PUA Terhadap Suntik 3 Bulan PDF
PUA Terhadap Suntik 3 Bulan PDF
Abstrak:
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang disebabkan oleh gangguan hormonal,
kelainan organik genetalia dan perdarahan post coital. Perdarahan yang terjadi dapat bersifat akut,
kronis dan sela. Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah penggunaan kontasepsi
DMPA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian perdarahan uterus
abnormal dengan penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan. Desain penelitian survei analitik dengan
pendekatan cross sectional, populasi sejumlah 34 responden yang mengalami perdarahan uterus
abnormal, teknik sampling yang digunakan total sampling dengan jumlah sampel 34 responden dan
memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data menggunakan rekam medik pasien kemudian diobservasi
dengan checklist terstruktur yang disusun oleh peneliti, lalu data dianalisa menggunakan uji koefisien
kontingensi dengan taraf signifikansi 0,05 menunjukkan nilai ρ=value 0,056 > 0,05 yang artinya tidak
ada hubungan antara kejadian perdarahan uterus abnormal dengan penggunaan kontrasepsi suntik 3
bulan. Berdasarkan hasil penelitian diatas, perlunya evaluasi lebih lanjut terhadap faktor resiko kejadian
perdarahan uterus abnormal.
Abstract
Abnormal uterine bleeding is caused by hormonal disorders, genetic organic and postcoital bleeding.
Bleeding can be acute, chronic and interrupted. One of the factors that suspected to be cause of
abnormal uterine bleeding is contraseption of DMPA. The purpose of this research to know the
correlation between abnormal uterine bleeding incidence with 3 months of injectable contraception.
This research is analytic with cross sectional approach, population of 34 who experience abnormal
uterine bleeding, sampling technique used is total sampling with a total sample of 34 respondents and
according to inclusion criteria. This research using medical record then observed with checklist
compiled by researcher, then data analyzed by coefisien contingensi test with significance level 0,05
that show ρ-value=0,056 > 0,05 it’s mean there is no corelation between abnormal uterine bleeding
incedence with 3 month injectable contraception. Based on the results above, need for further
evaluation of risk factors for abnormal uterine bleeding incidence.
65
Erni Dwi W. | Perdarahan Uterus Abnormal Pada Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
PENDAHULUAN
66
MIKIA Maternal And Neonatal Health Journal | November – 2018 | Volume 2, Nomor 2 | Hal: 65 – 71
67
Erni Dwi W. | Perdarahan Uterus Abnormal Pada Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol tahun), reproduksi sehat (20-35 tahun), dan
darah reproduksi tua (36-49 tahun). Siklus menstruasi
Menurut Isselbacher Horison, ada wanita normal dan kesehatan reproduksi
beberapa kondisi lain yang dikaitkan dengan tergantung keseimbangan antara hormon yang
perdarahan uterus abnormal adalah penyebab dibentuk oleh hipotalamus dan hipofisis.
coagulopaty penyakit sistemik dimana Hipotalamus memproduksi gonadotropin
terganggunya kemampuan darah untuk releasing hormon (GnRH), hormon ini
membeku. Gangguan trombosit yang paling mengontrol pengeluaran hormon yang
sering adalah penyakit von Willebrand. Wanita dikeluarkan oleh hipofisis yaitu luteinizing
dengan penyakit von Willebrand umumnya hormon (LH) dan folikel stimulating hormon
juga mengalami perdarahan menstruasi yang (FSH). FSH dan LH berperan dalam
berat, hal ini disebabkan karena kekurangan pematangan folikel, ovulasi dan pembentukan
atau kelainan pada protein von Willebrand. korpus luteum serta sintesis steroid. Perdarahan
Protein ini berperan penting dalam proses pada usia reproduksi dapat terjadi pada siklus
pembekuan darah. Ketika protein ini tidak yang berovulasi dan siklus yang tidak
berfungsi, keping darah tidak dapat saling berovulasi. Penyebabnya belum diketahui
menempel seperti seharusnya. Begitu juga saat secara pasti. Analisa hormonal hampir selalu
terjadi luka, keping darah tidak bisa menempel normal, diduga terjadinya gangguan sentral
pada dinding pembuluh darah untuk mencegah (disregulasi) akibat adanya gangguan psikis.
pendarahan. Akibatnya, darah tidak mampu Untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi dapat
menggumpal dan pendarahan bisa terjadi. dilakukan dengan pemeriksaan suhu basal
Menurut Manuaba (2010) perdarahan badan (SBB), sitologi vagina atau analisa
uterus abnormal merupakan perdarahan yang hormonal (FSH, LH, Estradiol, Prolaktin, dan
berasal dari uterus disebabkan oleh gangguan Progesteron) serta harus dilakukan tindakan
hormonal, kelainan organik genetalia dan D&K untuk menyingkirkan keganasan. Pada
perdarahan postcoital. Perdarahan ini usia reproduksi terjadinya perdarahan uterus
diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu perdarahan abnormal kecenderungan lebih banyak pada
akut, perdarahan kroni dan perdarahan sela/ wanita yang mengalami instabilitas emosional.
intermenstural. Menurut Malcolm G. Munro Individu yang memiliki timbunan lemak
(2011) perdarahan ini didefinisikan sebagai yang berlebihan resiko untuk terjadinya
perdarahan yang banyak (melebihi 80 ml) disfungsi endokrin, seperti stimulasi estrogen
sehingga perlu dilakukan penanganan yang yang berlebihan dan anovulasi, hal ini
cepat untuk mencegah kehilangan darah serta dikarenakan estrogen yang dibentuk oleh sel
perdarahan ini dapat terjadi pada kondisi PUA lemak. Wanita dengan obesitas memiliki kadar
kronis atau tanpa riwayat sebelumnya. serum estrone dan estradiol yang lebih tinggi,
Beberapa faktor resiko yang perlu di hal itu dimungkinkan sebagai hasil dari
evaluasi terhadap perdarahan ini adalah usia, produksi estrogen pada jaringan adiposa oleh
obesitas, dan faktor kejiwaan, karena faktor ini aromatisasi dari androstenedione (Schultes B,
diduga dapat menyebabkan terjadinya 2001). Keadaan obesitas, terutama obesitas
perdarahan uterus abnormal. Faktor usia abdominal terjadi hiperaktivasi pada poros
berpengaruh pada distribusi perdarahan ini hipotalamus – hipofisis - adrenal yang
terutama pada usia menarche dan menopouse menyebabkan produksi estrogen secara terus-
karena pada kedua batas usia ini sering menerus oleh persisten folikel yang tidak
ditemukan gangguan ovarium. pecah, sehingga tidak terjadi korpus luteum
Kejadian perdarahan uterus abnormal pada yang akan mensekresikan progesteron. Adanya
wanita reproduksi baik yang menggunakan estrogen yang berlebihan menyebabkan
kontrasepsi suntik 3 bulan atau tidak karena proliferasi endometrium selama beberapa bulan
pada masa ini aksis hipotalamus-hipofisis- atau minggu yang akan terlihat sebagai
ovarium dan pengaturan hormon dalam tubuh perdarahan karena ketidakseimbangan
sudah normal. Menurut Lilis Heri (2017) hormonal.
batasan usia yang digunakan untuk WUS atau Kontrasepsi DPMA merupakan jenis
wanita dalam usia reproduktif yaitu 15-49 tahun kontrasepsi yang hanya mengandung progestin
baik yang berstatus kawin, janda, atau belum dengan daya kerja 150 mg setiap 3 bulan dan
menikah. Batasan usia reproduksi dibagi dalam merupakan dosis tinggi (Hartanto, 2004). Jenis
tiga kategori yaitu reproduksi muda (15-19 kontrasepsi ini memiliki beberapa efek samping
68
MIKIA Maternal And Neonatal Health Journal | November – 2018 | Volume 2, Nomor 2 | Hal: 65 – 71
yang mana dari beberapa efek samping tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan
yang paling sering dialami oleh akseptor adalah lokal serta terjadilah spotting. Hal ini
gangguan haid. Gejala gangguan haid yang sebagaimana diungkapkan oleh Krisnadi
terjadi antara lain tidak mengalami haid (2003) yang mengatakan bahwa perdarahan
(amenorea), perdarahan berupa bercak-bercak bercak terjadi pada bulan pertama sampai kedua
(spotting), perdarahan haid yang lebih lama dan penyuntikan, semakin lama penggunaan
atau lebih banyak dari biasanya (menorarghia) kontrasepsi kejadian spotting berkurang.
(BKKBN, 2003). Sedangkan Hartanto (2004) mengatakan bahwa
Menurut (Sulistiyawati, 2011) di pada penggunaan Suntik DMPA dapat
Indonesia kontrasepsi hormonal jenis KB menyebabkan perdarahan bercak atau spotting,
suntik semakin banyak diminati masyarakat pada umunya terjadi pada awal penyuntikan.
dan diperkirakan setengah juta pasangan Mekanisme kerja dari kontrasepsi suntik
memakai kontrasepsi suntik untuk mencegah DMPA yang primer bahwa kadar FSH dan LH
kehamilan, namun 25%-50% akseptor depo- menurun dan tidak terjadi sentakan LH. Respon
provera berhenti setelah penggunaan lebih dari kelenjar hipofisis terhadap gonadotropin-
1 tahun karena keluhan menstruasi atau releasing hormone eksogenous tidak berubah,
gangguan perdarahan abnormal yang sehingga memberi kesan proses terjadi
disebabkan oleh gangguan hormon dalam tubuh dihipotalamus daripada di kelenjar hipofisis. Ini
atau penyakit organik seperti tumor rahim, berbeda dengan POK yang tampaknya
tumor indung telur, endometritis serta penyakit menghambat ovulasi melalui efek langsung
keganasan lainnya. pada kelenjar hipofisis. Penggunaan
Kontrasepsi DMPA diduga menjadi salah kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan
satu penyebab terjadinya perdarahan uterus keadaan hipoestrogenik. Pada pemakaian
abnormal. Perdarahan pada akseptor DMPA endometrium menjadi dangkal dan
kontrasepsi suntik DMPA ini disebabkan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak
progreston dalam kontrasepsi suntik DMPA aktif. Sering stroma menjadi oedematous.
menyebakan terbentuknya kembali pembuluh Penggunaan kontrasepsi DMPA jangka lama
darah kapiler yang normal dengan sel-sel menyebabkan endomertium menjadi
endotel yang intak dan sel-sel yang sedemikian sedikit sehingga didapatkan sedikit
mengandung kadar glikoprotein yang cukup sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Penyebab
kemudian sel-sel endotel terlindung dari lain dari spoting menurut Hartanto (2004)
kerusakan. Hal ini akan mempengaruhi adalah ketidakseimbangan hormon dan
mekanisme kerja hormonal dan siklus haid diperkirakan karena kerja enzim plasmin yang
yang normal, sehingga perdarahan akan terkonsentrasi di jaringan selaput lendir rahim.
menjadi lebih banyak. Menoraghi terjadi karena Enzim ini bersifat fibrinolitik (menghancurkan
ketidakseimbangan hormonal karena fibrin yang berguna untuk pembentukan darah).
penambahan progesteron sehingga Perdarahan bercak juga diduga terjadi
menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh penurunan kadar estrogen pra-haid. Perlu juga
kurang optimal. Kadar estrogen dalam tubuh dipikirkan adanya polip servik, erosi porsio dan
yang kurang optimal tersebut pada akhirnya juga dapat disebabkan oleh insufisiensi korpus
menyebabkan terjadinya widral progesteron, luteum (perdarahan terjadi karena menurunnya
wanita yang menggunakan progesteron kerja kadar estrogen), sedangkan pada masa
lama, maka perdarahan irreguler baru akan pascahaid disebabkan oleh defisiensi estrogen,
terjadi apabila kadar hormon steroid yang sehingga regenerasi endometrium terganggu.
dilepas berada di bawah 20 mg / 24 jam dan Penelitian menggunakan uji analisa
profil hormonal berada dalam aktivitas luteal koefisien kotingensi dengan taraf signifikansi
(Hanafiah, 2007). 0,05 menunjukkan nilai r = 0,381 dan nilai
Menurut Wiknjosastro (2007), spotting p=value 0,056 > 0,05 yang berarti tidak ada
atau metoragia (terminologi dari perdarahan hubungan antara kejadian perdarahan uterus
sela) adalah perdarahan haid yang berupa abnormal dengan penggunaan KB suntik 3
bercak-bercak. Kejadian spotting pada akseptor bulan di RSUD Kabupaten Sidoarjo Periode
kontrasepsi suntik DMPA ini dikarenakan 2016-Juni 2017.
adanya penambahan progesterone yang Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh teori menurut Errol Norwitz (2007) sejumlah
vena kecil di endometrium dan vena tersebut alasan atau beberapa penyebab yang diketahui
69
Erni Dwi W. | Perdarahan Uterus Abnormal Pada Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
dari perdarahan uterus abnormal adalah Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi
kontrasepsi hormonal suntikan progesteron melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium
sintetik long-acting. Kontrasepsi kerja panjang yang meliputi multi efek dan mekanisme
yang hanya mengadung progestin (depo kontrol umpan balik. Pada keadaan stres terjadi
provera) sering kali menyebabkan beberapa aktivasi pada amygdala pada sistem limbik.
perdarahan irregular. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan
Perdarahan uterus abnormal dapat terjadi hormon dari hipotalamus yaitu corticotropic
pada semua usia dan sebagian besar kasus yang releasing hormone (CRH). Hormon ini secara
dirujuk ke bagian Ginekologi adalah langsung akan menghambat sekresi GnRH
dengan diagnosis klinis (sebenarnya gejala hipotalamus dari tempat produksinya di
klinis) metrorhagia (37,1%) dan menorhagia nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan
(33,7%) (Silberstein, Taaly, 2003). Modalitas terjadi melalui penambahan sekresi opioid
yang sering digunakan untuk diagnosis etiologi endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi
perdarahan uterus adalah histeroskopi, kuretase pelepasan endorfin dan
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke
histopatologis (PA), biopsi, serta USG dalam darah. Endorfin sendiri diketahui
transvaginal dan MRI. Pemeriksaan ini penting merupakan opiat endogen yang peranannya
sekali dilakukan pada wanita dengan usia > 35 terbukti dapat mengurangi rasa nyeri.
tahun. Pemeriksaan histopatologis merupakan Peningkatan kadar ACTH akan
baku emas untuk diagnosis patologis kavitas menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol
uteri. Sampel untuk pemeriksaan PA dapat darah. Hormon – hormone tersebut secara
diambil melalui kuretasi atau biopsi. Di langsung dan tidak langsung menyebabkan
samping untuk diagnostik, kuretasi berfungsi penurunan kadar GnRH, sehingga bila terjadi
juga sebagai terapi perdarahan uterus. Jika stress dapat menyebabkan gangguan siklus
dibandingkan dengan hasil PA setelah menstruasi seperti oligomenorea atau
histerektomi, akurasi D&C PA mencapai 90%, polimenorea,. Gejala ini akan mengilang jika
sehingga D&C PA baik dipakai sebagai baku stess tersebut teratasi.
emas pemeriksaan lesi intrauteri. Kelainan Menurut Isselbacher Horison, ada
organik yang paling sering adalah mioma uterus beberapa kondisi lain yang dikaitkan dengan
terutama mioma submukosum, endometriosis, perdarahan uterus abnormal adalah penyebab
polip, kanker endo-metrium, hiperplasia coagulopaty penyakit sistemik dimana
endometrium dan adneksitis. terganggunya kemampuan darah untuk
Apabila penyebab organik ini tidak membeku. Gangguan trombosit yang paling
ditemukan perlu dievaluasi adanya gangguan sering adalah penyakit von Willebrand. Wanita
fungsional pada pasien karena perdarahan dengan penyakit von Willebrand umumnya
uterus abnormal dapat dijumpai pada penderita- juga mengalami perdarahan menstruasi yang
penderita dengan penyakit-penyakit metabolik, berat, hal ini disebabkan karena kekurangan
endokrin, penyakit darah, dan penyakit umum atau kelainan pada protein von Willebrand.
yang menahun, akan tetapi banyak wanita Protein ini berperan penting dalam proses
dengan perdarahan uterus abnormal tanpa pembekuan darah. Ketika protein ini tidak
adanya penyebab tersebut. Dalam hal ini stres berfungsi, keping darah tidak dapat saling
yang dialami dalam kehidupan sehari-hari menempel seperti seharusnya. Begitu juga saat
didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian terjadi luka, keping darah tidak bisa menempel
yang mengganggu keseimbangan emosional pada dinding pembuluh darah untuk mencegah
dapat mempengaruhi perdarahan ini. Menurut pendarahan. Akibatnya, darah tidak mampu
(Sperof, 1994) faktor yang berpangaruh pada menggumpal dan pendarahan bisa terjadi.
wanita usia reproduksi mengalami peradarahan
uterus abnormal cenderung disebabkan oleh PENUTUP
instabilitas emosional atau stres. Stres ini Hasil penelitian dari 34 responden
melibatkan sistem neuro endokrinologi sebagai mengalami perdarahan uterus abnormal dapat
sistem yang besar peranannya dalam reproduksi ditarik kesimpulan: Responden yang
wanita. Gangguan pada menstruasi ini mengalami perdarahan akut 17 responden
melibatkan mekanisme regulasi intergratif yang (50%), perdarahan kronis 9 responden (26,5%),
mempengaruhi proses biokimia dan seluler dan perdarahan sela 8 responden (23,5%).
seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis. Responden tidak menggunakan kontrasepsi
70
MIKIA Maternal And Neonatal Health Journal | November – 2018 | Volume 2, Nomor 2 | Hal: 65 – 71
suntik 3 bulan 24 responden (70,6%). Tidak ada Hanafiah. 2007. Mekanisme Siklus Menstruasi.
hubungan yang signifikan antara kejadian Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
perdarahan uterus abnormal dengan Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana
penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan. dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar
Penderita dengan gejala perdarahan uterus Harapan.
abnormal agar lebih dini memeriksakan ke RS Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
atau spesialis Obstetri Ginekologi mengingat 2007. “Panduan Tatalaksana
jumlah pasien yang mengalami perdarahan akut Perdarahan Uterus Disfungsional”.
dan membutuhkan penanganan segera Malcolm G. Munro, et al. FIGO classification
sebanyak 50%. system (PALM-COEIN) for causes of
abnormal uterine bleeding in
nongravid women of reproductive age.
REFERENSI Intenational Journal of Gynecology
and Obstetrics. 2011.
American College of Obstetricians and Manuaba. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah
Gynecologists. 2012. “Abnormal Ginekologi. Jakarta: Trans Info Media.
Uterine Bleeding”. Manuaba. 2009. Buku Ajar Ginekologi Untuk
Anonim. Committee Opinion: Management of Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Acute Abnormal Uterine Bleeding in Marret H, et all. 2010. Clinical practice
Nonpregnat Reproductive-Aged guidelines on menorrhagia:
Women. The American College of management of abnormal uterine
Obstetricians and Gynecologists. 2013; bleeding before menopause. EURO-
557:1-6. 7035.2010:1-5.
Andrews, Gilly. 2010. Buku Ajar Kesehatan Royal College of Obstetricians and
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Gynaecologists. Management of
BKKBN. 2011. Buku Panduan Praktis Unscheduled Bleeding in Women
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Using Hormonal Contraception.
Tridasa Printer. Faculty of Sexual & Reproductive
Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Healthcare Clinical Guidance. 2009:1-
Panduan Tata Laksana Perdarahan 9
Uterus Abnormal. Himpunan Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine
Endokrinologi Reproduksi dan Bleeding in Pre-Menopausal Women.
Fertilitas Indonesia, Perkumpulan Journal of Obstetrics and Gynaecology
Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Canada. 2013; 35(5):1-28.
2011; 3-19
Cipta Pramana. 2004. Kadar Estradiol Serum
Pada Wanita Usia Reproduksi Dengan
Perdarahan Uterus Disfungsional.
Erna, Setiyanungrum. 2016. Pelayanan
Keluarga Berencana. Jakarta: Trans
Info Media.
Errol R. Norwitz & John O. Schorge. 2007. At
a Glance Obstetri dan Ginekologi.
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
F. Gary Cunningham…et al. 2005. Obstetri
Williams. Jakarta: EGC.
71