Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari
kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari
kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang,
sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk
membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai


implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.

Dasar hukum

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7,


Pasal 18A ayat 1 dan 2, Pasal 18B ayat 1 dan 2.
 Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
 UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004)
Pelaksanaan

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka
memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.

Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999


tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839). Pada tahun 2004, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah[2] sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). Selanjutnya, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844). Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi
pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan
yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh
kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah
bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak
melanggar ketentuan perundang-undangan.

Tujuan

Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut

 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


 Pengembangan kehidupan demokrasi.
 Keadilan nasional.
 Pemerataan wilayah daerah.
 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
 Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik,
tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik
dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik
melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif
yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan
manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan indeks
pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Asas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3
jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, yaitu asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan.

Desentralisasi
Adalah pemberian wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurus Urusan daerahnya sendiri berdasarkan asas otonom.

Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung
jawab urusan pemerintahan umum.
Tugas pembantuan
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk
melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

B.Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Kerangka


NKRI

Daerah Istimewa Yogyakarta. Keistimewaan Yogyakarta didasarkan pada ketentuan


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Apa saja yang menjadi keistimewaan Yogyakarta?

Keistimewaan Yogyakarta bisa dilihat dalam beberapa aspek. Pertama, aspek politik.
Aspek ini menyangkut tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang
Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ketentuan perundang-
undangan menyatakan bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi calon gubernur
adalah bahwa yang bersangkutan harus bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono.
Sedangkan untuk calon wakil gubernur, yang bersangkutan harus bertahta sebagai Adipati
Paku Alam.

Keistimewaan lainnya dapat dilihat dari kewenangan kebudayaan dan pertanahan. Untuk
kewenangan kebudayaan, pemerintah Provinsi  DIY diberikan kewenangan khusus untuk
memelihara dan mengembangkan kebudayaan, kesenian, dan tradisi luhur yang mengakar
dalam masyarakat DIY. Di bidang tata ruang, pihak Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan
sebagai badan hukum, yang berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten demi kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat, dan pengembangan
kebudayaan.

C.Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah


Kelebihan Otonomi Daerah

1. Prioritas Pembangunan Jelas


Kelebihan pertama otonomi daerah adalah prioritas pembangunan menjadi lebih jelas
dan tepat sasaran. Karena jika semua diatur oleh pemerintah pusat, maka ada kemungkinan
tidak sesuai dengan kondisi daerah, kebutuhan masyarakatnya, dan aspirasi atau keinginan
dari masyarakat daerah sendiri. Dengan otonomi daerah, pemerintah D.I.Y bebas mengatur
dan menyesuaikan pembangunan dengan kondisinya. Jika daerah mempunyai banyak sumber
daya pertanian, maka pembangunan diprioritaskan kepada pertanian. Jika daerah
membutuhkan banyak infrastruktur, maka alokasi dana pembangunan untuk infrastruktur.

2. Pembangunan Daerah Lebih Maju


Pembangunan daerah dapat menjadi lebih maju. Ini adalah akibat dari peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan. Pelayanan dan kesejahteraan meningkat karena pembangunan lebih tepat
sasaran. Daerah yang sebagain besar wilayahnya di tepi pantai dan penduduk
bermatapencaharian nelayan, maka kebijakan akan diarahkan untuk pembangunagan perairan
dan perikanan. Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan lebih cepat dirasakan.

3. Daerah Mengatur Pengelolaan Sendiri


Otonomi daerah memungkinkan daerah mengatur pengelolaan sumber dayanya sendiri.
Pengelolaan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Sehingga tidak ada daerah
yang memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan potensinya. Dan
daerah yang mempunyai lebih banyak sumber daya alam dapat lebih berkontribusi dalam
pembangunan nasional. Daerah mengatur pendapatan dan pengeluarannya sesuai RAPBD
yang telah disusun.

4. Kerjasama Terjalin dengan Rakyat


Pemerintah daerah adalah yang paling dekat dengan rakyat. Seharusnya dengan otonomi
daerah, aspirasi rakyat dapat lebih terserap dan diutamakan. Secara tidak langsung aka nada
kerja sama yang terjalin baik antara pemerintah dengan rakyat

5. Mengurangi Tugas Pemerintah Pusat


Adanya otonomi daerah mengurangi menumpuknya pekerjaan pemerintah pusat. Dengan
demikian pekerjaan pemerintah pusat akan lebih efisien. Pemerintah akan lebih bisa berfokus
kepada tugas yang menyangkut negara secara keseluruhan dan hubungan dengan luar negeri.
Pemerintah pusat hanya tinggal menerima laporan dan melakukan pengawasan terhadap
jalannya pemerintah daerah, untuk selanjutnya membuat kebijakan yang bersifat nasional dan
dapat diterapkan di semua daerah.

6. Mudah Menyesuaikan dengan Kebutuhan Khusus Daerah


Otonomi daerah membuat pemerintah lebih mudah menyesuaikan diri dengan kebutuhan
khusus daerah. Contoh dengan adanya daerah-daerah tertentu, seperti Daerah Khusus Ibukota
Jakarta yang tentunya mendapat perlakukan berbeda sebagai ibu kota negara. Atau daerah
Istimewa Yogyakarta yang arah pemerintahannya bergaya keraton sesuai dengan kebudayaan
masyarakatnya..

7. Lebih Cepat dalam Menangani Kebutuhan Mendesak


Untuk kebutuhan mendesak, adanya otonomi daerah akan mengefisiensikan waktu yang ada.
Tidak perlu persetujuan dari pemerintah pusat untuk tindakan darurat. Misalnya untuk daerah
yang terkena bencana alam gempa jogja, maka pemerintah daerah jogja dapat dengan cepat
menyalurkan bantuan tanpa persetujuan pusat.

8. Mengurangi Kemungkinan Kesewenangan Pemerintah Pusat


Otonomi daerah juga memnbatasi kekuasaan pemerintah pusat secara tidak langsung. Hal ini
mengurangi kemungkinan kesewenangan pemerintah pusat menerapkan aturan dan kebijakan
yang tidak sesuai aspirasi rakyat. Atau bahkan mencegah terjadi kediktatoran.

9. Meningkatkan Kualtas Pelayanan Publik


Kualitas pelayanan publik juga dapat ditingkatkan di daerah, karena pemerintahan ini
berhubungan langsung dengan masyarakat. Kualitasnya dapat terjaga dan dapat diawasi.

10. Hubungan Harmonis Antar Daerah dan Pusat


Adanya otonomi daerah juga menciptakan hubungan pemerintah pusat dan daerah di
Indonesia menjadi lebih harmonis. Karena setiap daerah mempunyai kewenangan mengatur
daerah, tidak akan ada ketidakpuasan di sana. 
11. Efisiensi Waktu dan Biaya
Otonomi daerah membuat efisiensi waktu dan biaya dalam segala bidang. Tidak semua
permasalahan harus diselesaikan ke pemerintah pusat yang membutuhkan waktu dan biaya
lebih banyak.
12. Mengurangi Birokrasi
Efisiensi waktu dan biaya akibat otonomi daerah juga mengurangi birokrasi yang panjang dan
berbelit-belit. Bisa dibayangkan, jika hanya untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk saja
harus ke pemerintah pusat. Apa yang harus dilakukan oleh masyarakat yang wilayahnya
sangat jauh dari ibu kota?, seperti halnya di Yogyakarta.

Kekurangan Otonomi Daerah

1. Pertentangan Peraturan
Otonomi dapat membuat terjadinya pertentangan peraturan antara pemerintah daerah.
Namun, meskipun demikian selama peraturan yang berbeda tersebut bisa saling melengkapi,
tidak akan menimbulkan masalah. Contoh pertentangan peraturan adalah adanya peraturan
pelaksanaan pemilihan pimpinan daerah di Yogyakarta. Bertentangan dengan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah di Jogja sendiri. Karena hal tersebut adalah keinginan masyarakat
dan dalam pelaksanaannya dalam saling melengkapi, juga menciptakan ketertiban, maka
tidak ada hal negatif yang terjadi.

2. Pengawasan Lemah
Pengawasan pemerintah pusat ke pemerintah daerah menjadi lemah. Pada beberapa kasus, hal
tersebut memungkinkan timbulnya penguasa-penguasa daerah yang sewenang-wenang.
Untuk mengawasi hal ini, maka masyarakat daerah yang harus berperan aktif dalam
daerahnya.

3. Rentan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme


Pengawasan yang lemah, juga menyebabkan mudahnya korupsi, kolusi, dan nepotisme di
kalangan pejabat pemerintah daerah. Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi
dan merugikan negara secara pribadi dapat terjadi. Korupsi dana pembangunan daerah yang
paling banyak dilakukan. Selain itu, penyalahgunaan dalam bentuk kolusi dan nepotisme, di
mana tidak adanya profesionalisme dalam pekerjaan juga marak. Setiap proyek pembangunan
diserahkan kepada perusahaan milik pribadi atau keluarga tanpa melalui proses seharusnya
banyak dilakukan.

4. Kesenjangan Antar Daerah


Dampak negatif selanjutnya adalah kesenjangan antar daerah. Karena tidak semua wilayah
mempunyai sumber daya yang banyak. Atau mungkin sumber daya yang banyak tetapi tidak
dikelola dengan baik. Akibatnya, terjadi kesenjangan antar daerah. Wilayah yang satu lebih
sejahtera dibandingkan wilayah lain. Cara mengatasi kesenjangan sosial, budaya, dan
ekonomi harus diupayakan karena dapat memicu konflik antar daerah.
5. Koordinasi Sulit
Banyaknya pemerintah daerah, berarti juga banyak organisasi dan instansi di bawahnya.
Selain membuat lemahnya pengawasan, hal ini menyebabkan koordinasi sulit. Pemerintah
pusat tidak bisa melakukan kebijakan yang berada di luar wewenangnya dengan cakupan
seluruh wilayah Indonesia. Karena nantinya pemerintah daerah harus diikutsertakan dalam
kewenangan tersebut.

6. Keseimbangan Kepentingan Sulit Tercapai


Keseimbangan kepentingan sulit tercapai karena setiap daerah mempunyai aturan yang
berbeda. Untuk menyatukannya menjadi hal sulit. Apalagi menyeimbangkan kepentingan
daerah yang satu dengan daerah lain. Perlu kebijakan kepala daerah dan ketegasan
pemerintah pusat untuk mencapai keseimbangan.

7. Perlu Biaya Desentralisasi


Seperti telah disebutkan, bahwa otonomi daerah atau desentralisasi berarti membuat
bertambahnya pejabat di daerah. Secara birokrasi, ini lebih efisien waktu, tenaga , dan biaya.
Namun secara keorganisasian, membutuhkan biaya lebih banyak. Sistem di daerah juga harus
dibangun dengan biaya tidak sedikit hingga dapat menyerap aspirasi masyarakat.

8. Kedaerahan
Seharusnya, setiap wilayah mengusahakan upaya menjaga keutuhan NKRI. Otonomi daerah
membuka peluang kedaerahan atau kelompok menjadi terbuka. Jika tidak dijaga, sikap
mementingkan kelompok / wilayah / daerahnya lebih terasa dibandingkan kepentingan
nasional
9. Keputusan Lebih Panjang
Dalam hal yang mendesak, keputusan menjadi lebih cedpat. Namun, mencakup keputusan
nasional alurnya bertambah panjang. Karena untuk menerapkan kebijakan nasional,
pemerintah pusat harus mempertimbangkan aspirasi dari semua daerah. jJngan sampai
kebijakan hanya menguntungkan daerah tertentu saja.
D. Solusi terhadap implementasi otonomi Daerah
Sedikitnya ada tiga faktor utama yang telah menyebabkan mengapa capaian reformasi
desentralisasi dan otonomi daerah tersebut cenderung bernuansa kuantitas. Koinsidensi dari
tiga faktor inilah selanjutnya telah melahirkan bias-bias kebijakan yang pada gilirannya telah
dijadikan sebagai kambing hitam untuk membangun citra buruk atas kinerja desentralisasi
dan otonomi daerah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.Secara singkat,tiga faktor
yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut: .

Pertama, ada ambivalensi pada tataran konseptual orientasi ideologis vs orientasi teknis.


Secara umum dapat dikatakan bahwa pendulum relasi kewenangan antara pemerintah pusat
dan daerah di Indonesia sejauh ini lebih cenderung mengarah ke kutub sentralisasi daripada
desentralisasi. Kendati UU No 22/1999 pada tingkat yang minimal telah mencoba untuk
menggeser pendulum sen-tralisasi tersebut ke arah kutub desentralisasi, UU No 32/2004
cenderung untuk mengembalikannya ke posisi semula (sentralisasi). Di antara penyebab
terjadi gerak balik pendulum relasi kewenangan tersebut adalah karena konsep dasar dari
desentralisasi itu sendiri belum terbebas dari adanya ambivalensi antara orientasi ideologis vs
orientasi teknis . Secara ideologis, desentralisasi dan otonomi daerah diaplikasikan dengan
tujuan antara lain untuk mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang
demokratis. .Meski demikian, orientasi ideologis ini harus banyak berbenturan dengan
orientasi teknis, terutama terkait tuntutan untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dan
efisien. Akibatnya, kendati pada tingkat pernyataan sering dikemukakan bahwa kebijakan
desentralisasi di Indonesia bertujuan untuk mempercepat proses demokratisasi di tingkat
lokal,pada tingkat kenyataan wewenang yang diserahkan kepada daerah sangat dibatasi dan
kontrol pemerintah pusat atas daerah juga terlihat sangat ketat. .

Kedua, ada bias relasi antarelite sebagai implikasi dari pergeseran relasi negara dan
masyarakat.Realitas implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah juga harus
didudukkan dan dipahami pada konteks pergeseran relasi negara-masyarakat (statesociety
relation) pada periode pasca- Orde Baru.Dengan demikian,akan diketahui bahwa bias
implementasi kebijakan yang terjadi sejauh ini bukan sepenuhnya merupakan dampak
langsung dari reformasi desentralisasi dan otonomi daerah, melainkan juga sebagai implikasi
dari pergeseran pola interaksi antara negara dan masyarakat (statesociety relation) pada
periode pasca- Orde Baru.Satu di antara karakteristik penting dari perubahan pola interaksi
state-society tersebut adalah masyarakat (society) tidak lagi sepenuhnya terpinggirkan, baik
dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan kebijakan. Namun,peran
masyarakat dalam hal ini belum dalam arti civil society,tetapi lebih banyak diwakili oleh elite
masyarakat (societal actors). Dalam kondisi seperti ini, sulit dihindari jika kemudian proses
pengambilan keputusan,baik di tingkat nasional maupun pada tingkat daerah, telah lebih
banyak diwarnai oleh koalisi dan tawarmenawar kepentingan antara societal actors pada satu
sisi dan state actors (para elit penyelenggara negara) pada sisi lain.Pada konteks inilah,
desentralisasi dan otonomi daerah,serta berbagai produk turunannya, seperti pemekaran
daerah dan pemilihan kepala daerah (pilkada) harus didudukkan dan dimaknai. .

Ketiga, agenda reformasi yang lebih menekankan pada upaya membangun citra negara,
namun minus perbaikan kapasitas. Realitas implementasi desentralisasi dan otonomi daerah
juga tidak dapat dilepaskan dari adanya bias agenda reformasi yang berlangsung di Tanah
Air. Dalam kurun waktu sepuluh tahun pertama (1999-2009), fokus perhatian dari agenda
reformasi lebih banyak dicurahkan pada upaya memperbaiki dan membangun institusi negara
(state institutional reform). Sementara upaya untuk membangun dan memperkuat kapasitas
negara (state capacity) relatif belum mendapat perhatian yang seimbang. Akibatnya, dapat
dimengerti bila kemudian kehadiran negara dalam praktik kehidupan sehari-hari (state in
practice) menjadi samar-samar atau bahkan dalam beberapa kasus justru absen . Reformasi
desentralisasi dan otonomi daerah yang berlangsung di Tanah Air dalam kurun waktu sepuluh
tahun terakhir harus dipahami dan dimaknai sebagai bagian dari state institutional reform
minus state capacity. .

Karena itu, juga dapat dimengerti bila kemudian kehadiran desentralisasi dan otonomi
daerah terlihat sangat nyata dalam bentuk institusi, tetapi tidak kentara dalam fungsi.
Desentralisasi dan otonomi daerah juga sangat nyata hadir dengan kemasan demokrasi,namun
roh yang terkandung di dalamnya masih sangat kental bernuansa sentralisasi.
sedikitnya ada empat langkah mendasar yang harus dilakukan ke depan.

Pertama, rekonstruksi konsep desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam upaya menjawab


akar persoalan desentralisasi yang pertama, pertanyaan mendasarnya adalah, apakah
dominasi perspektif desentralisasi administrasi masih harus tetap dipertahankan sebagai
konsep dasar dalam membenahi hubungan pusat-daerah di Indonesia. Dengan logika
pemahaman secara sederhana, idealnya dominasi perspektif desentralisasi administrasi yang
selama ini diterapkan harus disenyawakan dengan perspektif desentralisasi politik.Bila
demikian,ini berarti,di antara langkah fundamental yang harus diambil oleh Indonesia dalam
upaya membenahi hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah ke depan adalah: melakukan
reformulasi konsep desentralisasi itu sendiri. Lebih jauh dari itu, upaya rekonstruksi konsep
desentralisasi dan otonomi daerah ke depan,juga harus didudukkan secara utuh pada konteks
negara kesatuan. Dikatakan demikian, karena secara substansial,konsep dasar yang ada saat
ini belum sepenuhnya merujuk dan mengaplikasikan prinsip- prinsip dasar desentralisasi dan
otonomi daerah pada konteks negara kesatuan.

Secara konseptual perbedaan mendasar antara praktik desentralisasi pada negara


federal dan kesatuan terletak pada prinsip pengaturan relasi kewenangan pusat-daerah.Pada
negara federal, pengaturan relasi kewenangan pusat-daerah (pemerintah federal dengan
negara bagian) didasarkan pada prinsip separation of power (pemisahan kekuasaan).
Sedangkan pada negara kesatuan, pengaturan relasi kewenangan pusatdaerah bertumpu pada
prinsip sharing of power (berbagi kewenangan).

Separation of power (pemisahan kekuasaan),yang dimaksud di sini adalah,pemerintah


pusat (federal) hanya memiliki sejumlah kewenangan pokok. Sementara seluruh kewenangan
sektoral di luar kewenangan pokok pemerintah pusat tersebut dimiliki oleh negara bagian
(pemerintah daerah/state). Dengan prinsip relasi kekuasaan pusat-daerah seperti ini,model
otonomi daerah pada negara federal umumnya lebih dalam bentuk otonomi penuh yakni
daerah (pemerintah daerah dan masyarakat) memiliki hak penuh, baik dalam pengambilan
keputusan maupun dalam implementasi kebijakan atas seluruh bidang di luar kewenangan
pokok yang telah didefinisikan menjadi milik pemerintah pusat (federal).

Sedangkan prinsip sharing of power (berbagi kewenangan) yang diterapkan pada


negara kesatuan lebih dalam arti bahwa pemerintah pusat, selain memiliki kewenangan
pokok, juga memiliki kewenangan- kewenangan sektoral yang dikelola secara bersama-sama
dengan pemerintah daerah. Dengan demikian, sejatinya, kewenangan yang dimiliki oleh
daerah tidak lain adalah kewenangan- kewenangan sektoral yang telah didesentralisasikan
oleh pemerintah pusat. Relasi kewenangan pusatdaerah dengan prinsip sharing of power tentu
tidak dapat menerapkan model otonomi penuh sebagaimana pada negara federal,tetapi lebih
dalam bentuk tiga model otonomi daerah,sesuai lingkup kewenangan sektoral yang
didesentralisasikan oleh pemerintah pusat.Tiga model otonomi daerah yang dimaksud adalah:
Otonomi Luas, Otonomi Terbatas, dan Otonomi Khusus.

Kedua, melakukan rekonstruksi pendekatan kebijakan. Rekonstruksi pada tataran konseptual


seperti diutarakan di atas tentu tidak akan mencapai hasil yang optimal bila tidak diikuti oleh
upaya rekonstruksi pada tataran operasional, yang antara lain menghendaki ada reformasi
pendekatan dalam implementasi kebijakan desentralisasi itu sendiri. Tegasnya,sebagai salah
satu instrumen untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara,kebijakan desentralisasi
tidak dapat berdiri sendiri, namun harus terkait dan sejalan dengan kebijakankebijakan pada
bidang lainnya. Dengan demikian, dapat tercipta kondisi saling dukung dan saling mengisi,
bukan sebaliknya, antara kebijakan desentralisasi dan kebijakan-kebijakan pada bidang lain.
Selain dari itu, dalam implementasi kebijakan desentralisasi juga harus memperhatikan
karakteristik, potensi, dan kekhususan- kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah
(pluralitas lokal/daerah). Ketiga, mengelola bias relasi antar elite.

Ketiga, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa satu di antara karakteristik


penting dari perubahan pola interaksi state-society tersebut adalah,semakin berperannya elite
masyarakat (societal actors) dalam proses pengambilan keputusan dan dalam pelaksanaan
kebijakan.Kondisi ini pada gilirannya telah mendegradasi relasi negara dan masyarakat lebih
dalam bentuk koalisi dan tawar-menawar kepentingan antara societal actorspada satu sisi dan
state actors (para elit penyelenggara negara) pada sisi lain.

Anda mungkin juga menyukai