Anda di halaman 1dari 17

PLA – 304 Permasalahan Perencanaan

Semester Genap 2017/2018

PENGARUH AKTIVITAS KOMERSIAL TERHADAP


KINERJA PELAYANAN JALAN JENDRAL AHMAD YANI
(Studi kasus : Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani Segmen Perlintasan Rel Kereta
Api – Simpang Jalan Veteran)

Disusun oleh :

Ricky Karya Pratama


24–2015–128

TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018
PENGARUH AKTIVITAS KOMERSIAL TERHADAP KINERJA
PELAYANAN JALAN JENDRAL AHMAD YANI
(Studi kasus : Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani Segmen Perlintasan Rel Kereta
Api – Simpang Jalan Veteran)
1.1 Latar Belakang
Perkembangan kota tentunya tidak akan pernah terlepas dari
berkembangnya kegiatan ekonomi. Perkembangan ekonomi dilakukan masyarakat
kota untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berkembangnya perekonomian kota
selalu didukung dengan menjamurnya aktivitas komersial. Dalam kegiatan
perekonomian tentunya perlu penunjang agar aktivitas perekonomian berjalan
lancar, dengan kata lain diperlukan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan
pergerakan dari tempat yang asal ke tempat tujuan yang dapat memindahkan
manusia atau barang dengan tingkat mobilitas tinggi. Transportasi merupakan
salah satu kunci dalam penunjang aktivitas masyarakat yang berusaha
meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Transportasi sangat erat kaitannya dengan
perkembangan ekonomi karena perannya yang sangat vital dalam mempermudah
mobilitas masyarakat (Tarore, 2009). Kebutuhan transportasi sangat erat
kaitannya dengan interaksi antara kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat.
Interaksi antara aktivitas-aktivitas masyarakat dimanifestasikan oleh adanya
pergerakan orang dan ataupun barang dari suatu tempat ke zona tujuan. Setiap
aktivitas pergerakan selalu didasarkan kepada pertimbangan terhadap variabel
waktu, kecepatan, keamanan dan kenyamanan (Khisty, 1990).
Keterkaitan antara transportasi dan ekonomi tidak hanya menghasilkan
dampak positif saja, tetapi dapat menimbulkan sisi negatif seperti yang terjadi
pada kota-kota besar yang sedang berkembang (Enrico, 2008). Sumarni (2011)
mencatat bahwa permasalahan transportasi diakibatkan oleh besarnya
pertumbuhan jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan, serta makin
meningkatnya tingkat urbanisasi di perkotaan yang tidak sebanding dengan
tingkat pertambahan jaringan jalan sehingga akan berdampak pada
ketidakseimbangan penyediaan sarana dan prasarana transportasi dibandingkan
dengan tingkat permintaan (demand). Hal tersebut mengakibatkan menurunnya
kinerja jaringan jalan dan menimbulkan permasalahan transportasi antara lain
tundaan, kemacetan, polusi udara dan polusi suara.
Hambatan samping juga terbukti sangat berpengaruh terhadap kapasitas
dan kinerja jalan diantaranya: pejalan kaki, pemberhentian angkutan umum dan
kendaraan lain (Oglesby, 1999). Hambatan samping yang dihasilkan oleh adanya
aktivitas komersial di sepanjang koridor jalan lebih besar hambatannya
dibandingkan dengan hambatan samping yang dihasilkan oleh guna lahan lainnya.
Perbedaan besaran hambatan samping ini disebabkan oleh intensitas kegiatan
masyarakat yang lebih tinggi pada guna lahan komersial dibandingkan dengan
guna lahan lainnya. Hambatan samping yang dihasilkan akibat tingginya
intensitas kegiatan masyarakat antara lain parkir di bahu jalan, pergerakan pejalan
kaki dan berhentinya kendaraan yang menghabiskan ruas jalan.
Berdasarkan tinjauan pustaka dari penelitian sebelumnya (Setyanto, 2006
& Funan, 2014) mengenai kinerja koridor jalan terdapat kekurangan yaitu variabel
yang dibahas hanya volume lalu lintas dari jumlah kendaraan yang melintas,
kecepatan kendaraan yang melintas, dan kapasitas jalan yang tersedia. Penelitian
mengenai kinerja jalan ini perlu melihat pengaruh aktivitas komersial sepanjang
koridor jalan yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan jalan. Aktivitas
komersial di sepanjang koridor jalan akan menimbulkan bangkitan dan tarikan
yang mempengaruhi kondisi lalu lintas serta dapat menimbulkan hambatan
samping.
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang sedang mengalami
perkembangan pesat di bidang perekonomian. Kegiatan komersial banyak
berkembang di setiap sudut Kota Bandung, salah satunya adalah di Jalan Jendral
Ahmad Yani. Jalan Jendral Ahmad Yani merupakan jalan Arteri Sekunder yang
selalu ramai dilalui kendaraan karena jalan ini merupakan salah satu jalan
penghubung wilayah Bandung Barat dan Bandung Timur. Sepanjang koridor
Jalan Jendral Ahmad Yani segmen dari perlintasan rel kereta api sampai
persimpangan Jalan Veteran juga dipenuhi oleh kegiatan komersial seperti
perdagangan alat – alat elektronik, pakaian dan perdagangan kebutuhan rumahan
lainnya serta pasar Kosambi yang selalu ramai setiap harinya.
Bangkitan tarikan dan hambatan samping menimbulkan masalah
kemacetan di Jalan Jendral Ahmad Yani terutama pada jam tertentu. Apabila
aktivitas komersial yang ada di Jalan Jendral Ahmad Yani tidak diperhatikan serta
masalah kemacetan di jalan tersebut terus dibiarkan, maka pengguna jalan yang
melalui Jalan Jendral Ahmad Yani akan merasakan dampak dari kemacetan
tersebut. Dampak tersebut antara lain kerugian dari segi waktu dan ongkos bahan
bakar. Berdasarkaan permasalahan tersebut, diperlukan penelitian mengenai
pengaruh aktivitas komersial terhadap kinerja pelayanan jalan untuk mengatasi
permasalahan kemacetan yang berdampak pada kerugian waktu dan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


Semakin berkembangnya Kota Bandung terutama dalam kegiatan
perekonomian membuat migrasi ke kota ini semakin tinggi. Badan Pusat Statistik
(BPS) Kota Bandung mencatat penduduk Kota Bandung tahun 2017 pada siang
hari mencapai 3,5 juta jiwa, sedangkan pada malam hari jumlah penduduknya
sebesar 2,5 juta jiwa. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebanyak satu juta
penduduk dari luar Kota Bandung yang melakukan pergerakan ke dalam untuk
memenuhi kebutuhan perekonomian. Peningkatan jumlah penduduk ini sangat
berkaitan dengan bertambahnya jumlah kendaraan di Kota Bandung. Sesuai data
yang tercatat oleh BPS Kota Bandung tahun 2017, pada siang hari kendaraan
bermotor yang berlalu lalang di Kota Bandung mencapai dua juta unit atau
meningkat sebesar 11% setiap tahunnya.
Jalan Jendral Ahmad Yani merupakan salah satu jalan yang banyak dilalui
di Kota Bandung terutama pada jam puncak yaitu pukul 16.00 – 17.00 dimana
jumlah arus jalan sebesar 5364 smp/jam dengan kapasitas jalan sebesar 5765
smp/jam (Susanto, 2015). Sepanjang koridor Jalan Jendral Ahmad Yani banyak
terdapat kegiatan komersial yang menimbulkan bangkitan tarikan dan hambatan
samping sehingga mengakibatkan kemacetan terjadi di jalan tersebut. Pengguna
kendaraan yang melalui Jalan Jendral Ahmad Yani akan mengalami kerugian
waktu dan ongkos bahan bakar sebagai dampak dari kemacetan yang terjadi.
Berdasarkan permasalahan di atas, muncul pertanyaan penelitian
“Bagaimana pengaruh aktivitas komersial terhadap kinerja pelayanan jalan
di Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen perlintasan rel kereta api –
simpang jalan Veteran?”. Pertanyaan tersebut menjadi dasar dalam penelitian
mengenai pengaruh aktivitas komersial terhadap kinerja pelayanan jalan Jendral
Ahmad Yani.
1.3 Tujuan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan,
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktivitas komersial
terhadap kinerja pelayanan jalan di koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen
perlintasan rel kereta api sampai simpang Jalan Veteran.
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, ditetapkan sasaran-sasaran dari
studi penelitian ini sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya hambatan samping akibat aktivitas komersial di
koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen perlintasan rel kereta api
sampai simpang Jalan Veteran;
2. Teridentifikasinya kapasitas jalan di koridor Jalan Jendral Ahmad Yani
3. Teridentifikasinya volume kendaraan yang melintas di Jalan Jendral
Ahmad Yani
4. Teridentifikasinya bangkitan dan tarikan pergerakan yang di timbulkan
dari aktivitas komersial di Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen
perlintasan rel kereta api sampai simpang Jalan Veteran;
5. Teridentifikasinya kecepatan kendaraan di Jalan Jendral Jendral Ahmad
Yani
6. Teridentifikasinya tingkat pelayanan di koridor Jalan Jendral Ahmad
Yani segmen perlintasan rel kereta api sampai simpang Jalan Veteran;
7. Teridentifikasinya pengaruh aktivitas komersial terhadap kinerja
pelayanan jalan di Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen
perlintasan rel kereta api sampai simpang Jalan Veteran.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini terbagi menjadi ruang lingkup wilayah yang
akan membahas batasan-batasan wilayah penelitian dan ruang lingkup substansi
yang membahas batasan materi penelitian.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah yang menjadi penelitian ini adalah Jalan Jendral
Ahmad Yani Kota Bandung. Jalan Ahmad Yani merupakan jalan di kota Bandung
dengan tipe jalan 4/1 UD, dengan fungsi jalan Arteri sekunder, status jalan
Nasional dan lebar jalan 15 m serta panjang jalan ± 4,5 Km. Koridor Jalan Jendral
Ahmad Yani yang dipilih sebagai lokasi studi adalah segmen perlintasan rel kereta
api sampai simpang jalan veteran dengan total panjang jalan 650 m. Pemilihan
lokasi studi mempertimbangkan kondisi keberadaan aktivitas komersial sepanjang
koridor Jalan Jendral Ahmad Yani dibandingkan dengan koridor jalan lainnya.
Adapun batasan-batasan wilayah penelitian ini lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1.1 Peta Ruang Lingkup Wilayah Penelitian sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Jl. Baranang Siang, Kecamatan Sumur Bandung
 Sebelah Barat : Jl. Veteran, Kecamatan Sumur Bandung
 Sebelah Selatan : Jl. Cipaera, Kecamatan Lengkong
 Sebelah Timur : Jl. Kembang Sapatu, Kecamatan Batununggal

Gambar 1.1 Peta Ruang Lingkup Wilayah

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi yang menjadi batasan-batasan dalam penelitian
mengenai pengaruh aktivitas komersial di koridor Jalan Jendral Ahmad Yani di
antaranya:

1. Hambatan samping akibat parkir on-street dan pejalan kaki di koridor


Jalan Jendral Ahmad Yani
2. Kapasitas jalan dari jumlah maksimum kendaraan yang dapat melintas
di koridor Jalan Jendral Ahmad Yani
3. Volume kendaraan yang melintas dalam satuan mobil penumpang
yang melintas di koridor Jalan Jendral Ahmad Yani
4. Bangkitan tarikan manusia dan barang dari aktivitas komersial di
sepanjang koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen perlintasan rel
kereta api samapi simpang Jalan Veteran.
5. Kecepatan tempuh kendaraan yang melintas di koridor Jalan Jendral
Ahmad Yani segmen perlintasan rel kereta api samapi simpang Jalan
Veteran.
6. Derajat kejenuhan jalan antara perbandingan volume dan kapasitas di
koridor Jalan Jendral Ahmad Yani
7. Tingkat pelayanan koridor Jalan Jendral Ahmad Yani segmen
perlintasan rel kereta api samapi simpang Jalan Veteran.
8. Pengaruh aktivitas komersial berupa perdagangan dan jasa terhadap
kinerja pelayanan jalan di Koridor Jalan Jendral Ahmad Yani dari segi
TINJAUAN TEORI

Hambatan Samping
Hambatan samping, yaitu aktivitas samping jalan yang dapat
menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta
menurunkan fungsi kinerja jalan. Pejalan kaki yang menyeberang atau berjalan
menyebabkan lalu lintas berhenti sejenak untuk menunggu kendaraan yang
melintas selama pejalan kaki menyeberang. Adanya waktu yang hilang akibat
berhenti dan menunggu, menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan akibat
bertambahnya waktu tempuh untuk suatu ruas jalan, sehingga aktivitas sisi jalan
perlu dikendalikan agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas (Anna
Yuniarti.2003:8).
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping
adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan.
Hambatan samping yang sangat mempengaruhi pada kapasitas dan kinerja jalan
adalah:
1. Pejalan kaki,
2. Angkutan umum kendaraan berhenti dan parkir,
3. Kendaran yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan,
4. Kendaraan bergerak lambat (misalnya : becak, kereta kuda, kendaraan
tak bermotor).

Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan
yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua
lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, tetapi untuk jalan dengan
banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur (MKJI,
1997).
Menurut Diklat Ahli LLAJR (1987), suatu jalan maupun simpang akan
melayani arus lalu lintas tertentu. Dengan demikian, akan terdapat nilai jumlah
arus atau volume maksimal yang dapat dilayani, nilai ini disebut kapasitas
(capacity). Kapasitas persimpangan ditentukan oleh metode pengendalian dan
unsur–unsur geometrik seperti lebar kaki masuk persimpagan, radius-radius
kelengkungan, lajur– lajur kecepatan, perlambatan. Lebih khusus lagi
persimpangan bersinyal tergantung pada fase lampu pengatur lalu lintas,
pengaturan waktu siklus, geometrik persimpangan (khususnya lebar kaki
persimpangan dan parkir) serta faktor lalu lintasnya sendiri khususnya waktu
tunggu, volume membelok dan pejalan kaki.
Berdasarkan kapasitas (capacity/C) dan arus lalu lintas yang ada (Q) akan
diperoleh angka derajat kejenuhan (degree of Saturation/DS). Dengan nilai derajat
kejenuhan (DS) dan nilai kapasitas (C), dapat dihitung tingkat kinerja dari
masing– masing pendekat maupun tingkat kinerja simpang secara keseluruhan
sesuai dengan rumus yang ada pada MKJI. Adapun tingkat kinerja diukur pada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah panjang antrian (que length/QL),
jumlah kendaraan terhenti (number of stopped vichicles/Nsv) dan tundaan
(delay /D). (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997).
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:
C = Co × FCw × FCsp ×FCsf × FCcs (smp/jam)

Keterangan:
C : Kapasitas,
Co : Kapasitas dasar (Smp/jam),
FCw : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas,
FCsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah,
FCsf : faktor penyesuaian hambatan samping,
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota.

Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar merupakan ruas jalan untuk kondisi tertentu, meliputi:
geometrik jalan, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan.

Tabel Kapasitas Dasar (Co) untuk Jalan Perkotaan


Kapasitas Dasar
Tipe Jalan Catatan
(smp/jam)
Empat lajur terbagi atau 1650 Per lajur
jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Faktor penyesuaian kapasitas (FCw) untuk lebar jalur lalu lintas
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas (FCw) untuk lebar jalur lalu lintas
berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) dapat diperoleh dari:

Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCw untuk Lebar Jalur Lalu Lintas
Lebar jalur lalu lintas
Tipe Jalan FCw
efektif (Wc)
Per lajur
3,00 0,92
Empat lajur terbagi atau 3,25 0,96
jalan satu arah 3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
Empat lajur tak terbagi
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
Dua lajur tak terbagi
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Faktor penyesuaian kapasitas (FCsp) untuk pemisahan arah


Faktor penyesuaian pemisahan ini digunakan untuk kapasitas dasar akibat
adanya pemisahan arah.Faktor penyesuaian pemisahan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCsp Untuk Pemisahan Arah


Pemisah arah SP
50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0
%-%
Dua lajur
1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70
2/2
FCsp
Empat lajur
1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85
4/2
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Faktor penyesuaian kapasitas (FCsf) untuk hambatan samping
Faktor penyesuaian kapsitas (FCsf) untuk hambatan samping dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
1. Jalan dengan bahu
Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCsf untuk Hambatan Samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Kelas
lebar bahu
Tipe jalan hambatan
Lebar bahu Ws
samping
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 D M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 UD M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2 UD atau L 0,92 0,94 0,97 1,00
jalan satu M 0,89 0,92 0,95 0,98
arah H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

2. Jalan dengan Kereb


Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCsf untuk Hambatan Samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Kelas lebar bahu
Tipe jalan hambatan FCsf
samping Lebar bahu Ws
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2 D M 0,91 0,93 0,95 0,98
H 0,86 0,89 0,92 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,93 0,95 0,97 1,00
4/2 UD M 0,90 0,92 0,95 0,97
H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD atau VL 0,96 0,96 0,97 0,99
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Kelas lebar bahu
Tipe jalan hambatan FCsf
samping Lebar bahu Ws
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
L 0,90 0,92 0,95 0,97
jalan satu M 0,86 0,88 0,91 0,94
arah H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Faktor penyesuaian kapasitas (FCcs)


Faktor penyesuaian kapasitas (FCcs) untuk ukuran kota, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas FCcs untuk Ukuran Kota


Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Ukuran kota (juta penduduk)
FCcs
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
>3 1,04
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Volume Lalu Lintas


Volume adalah sebuah peubah (variabel) yang paling penting pada teknik
lalu lintas, dan pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan
dengan jumlah gerakan persatuan waktu pada lokasi tertentu. Jumlah gerakan
yang dihitung dapat meliputi hanya tiap macam moda lalu lintas saja, seperti
pejalan kaki, mobil, bis, atau mobil barang, atau kelompok-kelompok campuran
moda. Periode-periode waktu yang dipilih tergantung pada tujuan studi dan
konsekuensinya, tingkat ketepatan yang dipersyaratkan akan menentukan
frekuensi, lama, dan pembagian arus tertentu (Hobbs, 1995).
Menurut Sukirman (1994), Volume lalu lintas adalah banyaknya
kendaraan yang melewati suatu titik atau garis tertentu pada suatu penampang
melintang jalan.Data pencacahan volume lalu lintas adalah informasi yang
diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian
jalan. Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titi
pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan
penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan dan
kapasitas.
Jenis kendaraan dalam perhitungan ini diklasifikasikan dalam 3 macam kendaraan
yaitu:
1. Kendaraan Ringan (Light Vechicles = LV) Indeks untuk kendaraan
bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang),
2. Kendaraan berat ( Heavy Vechicles = HV) Indeks untuk kendaraan
bermotor dengan roda lebih dari 4 ( Bus, truk 2 gandar, truk 3 gandar dan
kombinasi yang sesuai),
3. Sepeda motor (Motor Cycle = MC) Indeks untuk kendaraan bermotor
dengan 2 roda.

Data jumlah kendaraan kemudian dihitung dalam kendaraan/jam untuk


setiap kendaraan, dengan faktor koreksi masing-masing kendaraan yaitu LV=1,0;
HV = 1,3; MC = 0,40
Arus lalu lintas total dalam smp/jam adalah:
Qsmp = (emp LV × LV + emp HV × HV + emp MC × MC)

Keterangan:
Q : volume kendaraan bermotor ( smp/jam)
EmpLV = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan
EmpHV = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan berat
EmpMC = Nilai ekivalen mobil penumpang untuk sepeda motor
LV = Notasi untuk kendaraan ringan
HV = Notasi untuk kendaraan berat
MC = Notasi untuk sepeda motor

Tabel Keterangan Nilai SMP


Nilai Satuan Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan
(smp/jam)
Kendaraan Berat (HV) 1,3
Kendaraan Ringan (LV) 1,0
Sepeda Motor (MC) 0,4
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Yang nantinya hasil faktor satuan mobil penumpang (P) ini dimasukkan
dalam rumus volume lalu lintas:
Q = P × Qv

Dengan:
Q = Volume kendaraan bermotor (smp/jam),
P = Faktor satuan mobil penumpang,
Qv = Volume kendaraan bermotor (kendaraan per jam)

Bangkitan dan Tarikan


Menurut (Miro, 2005), bangkitan perjalanan diartikan sebagai banyaknya
jumlah perjalanan/ pergerakan/ lalulintas yang dibangkitan oleh suatu zona
(kawasan) per satuan waktu. Ada dua elemen penting yang membentuk bangkitan
perjalanan (trip geneartion), yaitu produksi perjalanan (trip production) dan
tarikan perjalanan (trip attraction). Produksi perjalanan yaitu perjalanan yang
dibangkitan dari zona pemukiman, sedangkan tarikan perjalanan ditimbulkan dari
zona tujuan yang menjadi keinginan perjalanan tersebut.

Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung pada dua aspek tata guna
lahan yaitu jenis tata guna lahan (jenis penggunaan lahan) dan jumlah aktivitas
dan intensitas pada tata guna lahan tersebut. Jenis tata guna lahan yang berbeda
(pemukiman, pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas
yang berbeda, yaitu:

a. Jumlah arus lalu lintas

b. Jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk atau mobil)

c. Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi
dan sore, pertokoan menghasilkan arus lalu lintas sepanjang hari)

Kecepatan Tempuh
Menurut MKJI (1997), kecepatan tempuh dinyatakan sebagai ukuran
utama kinerja suatu segmen jalan, karena hal ini mudah dimengerti dan diukur.
Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rerata ruang dari kendaraan
ringan (LV) sepanjang segmen jalan, dana dapat dicari dengan menggunakan
rumus:
L
V=
TT

Dengan:
V = kecepatan rerata ruang LV (km/jam ),
L = panjang segmen jalan (km),
TT = waktu tempuh rerata LV sepanjang segmen jalan (jam).

Derajat Kejenuhan
Menurut MKJI 1997, Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio
terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penetuan tingkat
kinerja simpang dan segmen jalan.
Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah simpang tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan dihitung dengan
mengunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dalam satuan sama yaitu
smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu lintas. Derajat
Kejenuhan yang terjadi harus dibawah 0,75 dan perencanaan harus dibawah 0,75
(MKJI, 1997).

Q
DS =
C

Dengan:
DS = Derajat kejenuhan,
Q = Volume lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam).

Tingkat Pelayanan Jalan


Tingkat pelayanan jalan (LoS) adalah ukuran kualitatif yang
mencerminkan persepsi para pengemudi dan penumpang mengenai karakteristik
kondisi operasional dalam arus lalu lintas (HCM, 1994). Tingkat pelayanan jalan
didapatkan setelah melalui analisis Derajat Kejenuhan yang membandingkan
volume lalu lintas dengan kapasitas jalan. Enam tingkat pelayanan disimbolkan
dengan huruf A hingga F, dimana LoS A menunjukkan kondisi pelayanan jalan
terbaik, dan LoS F menunjukkan kondisi pelayanan jalan terburuk.

Tabel Tingkat Pelayanan Jalan (Level Of Service)


Tingkat Batas Lingkup
Karakteristik Lalu Lintas
Pelayanan V/C
Kondisi arus lalu lintas bebas dengan kecepatan
A 0,00 – 0,19
tinggi dan volume lalu lintas rendah.
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai
B 0,20 – 0,49
dibatasi oleh kondisi lalu lintas
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan
C 0,50 – 0,69
dikendalikan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
D 0,70 – 0,84
dapat dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir
Arus tidak stabil kecepatan terkadang terhenti,
E 0,85 – 1,00
permintaan sudah mendekati kapasitas
Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume diatas
F > 1,00
kapasitas, antrian panjang (Macet)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Anda mungkin juga menyukai