Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terapi komplementer bisa dibilang belum cukup dikenal oleh


masyarakat karena terapi komplementer lebih dikenal dengan pengobatan
alternative. Berkaitan dengan keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan RI
HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tahun 2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat, maka terapi komplementer bisa
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan. Terapi komplementer yang bisa
di aplikasikan di klinik diantaranya akupuntur kesehatan, aroma terapi,
terapi relaksasi, terapi herbal, dan hipnoterapy.

Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang


mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan
dan perilaku. Flammer and Bongratz dari Universitas Jerman melakukan
meta analisis dari berbagai penelitian tentang hipnoterapi pada tahun 2003.
Hasilnya, dari 57 penelitian yang dianalisa, angka kesuksesan mencapai
64%. Kesuksesan tersebut adalah hipnoterapi dalam mengatasi gangguan
psikosomatis yang sifatnya makro atau mikro (misalnya kecemasan, stress,
depresi, emosi tidak stabil, konflik, dll), tes ansietas, membantu klien
berhenti merokok, dan mengontrol nyeri pada beberapa pasien dengan
penyakit kronis (Prihatanto, 2009). Atas dasar inilah penulis memilih
terapi komplmenter sebagai sebuah metode untuk mengurangi efek stress
pasca-trauma pada korban bencana menggunakan hipnoterapi. Dengan
demikian, penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat untuk
menambah keilmuan dalam misi peningkatan mutu dan kualitas pelayanan
asuhan keperawatan dan sebagai up date ilmu – ilmu baru dari segi
keperawatan komplementer. Dan bagi mahasiswa untuk mengetahui suatu
alternative materi perkuliahan dalam menerapkan konsep keperawatan
holistic

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ketentuan umum dalam dasar hukum
penerapan terapi komplementer
2.

BAB II
ISI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan


dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurunsecara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer adalah penerapan kesehatan
tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural dalam
penjelasannya serta manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah.
3. Tenaga Kesehatan Tradisional adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan tradisional serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan tradisional yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
tradisional.
4. Klien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan pada
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
5. Griya Sehat adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional yang
menyelenggarakan perawatan/ pengobatan tradisional dan komplementer oleh
Tenaga Kesehatan Tradisional.

2
6. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
7. Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan Tradisional yang selanjutnya
disingkat STRTKT adalah bukti tertulis pemberian kewenanganuntuk
memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
8. Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional, yang selanjutnya disingkat
SIPTKT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Tenaga Kesehatan
Tradisional dalam pemberian Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer
9. Instansi Pemberi Izin adalah instansi atau satuan kerja yang ditunjuk
olehpemerintah daerah kabupaten/kota untuk menerbitkan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan Tradisional yang selanjutnya disebut
sebagai Organisasi Profesi adalah wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi
Tenaga KesehatanTradisional.
11. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaanpemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer bertujuan untuk:

3
a. menjamin terselenggaranya Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
yang aman, bermutu, dan efektif;
b. memberikan acuan dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat,
fasilitas pelayanan kesehatan, dan Tenaga Kesehatan Tradisional;dan
c. terlaksananya pembinaan dan pengawasan secara berjenjangoleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan lintas sektor terkait
.

PELAYANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dilakukan oleh Tenaga
Kesehatan Tradisional di fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.
(2) Selain dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tradisional, Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Tradisional di fasilitas pelayanan
kesehatan lain berupa Pelayanan Kesehatan Tradisional integrasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
(1) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer harus memenuhi Kriteria:
a. dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan manfaatnya mengikuti
kaidah-kaidah ilmiah bermutu dan digunakan secara rasionaldan tidak
bertentangan dengan norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat;
b. tidak membahayakan kesehatan Klien;
c. memperhatikan kepentingan terbaik Klien; dan
d. memiliki potensi pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
penyembuhan, pemulihan kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup
Klien secara fisik, mental, dan sosial.

4
(2) Tidak bertentangan dengan norma agama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, berupatidak memberikan pelayanan dalam bentuk mistik/klenik,
dan/atau menggunakan pertolongan makhluk gaib.
(3) Tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf aberupatidak melanggar nilai-nilai kesusilaan,
kesopanan, hukum, dan budaya.

Pasal 5
(1) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer mempunyai ciri khas:
a. Konsep Pelayanan Kesehatan Tradisional;
b. berbasis budaya;
c. prosedur penetapan kondisi kesehatan individu (prosedur diagnosis);
d. penetapan kondisi kesehatan individu (diagnosis); dan
e. tatalaksana perawatan/pengobatan.
(2) Konsep Pelayanan Kesehatan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. adanya gangguan kesehatan individu disebabkan oleh ketidakseimbangan
unsur fisik, mental, spiritual, sosial,dan budaya;
b. manusia memiliki kemampuan beradaptasi dan penyembuhan diri sendiri
(self healing); dan
c. penyehatan dilakukan dengan pendekatan holistik (menyeluruh) dan
alamiah yang bertujuan untuk menyeimbangkan kembali antara
kemampuan adaptasi dengan penyebabgangguan kesehatan.
(3) Berbasis budaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat(1) butir b memiliki
arti bahwa Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementar berasal dari
tradisi budaya yang turun temurun dari suatu masyarakat tertentu.
(4) Prosedur penetapan kondisi kesehatan individu(prosedur
diagnosis)sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c memiliki arti
bahwa tata cara pemeriksaan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer didasarkan pada kemampuan wawancara, penglihatan,
pendengaran, penciuman,dan perabaan serta dapat dibantu dengan alat dan
teknologi yang bekerja sesuai dengan konsep kesehatan tradisional.

5
(5) Penetapan kondisi kesehatan individu(diagnosis)sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) huruf d dilakukan berdasarkan kesimpulan yang diperoleh
melalui prosedur penetapan kondisi kesehatan individu dan konsep emik,
yaitu pernyataan kondisi kesehatan individu yang didasarkan pada
pengalaman subjektif Klien dan pandangan masyarakat terhadap gangguan
kesehatan tersebut.
(6) Tatalaksana perawatan/pengobatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf e memiliki arti bahwa perawatan/pengobatan dilakukan dengan
menggunakan bahan alam, teknik manual, teknikolah pikir, dan teknikenergi
serta dapat menggunakan alat dan teknologi sesuai dengan ciri kesehatan
tradisional.

Bagian kedua
Cara Pengobatan/Perawatan
Pasal 6
(1) Berdasarkan cara Pengobatan/Perawatan, Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer dilakukan dengan menggunakan:a.keterampilan; b.ramuan;
atau c.kombinasi dengan memadukan antara keterampilan dan ramuan.
(2) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang menggunakan cara
keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adapat diklasifikasi
menjadi:a.teknik manual;b.terapi energi;danc.terapi olah pikir.
(3) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang menggunakan cara
ramuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menggunakan
Obat Tradisional
(4) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang menggunakan
carakombinasi dengan memadukan antara keterampilan dan ramuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kombinasi
Pelayanan Kesehatan Tradisional yang memiliki kesamaan,
keharmonisan,dan kecocokan yang merupakan satu kesatuan sistem keilmuan
kesehatan tradisional.

6
Pasal 7
(1) Teknik manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a
merupakan teknik perawatan/pengobatan yang berdasarkan manipulasi dan
gerakan dari satu atau beberapa bagian tubuh.
(2) Terapi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (2) huruf
bmerupakan teknik perawatan/pengobatan dengan menggunakan medan
energi baik dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri.
(3) Terapi olah pikir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (2) huruf c
merupakan teknik perawatan/pengobatan yang bertujuan memanfaatkan
kemampuan pikiran untuk memperbaiki fungsi tubuh.
Bagian Ketiga
Tenaga Kesehatan Tradisional
Pasal 8
(2) Berdasarkan kualifikasi pendidikannya, Tenaga Kesehatan Tradisional terdiri
atas:
a. Tenaga Kesehatan Tradisional profesi;dan
b. Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi.
(3) Tenaga Kesehatan Tradisional profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)huruf amerupakan Tenaga Kesehatan Tradisional lulusan pendidikan tinggi
bidang kesehatan tradisional paling rendah program pendidikan profesi
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)huruf bmerupakan Tenaga Kesehatan Tradisional lulusan pendidikan
tinggi paling rendah program diploma tiga bidang kesehatan tradisional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1) Tenaga Kesehatan Tradisional dalam memberikan pelayanan kesehatan
tradisional:
a. memilah dan mengevaluasi kondisi Kliendalam Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
Tradisional atau masalah kesehatan tradisional lain yang harus dirujuk;

7
b. hanya menggunakan Obat Tradisional yang mempunyai izin edar atau
Obat Tradisional racikan sendiri, dan tidak memberikan dan/atau
menggunakan bahan kimia obat, termasuk obat bebas, obat bebas terbatas,
obat keras, narkotika, dan psikotropika, dan bahan berbahaya;
c. tidak melakukan tindakan dengan menggunakan radiasi;
d. tidak melakukan tindakan invasif dan menggunakan alat kedokteran
kecuali sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; dan
e. tidak menjual dan/atau mengedarkan Obat Tradisional racikan sendiri
tanpa izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalammemilah dan mengevaluasi kondisi Kliensebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, Tenaga Kesehatan Tradisional dapat menggunakan alat
penunjang diagnostik kedokteran tertentu sesuai dengan metode, kompetensi,
dan kewenangan.

Pasal 10
(1) Tenaga Kesehatan Tradisional warga negara asing dapat didayagunakan
dalam Pelayanan Kesehatan Trandisional Komplementer dalam rangka alih
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Tradisional warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permintaan institusi
pendidikan kesehatan tradisional dan Griya Sehat yang dipergunakan sebagai
wahana pendidikansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
.
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional oleh Tenaga
Kesehatan Tradisional meliputi praktik mandiri Tenaga Kesehatan
Tradisional dan fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Griya Sehat.

8
Pasal 12
(2) Praktik mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan secara perseorangan
olehTenaga Kesehatan Tradisional profesiatau Tenaga Kesehatan Tradisional
vokasi.
(3) Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi dalam menyelenggarakan praktik
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan lingkup
terbatas sesuai dengan kompetensinya.
(4) Lingkup terbatassebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pelayanan kesehatan tradisional ramuan, atau 1 (satu) jenis metode dari
teknikketrampilantertentu; dan
b. melanjutkan terapi yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Tradisional
profesi.
(5) Dalam hal rujukan dari Tenaga Kesehatan Tradisional profesi meragukan,
Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi yang menyelenggarakan praktik
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berkonsultasi dengan
Tenaga Kesehatan Tradisional profesi untuk melakukan konfirmasi
pengobatan/perawatan.

Pasal 13
(1) Griya Sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional yang digunakan oleh paling sedikit:
a. 2 (dua) orang Tenaga Kesehatan Tradisionalprofesi; atau
b. 1 (satu) orang Tenaga Kesehatan Tradisional profesi dan 1 (satu) orang
Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi.
(2) Tenaga Kesehatan Tradisional profesi dan Tenaga Kesehatan Tradisional
vokasi yang menjalankan praktik di Griya Sehat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berfungsi sebagai pelaksana Pelayanan Kesehatan Tradisionalsesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya

9
(3) Griya Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai
wahana pendidikan kesehatan tradisional atau jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
(1) Griya Sehat menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan, dan pemulihan
kesehatan.
(2) Selain menyelenggarakan pelayanan perorangan bersifat pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Griya Sehat dapat melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat peningkatan kualitas hidup.
(3) Pelayanan perorangan yang bersifat peningkatan kualitas hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk penyeimbangan kondisi fisik, mental,
spiritual, sosial dan budaya berdasarkan pohon keilmuan kesehatan
tradisional.
(4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dalam bentuk rawat jalan.
(5) Griya Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan Beberapa
cara perawatan/ pengobatan kesehatan tradisional.

Pasal 15
(1) Griya Sehat dapat dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau
masyarakat.
(2) Griya Sehat yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Griya Sehat yang dimiliki oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harusberbadan usaha atau berbadan hukum.

10
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan dan klasifikasi Griya Sehat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam
Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Persyaratan
Pasal 17
(1) Praktik mandiri Tenaga Kesehatan Tradisional maupun Griya Sehat harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan,
dan ketenagaan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Griya Sehat
harus memenuhi persyaratan pengorganisasian.

Pasal 18
Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
(1) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) meliputi:
a. bersifat permanen dan tidak bergabung fisik dengan tempat tinggal atau
unit kerja lainnya;
b. memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
d. memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta pelindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk orang berkebutuhan khusus, anak-anak, dan orang lanjut usia.

11
(2) Tidak bergabung fisik dengan tempat tinggal atau unit kerja
lainnyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan terpisahnya
akses pelayanan kesehatan dengan rumah tinggal atau unit kerja lainnya.
(3) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud padaayat (1)untuk
praktik mandiripaling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang administrasi;
c. ruang konsultasi; dan
d. ruang mandi/WC.
(4) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud padaayat (1)untuk
Griya Sehat paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang administrasi;
c. ruang konsultasi;
d. ruangpengobatantradisional;
e. ruang mandi/wc; dan
f. ruangan lainnya sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(5) Ruang pendaftaran/ruang tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dan ayat (4) huruf a, serta ruang administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b dapat digabungkan namun harus terdapat
pemisahan yang jelas antar fungsinya.
(6) Ruang konsultasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (4) huruf c dan ruang
pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dapat
digabungkan namun harusterdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
(7) Dalam hal Pelayanan Kesehatan Tradisional menggunakan cara ramuan harus
memiliki ruang penyimpanan Obat Tradisional dan ruang racikan Obat Tradisional,
yang dapat digabung namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
Pasal 20
(1) Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) terdiri atas:
a. instalasi air;
b. instalasi listrik;
c. instalasi sirkulasi udara;

12
d. sarana pengelolaan limbah, untuk fasilitas pelayanan kesehatan tradisional
yang menghasilkan limbah medis;
e. alat pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan
f. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Pasal 21
(1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
meliputi:
a. memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan:
b. untuk alat kesehatan harus memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
c. diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi
yang berwenang.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan
kebutuhan Pelayanan Kesehatan Tradisional demi kepentingan terbaik Klien.
(3) Griya Sehat yang dimiliki oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus berbadan usaha atau berbadan hukum.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan dan klasifikasi Griya Sehat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam
Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Persyaratan
Pasal 17
(1) Praktik mandiri Tenaga Kesehatan Tradisional maupun Griya Sehat harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan,
dan ketenagaan.

13
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Griya Sehat
harus memenuhi persyaratan pengorganisasian.

Pasal 18
Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
(1) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) meliputi:
a. bersifat permanen dan tidak bergabung fisik dengan tempat tinggal atau unit
kerja lainnya;
b. memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta pelindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk orang berkebutuhan khusus, anak-anak, dan orang lanjut usia.
(2) Tidak bergabung fisik dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan terpisahnya akses
pelayanan kesehatan dengan rumah tinggal atau unit kerja lainnya.
(3) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk praktik mandiri paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang administrasi;
c. ruang konsultasi; dan
d. ruang mandi/WC.
(4) Persyaratan bangunan dan ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Griya Sehat paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang administrasi;

14
c. ruang konsultasi;
d. ruang pengobatan tradisional;
e. ruang mandi/wc; dan
f. ruangan lainnya sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(5) Ruang pendaftaran/ruang tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dan ayat (4) huruf a, serta ruang administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b dapat digabungkan namun harus terdapat
pemisahan yang jelas antar fungsinya.
(6) Ruang konsultasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (4) huruf c dan ruang
pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dapat
digabungkan namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
(7) Dalam hal Pelayanan Kesehatan Tradisional menggunakan cara ramuan harus
memiliki ruang penyimpanan Obat Tradisional dan ruang racikan Obat
Tradisional, yang dapat digabung namun harus terdapat pemisahan yang jelas
antar fungsi.

Pasal 20
(1) Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) terdiri atas:
a. instalasi air;
b. instalasi listrik;
c. instalasi sirkulasi udara;
d. sarana pengelolaan limbah, untuk fasilitas pelayanan kesehatan
tradisional yang menghasilkan limbah medis;
e. alat pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan
f. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Pasal 21
(1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
meliputi:

15
a. memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan;
b. untuk alat kesehatan harus memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
c. diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan
pengkalibrasi yang berwenang.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan
kebutuhan Pelayanan Kesehatan Tradisional demi kepentingan terbaik Klien.
(3) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peralatan administrasi meliputi meja, kursi, alat tulis kantor, catatan
tindakan Pelayanan Kesehatan Tradisional dan formulir rujukan;
b. peralatan yang digunakan dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional, sesuai
dengan jenis pelayanan dan kewenangan Tenaga Kesehatan Tradisional
dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer; dan
c. peralatan tindakan paling sedikit berupa tempat tidur sesuai dengan
standar.

Pasal 22
(1) Ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi
a. Tenaga Kesehatan Tradisional; dan/atau
b. tenaga nonkesehatan.
(2) Tenaga Kesehatan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
harus memiliki STRTKT dan SIPTKT sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Tenaga Kesehatan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional harus melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya, wajib mengikuti standar profesi, standar pelayanan dan
standar operasional prosedur, serta menaati kode etik dan ketentuan disiplin
profesional.
(4) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
dapat mendukung kegiatan Pelayanan Kesehatan Tradisional secara
administratif.

16
Pasal 23
(1) Pengorganisasian Griya Sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
paling sedikit memiliki struktur organisasi terdiri atas:
a. pimpinan Griya Sehat;
b. penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Tradisional; dan
c. penanggung jawab tata usaha.
(2) Pimpinan Griya Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan seorang Tenaga Kesehatan Tradisional yang juga merupakan
penanggungjawab atas seluruh kegiatan di griya sehat.
(3) Dalam hal belum tersedia Tenaga Kesehatan Tradisional, pimpinan Griya
Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digantikan oleh dokter yang
memiliki kewenangan tambahan di bidang kesehatan tradisional
komplementer yang diakui oleh pemerintah.

Bagian Ketiga
Perizinan

Pasal 24
(1) Setiap Griya Sehat harus memiliki izin penyelenggaraan.
(2) Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Institusi Pemberi Izin.
(3) Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama
memenuhi persyaratan.

Pasal 25
(1) Praktik mandiri Tenaga Kesehatan Tradisional tidak memerlukan izin
penyelenggaraan.
(2) Izin penyelenggaraan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melekat pada SIPTKT yang dikeluarkan oleh Instansi Pemberi Izin.

17
Pasal 26
(1) Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan Griya Sehat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), penyelenggara Griya Sehat harus
mengajukan permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan:
a. fotokopi identitas lengkap pemohon;
b. fotokopi denah ruang pelayanan dan peta lokasi;
c. fotokopi akta badan hukum;
d. struktur organisasi dan ketenagaan;
e. surat pernyataan kesediaan sebagai penanggung jawab; dan
f. surat rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal izin penyelenggaraan Griya Sehat diberikan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan izin penyelenggaraan dan surat izin
penyelenggaraan Griya Sehat tercantum dalam Formulir 1 dan Formulir 2
terlampir.

Pasal 27
(1) Instansi Pemberi Izin harus mengeluarkan keputusan atas permohonan izin
penyelenggaraan, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima permohonan izin.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penerbitan izin,
penolakan izin, atau pemberitahuan untuk kelengkapan berkas.

Pasal 28
(1) Dalam hal berkas yang diajukan pemohon belum lengkap, pemberitahuan
untuk kelengkapan berkas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2)
harus disampaikan Instansi Pemberi Izin kepada penyelenggara Griya Sehat
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima berkas.
(2) Penyelenggara griya sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari sejak pemberitahuan disampaikan, harus segera melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyelenggara
Griya Sehat tidak dapat memenuhi persyaratan, Instansi Pemberi Izin mengeluarkan

18
surat penolakan atas permohonan izin penyelenggaraan dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari.

Pasal 29
(1) Perpanjangan izin penyelenggaraan Griya Sehat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24ayat (3) harus diajukan pemohon paling lama 3 (tiga) bulan
sebelum habis masa berlaku izin penyelenggaraan.
(2) Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan perpanjangan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Institusi Pemberi Izinharus
memberi keputusan berupa penerbitan izin atau penolakan izin.
(3) Dalam hal permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditolak, Institusi Pemberi Izinwajib memberikan alasan penolakan secara
tertulis.

Pasal 30
(1) Perubahan izin penyelenggaraanharus dilakukan apabila terjadi:
a. perubahan nama;
b. perubahan jenis badan hukum; dan/atau
c. perubahan alamat dan tempat.
(2) Perubahan izin penyelenggaraansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b dilakukan dengan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan
serta harusmelampirkan:
a. surat pernyataan penggantian nama dan/atau jenis badan hukum yang
ditandatangani oleh pemilik;
b. perubahan akta notaris; dan
c. izin penyelenggaraanyang asli, sebelum perubahan.
(3) Perubahan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan dengan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan, serta harus
melampirkan:
a. surat pernyataan penggantian alamat dan tempat Griya Sehat yang
ditandatangani oleh pemilik; dan
b. izin penyelenggaraan yang asli, sebelum perubahan.

19
(4) Dalam hal terdapat perubahan pimpinan/ penanggungjawab pelayanan, Giya
Sehat harus melaporkan kepada Institusi Pemberi Izin.

Bagian Keempat
Papan Nama
Pasal 31
(1) Praktik mandiri Tenaga Kesehatan Tradisional atau Griya Sehat harus
memasang papan nama.
(2) Papan nama untuk praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Papan nama untuk Griya Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat:
a. tulisan “Griya Sehat”;
b. nama Griya Sehat;
c. klasifikasi Griya Sehat; dan
d. nomor surat izin penyelenggaraan Griya Sehat.
(4) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
persyaratan:
a. berukuran panjang 90 (sembilan puluh) cm x lebar 60 (enam puluh)cm;
b. posisi horizontal;
c. warna dasar putih;
d. warna tulisan hijau muda shine 60 (enam puluh)yellow 100 (seratus);
e. ditulis dengan huruf latin; dan
f. menggunakan bahasa Indonesia.
(5) Selain memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Griya
Sehat wajib memasang papan daftar nama Tenaga Kesehatan Tradisional
yang memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional di Griya Sehat yang
bersangkutan.

20
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Griya Sehat
Pasal 32
Setiap Griya Sehat memiliki kewajiban:
a. memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer;
b. memasang papan nama;
c. membuat dan melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, daftar
Tenaga Kesehatan Tradisional dan tenaga kesehatan lain yang bekerja dengan
menyertakan nomor STRTKT dan SIPTKT bagi tenaga kesehatan tradisional;
dan
d. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan program
pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
Setiap Griya Sehat memiliki hak:
a. menerima imbalan biaya;
b. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer; dan
d. memasang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang ada di Griya Sehat
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
ALAT DAN OBAT KESEHATAN TRADISIONAL
Pasal 34
(1) Setiap Tenaga Kesehatan Tradisional hanya boleh menggunakan Alat Kesehatan
Tradisional sesuai dengan metode, kompetensi, dan kewenangannya.
(2) Alat Kesehatan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat
yang digunakan dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai bidang keilmuannya.
(3) Alat kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan/atau khasiat/kemanfaatan.

21
Pasal 35
(1) Setiap Obat Tradisional yang digunakan pada Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer harus aman, bermutu, dan bermanfaat.
(2) Obat Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa Obat
Tradisional yang memiliki izin edar, disaintifikasi, dan/ atau Obat Tradisional
lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36
Obat Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus memenuhi
persyaratan, meliputi:
a. memiliki data keamanan;
b. memiliki data manfaat bersumber dari literatur yang dapat
dipertanggungjawabkan;
c. memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan farmakope herbal Indonesia atau
farmakope lain yang diakui;
d. sediaan berbentuk simplisia atau sediaan jadi Obat Tradisional;
e. bahan baku terutama berasal dari Indonesia;
f. diproduksi oleh industri/usaha Obat Tradisional yang sudah berizin serta memiliki
nomor izin edar; dan
g. Obat Tradisional racikan sendiri dengan bahan baku yang bersumber dari industri
yang telah melaksanakan cara pembuatan Obat Tradisional yang baik.

BAB V
RUJUKAN
Pasal 37
(1) Setiap Tenaga Kesehatan Tradisional dalam menyelenggarakan upaya
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer harus melaksanakan sistem
rujukan.
(2) Sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ketersediaan kemampuan, kewenangan, dan/atau sarana
prasarana yang dimiliki.

22
Pasal 38
Setiap rujukan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Tradisional harus
mendapatkan persetujuan dari Klien atau keluarga Klien.

Pasal 39
(1) Rujukan dapat dilakukan antar Griya Sehat, dari Griya Sehat ke fasilitas
pelayanan kesehatan konvensional, atau dari fasilitas pelayanan kesehatan
konvensional ke Griya Sehat.
(2) Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan
prinsip:
a. Tenaga Kesehatan Tradisional harus merujuk kliennya kepada fasilitas
pelayanan kesehatan konvensional bila Klien tersebut mengalami
kegawatdaruratan atau penyakit yang bila terlambat diobati secara medis akan
memperburuk kondisi dan membahayakan jiwanya;
b. Tenaga Kesehatan Tradisional hanya menangani kondisi tersebut sebatas
sebagai tindakan komplementer terhadap pengobatan medis;
c. atas persetujuan Klien, tenaga medis dapat merujuk Klien kepada Tenaga
Kesehatan Tradisional bila akan menggunakan Pelayanan Kesehatan
Tradisional sebagai komplementer terhadap pengobatan medis yang diberikan;
dan
d. dalam menangani Klien yang dirujuk dari Griya Sehat, dokter penerima
rujukan dapat berkomunikasi dengan Tenaga Kesehatan Tradisional perujuk
berdasarkan kepentingan Klien.

BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 40
(1) Setiap Tenaga Kesehatan Tradisional yang menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer wajib melaksanakan pencatatan dan
pelaporan.

23
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berkala
kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota untuk selanjutnya dilaporkan
secara berjenjang kepada dinas kesehatan daerah provinsi, dan Kementerian
Kesehatan.

Pasal 41
(1) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) terdiri atas catatan
Klien dan catatan sarana.
(2) Catatan Klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rekam medik.
(3) Catatan Klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. identitas;
b. kunjungan baru dan kunjungan lama;
c. masalah kesehatan;
d.tindakan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer/jenis terapi; dan
e. keterangan termasuk nasihat atau anjuran.
(4) Catatan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. catatan Klien;
b. buku catatan/register Klien; dan
c. formulir pelaporan dan data.
(5) Contoh buku catatan /register Klien tercantum dalam Formulir 3 terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 42
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. Jumlah, jenis kelamin, dan kelompok umur Klien;
b. jenis masalah kesehatan; dan
c. modalitas terapi.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala
paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.

24
(3) Contoh formulir pelaporan dan data Klien tercantum dalam Formulir 4 dan
Formulir 5 terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 43
(1) Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dalam rangka:
a. mewujudkan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang aman dan
tidak bertentangan dengan norma yang berlaku;
b. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer yang memenuhi persyaratan keamanan dan kemanfaatan; dan
c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan keamanan dan
kemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap:
a. Tenaga Kesehatan Tradisional;
b. Griya Sehat;
c. tindakan dan metode/modalitas;
d. ramuan/Obat Tradisional, Alat Kesehatan Tradisional, dan teknologi kesehatan
tradisional;
e. iklan dan atau publikasi; dan
f. wahana pendidikan kesehatan tradisional.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. pembekalan peningkatan pemahaman Tenaga Kesehatan Tradisional terhadap
peraturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer;
c. bimbingan teknis; dan

25
d. pemantauan dan evaluasi.
(5) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota dapat mengikutsertakan Organisasi Profesi
atau asosiasi terkait, dan konsil yang membidangi Tenaga Kesehatan
Tradisional.

Pasal 44
(1) Dalam melakukan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan daerah
provinsi,dan kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kotadapat
mengangkat Tenaga Pengawassesuai dengan ketentuanperaturan perundang-
undangan.
(2) Tenaga Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas untuk
melakukan pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.

Pasal 45
(1) Pengawasan terhadap penggunaan Obat Tradisional pada penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dilaksanakan oleh badan
yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
obat dan makanan dapat melibatkan instansi dan Organisasi Profesi atau
asosiasi terkait
Pasal 46
(1)Menteri, gubernur, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, Bupati/Walikota,
kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan kepala badan yang
menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanandapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap Griya Sehat
dan/atauTenaga Kesehatan Tradisional yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Peraturan Menteri ini sesuai dengan kewenangan masing-masing.

26
(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.teguran
lisan; b.teguran tertulis; c.rekomendasi pencabutan STRTKT dan SIPTKT; atau
d.pencabutan STRTKT dan SIPTKT; dane.pencabutan izin penyelenggaraan

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat PeraturanMenteri ini mulai berlaku:
a. Pembinaan profesi dilakukan oleh Menterisampai dengan terbentuknya Organisasi
Profesi terkait; dan
b. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan lain selain Tenaga Kesehatan Tradisional sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan konvensionalnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
Peraturan Menteri Kesehatan ini diundangkan.

Pasal 48
Griya Sehat yang menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer sebelum peraturan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan
dengan ketentuan peraturan Menteri ini paling lambat 7(tujuh) tahun sejak
peraturan

27
Kata etika berasal dari kata Yunani, yatu Ethos yang berhubungan dengan
pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena
tidak ada undang – undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus
dilakukan. Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan
etika profesi keperawatan adalah mampu :

1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan


2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah moral yang
terjadi dalam praktik keperawatan
3. Menghubungkan prinsip moral atau pelajaran yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan
kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya

Prinsip dan Fungsi Kode Etik Keperawatan : prinsip bahwa kode etik adalah
menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan pernah berubah. Prinsip ini
juga diterapkan baik dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan. Juga dalam hak
– haknya memperoleh pelayana kesehatan.

Apabila menghadapi suatu situasi yang melibatkan keputusan yang bersifat etis
dan moralitas, perawat hendaknya bertanya kepada dirinya sendiri :

1. Bagaimana pengaruh tindakan saya kepada pasien ?


2. Bagaimana pengaruh tindakan saya terhadap atasan dan orang – orang
yang bekerja sama dengan saya ?
3. Bagaimana pengaruh tindakan saya terhadap profesi ?

ASPEK HUKUM PENGOBATAN TRADISIONAL

A. Pengertian

Penyembuhan atau pengobatan tradisional sudah lama dikenal di kalangan


masyarakat, jauh sebelum kedokteran modern masuk ke Indonesia. sistem
pengobatan tradisional merupakan salah satu unsur budaya yang selama ini
tumbuh dan berkembang serta terpelihara secara turun temurun di kalangan

28
masyarakat, bailk masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan sebagai
warisan pusaka nusantara. Pada awalnya, pengobatan tradisional bersifat mistik,
kepercayaan pada tenaga-tenaga gaib yang berakar pada animisme. Dalam
perkembangannya, pengobatan tradisional di Indonesia dipengaruhi oleh banyak
budaya asing, seperti India, Cina, Timur Tengah (Arab) dan Eropa. Budaya-
budaya tersebut terutama mempengaruhi cara-cara pengobatan tradisional melalui
pendekatan keagamaar.

Di era modern sekarang ini, pengobatan tradisional di Indonesia masih


menjadi salah satu pilihan utama cara penyembuhan penyakit masyarakat.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, angka kesakitan penduduk
secara nasional sebesar 33,24%, dari jumlah tersebut sebesar 65,59% memilih
berobat sendiri dengan menggunakan obat-obatan modern dan tradisional
(termasuk berobat di klinik tradisional), sisanya sebesar 34,41% memilih berobat
jalan ke puskesmas, praktek dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.

Biasanya pilihan pengobatan tradisional ini karena dianggap lebih murah


dari pada pengobatan modern. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1076, pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat di pertanggungjawabkan
dan di terapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Astrid Susanto
(2004) menyatakan bahwa pengobatan tradisional adalah salah satu pilihan bagi
masyarakat dalam mencari pemecahan masalah kesehatan, pemanfaatannya oleh
masyarakat tidak hanya sebagai pemberi layanan kesehatan tapi juga sebagai
penasehat kehidupan. Sedangkan menurut Vitahealth (2006) pengobatan
tradisional di namakan juga pengobatan alternatif yaitu setiap bentuk pengobatan
yang berada di luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern. Orang
yang melakukan pengobatan tradisional disebut pengobat tradisional. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1076 Tahun 2003 menyatakan bahwa Pengobat
tradisional atau yang di singkat Battra adalah seseorang yang di akui dan di
manfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan pengobatan
secara tradisional. Secara umum pengobat tradisional di bagi dua kategori yaitu

29
pengobat tradisional yang menggunakan ramuan dan pengobat tradisional yang
menggunakan keterampilan. Untuk pengobat tradisional yang menggunakan
ramuan dinamakan shinse dan tabib, sementara itu untuk pengobat tradisional
yang menggunakan keterampilan dinamakan akupunturis, refleksiologis, spa
therapis, dukun urut dll,Perry dan Potter (2005), menyebutkan ada empat macam
cara dalam pengobatan tradisional, antara lain.

1. Pengobatan tradisional (alternatif) ketrampilan, merupakarn pengobatan yang


menggunakan keahlian berupa ketrampilan untuk menyembuhkan suatu
penyakit. Contoh dari pengobatan tradisional (alternatil) yaitu pijat urut, patah
tulang, sunat, dukun, bayi, refleksi, akupresure, akupuntur, chiroprak tor

2 .Pengobatan tradisional (alternatif) ramuan, pengobatar tradisional (alternatif)


ramuan lebih di kenal dengan jamu dan herbal. Pengobatan tradisional
(alternatif) ramuan meliputi gurah tabib, sinse, homoeopati, aromaterapi.

3 Pengobatan tradisional (alternatif) pendekatan agama.Pengobatan tradisional


(alternatif) ini dengan menggunakan pendekatan agama seperti Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan agama-agama yang lainnya.

4. Pengobatan tradisional (alternatif) supranatural, meliputi tenaga dalam (prana),


paranormal, reiki master, qigong, dukun kebatinan.

B. Klasifikasi dan Jenis Pengobatan Tradisional. Berdasarkan Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
tradisional, klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional yaitu:

1. Battra Ketrampilan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau


perawatan tradisional berdasarkan ketrampilan fisik dengan menggunakan
anggota gerak dan/atau alat bantu lain, antara lain:

a. Battra pijat urut adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan


dan/atau perawatan dengan cara jat bagian atau seluruh tubuh. Tujuannya
untuk penyegaran relaksasi otot hilangkan capai, juga untuk suatu keluhan atau
penyakit. Pemijatan ini dapat dilakukan dengan jari tangan, telapak tangan,

30
siku, lutut, tunit atau dibantu alat tertentu antara lain pijat yang dilakukan oleh
mengatasi gangguan kesehatan atau dukun/tukang pijat, pijat tunanetra, dsb.

b. Battra patah tulang adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan


dan/atau perawatan patah tulang dengan cara tradisional. Disebut Dukun
Potong (Madura), 138memberikan pelayanan pengobatan dar atau perawatan
dengan menggunakan ramuan obat dari tumbuh-tumbuhar hewan, mineral dil
baik diramu sendiri, maupun obat jaui tradisional Indonesia. Battra gurah
adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan cara
memberikan ramuan tetesan hidung, yang berasal dari larutan kulit pohon
sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran pernafasan atas seperti
pilek, sinusitis,dll.

c. Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan/atau


perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obatan tradisional Cina. Falsafah
yang mendasari cara pengobatan ini adalah ajaran "Tao (Taoi di mana dasar
pemikirannya adalah adanya keseimbangan antara unsur Yin dan unsur Yang.
sme)"

d. Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan


ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya
dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan.

e. Homoeopath adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan dengan


menggunakan obat atau ramuan dengan dosis minimal (kecil) tetapi
mempunyai potensi penyembuhan tinggi, dengan menggunakan pendekatan
holistik berdasarkan keseimbangan antara fisik, mental, jiwa dan emosi
penderita.

f. Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan dengan


menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak murni
(essential oils) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi dari bunga,
buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar, getah) untuk menyeimbangkar fisik,
pikiran dan perasaan.

31
g. Battra lainnya yang metodenya sejenis.

3. Battra pendekatan agama adalah seseorang yang melakukanpengobatan


dan/atau perawatan tradisional dengan meng-gunakan pendekatan agama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha.

4. Battra supranatural adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/


perawatan tradisional dengan menggunakan tenaga dalam, meditasi,olah
pernapasan, indera keenam (pewaskita) kebatinan antara lain

a. Tenaga dalam (prana) adalah seseorang yang memberikan pelayanan


pengobatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam (bio energi, inner
power) antara lain Satria Nusantara, Merpati Putih, Sinlamba, Padma Bakti,
Kalimasada, Anugrah Agung, Yoga, Sinar Putih, Sinar Pedrak, Bakti
Nusantara, Wahyu Sejati dan sebagainya.

b. Battra paranormal adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan


dengan menggunakan kemampuan indera ke enam (pewaskita).

c. Reiky master (Tibet, Jepang) adalah seseorang yang memberikan pelayanan


pengobatan dengan menyalurkan, memberikan energi (tenaga dalam) baik
langsung maupun tidak langsung (jarak jauh) kepada penderita dengan konsep
dari Jepang.

d. Qigong (Cina) adalah seseorangyangmemberikan pelayanan pengobatan


dengan cara menyalurkan energi tenaga dalam yang berdasarkan konsep
pengobatan tradisional Cina.

e. Battra kebatinan adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan


dengan menggunakan kebatinan untuk menyembuhkan penyakit. Battra lainnya
yang metodenya sejenis. Selain itu, National Institute of health (NIH), juga
mengelompok-kannya menjadi lima kategori sesuai bidang cakupannya, satu
diantaranya adalah terapi alternatif pengganti (Alternative medical system)
dengan sistem pengobatan lengkap yang tidak diberikanoleh dokter, sedangkan
empat kelompok lainny1 adalah tekhnik-tekhnik penyembuhan yang terdapat

32
pada pengobatan tradisiona yang dapat di pakai sebagai terapi pendam.ping
bersama terapi utama yang di lakukan oleh dokter.

1. Alternative medical system, mempunyai sistem lengkap yang berbeda dengan


sistem pengobatan konvensional sehingga dapat menjadi alternatif pengganti,
misalnya yang berkembang daribudayaBarat adalah Homeopathic, Medicie
dannaturopathic, sedangkan yang berasal dari budaya Timur adalah
Pengobatan Tradisional China dan Ayurvedan sementara itu pengobatan yang
sudah menjadi bagian dari pengobatan konvensional contohnya Aromatherapy
(Homeopaty), diet (Naturopaty), Akupuntur,Herbal

2. Mind body intervention, memperkuat fungsi dan reaksi tubuh dengan


pendayagunaan pikiran, misalnya mental healing,

3. Biological-based therapy menggunakan bahan alami misalnya:

4. Manipulative and Body-based Methods, merangsang atau fungsinya yang


normal misalnya: pijat, yoga, pilates, latihan hipnotis, sugesti, dll produk
herbal. menggerakan anggota tubuh untuk mengemballikan pernafasan

5. Energy Theraphis, mendayagunakan sumber energi untuk memperbaiki fungsi


sistem tubuh yaitu akupuntur, accupresure, reiki

C. Obat Tradisional

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian atau
campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah di gunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman serta dapat di terapkan sesuai dengarnnorma
yang berlaku di masyarakat.Obat tradisional sering dipakai untuk pengobatan
penyakit yang belum ada obatnya atau pada keadaan mendesak dimana obat jadi
tidak tersedia atau karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Obat
tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu jamu,obat ekstrak alam,
dan fitofarmaka

33
a. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuhan hewan dan
mineral atau campuran dari bahan-bahan itu yang belum dibakukan dan
dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman.

b. Ekstrak alam

Ekstrak alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral, untuk melaksanakan proses dan membutuhkan tenag ayang kerja yang
mendukung dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, selain
proses produksi dengan tekhnmologi maju, jenis ini pada umumnya telah
ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa peneliatian-penelitian pra-klinik
seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman
obat, standar pembuatan obat tradisional-yang higienis, dan uji toksisitas akut
maupun kronis

c. Fitomarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan


khasiatnya , bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitomarmakan merupakan bentuk obat
tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah terstandar ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan
uji klinik pada manusia. D. Aspek Hukum Penyelenggaraan Pengobaten
Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentanj Kesehatan,
pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun
secara empiris yang jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat. Hal ini berarti penyelenggaraanpengobatan tradisional merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dapat dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan
nasional. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan tradisional termasuk salah satu di dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan Penyelenggaraan pelayanan kesehatan

34
tradisional ini dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggung
jawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma
agama. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk gkan,
meningkatkan dan menggunakan pelayaan kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat Izin Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
Izin pengobatan tradisional adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang mendirikan dan atau menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan
di bidang izin pengobatan tradisional pengobatan tradisional wajib memiliki izin.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
pasal 60 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin
dari lembaga

Setiap orang yang kesehatan yang berwenang". Selain itu perizinan pengobatan
ini diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1706 Tahun 2003 Tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Pasal 4 menyatakan Semua
pengobattradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib
mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Lebih lanjut
Pasal 9 menyatakan pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi
persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian serta terbukti aman
dan bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional
(SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Untuk
mendapatkan SIPT diperlukan beberapa persyaratan antara lain:

a. Biodata pengobat tradisional sebagaimana contoh Formulir B

b. Fotokopi KTP

c. Surat keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai


pengobat tradisional

d. Peta lokasi usaha dan denah ruangan

35
e. Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional
yang bersangkutan

f. Fotokopi sertifikat/ijazah pengobatan tradisional

g. Surat pengantar Puskesmas setempat

h. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 ( dua) lembar. Dalam menyelenggarakan


praktik pengobatan tradisional, maka setiap pengobat tradisional wajib
menyediakan:

a. Ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,5 m

b. Ruang tunggu

c. Papan nama pengobat tradisional dengan mencantumkan surat terdaftar/ surat


ijin pengobat tradisional, serta luas maksimal papan 1 x 1,5 m

d. Kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan

e. Penerangan yang baik sehingga dapat membedakan warna dengan jelas.

f. Sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi

g. Ramuan/obat tradisional yang memenuhi persyaratarn

h. Pencatatan sesuai kebutuhan Dalam hal pelaksanaan praktik pengobatan


tradisional, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam hal ini kepala dinas
kesehatan berhak memberikan sanksi administratif berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis:

c. pencabutan STPT atau SIPT;

d. penghentian sementara kegiatan;

e. larangan melakukan pekerjaan sebagai pengobat tradisional

36
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan kesehatan tradisional, komplementer, dan alternatif yang dapat


dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamananannya merupakan pelayanan
yang dapat diintegrasikan pada pelayanan keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Dalam rangka mendukung berbagai kebijakan pelayanan
komplementer dalam keperawatan dengan mengintegrasikan berbagai metode
intervensi/ terapi komplementer dalam pelayanan keperawatan, maka perlu di
kembangkan berbagai pedoman atau petunjuk tehnis yang dapat dijadikan sebagai
acuan dalam mengintegrasikannya dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang aman, bermanfaat, dan bermutu serta melindungi baik masyarakat maupun
praktisinya dan di Indonesia sendiri praktik perawatan komplementer serta terapi
paliatif sudah diakui dan diatur dalam undang-undang Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2018 BAB I sampai BAB VIII.

3.2 Saran

Melalui makalah ini mahasiswa dapat memahami mengenai terapi


komplementer yang sudah ada, macam-macamnya serta penyelenggaraannya
sehingga dapat menjadi bekal untuk dapat mengaplikasikan serta mengembangkan
kembali dimasa yang akan datang.

37
38

Anda mungkin juga menyukai