Anda di halaman 1dari 13

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang interprestasi dan diskusi hasil, keterbatasan penelitian

dan implikasi terhadap pelayanan, pendidikan dan penelitian.

A. Interprestasi dan Diskusi Hasil

1. Katakteristik Responden

a. Usia

Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Sungai Asam Kuburaya

dengan jumlah sampel 20 responden berdasarkan usia yang paling

dominan adalah rentang usia dewasa akhir 36-45 tahun sebanyak 8

responden 40.0%. Penelitian ini sesuai dengan teori Wawan&Dewi

(2010) yang menyatakan bahwa semakin cukup umur seseorang,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Adapun teori Lewin (1970) yang menyatakan

bahwa usia adalah salah satu faktor pembentuk sikap dan perilaku

masyarakat. Adapun hasil yang sesuai dengan penelitian Joni

(2018) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakan

antara usia dengan kepatuhan responden dalam mengkonsumsi

obat anti tuberkulosis. Menurut peneliti usia sangat berpengaruh

terhadap perubahan sikap dan perilaku masyarakat terhadap

pencegahan filariasis dikarenakan usia dewasa akhir lebih bisa

menangkap atau menerima segala informasi yang diberikan dan

dapat memberikan efek terhadap sikap perilaku kedepannya. Hal

ini tidak sesuai dengan penelitian Rusmanto (2013) bahwa tidak

68
69

ada hubungan usia terhadap perubahan sikap dan perilaku

dikarenakan faktor afektif dari responden. Komponen afektif dapat

dilihat dari kecenderungan sikap responden selama hidupnya, jika

orang yang memiliki sikap selalu menolak dengan pengobatan atau

program pemberian obat maka meskipun usia semakin bertambah,

sikap akan tetap cenderung sama karena sikap dan persepsi

seseorang akan cenderung stabil dan menetap.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil sebanyak 13 responden

berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori Lewin

(1970) dalam Green (1991) yang mengatakan bahwa jenis kelamin

adalah salah satu faktor pembentukan sikap dan perilaku

masyarakat dan menyebutkan bahwa jenis kelamin mempunyai

pengaruh terhadap perilaku dikarenakan dalam kesehariannya,

perempuan lebih patuh kepada laki-laki. Adapun menurut

penelitian Oktarina (2009) menyatakan bahwa jenis kelamin

mempunyai hubungan yang bermakna terkait dengan tingkat

pengetahuan seseorang dikarenakan laki-laki lebih mudah

mendapatkan pengetahuan maupun informasi tertentu karena lebih

sering keluar rumah. Hal ini sesuai dengan penelitian Ni Nyoman

(2015) yang menyatakan bahwa penderita filariasis sebagian besar

laki-laki hal ini disebabkan karena laki-laki lebih sering berada

diluar rumah pada waktu malam hari, sehingga berpeluang lebih


70

besar untuk kontak dengan vektor filariasis. Menurut penelitian

Sinaga (2008) yang tidak sesuai dengan hasil penelitian diatas

yaitu responden mayoritas perempuan pada tempat yang diteliti

berdasarkan pada faktor dominannya ibu yang mengurus rumah

tangga, dengan demikian perempuan lebih bertanggung jawab

terhadap keluarga dan segala kegiatan yang berkaitan dengan

urusan rumah tangga. Adapun penelitian yang mendukung hasil

penelitian diatas menurut Ariska (2018) dengan hasil penelitian

frekuensi usia yang lebih dominan laki-laki sebanyak 13

dikarenakan laki-laki lebih menjaga faktor lingkungan seperti

menjaga kebersihan, air dan limbah diparit dan sampah yang

berserakan guna untuk mencegah habitat perindukan dan tempat

istirahat nyamuk spesies tertentu khususnya vektor filariasis.

2. Analisa Bivariat

a. Sikap

1) Sebelum diberikan pendidikan kesehatan melalui media

audiovisual tentang pencegahan

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sikap masyarakat

dalam pencegahan filariasis dengan nilai rata-rata sikap baik

3,40%. Hal ini didukung oleh penelitian Satri Mayu (2014)

dengan hasil penelitian sebelum diberikan pendidikan

kesehatan metode audiovisual terhadap sikap dan perilaku

pencegahan filariasis menunjukkan hasil pretest sikap 43,22%


71

hal ini dikarenakan masih banyaknya responden yang tidak

melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

serta tidak memakai kawat kasa nyamuk pada ventilasi, masih

menggantung pakaian dibelakang, dan masyarakat masih

melakukan aktivitas keluar rumah pada saat malam hari.

Menurut peneliti dari hasil penelitian bahwa sebagian besar

masyarakat setuju dan akan ikut berperan aktif dalam

melakukan kegiatan PSN dilingkungan sekitar.

Menurut Notoadmodjo (2017) peran pendidikan kesehatan

dalam merubah sikap, pendidikan kesehatan bukan hanya

proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja tetapi juga

disertai upaya-upaya yang memfasilitasi perubahan sikap.

Sesuai dengan teori menurut Hasrul (2016) bahwa pencegahan

dalam kesehatan diartikan sebagai ilmu dan seni mencegah

penyakit, serta memperpanjang hidup dan meningkatkan

kesehatan fisik dan mental dari efisiensi untuk berbagai

kelompok masyarakat yang dilakukan oleh petugas kesehatan

masyarakat. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk

menghindari penyebaran filariasis adalah dengan pengendalian

vektor yaitu kegiatan pemberantasan tempat

perkembangbiakkan nyamuk melalui pembersihan got dan

saluran pembuangan air, kegiatan lainnya adalah menghindari


72

gigitan nyamuk dengan memasang kelambu dan peran serta

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk yang

menyebabkan penyebaran filariasis.

2) Sesudah diberikan pendidikan kesehatan melalui media

audiovisual tentang pencegahan filariasis

Berdasarkan tabel 4.4 hasil penelitian dengan nilai rata-rata

sikap baik 9.60%. Hal ini didukung oleh penelitian Satri Mayu

(2014) dengan hasil penelitian setelah diberikan pendidikan

kesehatan metode audiovisual terhadap sikap dan perilaku

pencegahan filariasis menunjukkan hasil posttest sikap 45,13%

hal ini megalami peningkatan yang signifikan dari hasil

sebelum diberikan pendidikan kesehatan dikarenakan

menggunakan media audiovisual lebih efektif terhadap

perubahan sikap masyarakat dalam sikap pencegahan filariasis.

Adapun yang sesuai dengan hasil observasi bahwa masyarakat

sudah mulai melakukan kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk, dan menggunakan kelambu saat hendak tidur dimalam

hari, dan mengurangi keluar rumah pada malam hari. Adapun

hasil penelitian yang serupa yakni penelitian Juriastuti (2010)

yang menunjukkan hasil sikap yang positif dikarenakan

responden yang bersedia diambil darah untuk pemeriksaan

filariasis serta ikut terlibat dan mendukung dalam program

pemberantasan filariasis. Menurut teori Edgar dale (1964)


73

dalam Nursalam (2009) bahwa metode audiovisual (lihat-

dengar) lebih merangsang dalam penyampaian pesan-pesan

yang disampaikan karena responden dapat melihat dan

responden juga dapat mendengarkan isi tersebut. Sehingga

metode audiovisual memliki nilai rata-rata lebih tinggi

dibandingkan menggunakan metode buku saku. Hal ini berarti

pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual efektif

terhadap perubahan sikap masyarakat dalam pencegahan

filariasis di Sungai Asam, Kuburaya.

b. Perilaku

1) Sebelum diberikan pendidikan kesehatan melalui media

audiovisual tentang pencegahan filariasis

Berdasarkan tabel 4.4 dengan hasil nilai rata-rata perilaku baik

4,32%. Hal ini didukung oleh penelitian Satri Mayu (2014)

dengan hasil penelitian sebelum diberikan pendidikan

kesehatan metode audiovisual terhadap sikap dan perilaku

pencegahan filariasis menunjukkan hasil pretest perilaku baik

12,25% hal ini dikarenakan perilaku masyarakat yang memiliki

kebiasaan keluar malam dan lebih beresiko terkena filariasis.

Hasil penelitian Arjadi (2008) yang sesuai dengan penelitian

diatas menunjukkan adanya model eliminasi filariasis limpatik

berbasis masyarakat yang terdiri dari kampanye melalui media

audiovisual dan pelatihan kepada masayarakat serta pengobatan


74

massal untuk peningkatan perilaku masyarakat. Beberapa hal

yang mempengaruhi perilaku yaitu informasi. Hal ini didukung

oleh Novita (2015) bahwa informasi merupakan sesuatu yang

dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi

sebagai transfer pengetahuan. Informasi sebagai suatu teknik

untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan dan

menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Adapun media

yang efektif untuk perubahan perilaku yaitu Media Audiovisual

dalam menginformasikan khususnya berkaitan dengan perilaku

pencegahan filariasis.

2) Sesudah diberikan pendidikan kesehatan melalui media

audiovisual tentang pencegahan filariasis.

Berdasarkan tabel 4.4 dengan hasil nilai rata-rata perilaku baik

9,21%. Hal ini didukung oleh penelitian Satri Mayu (2014)

dengan hasil penelitian sebelum diberikan pendidikan

kesehatan metode audiovisual terhadap sikap dan perilaku

pencegahan filariasis menunjukkan hasil posttest perilaku baik

13,50% hal ini dikarenakan perilaku responden yang mulai

meningkatkan kebersihan dan menutup saluran tempat

pembuangan limbah rumah tangga serta penampungan air

sesuai dengan penyampaian informasi melalui media

audiovisual. Menurut Notoadmodjo (2010) adanya suatu

tindakan seperti pendidikan kesehatan akan menjadi stimulus


75

rangsangan dalam diri seseorang, kemudian akan terjadi proses

stimulus yang memungkinkan seseorang untuk mengambil

respon yang ada. Adapun hasil penelitian Idialusi (2017) yang

menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden yang

melakukan perilaku pencegahan yang baik yaitu sebanyak 68

responden, perilaku suatu perwujudan dari sikap namum untuk

mewujudukan sikap menjadi suatu perbuatan atau perilaku

yang nyata tetap diperlukan faktor pendukung atau kondisi

yang memungkinkan seperti fasilitas. Menurut Notoadmodjo

(2007) terbentuknya perilaku baru yaitu sikap, dimulai dari

domain kognitif dalam arti subjek atau individu mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus yang menimbulkan

pengetahuan baru pada individu sehingga terbentuk respon

yang tampak dalam sikap perilaku responden tersebut.

Langkah-langkah dalam pencegahan ditingkat dasar harus

diorientasikan pada gaya hidup dan perilaku kesehatan

masyarakat, upaya pencegahan primer harus difokuskan pada

perlindungan lingkungan dan perilaku individu. Hal ini sesuai

dengan teori Timmreck (2016) upaya agar masyarakat

berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara

persuasi, bujukan, ajakan, memberikan informasi, memberikan

kesadaran. Sesuai dengan hasil penelitian bahwa pendidikan

kesehatan media audiovisual tentang pencegahan filariasis


76

berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam upaya

pencegahan filariasis di Sungai Asam, Kuburaya.

c. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Metode Audiovisual

terhadap Sikap dan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan

Filariasis

Berdasarkan uji wilcoxon menunjukkan bahwa p value pada

sikap 0,03 < α= 0,05 dan p value perilaku 0,02 < α= 0,05 yang

berarti Ho ditolak berarti terdapat perbedaan bermakna responden

yang sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan metode audiovisual. Terjadi perubahan setelah

dilakukan pendidikan kesehatan yang diberikan setelah

mengobservasi lingkungan dan menganalisa sikap perilaku

masyarakat dalam pencegahan filariasis. Hal ini sesuai dengan

penelitian Nissa Noor (2018) bahwa penggunaan metode Media

Audiovisual dapat membantu mengubah perilaku lebih baik

daripada hanya dengan metode ceramah. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian Papilaya (2016) yang menunjukkan

hasil dengan kategori baik 42,14% kemudian berubah menjadi

46,64% dan menyatakan bahwa media audiovisual memiliki

kemampuan lebih baik dalam memperbaiki sikap perilaku. Hal

yang sama dengan penelitian Hendri (2018) menujukkan bahwa

menggunakan media audiovisual dalam mendukung perilaku

pencegahan filariasis dimana persentase dengan kategori baik


77

semulai 41,9% kemudian berubah menjadi 90,3% setelah diberikan

pelatihan menggunakan audiovisual dikarenakan promosi

kesehatan metode audiovisual (lihat-dengar) lebih merangsang

dalam penyampaian pesan-pesan atau informasi yang disampaikan

karena responden dapat melihat dan responden juga dapat

mendengarkan isi pesan tersebut, sehingga metode media

audivisual memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan

dengan metode buku saku (Dale,1964 dalam Nursalam, 2009).

Hal ini sesuai dengan teori dari Notoadmodjo (2010) tingkatan

yang terjadi pada sikap, adalah sikap merespon terhadap suatu

interaksi jika ditanya akan menjawab serta menyelesaikan tugas

yang diberikan, selanjutnya menerima yang dimaksud yaitu

seseorang dapat menerima dan memperhatikan stimulus

(rangsangan) yang diberikan, setelah seseorang menerima maka

seseorang tersebut akan menghargai ajakan orang lain untuk

mendiskusikan terhadap suatu masalah dan bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilih dan dikerjakan merupakan suatu

sikap yang paling tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini

adalah Ni Nyoman (2014) bahwa sikap masyarakat di wilayah

penelitian yang positif terhadap filariasis tidak diikuti dengan

perilaku mereka yang positif dalam mencegah penularan filarisis.

Kenyataan menunjukkan bahwa sikap seseorang adalah suatu

tindakan seperti pendidikan kesehatan akan menjadi stimulus


78

rangsangan dalam diri seseorang, kemudian akan terjadi proses

stimulus yang memungkinkan seseorang untuk mengambil respon

yang ada pada sikap tertutup.

Informasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku menurut Green(1990) dalam Priyoto (2015) adanya faktor

predisposisi yang memotivasi suatu perilaku seseorang sehingga

mempermudah terjadinya perubahan perilaku seseorang, faktor

pemungkin dimana faktor lanjutan dari faktor predisposisi agar

perilaku tersebut dapat terwujud, selanjutnya faktor penguat

dimana adanya dukungan sosial yang diberikan ke individu

tersebut seperti keluarga, teman, guru maupun tugas kesehatan

yang dapat memperkuat perilaku.

Upaya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai

filariasis dengan perangkat media audiovisual hanya menjangkau

31,67%. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku seseorang untuk minum obat pencegahan filariasis

sebagaimana disebutkan dalam penelitian Marathe (2015) adalah

rasa takut terhadap efek obat dan tidak menerima obat filariasis.

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam penelitian, yaitu

peneliti sulit mencari lokasi yang ingin diteliti dan juga sulit mencari

responden berdasarkan kriteria inklusi jadi peneliti sedikit mengalami

kesulitan mendapatkan responden, tetapi peneliti bisa mendapatkan sesuai


79

dengan jumlah sampel yang diperlukan. Pada saat penelitian akan

berlangsung ada beberapa responden yang datang terlambat sehingga

peneliti mengundur waktu penelitian yang telah disepakati. Dan saat

melakukan pre test dan post test ada kuesioner yang tidak diberi nama atau

inisial responden sehingga peneliti mengalami sedikit kesulitan untuk

mencari nama responden tersebut. Pada penelitian ini menggunakan

kuesioner yang sama pada pretest dan posttest sehingga dapat

menyebabkan bias pada hasil penelitian, dan pada karakteristik usia pada

rentang >65 tahun dalam menangkap serta mendengar informasi yang

diberikan melalui audiovisual masih ada yang bingung serta menanyakan

ulang terkait informasi yang diberikan sehingga dapat menyebabkan bias

pada hasil penelitian.

C. Implikasi terhadap pelayanan, pendidikan dan peneliti

1. Implikasi terhadap masyarakat

Implikasi atau hal yang didapat dari penelitian ini bagi pihak

orang tua adalah agar orang tua mengetahui berdasarkan hasil

pembahasan yang telah disampaikan peneliti, sehingga masyarakat

dapat merubah sikap dan perilaku dalam pencegahan filariasis dan

mengetahui tanda-tanda penyakit filariasis.

2. Implikasi terhadap institusi

Bersumber dari penelitian ini jadi bagi pihak akademik STIK

Muhammadiyah Pontianak dapat mengevaluasi kembali apa saja

permasalahan yang terdapat di masyarakat kemudian dapat jadi


80

masukan dan dapat dijadikan materi pembelajaran juga sebagai acuan

pelayanan kesehatan masyarakat yang mengarahkan pada pengaruh

pendidikan kesehatan melalui media audiovisul terhadap sikap dan

perilaku masyarakat tentang pencegahan filariasis dan sebagai bahan

referensi sumber bacaan pustaka mahasiswa serta sebagai acuan untuk

peneliti selanjutnya.

3. Implikasi terhadap penelitian

Peneliti sangat menyadari bahwa dengan dilakukannya penelitian

ini banyak sekali yang dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran

yang juga merupakan ilmu baru dan sangat bermanfaat bagi kita semua

terutama saya selaku peneliti dalam proses pembelajaran. Selain itu

dengan adanya hasil penelitian ini nantinya jika ada penelitian yang

ingin mengambil permasalahan yang sama khususnya mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan melalui media audiovisul terhadap

sikap dan perilaku masyarakat tentang pencegahan filariasis dari hasil

penelitian ini sangat berguna untuk salah satu panduan dalam

menyelesaikan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai