaat makanan tersebut
bagi klien juga ditekankan oleh Nightingale(Kozier et al., 2011).
Nightingale menentukan tahap penelitian selanjutnya dalam
mengembangkan teori keperawatan. Konsep umum tentang ventilasi,
kebersihan, ketenangan, kehangatan, dan diet tetap menjadi bagian dari
integral perawatan, dan asuhan kesehatan kini (Kozier et al., 2011).

1.3.3.2 Model Hubungan Interpersonal Peplau


Hildegrad Peplau, seorang perawat psikiatri, mengenalkan konsep
interpersonalnya pada tahun 1952. pemanfaatan huabungan terapeutik
antara perawat dengan klien merupakan inti dari teori Peplau (Kozier et
al., 2011).
Perawat masuk ke dalam hubungan personal dengan seorang individu
jika memang terdapat kebutuhan. Hubungan perawat dengan klien terdiri
atas empat fase:
a. Orientasi. Selama fase ini, klien mencari bantuan, dan perawat
membantu klien untuk memahami masalah dan besarnya kebutuhan
terhadap bantuan.
b. Identifikasi. Selama fase ini, klien menerima bentuk ketergantungan,
saling bergantung, atau mandiri dalam hubungannya dengan perawat
(keterkaitan). fokus perawat adalah meyakinkan orang tersebut bahwa
perawat mengerti makna interpersonal dari situasi klien.
c. Eksploitasi. Pada fase ini, klien mendapatkan manfaat penuh dari apa
yang ditawarkan oleh perawat melalui hubungan yang terbina. Klien
memanfaatkan layanan yang tersedia berdasarkan kepentingan diri
dan kebutuhannya. Terjadi pergeseran kekuasaan dari perawat ke
klien.
d. Resolusi. Pada fase akhir ini, kebutuhan dan tujuan yang dahulu
dikesampingkan dan tujuan maupun kebutuhan baru mulai diadopsi.
Ketika kebutuhan dahulu telah terpenuhi, kebutuhan dan tujuan yang
baru dan lebih mendesak akan muncul (Kozier et al., 2011).
Untuk membantu kebutuhan klien memenuhi kebutuhannya, perawat
mengemban berbagai peran, yakni sebagai orang asing, guru,
narasumber, orang pengganti, pemimpin, dan konsultan. Model Peplau
harus digunakan oleh para klinisi saat bekerja dengan individu yang
mempunyai masalah psikologis (Kozier et al., 2011).
1.3.3.3 Definisi Keperawatan Menurut Handerson
Pada tahun 1966, menurut Virginia Handerson tentang fungsi unik
keperawatan adalah batu loncatan utama munculnya keperawtaan sebagai
satu disiplin ilmu yang terpisah dari ilmu kedokteran. Sama halnya
dengan Nightingale, Handerson menggambarkan keperawatan
hubungannya dengan klien dan lingkungan klien. Namun, tidak seperti
Nightingale, Handerson memandang perawat sebagai pihak yang peduli
terhadap individu yang sehat dan sakit, menyadari bahwa perawat
berinteraksi dengan klien, walaupun penyembuhan tidak mungkin terjadi,
dan menyebutkan peran perawat sebagai pendidik dan penasihat (Kozier
et al., 2011)
Handerson (1966)menggagas peran perawat yaitu membantu individu
yang sehat atau sakit guna mencapai 14 kebutuhan dasar.
a. Bernapas dengan normal.
b. Makan dan minum dengan cukup.
c. Membuang sampah tubuh.
d. Bergerak dan mempertahankan posisi yan diinginkan.
e. Tidur dan istirahat.
f. Memilih pakaian yang pantas.
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian dan memodifikasi lingkungan.
h. Memelihara kebersihan tubuh dan berpakaian rapi untuk melindungi
kulit.
i. Menghindari bahaya di lingkungan dan mencederai orang lain.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan ketakutan dan opini
k. Beribadah sesuai dengan keyakinan yang dianut.
l. Bekerja sesuai keinginan untuk memenuhi aktualisasi diri.
m. Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk hiburan.
n. Belajar, menemukan, atau memuaskan keingintahuan yang akan
membimbing ke arah perkembangan normal dan kesehatan, dan
memanfaatkan fasilitas yang tersedia (Kozier et al., 2011).
Handerson telah mempublikasikan banyak karya dan hingga kini masih
dikutip dalam berbagai literatur keperawatan. Penekanan Handerson pada
pentingnya kemandirian keperawatan dari, dan saling ketergantungan
dengan, disiplin ilmu kesehatan lain amat dikenal (Kozier et. Al., 2011).
1.3.3.4 Science of Unitary Human Being Rogers
Teori Martha E. Roger dilandaskan mengenai asal-usul manusia dan
alam semesta, misalnya antropologi, sosiologi, astronomi, agama,
filosofi, perkembangan sejarah, dan mitologi. Teori ini fokus kepada
proses kehidupan manusia. Menurut kehidupan seseorang dipengaruhi
oleh alam sebagai lingkungan hidup manusia serta pola pertumbuhan dan
perkembangan seseorang. Asumsi dasar teori Roger tentang manusia
adalah:
a. Manusia adalah satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain masing-masing individu mempunyai sifat dan karakter
yang berbeda serta proses hidup yang dinamis.
b. Manusia berinteraksi langsung dengan lingkungan disekelilingnya.
Dalam hal ini manusia merupakan sistem terbuka yang mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.
c. Kehidupan setiap manusia adalah sesuatu yang unik, dimana jalan
hidup sesorang berbeda dengan orang lain.
d. Perkembangan manusia dapat dilihat dari tingkah lakunya yang
menjadi identitas individu dan merupakan gambaran dari seluaruh
proses kehidupan individu tersebut.
e. Manusia diciptakan dalam karakteristik dan keunikan tersendiri. Hal
ini bisa dilihat melalui sifat dan emosi yang dimiliki setiap manusia
(Hutahaean, 2010).
Dari beberapa asumsi dasar teori Roger di atas maka dapat disimpulkan
bahwa teori Roger berfokus pada manusia sebagai satu kesatuan yang
utuh dalam siklus kehidupannya. Dimana lingkungan adalah segala hal
yang berada di luar diri individu (Hutahaean, 2010).
1.3.3.5 Teori Keperawatan Umum Orem
Pada tahun 1971, Dorothea E. Orem mengatakan bahwa asuhan
keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga dapat
membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan
dan kesejahteraanya. Oleh karena itu, teori ini disebut sebagai selfcare
atau teori self caredefisit (Hutahaean, 2010).
Menurut Orem ada tiga prinsip dalam perawatan diri sendiri atau
perawatan mandiri, yaitu:
a. Perawatan mandiri yang dilakukan bersifat holistik, yang meliputi:
kebutuhan oksigen, air, makanan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
mencegah trauma serta kebutuhan hidup lainnya.
b. Perawatan yang dilakukan harus sesuai dengan tumbuh kembang
manusia.
c. Perawatan mandiri dilakukan karena adanya masalah kesehatan atau
penyakit untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan (Hutahaen,
2010).
Menurut Orem, perawat dibutuhkan ketika seseorang membutuhkan
asuhan keperawatan karena ketidakmampuannya untuk merawat diri
sendiri. Dalam hal ini menurut Orem, area kerja perawat, meliputi:
a. Membina dan mempertahankan hubungan terapeutik antara perawat
dan pasien.
b. Menentukan kapan seseorang membutuhkan bantuan atau
pertolongan. Hal ini dapat dilakukan, jika:
‒ Pasien kurang atau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya.
‒ Pasien mampu memeuhi kebutuhannya, tetapi dalam hal ini
bantuan perawat ditujukan untuk perkiraan masa mendatang
kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan
kebutuhan pasien yang akan dipenuhi .
c. Memperhatikan respon pasien, di mana perawat dapat memberikan
respon positif terhadap permintaan, keinginan, ataupun kebutuhan
pasien. Menurut Orem ada beberapa metode bantuan yang dapat
diberikan kepada pasien, yaitu:
− Berupa tindakan keperawatan.
− Bimbingan kesehatan.
− Dukungan fisik maupun psikis.
− Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan
kesehatan pasien dalam memenuhi kebutuhannya saat ini maupun
kebutuhan mendatang.
d. Memberikan pertolongan langsung kepada individu dan keluarga.
e. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam pemberian
perawatan kepada pasien (Hutahaen, 2010).
Asuhan keperawatan mandiri diselenggarakan dengan memperhatikan
tingkat ketergantungan atau kebutuhan dan kemampuan pasien. Oleh
karena itu, terdapat tiga tingkatan dalam asuhan keperawatan mandiri,
yaitu:
a. Total care
Dalam hal ini, perawat memberi perawatan penuh atau perawatan
total, dimana keseluruhan perawatan pasien dilakukan oleh perawat
karena tingkat ketergantungan pasien yang tinggi.
b. Parsial care
Sehubungan hal trsebut, perawat dan pasien saling bekerja sama
dalam melakukan tindakan keperawatan (perawatan dilakukan
sebagian).
c. Self care
Dengan ini, pasien sudah mampu merawat diri sendiri, tetapi tidak
terlepas dari bimbingan perawat (Hutahaen, 2010).
1.3.3.6 Teori Pencapaian King
Pada tahun 1981, teori Imogene King mengenai pencapaian tujuan
berasal dari kerangka konsepnya. Teori King menjelaskan tentang
berbagai sistem, diantaranya sistem operasional (individu), sistem
interpersonal (kelompok seperti perawat dan pasien), dan sistem sosial
(misalnya sistem pendidikan atau pelayanan kesehatan). king
berpendapat ada 15 konsep dari literatur keperawatan, misalnya diri,
peran, persepsi, komunikasi, interaksi, transaksi, tumbuh-kembang, stres,
waktu, ruang pribadi, organisasi, status, kekuasaan, kewenangan, dan
pengambilan keputusan sebagai pengetahuan yang penting digunakan
oleh perawat (Kozier, 2011).
Mencakup 10 konsep dalam kerangka kerja tersebut, yaitu diri, peran,
persepsi, komunikasi, interaksi, transaksi, tumbuh-kembang, stres, waktu,
dan ruang pribadi sebagai pengetahuan inti yang dih=gunakan oleh
perawatan dalam situasi keperawatan yang sebenarnya. Di Teori King
didesain juga sebuah model transaksi. Proses ini menguraikan sifat dan
standar interaksi perawat-pasien dan pada akhirnya mengarah kepada
pencapaian tujuan bahwa perawat memiliki tujuan interaksi dan secara
bersama-sama menentukan, mengeksplorasi, dan menyetujui cara-cara
untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujukan ditunjukkan dengan hasil
yang didapatkan. Saat informasi dicatat dalam rekammedis pasien,
perawat mempunyai data yang menunjukkan praktik keperawatan
diselenggarakan berdasarkan bukti (Kozier, 2011).
Teori King mencakup interaksi perawat dengan individu dan kelompok
dalam lingkungan. Teori ini menekankan pada pentingnya partisipasi
klien dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi asuhan dan
fokus pada proses interaksi perawat-pasien maupun hasil asuhan (Kozier,
2011).
1.3.3.7 Model Sistem Neuman
Model menurut Betty Neuman tahun 1972 dalam pendidikan dan praktik
keperawatan adalah model sistem (system model), dengan menggunakan
pendekatan manusia secara utuh (total person approach), konsep
holistik, pendekatn sistem terbuka (open system), dan juga konsep
steressor (Hutahaen, 2010).
Model Neuman fokus pada individu dan respon ataupun reaksi individu
terhadap stress, termasuk faktor-faktor yang memperngaruhinya dan
kemampuan adaptasi pasien. Menurut Neuman manusia merupakan
sistem terbuka yang saling berinteraksi denga lingkungan interna maupun
eksternal yang dapat menjadi penyebab stress (stressor). dalam
kehidupan sehari-hari individu selalu berusaha mempertahankan dan
memenuhi kebutuhan biologi, psikologi, sosial, dan kultural (Hutahaen,
2010).
Adanya stressor menyebabkan seseorang bereaksi untuk
mempertahankan kesehatannya melalui mekanisme pemecahan masalah
atau koping tertentu. Penyebab stressor dapat berasal dari diri sendiri ,
dari luar individu atau karena interkasi dengan orang lain. Pengaruh
stressor pada seseorang tergantung pada tingkat stressornya, lamanya
stressor, dan kemampuan serta keefektifan koping yang digunakan
individu tersebut (Hutahaen, 2010).
Menurut Neuman asuhan keperawatan dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi reaksi tubuh akibat adanya stressor. Pencegahan penyakit ini
terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
a. Pencegahan primer, meliputi: tindakan keperawatan untuk
mengidentifikasi adanya stressor, mencegahan terjadinya reaksi tubuh
karena adanya stressor, dan mendukung koping pasien yang
konstruktif.
b. Pencegahan sekunder, meliputi: tindakan keperawatan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh
lainnya karena adanya stressor.
c. Pencegahan tersier, meliputi: pengobatan rutin dan teratur serta
pencegahan kerusakan yang lebih lanjut atau komplikasi dari suatu
penyakit (Hutahaen, 2010).
Ada 4 konsep mayor dari Teori Betty Neuman, yaitu:
a. Manusia
Manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari
keseimbangan yang harmonis, baik dari segi biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual.
b. Lingkungan
Lingkungan adalah semua kekuatan, baik dari lingkungan internal
maupun eksternal klien yang dapat mempengaruhi hidup dan
perkembangan klien tersebut.
c. Keperawatan
Keperawatan merupakan profesi yang unik yang mempertahankan
semua variabel, yang mempengaruhi respon manusia terhadap
stressor. Hal ini merupakan konsep utama untuk mencapai stabilitas
pasien. Model Neuman mendefinisikan parameter dari keperawatan
adalah: individu, keluarga, dan kelompok masyarakat yang
mempertahankan tingkat maksimal dari kesehatannya dengan cara
menghilangkan atau mencegah stres, yaitu melalui pencegahan
primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
d. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas
yang merupakan keadaan yang baik. Dalam hal ini terdapat
keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan
individu menghindari atau mengatasi stressor. Kondisi ini
menggambarkan keadaan di mana terbebasnya individu dari gangguan
pemenuhan kebutuhan hidupnya (Hutahaen, 2010).

1.3.3.8 Model Adaptasi Roy


Tahun 1964, dikembangkan model adaptasi dalam keperawatan oleh
Sister Calista Roy. Keperawatan dilihat sebagai kegiatan yang ditujukan
pada upaya menghilangkan stimulasi dan mengacu kepada kemampuan
individu untuk beradaptasi. Model ini banyak digunakan sebagai dasar
falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model
adaptasi Roy adalah sistem model yang esensial dalam keperawatan.
Asumsi dasar model Roy ini adalah:
a. Individu adalah makhluk bio-psiko-sosial sebagai satu kesatuan yang
utuh. Dalam hal ini seseorang dikatakan sehat jika dia mampu
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, maupun
sosialnya.
b. Setiap orang selalu menggunakan koping, baik yan bersifat positif
maupun negatif untuk dapat beradaptasi.
c. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen
yaitu:
d. Penyebab utama terjadinya perubahan.
e. Kondisi dan situasi yang ada.
f. Keyakian dan pengalaman seseorang dalam beradaptasi
g. Setiap individu berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau
kemandirian serta kebutuhan akan melakukan peran dan fungsi secara
optimal untuk memelihara integritas diri.
h. Individu selalu berada dalam rentang sehat sakit, yang berhubungan
erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara
kemampuan beradaptasi (Hutahaen, 2010).
1.3.3.9 Teori Kesemestaan dan Keanekaragaman Asuhan Budaya
Leininger
Madeleine Leininger adalah seorang perawat antropolog terkemuka,
mengungkapkan pandangannya dalam transkultural keperawatan yang
dipublikasikan pada tahun 1970-an dan kemudian pada tahun
1991menerbitkan buku Cultural Care Diversity, and Universality, A
Theory of Nursing (Kozier, 2011).
Leininger menyatakan bahwa care adalah inti sari keperawatan dan
merupakan gambaran keperawatan yang dominan, berbeda, dan
mempersatukan. Ia menekankan bahwa rasa caring terhadap sesama,
meski merupaka fenomena yang universal, bervariasi antar- budaya
dalam hal ekspresi, proses, dan pola rasa caring terhadap sesama secara
umum merupakan warisan budaya. Leininger membuat Model Sunrise
untuk menjelaskan teorinya mengenai keragaman asuhan budaya dan
kesemestaan. Model ini menekankan bahwa kesehatan dan asuhan
dipengaruhi oleh elemen struktural sosial, seperti teknologi, faktor
keagamaan dan filosofi, sistem sosial dan kekerabatan, nilai budaya,
faktor legal dan politis, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Faktor
sosial ini disampaikan dalam lingkup lingkungan , ungkapan bahasa, dan
etnohistori. Masing-masing sistem ini merupakan bagian dari struktural
sosial masyarakat dimanapun; ungkapan pola, praktik dan asuhan
kesehatan juga merupakan bagian integral dari aspek sosial ini (Leininger
dan Mc Farland, 2002).leininginger menyajikan tiga metode intervensi
agar perawat dapat membantu masyarakat dari budaya yang berbeda:
a. Pemeliharaan dan pelestarian asuhan budaya.
b. Akomodasi, negosiasi asuhan budaya atau keduanya.
c. Restrukturisasi pemolaan (Kozier, 2011).
1.3.3.10 Teori Human Caring Watson
Pada tahun 1979, Jean Watson memiliki keyakinan bahwa inti dari
keperawatan adalah praktik caring, hal ini merupakan fokus pemersatu
keperawatan. Asumsi utamanya tentang caring dijelaskan dalam teori
sebelumya oleh Orem.intervensi keperawatan yang terkait dengan
perawatan manusia disebut sebagai carrative factors, yaitu panduan yang
oleh Watson disebut sebagai “Inti Keperawatan” yang menggarisbawahi
10 faktor berikut ini:
a. Membentuk sistem nilai yang bersifat humanistik-altruistik.
b. Menanamkan keyakinan dan harapan.
c. Menumbuhkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
d. Mengembangkan hubungan saling percaya yang sifatnya membantu
(dalam melakukan perawatan).
e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif maupun
negatif.
f. Menggunakan metode penyelesaian secara ilmiah dan sistematis
dalam mengambil keputusan.
g. Meningkatkan belajar-mengajar interpersonal.
h. Menyediakan lingkungan mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual
yang suportif, korektif, dan protektif.
i. Membantu pemenuhan kebutuhan manusia.
j. Memungkinkan timbulnya kekuatan eksistensial-fenomenal (Kozier,
2011).
Asumsi Jean Watson tentang Caring atau Kepedulian, yaitu:
a. Human Caring dalam keperawatan bukan hanya sekedar emosi ,
keperibadian, perilaku, atau keinginan untuk tidak meyakiti, tetapi
juga rasa kepedulian menggambarkan respon personal.
b. Caring adalah proses intersubjektif manusia dan merupakn ideal
moral dalam keperawatan.
c. Caring hanya dapat ditunjukkan dengan efektif secara interpesonal.
d. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan
individu maupun keluarga.
e. Kepedulian lebih meningkatkan kesehatan daripada pengobatan.
f. Respon caring menerima sesorang bukan hanya dengan kondisi
mereka yang sekarang, tetapi juga kondisi mereka di masa yang akan
datang.
g. Sesuatu lingkungan yang Caring menawarkan perkembangan potensi
serta memudahkan orang yang bersangkutan untuk memilih tindakan
yang terbaik bagi dirinya pada suatu waktu tertentu.
h. Caring melibatkan tindakan dan pilihan yang dilakukan oleh perawat
dan klien. Jika kebiasaan peduli bersifat transpersonal, batasan
keterbukaan akan meluas, sama halnya dengan kapasitas manusia.
i. Karakteristik yang paling abstrak dari seseorang yang bersikap caring
adalah bahwa orang tersebut bersifat responsif terhadap orang lain
sebagai seorang individu yang unik, menerima perasaan orang lain,
dan membedakan seseorang dari orang yang lain.
j. Rasa caring terhadap sesama melibatkan nilai, kemauan, dan
komitmen terhadap perawatan, pengetahuan, tindakan yang
menunjukan rasa kepedulian, dan juga konsekuensinya.
k. Ideal dan nilai caring adalah titik awal pendirian dan sikap yang harus
menjadi suatu tekad, tujuan, komitmen, dan penilaian secara sadar
yang terwujud dalam tindakan nyata (Kozier, 2011).
1.3.3.11 Teori Pembentukan Manusia Parse
Pada tahun 1995, Parse mengajukan tiga asumsi tentang pembentukan
manusia:
a. Pembentukan manusa adalah bebas memilih makna diri dalam
berbagai situasi dalam proses intersubjektif menghubungkan
prioritas nilai.
b. Pembentukan manusia adalah menciptakan pola ritmik bersama atau
berhubungan dalam proses mutual dengan alam semesta.
c. Pembentukan manusia adalah menembus batas multidimensional
dengan kemungkinan yang ada (Kozier, 2011).
Ketiga asumsi di atas menekankan pada makna, irama, kontransendensi.
a. Makna muncul dari interrelasi individu dengan dunia dan merjuk
pada peristiwa yang dikaitkan dengan individu tersebut berdasarkan
berbagai tingkat kepentingan.
b. Irama adalah pergerakan menuju keragaman yang lebih besar.
c. Kontransedensi adalah proses untuk mencapai sesuatu di luar diri
sendiri (Kozier, 2011).
Model pembentukan manusia menurut Parse menekankan bagaimana
individu memilih dan mengemban tanggung jawab untuk menerapkan
pola kesehatan diri. Parse mengungkapkan bahwa klien, dan bukan
perawat, merupakan sosok yang memiliki kewenangan, dan pengambil
keputusan. Peran perawat antara lain membantu individu dan keluarga
dalam memilih kemunkinan untuk melakukan perubahan terhadap
proses kesehatan. Secara khusus peran perawat antara lain menjelaskan
makna (tidak menutupi kondisi yang sebelumnya maupun kondisi di
masa yang akan datang), menyelaraskan irama (yang akan mengarah ke
diskusi untuk mengenali keselarasan), dan memobilisasi transsendensi
(mengharapkan kemungkinan dan menyusun rencana untuk mencapai
hal-hal ini) (Kozier, 2011).
Perawat Parse menggunakan konteks “masa sekarang yang
sesungguhnya” dalam proses perawat-klien. “Dalam konteks masa
sekarang yang sesungguhnya, keutuhan perawat menyatu dengan klien
sementara yang lain menjelaskan makna dari situasinya dan bergerak
melampaui momentersebut” (Kozier, 2011).
1.3 STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL
Pemenuhan dan pendokumentasian asuhan keperawatan harus memenuhi
standar profesi. American Nurses Association (ANA) mendefinisikan standar
keperawatan sebagai pernyataan otoritatif bahwa kualitas praktik, pelayanan,
dan pendidikan keperawatan dapat dimulai. Menurut Flanagan (1974), standar
adalah praktik yang diterima secara umum oleh perawat dan dilakukan dalam
satuan yang sama. Selanjutnya, Northrop dan Kelly (1987) menjabarkan situasi
atau lingjungan yang sama dimaksud meliputi sumber yang tersedia (peralatan,
jumlah tenaga), persiapan pendidikan staf, kekritisan klien, beban kasus, dan
regionalisasi geografis (Ali, 2010).
Tabel 1.1 Garis besar tentang persetujuan
MASALAH IZIN KONTAK BADAN
Kapan diperlukan Diperlukan:
atau tidak − Pelayanan rutin rumah sakit.
diperlukan − Prosedur diagnosis.
− Pengobatan non-rutin pembedahan.
Tidak diperlukan:
− Keadaan darurat: ancaman langsung terhadapkeselamatan dan
kesalahan.
− Para ahli sependapat bahwa keadaan klien darurat.
− Klien tidak mampu memberi persetujuan dan orang yang berwenang
tidak dapat dihubungi.
− Aksi sebagai respon terhadap komplikasi selama operasi dan jika
orang yang berwenang tidak dapat dihubungi.
− Jika klien pasrah saja.
Konsekuensi tidak − Perawat dan dokter dapat dituntut dengan tuduhan penyiksaan.
memperoleh − Rumah sakit dapat dituntut dengan tuduhan penyiksaan karena
persetujuan rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan pegawainya.
Kriteria − Tertulis (lisan, asal dapat dibuktikan di pengadilan).
persetujuan yang − Ditandatangani klien atau orang yang secara hukum bertanggung
sah jawab.

− Klien (atau penanda tangangan) memahami corak prosedur, risiko


yang terkandung, dan kemungkinan konsekuensinya.
− Prosedur yang dilaksanakan disetujui.
Siapa yang − Klien jika ia mampu.
menandatangani − Orang lain jika:
 Klien tidak mampu secara fisik, tidak kompeten menurut hukum,
masih di bawah umur kecuali jika dia sudah menikah atau
mandiri.
 Jika kemampuan reproduksi klien sudah berakhir pasangan
hidupnya yang menandatangani.
Jika klien tidak − Klien berhak menolak, tetapi ia harus menandatangani formulir
mau sebagai bukti penolakannya.
menandatangani − Pihak rumah sakit dapat memintakan perintah pengadilan jika
penolakan klien membahayakan keselamatannya (Ali, 2010).

Tabel 1.2 Pelanggaran disengaja yang penting diketahui perawat.


ISTILAH HUKUM DEFINISI CONTOH
Ancaman Membuat orang lain takut, Mengancam memukul seseorang.
kontak badan tanpa
persetujuan.
Penyiksaan Melakukan kontak badan Memukul seseorang.
dengan seseorang tanpa
persetujuan.
Penahanan yang keliru Penahanan seseorang Menahan klien di rumah sakit
dengan cara yang sampai ia membayar biaya
melanggar hukum tanpa pengobatannya.
persetujuannya
Pelanggaran hak privasi Pelanggaran hak seseorang Mengambil foto seseorang anak
untuk tidak diganggu dan cacat tanpa persetujuan orang
masalah pribadi tertentu tuanya.
tidak dibeberkan kepada
umum.
Penghinaan Merugikan nama baik orang Membuka aib klien kepada orang
lain dengan menyebar berita lain.
bohong mengenai dia
kepada pihak ketiga.
Libel Penghinaan tertulis. Menuliskan bahwa seseorang
adalah pencuri.
Slander Penghinaan lisan. Mengatakan bahwa sesorang
adalah pencuri (Ali, 2010).

Agar asuhan keperawatan atau catatan keperawatan dapat dinilai, asuhan


keperawatan atau dokumentasi keperawatan harus dapat dibandingkan dengan
standar. Pengetahuan tentang standar ini membekali otoritas ddepartemen
keperawatan untuk menentukan filosofi dan kebijaksanaan dokumentasi
keperawatan yang disesuaikan dengan standar yang berlaku (Ali, 2010).
Tiap negara atau organisasi profesi dapat menyusun standar praktik
keperawatan, yaitu sebagai berikut.
1.3.1.1 ANA (1991), merumuskan standar praktik keperawatan klinis yang
mengarahkan proses pemberi asuhan keperawatan dan
pendokumrntasian tentang:
a. Data pengkajian yang relevan.
b. Diagnosis.
c. Tujuan yang dapat diukur.
d. Rencana keperawatan.
e. Intervensi.
f. Respon klien.
g. Perbaikan dalam diagnosis, hasil, dan rencana keperawatan.
1.3.1.2 Joint Commission on Acreditation of Health Care Organisation
(JCAHO) memounyai standar untuk dokumen tasi keperawatan.
Manual akreditasi JCAHO untuk rumah sakit (1994) menganjurkan
dokumentasi tentang:
a. Pengkajian awal dan pengkajian ulang.
b. Diagnosis keperawatan dan kebutuhan perawatan klien.
c. Intervensi yang terencana.
d. Asuhan keperawatan yang diberikan.
e. Respon klien terhadap tindakan dan hasil asuhan keperawatan
yang diberikan.
f. Kemampuan untuk mengatur kebutuhan perawatan berkelanjutan
setelah pulang atau keluar dari rumah sakit.
1.3.1.3 Departemen Kesehatan RI (1988) dengan SK Menkes RI No.
660/Menkes/SK/IX/1987 tentang standar praktik keperawatan bagi
perawat kesehatan yang memuat:
a. Standar praktik keperawatan dari segi struktur.
b. Standar praktik keperawatan dari segi asuhan keperawatan.
c. Standar praktik keperawatan dari segi hasil asuhan keperawatan.
1.3.1.4 Departemen Kesehatan RI denga n SK Dirjen Pelayanan Medik No.
YM.00.03.2.6.7637 tentang pemberlakuan standar asuhan
keperawatan di rumah sakit, tang gal 18 Agustus 1993 yang berisi:
a. Standar i: Pengkajian keperawatan.
b. Standar II: Diagnosis keperawatan.
c. Standar III: Perencanaan keperawatan.
d. Standar IV: Intervensi keperawatan.
e. Standar V: Evaluasi keperawatan.
f. Standar VI: Catatan asuhan keperawatan (Ali, 2010).
Standar asuhan keperawatan adalah pedoman terperinci yang menunjukkan
perawatan yang diprediksi dan diidentifikasi dalam situasi spesifik. Standar
asuhan keperawatan harus menunjukkan asuhan yang menjadi tanggung jawab
perawat dalam pemberiannya, dan bukan tingkat ideal asuhan (Ali, 2010).
Perawat jangan berharap dapat mengatasi semua atau bahkan sebagian besar
masalah yang dialami klien. Akan tetapi, perawat harus memilih masalah yang
paling serius atau paling penting untuk klien (Ali, 2010).
Standar ideal yang tidak realistis hanya membuat frustasi perawat dan
membuat bertanggunggugat atas asuhan yang tidak dapat mereka berikan.
Perawat harus membuat standar realistis yang didasarkan pada kekritisan klien,
lamanya perawatan, dan sumber-sumber yang tersedia.
Sistem pencatatan perawatan dapat mengandng tiga tingkat asuhan, yaitu
sebagai berikut.
1.3.2.1 Tingkat I, Unit Standar Perawatan Generik.
Standar perawatan tingkat I memperkirakan perawatan generik yang
perlu dilakukan untuk semua atau kebanyakan individu atau keluarga
di unit perawatan. Misalnya perawatan di ruangan penyakit dalam,
bedah, onkologi, pediatrik, pasca partum, ruang operasi, ruang
kedaruratan, unit kesehatan mental, unit rehabilitasi, dan perawatan
neonatus. Daftar masalah keperawatan generik dapat dilihat pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.3 KELOMPOK DIAGNOSTIK KEPERAWATAN TINGKAT I UNTUK
ORANG DEWASA YANG DIRAWAT
Masalah Kolaboratif
− Komplikasi Potensial: Kardiovaskuler.
− Komplikasi Potensial: Pernapasan.
Diagnosis Keperawatan
− Ansietas yang berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal rutinitas, tindakan dan
pemeriksaan diagnostik, dan kehilangan kontrol.
− Risiko cidera yang berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal dan pembatasan
fisik atau mental karena kondisi, obat-obatan, terapi, dan pemeriksaan diagnostik.
− Risiko infeksi yang berhubungan dengan peningkatan mikroorganisme di lingkungan, risiko
tranmisi orang ke orang, dan pemeriksaan serta terapi invasif.
− Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan masalah sensori, kognitif, mobilitas,
kelemahan, atau motivasi.
− Risiko ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
penurunan nafsu makan karena tindakan, keletihan, lingkungan, dan perubahan kebiasaan
diet serta peningkatan kebutuhan protein atau vitamin untuk penyembuhan.
− Risiko konstipasi yang berhubungan dengan perubahan asupan cairan atau makanan, tingkat
aktivitas rutin, efek obat, dan sterss emosional.
− Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal, ribut,
perubahan kebiasaan waktu tidur, stress emosional, dan perubahan irama sirkadian.
− Risiko distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari sistem pendukung
keagamaan, kurang privasi, atau ketidakmampuan untuk melaksanakan ritual keagamaan.
− Gangguan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan rutinitas, perubahan
hubungan peran, dan kelemahan yang berhubungan dengan peningkatan beban kerja dan
kebutuhan jam kunjungan (Ali, 2010).
1.3.2.2 Tingkat II, Pedoman Kelompok Diagnostik atau Diagnosis Tunggal
atau Masalah Kolaboratif.
Kelompok diagnostik adalah sekelompok diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif yang telah diperkirakan ada dan masalah
kolaboratif tertinggi untuk populasi tertentu. Contoh standar diagnosis
tingkat II, adalah sebagai berikut.
a. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit.
b. Risiko tinggi perilaku kekerasan.
c. Komplikasi potensial ketidakseimbangan caitan atau elektrolit (Ali,
2010).
1.3.2.3 Tingkat III, Rencana Perawatan Adendum.
Rencana perawatan adendum menunjukkan intervensi tambahan yang
akan diberikan pada klien. Intervensi spesifik ini dapat ditambahkan
pada rencana tingkat II atau mungkin berkaitan dengan diagnosis
keperawatan prioritas tambahan atau masalah kolaboratif yang tidak
termasuk rencana baku.
Perawatan awal pada kebanyakan klien yang dirawat dapat diarahkan
secara bertangung jawab dengan menggunakan standar keperawatan.
Pada interaksi perawat-klien selanjutnya, data spesifik dapat
memberikan tambahan spesifik pada rencana perawatan klien untuk
memastikan asuhan keperawatan balistik dan empatik, misalnya daftar
masalah dan rencana perawatan adendum (Ali, 2010).
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN ATAU RENCANA PERAWATAN
DIAGNOSIS STATUS STANDAR ADENDUM EVALUASI
KEPERAWATA KEMAJUAN
N/ MASALAH
KOLABORATIF

Kode Status: A=Aktif T=Teratasi D=Disingkirkan


Kode Evaluasi: S=Stabil M=Membaik B=Memburuk T=Tidak berubah
K=Kemajuan TK=Tidak ada kemajuan (Ali, 2010)
RENCANA PERAWATAN ADENDUM
DIAG. KEP/MAS. TUJUAN TGL/INISIAL INTERVENSI
KOL KLIEN/KEPERAWATAN

Inisial/Tanda 3. 5. 7.
Tangan
1.
2. 4. 6. 8.

Standar praktik keperawatan profesional merupakan pedoman bagi perawat di


Indonesia dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan. Standar praktik tersebut dilaksanakan oleh
perawat generalis maupun spesialis di seluruh pelayanan kesehatan di rumah
sakit, puskesmas, maupun tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat
(Nursalam, 2008).
Standar praktik keperawatan profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2000. Standar
tersebut mengacu pada proses perawatan yan terdiri atas lima tahapan, yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Nursalam,
2008).
1.3.3.1 Standar 1: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data mengenai status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria Proses
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan mempelajari data penunjang klien
(pemeriksaan laboraturium, rekam medis, dan catatn lainnya).
b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim
kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
− Status kesehatan klien saat ini;
− Status kesehatan klien masa lalu;
− Status fisiologis-psikologis-sosial-spiritual;
− Respons terhadap terapi;
− Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal;
− Masalah-masalah yang memiliki risiko tinggi (Nursalam,
2008).
1.3.3.2 Standar 2: Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data hasil pengkajian untuk merumuskan
diagnosis keperawatan. Kriteria Proses
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi
masalah, dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Komponen diagnosis keperawatan terdiri atas Masalah
(Problem/P), Penyebab (Etiologi/E), dan Tanda atau Gejala (Sign
and Symphtom/ S) atau terdiri atas Masalah dan Penyebab (PE).
c. Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien dan profesi
kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan
data terbaru (Nursalam, 2008).
1.3.3.3 Standar 3: Perencanaan
Perawat membuat rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan status kesehatan klien. Kriteria Proses
a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana asuhan keperawatan serta bila perlu dicantumkan rasional.
b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana asuhan
keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
d. Mendokumentasi rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2008).
1.3.3.4 Standar 4: Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria Proses
a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan implementasi
asuhan keperawatan.
b. Mengolaborasikan asuhan keperawatan dengan profesi kesehatan
lain untuk meningkatkan status kesehatan klien.
c. Melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesesehatan klien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan di
bawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk
mencapai tujuan kesehatan.
f. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatannya dan
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan
olehnya.
g. Memberi pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai
konsep asuhan diri, serta membantu klien memodifikasi lingkungan
yang akan digunakan.
h. Mengkaji ulang dan merivisi implementasi asuhan keperawatan
berdasarkan respons klien (Nursalam, 2008).
1.3.3.5 Standar 5: Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan (respons) klien terhadap asuhan
keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta
perencanaan. Kriteria Proses
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari implementasi secara
komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan rencana sejawat
dan klien.
d. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi
rencana asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan
(Nursalam, 2008).
1.4 IMPLIKASI DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN DI MASA
MENDATANG
Praktik keperawatan di masa mendatang harus dapat berorientasi pada
pelayanan kepada klien (consumer minded). hal ini berlandaskan pada tren
perubahan dan persaingan yang semakin ketat saat ini. Oleh karena itu, di masa
depan nanti perawat diharapkan dapat mendefinisikan, mengimplementasikan,
dan mengukur perbedaan praktik keperawatan yang seharusnya berperan
sebagai indikator atas terpemuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang profesional. Sementara itu, karena kualitas pelayanan
keperawatan di masa mendatang belum jelas, maka perawat profesional
nantinya harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kualitas sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia, yaitu (1) memahami dan menerapkan peran
perawat, (2) komitmen terhadap identitas keperawatan, (3) perhatian terhadap
perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada masyarakat, serta (4)
komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan
melalui upaya yang kreatif dan inovatif (Nursalam, 2008).
Implikasi pelayanan keperawatan di masa mendatang dapat dijawab dengan
menerjemahkan tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan yang
profesional berdasarkan “Profil Perawat Profesional dan Milenium” tersebut di
bawah ini (Nursalam, 2008).
Perawat Indonesia di masa depan harus dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan pendekatana proses keperawatan yang berkembang seiring dengan
perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat
dituntut untuk mampu menjawab dan mengantisipasi dampak dari perubahan.
Sebagai perawat profesional, peran yang diemban harus lebih mandiri
(independen), sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan. Peran tersebut adalah CARE yang dijabarkan sebagai
berikut (Nursalam, 2008).
C= Communication C= Complete
A= Accurate
R= Rapid
E= English
A= Activity C= Cooperative
A= Applicable
R= Responsive
E= Empathy
R= Review C= Considered
A= Appropriate
R= Reasoned
E= Evaluated
E= Education C= Commited
A= Academic
R= Research
E= Extended
(Nursalam, 2008)

1.4.1 C= Communication
Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan
pelayanan keperawatan adalah dapat berkomunikasi secara lengkap,
akurat, dan cepat. Artinya setiap melakukan komunikasi (lisan maupun
tulis) dengan rekan sejawat atau dengan profesi kesehatan lainnya,
perawat tersebut harus memenuhi ketiga unsur di atas dan harus
didukung dengan fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang
terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asinbg, minimal
bahasa Inggris dalam penerapan proses keperawatan kepada klien. Hal
ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya persaingan dalam
pasar bebas (Nursalam, 2008).
1.4.2 A= Activity
Prinsip melakukan aktivitas atau pemberian asuhan keperawatan harus
dapat bekerja sama dengan rekan sejawat serta dengan profesi
kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam
memberikan asuhan kepada klien. Aktivitas tersebut harus ditunjang
dengan menunjukkan suatu kesungguhan dan sikap empati serta
bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini
diperlukan pada saat ini maupun di masa yang akan datang dalam upaya
mewujudkan jati diri perawat serta untuk menghilangkan masa lalu
tenaga keperawatan yang bekerja seperti robot dan berada pada posisi
yang lebih rendah (inferior) dari profesi kesehatan lainnya (Nursalam,
2008).
Hal terpenting bagi seorang perawat di masa depan adalah memberikan
asuhan keperawatan yang didasarkan pada ilmu yang telah dipelajari
dan ketepatan dalam menngaplikasikan ke pekerjaannya. Artinya, ilmu
keperawatan yang ada harus diidentifikasi sesuai dengan kondisi
budaya dan agama yang berbeda-beda agar dapat diterapkan di
Indonesia (Nursalam, 2008).
Untuk menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien, maka perlu dirapkan asuhan keperawatan dengan prinsip
CWIPAT (Nursalam, 2008).
C= Check the orders and equipment
W= Wash your hands
I= Identify the patient
P= Provide for safety and privacy
A= Assess the problem
T= Tell the person or teach the patient about what you are going to do.
(Nursalam, 2008)

1.4.3 R= Review
Prinsip utama dalam melaksanakan peran tersebut adalah pesan moral
dan kode etik keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman pada nilai-
nilai kode etik dan standar keperawatan yang ada serta ilmu
keperawatan itu sendiri. Hal ini penting guna menghindari kesalahan-
kesalahan yang akan berakibat fatal terhadap klien an eksistensi profesi
keperawatan yang sedang mencari identitas diri (Nursalam, 2008).
Prinsip-prinsip yang menjadi pertimbangan dalam implementasi asuhan
keperawatan akan dijelaskan berikut ini.
a. Justice (asas keadilan)
“... equals should be treated equally and unequalls should be treated differently”
− Setiap prioritas intervensi yang diberikan harus berdasarkan kondisi klien.
− Tidak ada diskriminasi (pada klien dan alat-alat).
b. Autonomy (asas menghormati otonomi)
“... individual has the right to determine their own actions”
− Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan intervensi terhadap dirinya
sendiri.
c. Benerfience (asas manfaat)
“... doing or promoting good“
− Setiap intervensi yang diberikan kepada klien harus bermanfaat bagi klien dan
menghindarkan ia dari kecacatan.
d. Veracity (asas kejujuran)
“... telling the truth”
‒ Perawat dalam berkomunikasi harus mengatakan dengan benar dan jujur kepada
klien.
e. Fidelity (asas komitmen)
“... one has moral duty to be faithful to the commitments that one makes to others“
‒ Apa yang dilaksanakan oleh perawat harus didasarkan pada tanggung jawab
moral dan profesi.
(Nursalam, 2008)

Disamping itu perawat dituntut untuk terus mendapatkan informasi-


informasi terbaru agar dapat mengikuti perubahan pelayanan yang terus
berkembang. Sebagaimana yang disampaikan oleh Forence
Nightingale:
In the Past... “You should do no harm to hospital”. Now... “You should
to do no harm to yourself”.

You Care believing in what you can achieve


You Apply believing in what you can achieve
You Respond believing in what you can achieve
You Excell believing in what you can achieve

Then YOU will achieve your TRUE status as PROFESSIONAL


(Nursalam, 2008)

Masalah-masalah Kode Etik Keperawatan di Indonesia


1.4.3.1 Dasar-dasar moral semakin memudar. Kode etik profesi
kedokteran dan keperawatan seharusnya diajarkan kepada
generasi muda sedini mungkin dengan menyertakan contoh-
contoh dari generasi yang lebih tua dan yang ada di masyakat.
Dengan demikian, maka para perawat dan generasi muda akan
lebih memahami perilaku yang sesuai dengan kode etik dan
tidak (Nursalam, 2008).
1.4.3.2 Dasar dan sendi-sendi agama. Landasan moral dan kode etik
yang paling kuat dan mendasar adalah agama. Hal tersebut
melanda Indonesia karena dalam era komunikasi dan
transportasi modern saat ini, informasi, budaya, dan perilaku
hidup global dengan mudah dilihat, disaksikan, dan ditiru oleh
generasi muda saat ini. Oleh karena itu, agama merupakan
landasan yang harus dipertahankan dalam masalah kode etik
keperawatan (Nursalam, 2008).
1.4.3.3 Perkembangan ilmu, penelitian, serta teknologi kedokteran
dan keperawatan berkembang pesat. Kode etik yang lama
kadang tidak mungkin dapat diterapkan pada masa sekarang.
Kode etik dan moral dianggap menghambat kemajuan ilmu dan
teknologi, mereka mengagung-agungkan ilmu dan teknologi
untuk menguasai manusia lain dan semesta alam (Nursalam,
2008).
1.4.3.4 Dokter dan perawat tidak mungkin menguasai semua
kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran dan keperawatan
yang berkembang pesat. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
peminatan khusus, spesialisasi atau subspesialisasi, dan
penggunaan alat khusus yang canggih sehingga seorang dokter
dan perawat lupa bahwa klien adalah seorang manusia yang
secara bio=psiko-sosio-spiritual-kultural dan ekonomi
merupakan satu kesatuan. Klien dianggap sebagai objek yang
terdiri atas bagian yang terpisah (Nursalam, 2008).
1.4.3.5 Globalisasi yang ditandai dengan persaingan dan perang
ekonomi segala bidang. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan
kesehatan telah berubah orientasinya dari kegiatan sosial
menjadi kegiatan sosio-ekonomi dan kemudian akan mengarah
ke kegiatan bisnis dalam industri kesehatan (Nursalam, 2008).
Industri farmasi, laboraturium medik, dan industri peralatan
kedokteran secara efektif dan efisien memanfaatkan mitranya
yang potensial untuk menjual jasa atau produknya kepada klien
(Nursalam, 2008).
1.4.3.6 Berbagai kemajuan dan perkembangan masyarakat sebagai
pengguna jasa kesehatan.
a. Kesadaran klien dan masyarakat mengenai hak-haknya di
bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan semakin
meningkat sehingga mereka lebih peka dan lebih kritis
untuk menuntut haknya.
b. Tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat yang
meningkat memungkinkan mereka menuntut perawatan
yang lebih baik.
c. Kesenjangan ekonomi yang melebar, tersedianya
perawatan bagi mereka dengan tingkata ekonomi lemah
dan bagi mereka yang mampu secara ekonomi. Mereka
secara ekonomi tidak mampu akan menuntut haknya untuk
mendapat pelayanan dan perawatan yang sama dengan
mereka yang mampu (Nursalam, 2008).
1.4.3.7 Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungan
keperawatan itu sendiri.
a. Kurangnya tenaga perawat akan manimbulkan kompetisi
para pengguna jasa keperawatan, baik kompetisi yang sehat
atau yang tidak sehat, sehingga hubungan antara rekan
sejawat pun dapat merenggang.
b. Masuknya perawat asing dan perawat lulusan luar negeri
yang mempunyai latar belakang pendidikan dan budaya
yang berbeda, akan menambah ketatnya kompetisi
antarperawat (Nursalam, 2008).
1.4.3.8 Asuransi kesehatan makin dirasakan sebagai kebutuhan, baik
oleh pemberi jasa keperawatan maupun oleh masyarakat.
Hubungan langsung dokter atau perawat-klien berubah menjadi
hubungan dokter atau perawat-perusahaan asuransi-klien.
Hubungan dokter atau perawat-perusahaan asuransi merupakan
hubungan bisnis, begitu pula hubungan perusahaan asuransi-
klien. Dengan demikian, secara tidak langsung hubungan dokter
dan klien menjadi hubungan bisnis (Nursalam, 2008).
1.4.3.9 Meningkatnya kesadaran masyarakat menggunakan jasa
pengacara untuk memperoleh dan membela hak-haknya
dalam perawatan kesehatan. Setiap intevensi dan pengobatan
yang dilakukan oleh dokter atau perawat meskipun kecil tetap
mempunyai risiko timbulnya efek samping atau komplikasi.
Risiko yang terjadi sering kali dianggap sebagai suatu kelalaian
yang dapat dituntut secara pidana maupun perdata sebagai
malpraktik oleh klien dan pengacaranya (Nursalam, 2008).

Indikator Malpraktik-Kelalaian
Perawat profesional di masa mendatang diharapkan pada suatu tuntutan
tanggung jawab dan tanggung gugat yang lebih tinggi pada setiap
intervensi yang dilaksanakan. Artinya setiap asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien harus menghindari kesalahana karena kelalaian
(negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan
pendokumentasian akurat dan benar. Kesalahan sekecil apa pun yang
dilakukan oleh seorang perawat profesional akan berdampak pada citra
keperawatan secara keseluruhan dan akan dimintai pertanggungjawaban
dan pertanggunggugatan oleh klien. Indikator malprakti-kelalaian
dalam praktik keperawatan profesional meliputi:
a. Klien tidak menjadi tanggung jawab perawat yang bersangkutan;
b. Perawat tidak melaksanakan tugas yang diemban;
c. Perawat menyebabkan klien terluka atau cacat;
d. Luka atau cacat yang disebabkan kelalaian perawat bisa karena
kesalahan dalam melakukan intervensi (negligence) maupun karena
lupa (omission) (Nursalam, 2008).

1.4.4 E= Education
Dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan di masa
depan, perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
profesi dengan terus-menerus menambah ilmu melalui pendidikan
formal atau informal sampai pada suatu keahlian tertentu (Nursalam,
2008).
Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif harus
didasarkan pada hasil temuan-temuan ilmiah yang dapat diuji
kebenarannya. Keadaan tersebut menuntut perawat untuk dapat
melakukan penelitian-penelitian keperawatan. Oleh karena itu, bekal
yang paling utama dalam mempersiapkan keperawatan di masa
mendatang adalah penguasaan terhadap metodologi penelitian
keperawatan. Implikasinya adalah para lulusan keperawatan setiap
jenjang pendidikan tinggi keperawatan (D3/S1) harus melakukan riset
keperawatan. Hal ini menuntut semua pihak khususnya pengelola
pendidikan keperawatan, agar membekali para mahasiswanya dengan
riset keperawatan sebagai tanggung jawab moral dan profesional
(Nursalam, 2008).
Sedangkan karakter “Nurse Millenium” yang diharapkan adalah:
C=Career Specialist-Education-Management
A= Activity Understanding-Value--Integration
R= Role Recognition-Respect-Partnership
E= Enhancement Extension-Independence-Reward
(Nursalam, 2008)
Keterangan:
1.4.4.1 C= Career
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
di masa mendatang nanti harus mempunyai dassr pendidikan
dan keahlian yang memadai. Keahlian dan dasar pendidikan
berperan sebagai indikator jaminan kualitas layanan kepada
klien dan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan yang fatal
(Nursalam, 2008).
Perawat juga dituntut untuk menguasai konsep manajemen
secara keseluruhan, khususnya manajemen keperawatan. Di
masa depan, bukanlah sesuatu yang aneh apabila seseorang
perawat menduduki jabatab top manager di sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia, misalnya sebagai direktur rumah sakit,
kepala dinas kesehatan, dan bahkan sebagai menteri kesehatan.
Untuk mecapai karir tersebut, maka perawat harus terus
bekerja keras seperti pepatah yang mengatakan “Journey of
thousand miles, can be begun with a single step” dan “ Mimpi
akan menjadi indah kalau kita mengejarnya, tetapi sia-sia kalau
kita hanya menghrapkannya” (Nursalam, 2008).
1.4.4.2 A= Activity
Perawat harus memahami semua intervensi yang
dilakukannya, baik dari segi keilmuan maupun kode etik dan
moral keperawatan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan
terhadap pelaksanaan pelayanan keperawatan yang profesional
(Nursalam, 2008).
1.4.4.3 R= Role
Dalam melaksanakan perannya di masa depan, perawat
dituntut untuk mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan
yang lain. Oleh karena itu, perawat harus dapat membedakan
peran yang dimaksudkan (Nursalam, 2008).
1.4.4.4 E= Enhancement
Prinsip utama asuhan keperawatan adalah pengembangan diri
secara terus-menerus seiring dengan perkembangan zaman
yang dinamis dan berubah setiap saat. Perawat dituntut mampu
menunjukkan independensi dalam memberikan asuhan
keperawatan dan mampu rasa percaya diri yan tinggi. Hal ini
dapat ditempuh dengan mempersiapkan dan membekali diri
dengan baik terutama yang berhubungan dengan penghargaan.
Saat ini standar pemberian gaji bagi perawat yang bekerja di
pelayanan masih dirasa kurang layak, khususnya berhubungan
dengan insentif, terutama bagi perawat yang bekerja di instansi
pemerintah. Oleh karena itu, di masa depan sistem pemberian
penghargaan bagi perawat , khususnya berupa pelayanan, perlu
diperjuangkan dan ditata dengan baik (Nursalam, 2008).

1.5 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2010. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC.


Hutahaean, Serri.2010. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media.
Kozier et al. 2011. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik Ed.7
Vol. 1. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai