Anda di halaman 1dari 8

JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO.

Media Pengembangan Ilmu dan


Profesi Kegeografian
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG/index

PERBEDAAN INTENSITAS KONSUMSI PANGAN KETELA POHON


ANTARA RUMAH TANGGA TANI DAN NON TANI DI DESA
HARGOREJO KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON
PROGO
Oleh: Mutakin, Mohamad Deden (1)
Program Pascasarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Abstract
Efforts diversification of food consumption can reduce the pressure on the availability of the kinds
of food especially rice, as well as local food that contains carbohydrates such as cassava, corn,
gembili and others. This research aimed to analyze differences in consumption of local food sources
of carbohydrates instead of rice in the hamlet of East and Ngulakan Selo Village Hargorejo District
Kokap. Location research using purposive sampling techniques and the sample size is obtained by
using the Slovin formula 120 people. To examine differences in food consumption used independent
sample t-test. The results showed there are differences in the intensity of cassava consumption
among farm and non-farm households.

Keywords:
Local Food Sources Of Carbohydrates Non-Rice, Consumption Patterns

Abstrak
Upaya penganekaragaman konsumsi pangan dapat mengurangi tekanan pada ketersediaan satu
macam produk pangan terutama beras, seperti pangan lokal yang juga mengandung karbohidrat
seperti ketela pohon, jagung, gembili dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbedaan intensitas konsumsi pangan ketela pohon antara rumahtangga non tani dan tani di
Dusun Selo Timur dan Ngulakan Desa Hargorejo Kecamatan Kokap. Penentuan lokasi penelitian
menggunakan teknik sampling purposif dan besaran sampel didapat dengan menggunakan rumus
Slovin sebanyak 120 orang. Untuk mengkaji perbedaan intensitas konsumsi pangan digunakan uji
beda independen sampel t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas
konsumsi pangan ketela pohon antara rumahtangga non tani dan tani.

Kata Kunci:
intensitas konsumsi pangan, perbedaan intensitas kosumsi pangan, ketela

Alamat Korespondensi : Email: dedenmutakin@mail.ugm.ac.id

68
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

1. PENDAHULUAN Tabel 1. Produksi Padi Sawah, Jagung, dan


Pola konsumsi pangan atau kebiasaan Ketela Pohon Menurut Desa di Kecamatan
makan adalah berbagai informasi yang Kokap 2014 (Ton)
dapat memberikan gambaran mengenai
Desa Jumla Padi Jagu Ubi
jumlah, jenis, dan frekuensi bahan h Saw ng Ka
makanan yang dimakan setiap hari oleh Pendu ah yu
seseorang selama jangka waktu tertentu duk
dan merupakan ciri khas untuk satu 1 Hargotir 6.827 - - 857
. to
kelompok masyarakat tertentu 2 Kalirejo 4.482 - - 446
referensi???. Pedoman umum .
pengembangan konsumsi pangan nasional 3 Hargow 6.073 - - 1.6
mendefinisikan bahwa pola konsumsi . ilis 99
4 Hargore 8.792 189 132 2.7
pangan, adalah susunan makanan yang
. jo 77
mencakup jenis dan jumlah bahan 5 Hargom 7.401 678, 84 2.1
makanan rata-rata per orang per hari yang . ulyo 4 56
umum dikonsumsi/dimakan penduduk Jumlah 33.575 867, 216 7.9
dalam jangka waktu tertentu. Pola pangan 4 27
Sumber : Profil Kecamatan Kokap 2014,
masyarakat saat ini didominasi padi-
Kantor Kecamatan Kokap Kabupaten
padian khususnya beras yang
Kulon Progo
menyebabkan komoditas ini satu-satunya
Berdasarkan data produksi pangan sumber
menjadi sumber karbohidrat utama bagi
karbohidrat Tabel 1 diatas yaitu padi
masyarakat Indonesia. Dalam pemenuhan
sawah, jagung, dan ketela pohon di Desa
konsumsi beras nasional pemerintah pun
Hargotirto, Hargowilis dan Kalirejo tidak
tak jarang malakukan impor. Masyarakat
terdapat produksi pangan jenis padi sawah
umumnya mempunyai ketergantungan
dan jagung tetapi memiliki hasil produksi
yang kuat terhadap beras sebagai sumber
pangan jenis ketela pohon yaitu pada Desa
karbohidrat dan sebagai upaya untuk
Hargotirto sebesar 857 ton, Desa Kalirejo
mengurangi ketergantungan masyarakat
446 ton, dan Desa Hargowilis 1.699 ton.
pada beras maka perlu menggali potensi
Sedangkan pada desa Desa Hargorejo dan
sumber pangan lokal yang berbasis non
Hargomulyo memiliki produksi pangan
beras untuk memenuhi kebutuhan
yang lebih beraneka ragam yaitu padi
pangannya.
sawah, jagung, dan ketela pohon. Desa
Kecamatan Kokap memiliki luas wilayah
Hargorejo produksi padi sawah sebesar
7.379,50 ha, merupakan kecamatan terluas
189 ton, jagung 132 ton, dan ubi kayu
di Kabupaten Kulon Progo, yaitu 12,59%
2.777 ton. Desa Hargomulyo produksi padi
dari total luas wilayah Kabupaten Kulon
sawah sebesar 678,4 ton, jagung 84 ton,
Progo (58.627,512 ha) (BPS, 2009).
dan ubi kayu 2.156 ton.
Kecamatan ini memiliki 5 desa, yang
Dari Tabel 1, secara matematis bahwa
terdiri dari Desa Hargomulyo, Hargorejo,
dengan penduduk total pada tahun 2013
Hargowilis, Hargotirto, dan Kalirejo.
berjumlah 33.575 jiwa, jika semua
penduduk dalam memenuhi kebutuhan

69
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

pangan pokoknya memilih beras, unit perhatian terpenting pemenuhan


sedangkan produksi total padi sawah 867,4 kebutuhan pangan nasional maupun
ton, setara dengan 544,2 ton beras komunitas dan individu) untuk memulai
(Konversi Gabah Menjadi Beras 62,74% mengurangi intensitas konsumsi pangan
versi BPS dan Direktorat Jenderal beras, dan menambah intesitas pangan non
Pengolahan dan Pemasaran Hasil beras seperti ketela.
Pertanian, Kementerian Pertanian)
(Heriawan dkk., 2016). Kebutuhan 2. METODE PENELITIAN
konsumsi beras per tahun dari total Penelitian ini dilakukan pada bulan
penduduk pada tahun 2013 adalah 3.820,8 Februari – Maret 2015. Metode penentuan
ton beras (kebutuhan beras 113,8 lokasi penelitian kecamatan, desa dan
kg/kapita/orang/tahun (BPS) (Ishaq, 2011) dusun menggunakan teknik sampling
atau defisit beras sebanyak 3.276,6 ton. purposif. Kecamatan Kokap dipilih karena
Maka dipastikan untuk memenuhi memiliki wilayah yang paling luas
konsumsi beras domestik harus dibandingkan kecamatan-kecamatan yang
mendatangkan beras dari kecamatan lain lain, yaitu 12,59% dari total luas wilayah
atau dari daerah lain, karena produksi Kabupaten Kulon Progo (58.627,512 ha)
beras domestik tidak mencukupi. Menurut (BPS, 2009). Wilayah tersebut memiliki
World Trade Organization impor pangan produksi padi sawah yang paling kecil
dalam jangka pendek bisa menjadi obat dibandingkan kecamatan lain, yaitu
kelaparan namun dalam jangka panjang sebesar 867,4 ton sedangkan produksi
tidak hanya menguras devisa, tetapi jagung dan ketela pohon yang cukup besar
mengabaikan aneka sumber daya lokal yaitu masing-masing 216 ton dan 7.927 ton
(Suyastiri, 2008). Disisi lain daerah ini (Anonim, 2014). Kemudian Kecamatan
memiliki komoditas pangan non beras Kokap memiliki desa yang paling banyak
yang produksinya besar seperti ketela mengalami kerawanan pangan (Maman
pohon dan jagung yang bisa dijadikan Sugiri, 2015).
sebagai alternatif konsumsi pangan dalam Pemilihan Desa Hargorejo karena desa
rangka penganekaragaman konsumsi tersebut tujuh tahun lalu pernah dilakukan
pangan sumber karbohidrat. program pertanian diversifikasi pangan
Berdasarkan kondisi masyarakat di pokok oleh LSM Impro Sola beserta BP3K
Kecamatan Kokap yang sangat bergantung dengan mengusahakan tanaman pangan
pada satu jenis pangan pokok yaitu beras, lokal gembili (BP3K, 2013). Desa
sementara produksi berasnya tidak mampu Hargorejo dipilih karena desa yang paling
mencukupi kebutuhan. Hal tersebut banyak memiliki komoditas umbi-umbian
merupakan salah satu faktor penghambat dan jagung dibanding desa yang lain di
terciptanya ketahanan pangan nasional Kecamatan Kokap (Anonim, 2014).
yang merupakan basis utama Kemudian pada Desa Hargorejo,
pengembangan sumber daya manusia ditentukan dua dusun untuk mewakili 16
berkualitas dan memperjuangkan dusun yang ada. Yaitu Dusun Ngulakan
ketahanan nasional sebagai suatu bangsa karena memiliki jumlah rumahtangga tani
dan negara yang berdaulat. Maka dan sekaligus tergabung dalam kelompok
dibutuhkan suatu kesadaran masyarakat tani yang paling banyak yaitu 140 KK.
(lingkup kecil yaitu rumah tangga sebagai Kemudian pada Dusun Ngulakan

70
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

penggunaan lahan untuk kegiatan H0: kedua kelompok memiliki varian


pertanian paling luas dibandingkan dusun yang sama, atau tidak terdapat perbedaan
lain yaitu seluas 8 ha (BP3K, 2013) intensitas konsumsi pangan ketela pohon
(Gambar 1). Sedangkan untuk mewakili antara rumahtangga tani dan non tani.
rumah tangga non tani dipilih Dusun Selo Ha: kedua kelompok tidak memiliki
Timur karena memiliki jumlah rumah varian yang sama, atau terdapat perbedaan
tangga non tani yang paling banyak yaitu intensitas konsumsi pangan ketela pohon
127 KK (BP3K, 2013). Penentuan besaran antara rumahtangga tani dan non tani.
sampel pada rumahtangga tani dan non tani Tabel 3. Independent Samples Test
pada kedua dusun menggunakan rumus Konsumsi Ketela Pohon Rumhatangga
Slovin (Umar, 2003). Dari perhitungan Non Tani dan Tani
didapat besaran sampel untuk masing- Levene's t-test for
masing dusun berjumlah 60 KK. Test for Equality of
Equality of Means
Sampel penelitian ini merupakan sampel Variances
independen (tidak berkorelasi) maka Intensitas Sig. t df Sig.
digunakan teknik statistik independen konsumsi (2-
sampel t-test untuk uji bedanya. ketela taile
pohon d)
(kg/mingg .000 - 11 .000
3. HASIL DAN PEMBAHASAN u) 3.8 8
Konsumsi ketela pohon pada rumahtangga 06
tani lebih besar dari pada rumahtangga non Sumber: Analsisis Data primer dengan
tani. SPSS 16.0
Tabel 2. Group Statistik Intensitas Pada tabel 3. Independent Samples kolom
Konsumsi Ketela Pohon Rumahtangga Test Levene Test nilai sig (0,000) < α
Non Tani dan (0,05). Probabilitas < 0,05 maka H0
Jumlah Rata-rata ditolak. Jadi kedua kelompok tidak
data/sampel memiliki varian yang sama. Kemudian
rumahtangga 60 .1417
menguji apakah kedua kelompok memiliki
rata-rata tingkat intensitas konsumsi sama
non tani
atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah:
rumahtangga 60 .8083 H0: kedua kelompok memiliki rata-rata
tani tingkat intensitas konsumsi pangan ketela
Sumber: Analsisis Data primer dengan pohon yang sama.
SPSS 16.0 Ha: kedua kelompok tidak memiliki
Pada tabel 2. Group Statistik memaparkan rata-rata tingkat intensitas konsumsi
jumlah data/sampel dan nilai rata-rata. pangan ketela pohon yang sama.
Terlihat rata-rata intensitas konsumsi Pada Tabel 3. Independent Samples test
ketela pohon rumahtangga tani (0,80) lebih kolom t-test. T hitung (-3,806) dengan
besar dari rumahtangga non tani (0,14). tingkat signifikansi (α) 5% dan df = 118,
Menguji apakah kedua kelompok memiliki dari tabel t didapat angka 1,980. Uji
varian identik atau tidak. Hipotesis yang dilakukan dua sisi karena akan diketahui
diajukan adalah: apakah rata-rata intensitas konsumsi
pangan ketela pohon rumahtangga non tani
sama dengan rata-rata intensitas konsumsi
71
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

ketela pohon rumahtangga tani ataukah Gunungkidul yang mengkonsumsi ketela


tidak. Jadi bisa lebih besar atau lebih kecil, pohon karena keterpaksaan yaitu harga
maka dipakai uji dua sisi. Pada default beras yang sulit terjangkau akibat tingkat
pengujian dari output SPSS adalah 2- perekonomian yang rendah. Rumahtangga
tailed, yang menyebut adanya dua sisi. tani mengkonsumsi ketela pohon karena
Karena t hitung terletak pada daerah H0 seringnya penyuluhan dan sosialisasi dari
ditolak (-3,806 > -1,980) maka keputusan Dinas KP4K Kabupaten Kulon Progo
yang diambil H0 ditolak, atau kedua tentang diversifikasi pangan. Saat kegiatan
kelompok (rumahtangga non tani dan tani) arisan bapak-bapak yang tergabung dalam
memiliki rata-rata konsumsi pangan ketela kelompok tani Aneka Karya ataupun
pohon yang berbeda. Di samping arisan ibu-ibu yang tergabung dalam KWT
menggunakan perbandingan t hitung (kelompok wanita tani) Ngulakan sering
dengan tabel t, dapat juga melakukan disampaikan pesan untuk selalu
perbandingan Sig (2-tailed) dengan α. Sig mengkonsumsi pangan sumber
(2-tailed), (0,000) < α (0,05) sehingga H0 karbohidrat yang bersumber dari non
ditolak. beras. Adanya pesan tentang diversifikasi
Konsumsi ketela pohon pada rumahtangga pangan yang sering disampaikan kepada
tani lebih tinggi dibandingan rumahtangga rumahtangga tani ini terbukti efektif dalam
non tani disebabkan rumahtangga tani mempengaruhi perilaku konsumsi
pada umunya mengusahaan sendiri rumahtangga tani.
tanaman tersebut di lahan persawahannya Angka rata-rata konsumsi pangan lokal
atau dikebun sekitar rumah sendiri. Ketela sumber karbohidrat non beras (ketela
sendiri adalah tanaman yang mudah pohon) pada rumahtangga tani lebih besar
ditanam, tidak membutuhkan perawatan dari pada rumahtangga non tani. Angka
intensif dan dapat ditanam di lahan kering. rata-rata tersebut mengindikasikan
Para responden rumahtangga tani mengaku diversifikasi pangan (sumber karbohidrat
tidak ada perawatan khusus dalam non beras) yang merupakan salah satu
menanam ketela pohon. Mereka tidak syarat untuk mencapai ketahanan pangan
memberikan pupuk khusus pada tanaman yang tangguh pada rumahtangga tani lebih
ketela karena ketela tersebut ditanam mantap dari pada rumahtangga non tani.
menggunakan sistem tumpang sari yang Dengan tingginya konsumsi ketela pohon
menjadi satu lahan dengan padi, jagung sebagai penyumbang energi dan protein
dan kacang. Dengan sistem tanam tersebut selain beras pada rumahtangga tani, dinilai
kebutuhan unsur nutrisi dari pupuk untuk bahwa rumahtangga tani memiliki
ketela pohon sudah disuplai dari pupuk- kesiapan mental dan psikologi jika terjadi
pupuk untuk tanaman padi, jagung dan hal-hal yang tidak diinginkan seperti
kacang. kejadian gagal panen, kelangkaan pangan
Penerapan keanekaragaman konsumsi ini akibat paceklik ataupun ketidakstabilan
dilakukan oleh rumahtangga tani ini tidak ekonomi negara. Seperti saat terjadi krisis
ada unsur keterpaksaan. Berbeda dengan ekonomi, penurunan konsumsi energi dan
hasil penelitian Hidayah (2011) pada protein di kota lebih tinggi daripada di
rumahtangga pedesaan yang mayoritas desa. Hal ini juga menunjukkan bahwa
bermatapencaharian sebagai petani di dampak negatif krisis ekonomi lebih
Kecamatan Gedang Sari Kabupaten banyak dirasakan oleh rumah tangga di

72
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

kota yang pada umumnya bekerja di sektor diberikan sebagai sumbangan pada saat
informal/ non pertanian (Ariani dan acara hajatan tetangga.
Purwantini, tanpa tahun). Kedua, distribusi yang mencakup
Terdapat tiga pilar yang mendukung aksesibilitas pangan. Akses pangan pada
bangunan ketahanan pangan menurut rumahtangga tani sangat dekat karena
Suparmo dalam Prihatin dkk, 2012 yang jarak rumahtangga dengan pangan
meliputi: 1) ketersediaan pangan sebanyak (sawah/kebun) sangat dekat. Sehingga
yang diperlukan oleh masyarakat yang dalam pemenuhan pangan sewaktu-waktu
mencakup kestabilan dan kesinambungan dapat dilakukan. Ketiga, konsumsi yang
penyediaan pangan baik yang berasal dari mencakup jumlah, mutu gizi/nutrisi,
produksi, cadangan maupun impor dan keamanan dan keanekaragaman konsumsi
ekspor, 2) distribusi yang mencakup pangan. Rumahtangga tani memiliki
aksesbilitas pangan antar wilayah dan keanekaragaman konsumsi pangan yang
antar waktu serta stabilitas harga pangan lebih tinggi karena kebanyakan kegiatan
strategis dan 3) konsumsi yang mencakup pertanian yang dilakukan bukan lagi
jumlah, mutu gizi/nutrisi, keamanan dan monokultur tetapi sudah beralih ke
keanekaragaman konsumsi pangan. kegiatan pertanian tumpang sari (sistem
Rumah tanggga sebagai unit perhatian sorjan). Dimana kegiatan pertanian
terpenting pemenuhan kebutuhan pangan tersebut selain dapat menghemat
nasional maupun komunitas dan individu, pengolahan tanah, jenis pangan yang
pada tingkat rumahtangga tani ternyata dihasilkan dalam satu lahan dapat
memiliki tingkat ketahanan pangan yang bermacam-macam. Kemudian dari sisi
lebih mantap. Hal ini dapat dibuktikan keamanan, karena jarak yang relatif dekat
melalui syarat ketahanan pangan yaitu; dalam mengakses pangan maka tidak
pertama, ketersediaan pangan sebanyak diperlukan banyak energi yang digunakan
yang diperlukan para rumahtangga tani dan meminimalisir penggunaan bahan
yang berasal dari produksi kegiatan tambahan untuk mengawetkan pangan
pertaniannya sendiri. Rumahtangga tani sehingga pangan selalu dalam kondis fresh
memiliki cadangan pangan yang sangat atau segar. Rumahtangga tani juga tidak
cukup untuk kebutuhan konsumsinya terpengaruh dengan adanya isu beras
selama satu tahun dari hasil panennya plastik, karena beras yang dikonsumsi
(beras, ketela, jagung dan pangan lain), adalah beras dari padi yang ditanaman
sehingga selama satu tahun mereka tidak sendiri sehingga mereka paham betul
perlu mengeluarkan biaya yang kondisi beras mereka.
dialokasikan untuk pembelian pangan
pokok sumber karbohidrat. Hal ini seperti 4. KESIMPULAN
pengakuan responden rumahtangga tani Berdasarkan hasil pembahasan hasil
bahwa hasil panen beras ataupun ketela penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
pohon yang ditanam di lahan mereka terdapat perbedaan intensitas dan rata-rata
cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan ketela pohon antara
konsumsi mereka. Adapun jika terdapat rumahtangga non tani dan tani. Rata-rata
sisa kadang hasil panen dalam bentuk intensitas konsumsi ketela pohon
gabah kering dijual ataupun diberikan rumahtangga tani lebih besar dari
kepada anggota keluarga lain dan rumahtangga nontani. Coba tambahkan

73
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

beberapa kalimat yang menjelaskan Atkin, P. dan Bowler, I., 2001, Food in
konsekuensi dari nilai perbedaan itu dari Society: Economy-Culture-
sisi ketahanan pangan lokal dan rencana Geography. Co-published in the
pengelolaan lahan /diversivikasi pertanian United States of America by Oxford
sumber karbohidrat. University Press Inc., 198 Madison
Avenue, New York, NY10016.
UCAPAN TERIMA KASIH Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan,
Terima kasih saya ucapkan kepada 2013. Angka Aktual Skor Pola Pangan
Pengampu Jurnal Geografi Universitas Harapan Konsumsi Pangan Penduduk
Negeri Semarang yang telah memberikan Berdasarkan Data SUSENAS
kesempatan kepada saya untuk Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2013.
mengirimkan karya ini. BPS, 2009. Kabupaten Kulon Progo dalam
Angka 2009.
DAFTAR PUSTAKA BPS, 2012. Konsumsi Kalori Dan Protein
Anonim, 2014. Profil Kecamatan Kokap Penduduk Indonesia Dan Provinsi.
2014. Kantor Kecamatan Kokap. Buku 2.
Anugerah G.I., 2012. Diversifikasi BP3K, 2013. Hasil Penilaian Kemampuan
Konsumsi Pangan Rumah Tangga Kelompok Tani Kecamatan Kokap
Pedesaan Di Desa Sukolilo Kabupaten Kulon Progo Tahun 2013.
Kecamatan Wajak Kabupaten BP3K.
Malang. Tesis, Fakultas Pertanian Dewanti, R., N. Andarwulan, N.S. Palupi.
Universitas Abdurachman Saleh 2002. Pangan Lokal Sumber
Situbondo. Karbohidrat. Fateta. IPB. Bogor.
Ariani M. dan Purwantini T.B., tanpa Heriawan dkk,. 2016. Kebijakan
tahun, Analisis Konsumsi Pangan Swasembada Pangan Berkelanjutan:
Rumah Tangga Pasca Krisis Komponen Strategis Dalam Perspektif
Ekonomi Di Propinsi Jawa Barat. Masyarakat Ekonomi Asean 2015.
(Peneliti Puslitbang Sosial Ekonomi Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian Jl. Ahmad Yani No. 70 PertanianIndonesian Agency for
Bogor) Agricultural Research and
Arianto, 2011. Pola Makan Mie Instan: Development (IAARD) Press.
Studi Antropologi Gizi Pada http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffi
Mahasiswa Antropologi Fisip- les/swasembada_pangan_2015.pdf.
Unair. Ringkasan Laporan [Diakses 25 Oktober 2016 pukul 21:30]
Penelitian Hibah Soetandyo Hidayah, 2011. Kesiapan Psikologis
Wignjosoebroto 2011. Departemen Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Menghadapi Diversifikasi Pangan
dan Ilmu Politik Universitas Pokok. Humanitas, Vol. VIII No.1
Airlangga 2011. Januari 2011.
Arifin, Bustanul, 2004, Analisis Ekonomi Ishaq I., 2011. Konsumsi dan Strategi
Pertanian Indonesia. Jakarta: Pemenuhan Kebutuhan Beras pada
Penerbit Buku Kompas. 2015 di Jawa Barat. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Barat. Iptek
Tanaman Pangan Vol. 6 No. 2 – 2011.

74
JURNAL GEOGRAFI Vol. 15 NO. 1

Kantor Kecamatan Kokap. 2014. Profil Masyarakat dan Sumberdaya


Kecamatan Kokap 2014. Keluarga. Fakultas Pertanian.
Maman Sugiri, 2015. KP4K Anggarkan Institut Pertanian Bogor.
Penanganan Desa Rawan Pangan. Sayogyo, 1983. Menuju Gizi Baik yang
http://jogja.antaranews.com/berita/32 Merata di Pedesaan dan di Kota.
0983/kp4k-anggarkan-penanganan- Universitas Gadjah Mada,
desa-rawan-pangan [Diakses 13 Mei Yogyakarta.
2015 pukul 20:03]. Suyastiri, N.M, 2008, Difersifikasi
Prihatin, S.D., Hariadi, S.S., dan Konsumsi Pangan Pokok Berbasis
Mudiyono, 2012, Ancaman Potensi Lokal dalam mewujudkan
Ketahanan Pangan Rumahtangga Ketahanan pangan Rumahtangga Di
Tani. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume Pedesaan gunung Kidul. Jurnal
II, No 2, Juli 2012. Ekonomi Pembangunan. 13 (1).51-
Santoso, T.S., 1993. Faktor-Faktor yang 60.
Mempengaruhi Perbedaan Pola Umar Husein, 2003. Studi Kelayakan
Pangan Pokok Beras dan Beras- dalam Bidang Jasa, Cetakan
Jagung Serta Keragaan Tingkat Pertama, Gramedia, Jakarta.
Konsumsi Pangan pada Masyarakat
Madura. Tesis Jurusan Gizi

75

Anda mungkin juga menyukai