PANCASIA
PANCASIA
Kebijakan ekonomi yang terjadi pada masa orde baru adalah sebagai berikut:
Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi tingginya inflasi, rendahnya pendapatan per kapita dari penduduk
Indonesia yang hanya mencapi $70 saja, dan hancurnya sarana ekonomi akibat konflik yang terjadi pada
akhir pemerintahan Soekarno. Repelita dibuat untuk berfokus pada rehabilitasi prasarana penting dan
pengembangan iklim usaha dan investasi. Pembangunan sektor pertanian mendapatkan prioritas guna
memenuhi kebutuhan pangan.Pada repelita I, pertumbuhan ekonomi di Indonesia naik rata-rata 3%
menjadi 6.7% per tahun. Pendapatan per kapita pun meningkat menjadi $170 dan inflasi ditekan
menjadi 47.8% hingga pada akhir tahun 1974. Repelita II dan Repelita III berfokus pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan guna menekan sektor
pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Dalam kehidupan politik, terjadinya beberapa kebijakan dan konflik yang berhasil dilaksanakan antara
lain:
1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi lainnya yang bertentangan dengan
ideologi Pancasila.Kebijakan ini terjadi dengan dikeluarkannya kebijakan supesemar oleh Presiden
Soeharto.
c. Golongan Karya.
Sumber: static.republika.co.id
ABRI (sekarang TNI) yang tugas dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara
disalahgunakan Orde Baru untuk melindungi kepentingan dan kekuasaannya.
ABRI cenderung dijadikan alat politik Orde Baru. Oleh sebab itu, ABRI ikut aktif
berpolitik, termasuk turut memberikan suara dalam pemilihan umum (pemilu),
untuk mendukung kekuasaan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru menggerakkan kegiatan ekonomi dengan mengistimewakan
kelompok usaha besar, terutama yang dekat dengan rezim Orde Baru. Lewat kolusi
dan nepotisme, para pengusaha besar diberi fasilitas yang menguntungkan. Hal ini
selain sangat merugikan keuangan negara, juga menyebabkan hasil pembangunan
ekonomi tidak dinikmati masyarakat secara adil dan merata.
Pemerintah Orde Baru memfungsikan hukum bukan sebagai alat untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan secara semestinya. Hukum cenderung
digunakan untuk berpihak kepada para pejabat dan aparat pemerintah atau kepada
mereka yang mampu membayar uang dalam jumlah besar. Begitu banyak kasus
korupsi dan skandal lain dengan pelaku pejabat yang luput dari proses pengadilan
akibat pengadilan umumnya telah dipengaruhi dan dikendalikan oleh pemerintah.
6. Krisis Multidimensi dan Gerakan Reformasi
Penyimpangan terhadap konstitusi yang dilakukan pemerintah Orde Baru mulai
mencapai batas maksimalnya ketika terjadi krisis kehidupan bangsa dan negara
tahun 1997/1998. Dimulai dengan krisis moneter dan ekonomi pada Juli 1997,
krisis yang merebak kemudian begitu hebat dan melanda semua bidang kehidupan.
Utang luar negeri mencapai ribuan triliun rupiah, harga barang kebutuhan pokok
melambung tinggi, bank dan perusahaan banyak yang gulung tikar, angka
pengangguran dan kemiskinan melonjak, banyak terjadi konflik dan kerusuhan
sosial, penculikan dan pembunuhan terjadi di mana-mana, sarana umum banyak
yang hancur diamuk massa, kehidupan politik kacau-balau, beberapa provinsi
berusaha memisahkan diri menjadi negara merdeka, serta hukum tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Krisis yang populer dengan sebutan krisis multidimensi itu tidak lain dipicu
oleh parahnya penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Penyimpangan sistematis Orde Baru selama puluhan tahun mengakibatkan sendi-
sendi kehidupan bangsa dan negara menjadi sangat rapuh dan keropos. Sendi-sendi
tersebut menjadi mudah sekali berantakan saat diguncang dan dilanda krisis.