Anda di halaman 1dari 10

Florence Nightingale (1820 -- 1910)

Dua bayi perempuan dilahirkan di tengah keluarga William (W.E.N) dan Fanny
Nightingale dalam suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Parthenope, anak pertama,
lahir di Napoli, Yunani. Putri kedua diberi nama sesuai dengan nama sebuah kota di
Italia, tempat dia dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1820: Florence.

Florence Nightingale dibesarkan dalam sebuah keluarga kaya yang tinggal di luar kota
London, dikelilingi pesta-pesta yang terus berlangsung, sebuah rumah musim panas
bernama Lea Hurst, dan tamasya ke Eropa. Tetapi, pada tahun 1837, pada usia tujuh belas
tahun, dia menulis di buku hariannya, "Pada tanggal 7 Februari, Tuhan berbicara kepada
saya dan memanggil saya untuk melayani-Nya." Tetapi pelayanan apa?

Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita -- bukan
karena status sosial keluarga kaya -- tapi, saat dia merawat keluarga-keluarga miskin
yang hidup di gubuk-gubuk sekitar Embley, rumah keluarganya.

Pada saat Florence berusia 24 tahun, dia merasa yakin bahwa panggilannya adalah
merawat orang sakit. Tetapi pada tahun 1840-an, para gadis Inggris terhormat tidak akan
diperbolehkan menjadi perawat. Pada masa itu, perawat tidak melebihi fungsinya sebagai
pembantu yang melakukan semua pekerjaan di setiap rumah sakit umum (para orang
kaya dirawat di rumah sendiri) dan dianggap sebagai peminum atau pelacur.

Tetapi, Florence yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya, merasa
hampir gila karena merasa tidak produktif dan frustrasi. Dia bertanya kepada seorang
dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, "Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris
mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?" Dia menjawab, "Di Inggris,
semua yang tidak biasa, dianggap tidak layak. Tetapi, bukanlah sesuatu yang tidak
mungkin terjadi atau tidak wajar, bagi seorang wanita terhormat, bila melakukan suatu
pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain."

Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak seperti Catholic Sisters of
Charity -- suatu jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani
orang lain. Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, yang
didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang
dilengkapi ratusan tempat tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua
belas orang, sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru,
dan sekolah pelatihan untuk para perawat yang disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan
selalu diikuti dengan doa.

Bahkan, sebelum dia memutuskan untuk pergi, dengan semangat tinggi, Florence
menanggapi bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.

Tahun 1846, Florence melakukan perjalanan ke Roma bersama teman-temannya, Charles


dan Selina Bracebridge. Dalam perjalanan itu, dia bertemu dengan Sidney Herbert dan
istrinya, Liz. Mereka adalah orang Kristen yang taat. Kemudian, Sidney Herbert
menjabat sebagai menteri perang, sekaligus seorang teman dan pendorong -- semangat
bagi Florence Nightingale.

Bulan Juli 1850, saat usainya tiga puluh tahun, Florence pergi ke Kaiserworth, Jerman
selama dua minggu. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga
bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang, dia tahu bahwa dirinya harus
membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.

Tiga tahun kemudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai
pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances.
Dia memasukkan berbagai pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan
beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk
mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat
dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte
-- institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. (Komite
institusi ini sebelumnya menginginkan agar institusi tersebut hanya menerima jemaat
Gereja Inggris saja).

Pada tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia
untuk menguasai Crimea dan Konstantinopel -- pintu gerbang menuju Timur Tengah --
Sidney Herbert, sebagai Menteri Perang, meminta Florence untuk mengepalai sebuah tim
perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence menggunakan kesempatan
ini. Dia tiba bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang perawat. Hanya 14
orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan; 24 orang lainnya adalah
anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari biarawati Katolik Roma, Dissenting
Deaconnesses, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa biarawati Anglikan yang
berpengalaman di bidang penyakit kolera. Teman-temannya, Charles dan Selina
Bracebridge juga turut bersama tim tersebut untuk mendorong semangatnya.

Selama perang berlangsung, Florence menghadapi pertempuran berat untuk meyakinkan


para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan di sebuah rumah sakit
militer. Perang Crimea telah membongkar sistem kemiliteran Inggris yang ternyata
mengirim ribuan prajurit untuk menjemput kematiannya sendiri akibat kekurangan gizi,
penyakit, dan diabaikan. Sebanyak 60.000 prajurit Inggris dikirim ke Crimea. Sejumlah
43.000 meninggal, sakit, atau terluka, dan hanya 7.000 yang terluka oleh musuh. Sisanya
merupakan korban lumpur, kekacauan, dan penyakit.

Pada saat perang akan berakhir, laporan dan saran Florence Nightingale membuat Inggris
seperti dilanda badai. Dia menjadi pahlawan wanita negara tersebut. Pada tahun 1860,
Sekolah Keperawatan Nightingale dibuka di London dan kelas pertamanya diikuti lima
belas orang murid wanita muda. Sepanjang hidupnya, sebelum dia meninggal saat sedang
tidur pada usia sembilan puluh tahun di tahun 1910, dia bekerja tanpa lelah untuk
mengadakan perubahan-perubahan di kemiliteran yang berhubungan dengan perawatan
kesehatan dan medis. Sebab dia telah bersumpah, "Semua yang terjadi di Crimea, tidak
boleh terulang kembali."
Yang Harus Anda Tahu Tentang Florence Nightingale (Pelopor Perawat Modern)

May 14, 2010 2 Comments

Jika anda perawat ataupun mahasiswa keperawatan, tentu tidak asing lagi dengan nama
Florence Nightingale. Dialah yang disebut-sebut sebagai pelopor keperawatan modern
yang kita kenal. Berikut ini adalah sejarah kehidupan Florence yang jika coba kita
cermati akan membuat kita semakin memahami nilai dan esensi keperawatan:

Florence Nightingale (lahir di Florence, Italia, 12 Mei 1820 – wafat di London, Inggris,
13 Agustus 1910 pada umur 90 tahun) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli
statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The
Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang
Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit
dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap
keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetil menggunakan statistik sebagai
argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan
pemerintahan Inggris.

Masa kecil
Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan
dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan. Nama
depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau
Florence dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya,
William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London,
Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah
keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan
bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup
sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita
ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan
malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang
membutuhkan.

Perjalanan ke Jerman
Di tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang
rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya
dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik).
Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang
dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien.
Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan
membawa angan-angan tersebut.
Belajar merawat
Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri
tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia
tolak, karena Florence merasa “terpanggil” untuk mengurus hal-hal yang berkaitan
dengan kemanusiaan.

Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton
Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak
karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia
keperawatan.

Ditentang oleh keluarga


Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa
itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang
jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:

 Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara
yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
 Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan
terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan
banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah
sakit dengan tidak senonoh
 Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan
karena alasan-alasan tersebut di atas.
 Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati
Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung
melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.
Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia
tidak setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan
anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi
berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan
pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth,
Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul
dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik
sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang
miskin di Perancis.

Kembali ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan
sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen,
sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia
tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan
₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat hidup dengan
nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak
pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali
bila komite ini merubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
“ rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga
Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari
pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam ”
Komite Rumah Sakit pun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.

Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama
tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam
pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk
para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea.
Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang
luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, “Apakah
Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan
pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?”.
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah
tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk
menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya
wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan
karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria
jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis
sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh
Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki menumpang sebuah
kapal.
Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di
Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang
mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena
cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-
ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang
merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh
tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya
jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung
menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah
sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para
penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang
bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar
paling tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.
Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;

 Perban diganti secara berkala.


 Obat diberikan pada waktunya.
 Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
 Meja kursi dibersihkan.
 Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk
setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai


dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum
hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para
perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan
Florence Nightingale.
Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka
dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di
tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah
kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan
serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan
mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan
dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh
biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan
pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia
ketahui.
Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada
jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi
yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim
dingin pertama Florence berada disana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit
tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes,
tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang.
Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah
lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem
pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang,
komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan
sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi
yang kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini
baru berubah saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan
Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of
the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal
akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan
kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari
turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan
menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara
sebuah rumah sakit.

Bidadari berlampu
Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara
datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan
banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya
pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut
mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah
terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran
untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka
menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada
Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya
Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan
memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup
dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit
Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling
dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal
sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang
seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama “Bidadari Berlampu”.
Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence
Nightingale berjudul “Santa Filomena”, yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-
prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.
“ Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku. ”

Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857,
semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di
medan pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang
paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah keluarganya
di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia
terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis (“demam Krimea”) yang
menyerangnya selama perang Krimea. Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya
dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria – dan meskipun terdapat
keterbatasan kurungan pada ruangannya – Nightingale memainkan peran utama dalam
pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert
menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan,
tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail,
dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan
membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan
Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.

Karir selanjutnya
Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk
memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang
yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert
menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya
Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan
sebuah badan bernama “Dana Nightingale”, dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris
Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil
mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih
orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa
dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk
wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang
berpendidikan.

Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan
menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan anak-anak
perempuannya untuk bersekolah disana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadai
seseorang yang terdidik.
Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London.
Dunia kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik
mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan
gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat
tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru
dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat
dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and
Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.
Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin.
Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran
di sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-
puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang
lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool
Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit
Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan
ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat
untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan
sekolah serupa di negerinya masing-masing.

 Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh
dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi
keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior
(matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary’s
Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the
Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria
Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool
Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka
mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan
serendah mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat
bermanfaat dalam hal ini.
 Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on
Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di
sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi
populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
 Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang
perawatan bayi.
 Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas
Medis Wanita.
 Pada tahun 1870-an, Linda Richards, “perawat terlatih pertama Amerika”,
berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda
kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan pengetahuan memadai untuk
mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di Amerika
Serikat dan Jepang.
 Pada tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The
Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
 Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan
beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang
jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang
menerima bintang tanda jasa ini.
 Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota
London.
 Nightingale adalah seorang universalis Kristen. Pada tanggal 7 Februari 1837 –
tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah
hidupnya: ia menulis, “Tuhan berbicara padaku dan memanggilku untuk
melayani-Nya.”
Meninggal dunia
Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910.
Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia
dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.

Anda mungkin juga menyukai