Anda di halaman 1dari 6

PRINSIP TERAPI

Strategi terapi pada batuk dilakukan dengan 2 cara, yaitu terapi non farmakologi (tanpa
menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan menggunakan obat).
1. Non Farmakologi (Tanpa Menggunakan Obat)
Batuk yang tanpa gejala akut dapat sembuh sendiri dan biasanya tidak perlu obat. Untuk
mengurangi batuk biasanya dengan cara:
a) Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi atau
rasa gatal.
b) Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan, dan udara
malam yang dingin
c) Menghirup uap air panas, uap mentol
d) Permen obat batuk atau permen pedas dapat menolong pada batuk yang kering dan
menggelitik
(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003)
2. Terapi Farmakologi (Dengan Menggunakan Obat)
a. Pengobatan Spesifik
Pengobatan ini diberikan terhadap penyebab timbulnya batuk. Apabila penyebab batuk
diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi
diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.
Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya (Yunus, F. 2007).
b. Pengobatan Simtomatik
Diberikan baik kepada penderita yang tidak dapat ditentukan penyebab batuknya maupun
kepada penderita yang batuknya merupakan gangguan, tidak berfungsi baik dan potensial dapat
menimbulkan komplikasi (Yunus, F. 2007).
Obat batuk dapat dibagi menurut titik kerjanya dalam 2 golongan besar, yaitu :
1. Zat-zat Sentral (Antitusif)
Obat-obat ini menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di sumsum lanjutan
dan mungkin bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak dengan efek menenangkan
(sedatif). Zat-zat ini dibedakan antara zat-zat yang menimbulkan adiksi dan non-adiksi.
a. Zat-zat adiktif
Yang termasuk zat-zat ini adalah candu dan kodein, zat ini termasuk kelompok
obat opioid, yaitu zat yang memiliki sebagian sifat farmakologi dari opium atau morfin.
Berhubungan obat ini mempunyai efek ketagihan (adiksi) maka penggunaanya harus hati-
hati dan untuk jangka waktu yang singkat.
b. Zat-zat non-adiktif
Yang termasuk zat-zat ini adalah noskapin, dekstrometorfan, pentoksiverin.
Antihistamin juga termasuk, misalnya prometazin dan difenhidramin.
(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003).
2. Zat-zat Perifer
Obat batuk ini bekerja di luar dari system saraf pusat. Perifer terbagi dalam beberapa
kelompok yaitu ekspetoransia (ammonium klorida, guaiokol, ipeca dan minyak terbang),
mukolitika (asetilkarbositein, mesna, bromheksin, dan ambroksol), dan zat-zat pereda
(oksolamin dan hiperpidin) (Tjay, HT. Rahardja, K. 2003).
a. Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran
pernapasan. Obat ini bekerja melalui suatu refleks dari lambung yang menstimulasi
batuk. Sekresi dahak yang bersifat cair diperbanyak secara reflektoris atau dengan jalan
efek langsung terhadap sel-sel kelenjar. Obat yang termasuk golongan ini adalah
ammonium klorida, gliceryl guaiacolat, ipeka, dan minyak terbang.
b. Mukolitik
Mukolitk ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran pernapasan dengan
jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum.
Mukolitik memiliki gugus sulfhydryl bebas dan berdaya mengurangi kekentalan dahak
dan mengeluarkannya. Mukolitik digunakan dengan efektif pada batuk dengan dahak
yang kental sekali. Zat-zat ini mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih
encer melalui proses batuk atau dengan bantuan gerakan cilia dari epitel. Tetapi pada
umumnya zat ini tidak berguna bila gerakan silia terganggu, misalnya pada perokok atau
akibat infeksi. Obat-obat yang termasuk kelompok ini adalah asetilkarbosistein, mesna,
bromheksin, danambroxol.
c. Emoliensia
Memperlunak rangsangan batuk dan memperlicin tenggorokan agar tidak kering,
serta memperlunak selaput lendir yang teriritasi. Zat-zat yang sering digunakan adalah
sirup (thymi dan altheae), zat-zat lendir (infus carrageen), dan gula-gula, seperti drop
(akar manis), permen, pastilles isap, dan sebagainya.
(Tia Widianti. 2015)
CONTOH-CONTOH OBAT BATUK
A. Zat-zat pereda sental (Antitusif)
1. Keodein (F.I): metilmorfin, *Codipront
 Alkaloida candu ini memiliki sifat menyerupai morfin, tetapi efek analgetis dan
meredakan batuknya jauh lebih lemah, begitu pula efek depresinya terhadap
pernapasan. Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa
sakit, biasanya dikombinasi dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi. Dosis
analgetis yang efektif terletak di anatara 15 – 60 mg. Sama dengan morfin, kodein
juga dapat membebaskan histamine (histamine-liberator).
 Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada obstipasi, mual dan
muntah, pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan
depresi pernapasan. Dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut.
Walaupun kurang hebat dan lebih jarang daripada morfin, obat ini dapat pula
mengakibatkan ketagihan.
 Dosis: oral sebagai aalgetikum dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimum 200
mg sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.
2. Noskapin
 Alkaloida candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren, seperti kodein dan
morfin, melainkan termasuk dalam kelompok benzilisokinolin seperti alkaloda candu
lainnya (papaverin dan tebain). Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, tetapi
tidak mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi, sedangkan efk sedatifnya
dapat diabaikan. Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat baik ini, kini obat ini
banyak digunakan dalam berbagai sediaan obat batuk popular.
 Noskapin tidak bersifat analgetis dan merupakan pembebas histamine yang kuat
dengan efek bronchokonstriksi dan hipotensi (selewat) pada dosis besar.
 Efek sampingnya jarang terjad dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan
lelah letih tidak bersemangat.
 Dosis: oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg sehari.
3. Dekstrometofan: methoxylevorphanol, Detusif, *Romilar/exp, *Benadryl DMP
 Derivat-fenantren ini (1953) berkhasiat menekan batuk, yang sama kuatnya dengan
kodein, tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedative, sembelit, atau
adiktif. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak.
Pada peyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SP.
 Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu,
pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
 Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromide) p.c., anak-anak 2-6 tahun 3-4 dd 8 mg, 6-12
tahun 3-4 dd 15 mg.
B. Antihistamin
1. Prometazin: (phenargen exp)
 Sebagai antihistaminikum berdaya meredakan rangsangan batuk berkat sifat sedative
dan antikolinergik yang kuat.
 Efek samping antikolinergiknya dapat menyebabkan gangguan buang air kecil dan
akomodasi pada manula.
 Dosis : 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c., anak-anak diatas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg.
2. Oksomemazin
 Adalah derivat dengan khasiat dan penggunaan sama, daya antikolinergiknya lemah.
 Dosis : 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2 tahun 2,5-10 mg sehari, 2-5 tahun 10-20 mg
sehari, 5-10 tahun 2-3 dd 10 mg.
3. Difenhidramin (Benadryl)
 Sebagai zat antihistamin (H-Blocker), senyawa ini bersifat hipnotis-sedatif dan
dengan demikian meredakan rangsangan batuk. Pada bayi dapat menimbulkan
perangsangan paradoksal, misalnya mengeringnya selaput lender karena efek
antikolinergiknya.
 Dosis : 3-4 dd 25-50 mg
C. Muskolitik
1. Asetilsistein (Fluimucil)
 Mekanisme aksinya yakni Mengurangi kekentalan / viskositas sekret dengan
memecah ikatan disulfida pada mukoprotein, memfasilitasi pengeluaran sekret
melalui batuk. Mekanisme ini paling baik pada pH 7-9, sehingga pH sediaan diadjust
dengan NaOH.
 Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angioedema, kemerahan,
gatal), hipotensi / hipertensi (kadang-kadang), mual, muntah, demam, syncope,
berkeringat, arthralgia, pandangan kabur, gangguan fungsi hati, asidosis, kejang,
;cardiac / respiratory arrest.
 Dosis : Oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat, anak-anak n2-7 tahun 2 dd
200 mg, dibawah 2 tahun 2 dd 100 mg, Sebagai antidotum keracunan paracetamool ,
oral 150 mg/kg berat badan dan larutan 5 %, disusul dengan 75 mg/kg setiap 4 jam
2. Bromheksin
 Mekanisme aksinya yakni Bromheksin merupakan secretolytic agent, yang bekerja
dengan cara memecah mukoprotein dan mukopolisakarida pada sputum sehingga
mukus yang kental pada saluran bronkial menjadi lebih encer, kemudian
memfasilitasi ekspektorasi.
 Efek Samping : Pusing, sakit kepala, berkeringat, kulit kemerahan. Batuk atau
bronkospasme pada inhalasi (kadang-kadang). Mual, muntah, diare dan efek samping
pada saluran cerna.
 Dosis : Oral 3-4 dd 8-16 mg (Klorida), Anak-anak 3 dd 1,6 – 8 mg. Tergantung dari
usia.
D. Ekspektoran
1. Kaliumiodida
 Iodida menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorokan dan mencairkannya, tetapi
sebagai obat batuk (Hampir) tidak efektif.
 Efek Samping : gangguan tiroid , Struma, Ucticaria dan iod-acne, juga
hiperkaliemia( pada fungsi ginjal buruk).
 Dosis: Pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks. 6 g sehari.
2. Amoniumklorida
 Berdaya diuretic lemah yang menyebabkan acidosis, yakni kelebihan asam dalam
darah. Keasaman darah merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas
meningkat dan gerakkan bulu getar (cilia) disaluran napas distimulasi. Sekresi dahak
juga meningkat. Maka senyawa ini banyak digunakan dalam sediaaan sirop batuk,
misalnya obat batuk hitam.
 Efek Sampingnya : Acidosis ( khusus pada anak-anak dan pasien ginjal) dan
gangguan lambung (mual, muntah), berhubung sifatnya yang merangsang mukosa.
 Dosis : oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g seharinya.
3. Guaifenesin ( Gliserilguaiakolat, Toplexil)
 Digunakan sebagai ekspektorans dalam berbagai jenis sediaan bentuk popular. Pada
dosis tinggi bekerja merelaksasi otot seperti mefenesin.
 Efek Samping : Iritasi Lambung (mual,muntah) yang dapat dikurangi bila diminum
dengan segelas air.
 Dosis: Oral 4-6 dd 100-200 mg.
E. Emolliensia
1. Succus Liquiritiae
 Obat ini banyak digunakan sebagai salah satu komponen dari sediaan obat batuk guna
mempermudah pengeluaran dahak dan sebagai bahan untuk memperbaiki rasa.
 Efek Samping : Pada doosis Tinggidari 3 g sehari berupa nyeri kepala, udema, dan
terganggunya keseimbangan elektrolit, akibat efek mineralalokortikoid dan
hipernatriema dari asam glycyrrizinat.
 Dosis : oral 1-3 g sehari.

Daftar pustaka
Tjay, Ht. Rahardja, K. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia.
Yunus, F. 2007. Kenali Batuk Dan Obat Batuk. Jakarta
Tia Widianti. 2015. Makalah “Obat Batuk”.Tanggerang

Anda mungkin juga menyukai