Disusun oleh :
Hambatan Samping
Hambatan samping, yaitu aktivitas samping jalan yang dapat
menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta
menurunkan fungsi kinerja jalan. Pejalan kaki yang menyeberang atau berjalan
menyebabkan lalu lintas berhenti sejenak untuk menunggu kendaraan yang
melintas selama pejalan kaki menyeberang. Adanya waktu yang hilang akibat
berhenti dan menunggu, menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan akibat
bertambahnya waktu tempuh untuk suatu ruas jalan, sehingga aktivitas sisi jalan
perlu dikendalikan agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas (Anna
Yuniarti.2003:8).
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping
adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan.
Hambatan samping yang sangat mempengaruhi pada kapasitas dan kinerja jalan
adalah:
1. Pejalan kaki,
2. Angkutan umum kendaraan berhenti dan parkir,
3. Kendaran yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan,
4. Kendaraan bergerak lambat (misalnya : becak, kereta kuda, kendaraan
tak bermotor).
Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan
yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua
lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, tetapi untuk jalan dengan
banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur (MKJI,
1997).
Menurut Diklat Ahli LLAJR (1987), suatu jalan maupun simpang akan
melayani arus lalu lintas tertentu. Dengan demikian, akan terdapat nilai jumlah
arus atau volume maksimal yang dapat dilayani, nilai ini disebut kapasitas
(capacity). Kapasitas persimpangan ditentukan oleh metode pengendalian dan
unsur–unsur geometrik seperti lebar kaki masuk persimpagan, radius-radius
kelengkungan, lajur– lajur kecepatan, perlambatan. Lebih khusus lagi
persimpangan bersinyal tergantung pada fase lampu pengatur lalu lintas,
pengaturan waktu siklus, geometrik persimpangan (khususnya lebar kaki
persimpangan dan parkir) serta faktor lalu lintasnya sendiri khususnya waktu
tunggu, volume membelok dan pejalan kaki.
Berdasarkan kapasitas (capacity/C) dan arus lalu lintas yang ada (Q) akan
diperoleh angka derajat kejenuhan (degree of Saturation/DS). Dengan nilai derajat
kejenuhan (DS) dan nilai kapasitas (C), dapat dihitung tingkat kinerja dari
masing– masing pendekat maupun tingkat kinerja simpang secara keseluruhan
sesuai dengan rumus yang ada pada MKJI. Adapun tingkat kinerja diukur pada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah panjang antrian (que length/QL),
jumlah kendaraan terhenti (number of stopped vichicles/Nsv) dan tundaan
(delay /D). (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997).
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:
C = Co × FCw × FCsp ×FCsf × FCcs (smp/jam)
Keterangan:
C : Kapasitas,
Co : Kapasitas dasar (Smp/jam),
FCw : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas,
FCsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah,
FCsf : faktor penyesuaian hambatan samping,
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota.
Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar merupakan ruas jalan untuk kondisi tertentu, meliputi:
geometrik jalan, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan.
Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCw untuk Lebar Jalur Lalu Lintas
Lebar jalur lalu lintas
Tipe Jalan FCw
efektif (Wc)
Per lajur
3,00 0,92
Empat lajur terbagi atau 3,25 0,96
jalan satu arah 3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
Empat lajur tak terbagi
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
Dua lajur tak terbagi
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Keterangan:
Q : volume kendaraan bermotor ( smp/jam)
EmpLV = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan
EmpHV = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan berat
EmpMC = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk sepeda motor
LV = Notasi untuk kendaraan ringan
HV = Notasi untuk kendaraan berat
MC = Notasi untuk sepeda motor
Dengan:
Q = Volume kendaraan bermotor (smp/jam),
P = Faktor satuan mobil penumpang,
Qv = Volume kendaraan bermotor (kendaraan per jam)
Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung pada dua aspek tata guna
lahan yaitu jenis tata guna lahan (jenis penggunaan lahan) dan jumlah aktivitas
dan intensitas pada tata guna lahan tersebut. Jenis tata guna lahan yang berbeda
(pemukiman, pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas
yang berbeda, yaitu:
c. Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi
dan sore, pertokoan menghasilkan arus lalu lintas sepanjang hari)
Kecepatan Tempuh
Menurut MKJI (1997), kecepatan tempuh dinyatakan sebagai ukuran
utama kinerja suatu segmen jalan, karena hal ini mudah dimengerti dan diukur.
Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rerata ruang dari kendaraan
ringan (LV) sepanjang segmen jalan, dana dapat dicari dengan menggunakan
rumus:
L
V=
TT
Dengan:
V = kecepatan rerata ruang LV (km/jam ),
L = panjang segmen jalan (km),
TT = waktu tempuh rerata LV sepanjang segmen jalan (jam).
Derajat Kejenuhan
Menurut MKJI 1997, Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio
terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penetuan tingkat
kinerja simpang dan segmen jalan.
Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah simpang tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan dihitung dengan
mengunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dalam satuan sama yaitu
smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu lintas. Derajat
Kejenuhan yang terjadi harus dibawah 0,75 dan perencanaan harus dibawah 0,75
(MKJI, 1997).
Q
DS =
C
Dengan:
DS = Derajat kejenuhan,
Q = Volume lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam).