PerdirjenP.1Tahun2017Lampiran1 JuknisInventarisasiHutanpadaKPHL KPHP PDF
PerdirjenP.1Tahun2017Lampiran1 JuknisInventarisasiHutanpadaKPHL KPHP PDF
Nomor : P.1/PKTL/IPSDH/PLA.1/1/2017
PETUNJUK TEKNIS
INVENTARISASI HUTAN PADA
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap KPH dibentuk institusi pengelola KPH yang bertugas antara lain
menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi:
2. Pemanfaatan hutan
Dalam rangka tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan diperlukan data
dan informasi mengenai potensi sumber daya hutan, karakteristik wilayah, kondisi sosial
ekonomi, serta informasi lainnya pada suatu wilayah KPH. Untuk memperoleh data dan
informasi tersebut maka perlu dilakukan inventarisasi hutan pada wilayah KPH tersebut.
Selain sebagai bahan penyusunan tata hutan dan rencana pengelolaan hutan, data dan
informasi dari hasil inventarisasi hutan tersebut dapat digunakan sebagai bahan dalam
proses pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber daya hutan, dan
penyusunan sistem informasi kehutanan.
1
B. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya petunjuk teknis inventarisasi hutan pada KPHL dan KPHP
adalah untuk memberi panduan pelaksanaan inventarisasi potensi sumber daya hutan
secara efisien dan efektif di wilayah KPHL dan KPHP.
Tujuan penyusunan petunjuk teknis inventarisasi hutan pada KPHL dan KPHP
adalah agar diperoleh data dan informasi potensi sumber daya hutan secara lengkap,
handal, dan akurat di wilayah KPHL dan KPHP.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup petunjuk teknis inventarisasi hutan pada KPHL dan KPHP adalah:
D. Dasar Penyelenggaraan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008;
2
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 67/Menhut-II/2006 tentang Kriteria dan
Standar Inventarisasi Hutan;
1. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang
berasal dari hutan.
6. Intensitas sampling adalah besarnya unit contoh sampel yang diambil di dalam
populasi tertentu dan dinyatakan dengan presentase.
7. Stratifikasi adalah suatu cara atau kegiatan pembagian hutan sebagai populasi ke
dalam bagian yang lebih homogen atau seragam.
9. Areal berhutan adalah areal hutan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon dengan tajuk
yang saling menutup dengan sekurang-kurangnya menutup 30% seluruh areal
yang bersangkutan serta dinyatakan sebagai areal penghasil kayu.
3
10. Areal tidak berhutan adalah areal hutan yang tidak produktif terhadap sumber daya
hutan, dapat berupa tanah kosong, semak belukar, ladang alang-alang dan lain-
lain.
11. Bentang alam spesifik adalah kondisi khas/spesifik setempat atau daerah tertentu
yang memberikan nilai khas setempat.
12. Indeks nilai penting adalah nilai yang mencerminkan kedudukan ekologis suatu
jenis dalam komunitasnya yang berguna untuk menetapkan status jenis terhadap
jenis lainnya dalam masing-masing habitat, dihitung berdasarkan kerapatan relatif
(Kr), frekwensi relatif (Fr) dan dominasi relatif (Dr).
13. Dbh (Diameter breast height) adalah diameter yang diukur pada ketinggian setinggi
dada rata-rata orang Asia yaitu 1,3 meter.
14. Klaster adalah satuan unit contoh pengamatan di lapangan yang merupakan
sekumpulan dari beberapa plot contoh.
15. Plot adalah satuan unit contoh yang terdiri dari sekumpulan sub plot pengamatan.
16. Sub Plot/petak pengamatan adalah satuan unit contoh terkecil di lapangan dalam
pengumpulan data lapangan.
4
II. METODOLOGI
A. Ketentuan Umum
1. Inventarisasi sumber daya hutan dilaksanakan pada seluruh areal KPHL dan KPHP.
3. Pada areal yang telah dibebani perizinan, inventarisasi sumber daya hutan
dilakukan melalui kompilasi data hasil inventarisasi hutan yang telah dilaksanakan
oleh pemegang perizinan. Dalam hal pemegang perizinan belum melaksanakan
inventarisasi hutan, maka pada areal perizinan yang masih berhutan dapat
dilakukan inventarisasi hutan melalui survei lapangan
4. Dalam hal sebagian areal berhutan tidak dapat dilakukan survei lapangan karena
keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu, maka penaksiran potensi dilakukan
berdasarkan data hasil survei lapangan pada lokasi lain dalam wilayah KPH
diintegrasikan dengan penafsiran penginderaan jauh dari citra satelit resolusi
tinggi/sedang.
5. Plot inventarisasi hutan pada KPHL dan KPHP merupakan plot sampel permanen
yang akan diukur ulang setiap 5 tahun sekali.
6. Pelaksanaan inventarisasi sumber daya hutan pada KPHL dan KPHP dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam 5 tahun.
B. Jenis Data
Inventarisasi hutan pada KPHL dan KPHP dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi tentang potensi (flora, fauna, jasa lingkungan), karakteristik, bentang alam,
serta informasi lainnya. Data dan informasi yang akan diperoleh dari inventarisasi hutan
tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Data Primer
Data yang diperoleh melalui pengamatan lapangan atau survei secara terestris
yaitu:
5
a. Potensi Flora
Data dan informasi flora yang dikumpulkan adalah data potensi kayu (semai,
pancang, tiang, dan pohon) dan non kayu (rotan, bambu, sagu, nipah, gaharu,
kemenyan, damar, lebah madu, sarang burung walet, dll).
Data dan informasi potensi fauna yang dikumpulkan adalah mengenai nama
species dan jumlah (kualitatif/kuantitatif). Sedangkan data dan informasi
potensi jasa lingkungan (sumber air, panas bumi, obyek wisata, dll) yang
dikumpulkan adalah nama dan lokasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara seperti buku, laporan, dokumen, peta, arsip resmi dan sumber/rujukan
lain. Data sekunder yang dikumpulkan berupa :
Data status dan fungsi kawasan hutan diperoleh dari Peta Kawasan Hutan
terbaru. Informasi yang disajikan berupa status, fungsi, dan luas kawasan
hutan.
Data dan informasi tentang perizinan di dalam kawasan hutan diperoleh dari
Peta Pemanfaatan Hutan (Peta Izin IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, Hkm,dll) dan Peta
Penggunaan Kawasan Hutan.
c. Penutupan Lahan
6
d. Jenis tanah, kelerengan lapangan/topografi
Data dan informasi jenis tanah diperoleh dari Balai Besar Litbang Sumber Daya
Lahan Pertanian (BBSDLP) - Kementerian Pertanian atau lembaga penelitian
lainnya. Informasi jenis tanah yang disajikan adalah berupa ordo tanah.
Kelerengan lapangan dan topografi diperoleh dari peta kontur RBI atau SRTM
(Shuttle Radar Topography Mission). Data kelerengan disajikan dalam bentuk
persentase.
e. Iklim
Data dan informasi iklim yang dikumpulkan berupa data curah hujan rata-rata
tahunan/bulanan/harian, suhu, dan kelembaban relatif udara rata-rata harian
serta tipe iklim menurut Schmidt Forgusson yang bersumber dari Stasiun
Pengamatan Cuaca atau Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
f. Hidrologi/tata air
Data dan informasi Hidrologi/tata air yang dikumpulkan berupa batas dan luas
DAS/Sub DAS yang diperoleh dari peta daerah aliran sungai (DAS), letak KPH
dalam DAS (Dalam satu DAS atau lintas DAS, berada di hulu, tengah, atau
hilir), bentuk DAS, dan panjang sungai utama, serta orde sungai.
Data dan informasi potensi hutan pada areal yang dibebani perizinan diperoleh
dari laporan hasil inventarisasi hutan seperti inventarisasi hutan menyeluruh
berkala (IHMB), inventarisasi hutan pada areal izin pinjam pakai kawasan
hutan, dll. Data dan Informasi yang dikumpulkan berupa potensi kayu dan hasil
hutan bukan kayu.
Data dan informasi diperoleh dari hasil penelitian atau publikasi lainnya. Data
dan informasi potensi fauna yang dikumpulkan adalah nama species, jumlah,
habitat dan penyebaran. Sedangkan data dan informasi potensi jasa lingkungan
(sumber air, panas bumi, obyek wisata, dll) yang dikumpulkan adalah nama
dan lokasi.
7
C. Metode Inventarisasi
1. Inventarisasi Flora
a. Desain Sampling
8
U
100 m
3 Km
100 m
3 Km
Plot inventarisasi hutan pada hutan lahan kering berupa klaster berbentuk
persegi dengan ukuran 100 m x 100 m yang di dalamnya terdapat plot berbentuk
lingkaran sebanyak 5 buah yang ditempatkan pada setiap sudut klaster dan di
tengah klaster dengan masing-masing luas plot 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) sehingga
luas satu klaster adalah 0,5 ha. Sedangkan pada hutan rawa dan hutan mangrove
ukuran klaster adalah 50 m x 50 m dengan luas dan penempatan plot sama dengan
di hutan lahan kering.
9
Pada masing-masing plot lingkaran ukuran 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) dibuat
lagi beberapa subplot pengamatan berbentuk lingkaran dengan ukuran sebagai
berikut:
1) Sub plot jari-jari 1 m untuk pengamatan tingkat semai yaitu permudaan pohon
dengan tinggi < 1,5 m.
3) Sub plot jari-jari 5 m untuk pengamatan tingkat tiang yaitu pohon dengan dbh
≥ 5 cm sampai dengan < 20 cm kecuali untuk hutan mangrove ukuran tiang
adalah dbh ≥ 5 cm sampai dengan < 10 cm.
Pada plot ini juga diamati rotan muda (belum siap panen) yaitu rotan yang
mempunyai panjang batang dari leher akar ke daun hijau pertama (bebas
pelepah) < 3 m.
4) Sub plot jari-jari 10 m untuk pengamatan hasil hutan bukan kayu seperti rotan
dewasa (siap panen) yang mempunyai panjang batang ≥ 3 m, bambu, dan
sagu, dll.
5) Sub plot jari-jari 17,8 m untuk pengamatan pohon yang mempunyai dbh ≥ 20
cm kecuali untuk hutan mangrove dbh ≥ 10 cm.
Penomoran plot dalam klaster adalah searah jarum jam dimana plot nomor 1
berada pada sudut barat daya titik tengah klaster dan plot nomor 5 berada di titik
tengah klaster. Titik pusat Plot 1 disebut juga titik pusat klaster. Desain klaster dan
plot sampling dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
10
10 m
5m
2m
1m
17,8 m
(a) (b)
Gambar 2. (a) Desain klaster berbentuk persegi ukuran 100 m x 100 m untuk
hutan lahan kering, sedangkan ukuran 50 m x 50 m untuk hutan
rawa dan mangrove;
(b) Desain Plot Sampling.
Data dan informasi tentang potensi fauna dan jasa lingkungan dapat
diperoleh dengan cara:
Pada areal KPHL dan KPHP yang telah dibebani perizinan, pendugaan potensi
sumber daya hutan dilakukan melalui kompilasi data hasil inventarisasi hutan yang
telah dilakukan oleh para pemegang izin seperti laporan hasil inventarisasi hutan
menyeluruh berkala (IHMB), inventarisasi hutan pada areal izin pinjam pakai
kawasan hutan, dll. Laporan tersebut kemudian ditelaah dan dianalisis besarnya
potensi kayu dan hasil hutan bukan kayu yang ada pada areal tersebut.
11
D. Pengolahan Data
Jenis pohon (mulai dari tingkat semai sampai dengan pohon) dicatat dalam
nama lokal/daerah dikonversi ke dalam nama perdagangan dan nama botani. Jenis-
jenis tersebut kemudian dikelompokkan menjadi kelompok jenis:
V = ¼ x 𝜋 x D2 x T x f.....................................................................................2.2
12
3. Perhitungan Potensi Tegakan
Rumus yang digunakan dalam menduga potensi tegakan (diameter ≥20cm) adalah:
𝑁𝑋
𝑋̅ = ∑ 𝑖 𝑖 ; dimana N = ∑ 𝑁𝑖 .....................................................................2.4
𝑁
𝑆𝑖 2
𝑆𝑥𝑖 2 = .................................................................................................2.5
𝑛𝑖
1 W𝑖 2 𝑆𝑖 2
𝑆𝑥̅ 2 = ∑ .................................................................................................................. 2.6
𝑁 w𝑖
𝑁𝑖
Dimana: 𝑊𝑖 =
𝑁
𝑛𝑖
𝑤𝑖 =
𝑛
13
4. Analisis Vegetasi
a. Kerapatan
Kerapatan (K) menunjukkan jumlah individu dalam suatu petak ukur. Kerapatan
tiap species dibedakan berdasarkan tingkat pertumbuhan semai, pancang,
tiang, dan pohon.
b. Frekuensi
c. Dominansi
14
d. Indeks Nilai Penting
INP = KR + FR
INP = KR + FR + DR
E. Analisis Data
Data dan informasi yang ditampilkan minimal memuat luas status dan fungsi
kawasan hutan yang berada di dalam areal KPH berdasarkan SK Penunjukan
KPH yang disinkronisasikan dengan SK Kawasan Hutan terbaru.
Memuat data dan informasi perizinan mengenai: nama, luas, jenis usaha, SK
perizinan. Data dan informasi disajikan dalam bentuk tabular dan peta.
c. Penutupan Lahan
Memuat data dan informasi tentang luas penutupan lahan di dalam kawasan
hutan dan luas penutupan lahan berdasarkan fungsi kawasan hutan.
Informasi jenis tanah yang disajikan adalah berupa luas masing-masing ordo
tanah pada wilayah KPH. Jenis tanah digunakan untuk memberi informasi
tingkat kesuburan, erosivitas, dan kecocokan tempat tumbuh suatu jenis
tanaman.
15
e. Iklim
f. Hidrologi/tata air
Informasi yang disajikan mengenai nama DAS, bentuk DAS, posisi areal KPH
dalam DAS, nama sungai utama yang melintasi DAS.
1) Potensi Pohon
a) Jumlah batang dan volume rata-rata per hektar berdasarkan jenis dan
kelas diameter pada setiap stratum dan keseluruhan populasi.
b) Dugaan potensi jumlah batang dan volume pada setiap stratum dan
keseluruhan populasi berdasarkan jenis dan kelas diameter.
2) Potensi Anakan
Disajikan jumlah rata-rata per hektar potensi anakan (semai, pancang dan
tiang) di setiap stratum dan keseluruhan populasi
3) Komposisi dan Struktur Vegetasi
1) Potensi Pohon
a) Jumlah batang dan volume rata-rata per hektar berdasarkan jenis dan
kelas diameter.
16
c) Dugaan total jumlah batang dan volume pohon serta jumlah batang
tiang, pancang, dan semai.
1) Potensi rata-rata per hektar jumlah batang dan volume pohon menurut
startum penutupan lahan dan keseluruhan populasi.
2) Dugaan potensi total jumlah batang dan volume pohon menurut stratum
penutupan lahan dan keseluruhan populasi.
Memuat analisis mengenai keberadaan jenis fauna, termasuk jenis yang dilindungi.
Memuat diskripsi dan analisis mengenai potensi jasa lingkungan seperti sumber air,
air terjun, panas bumi, obyek wisata, dsb. Dalam diskripsi antara lain disebutkan
nama obyek, lokasi, perkiraan luas dan akses menuju lokasi.
17
III. PERENCANAAN INVENTARISASI
1. Pengumpulan peta dasar dan peta tematik seperti: peta RBI, peta areal kerja
KPHL/KPHP, peta kawasan hutan, peta perizinan di dalam kawasan hutan, peta
penutupan lahan, dan citra satelit resolusi tinggi minimal liputan 2 tahun terakhir.
Dalam hal citra satelit resolusi tinggi tidak tersedia maka dapat digunakan citra
satelit resolusi sedang.
18
b. Setelah ditentukan jumlah klaster pada setiap stratum yang akan diinventarisasi
maka peletakan dan penyebaran klaster dilakukan secara sistematik dengan
penentuan klaster awal secara random dan jarak antar klaster berikutnya
adalah sejauh 3 km x 3 km.
c. Luas minimal stratum untuk bisa ditempatkan satu klaster adalah 900 ha untuk
hutan lahan kering, sedangkan untuk hutan rawa dan hutan mangrove minimal
seluas 200 ha.
4. Perencanaan Titik Ikat (T1) di lapangan ditentukan dengan memilih obyek- obyek di
lapangan yang bersifat permanen (tetap) dan tidak berubah seperti:
Pertimbangan dalam menentukan titik ikat adalah titik yang paling dekat dengan
titik klaster dan mudah dicari di lapangan. Koordinat titik ikat di lapangan dicatat
koordinat geografis, ditentukan arah azimuth ke titik pusat klaster (T2) serta jarak
datarnya.
Contoh penempatan titik ikat klaster di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3
berikut.
19
U
0
135
jalan
T1
2 3
1,5 km
100 m
5
1 4
T2 100 m
5. Berdasarkan point 1 – 4, maka dibuat peta kerja inventarisasi hutan dengan skala
1:50.000 atau 1:100.000 yang berisi informasi minimal berupa: rencana titik ikat
(T1) (koordinat, azimuth ke T2, jarak datar ke T2), desain sampling klaster
(koordinat, penyebaran klaster, dan nomor urut klaster), fungsi kawasan hutan,
penutupan lahan, jaringan jalan, sungai, dan perkampungan/desa/permukiman.
a. Dalam hal lokasi kegiatan berada pada provinsi yang berbeda, maka koordinasi
dan pengumpulan data di provinsi diperlukan waktu selama 3 hari.
c. Waktu untuk mencapai titik ikat (T1) klaster dan ke titik pusat klaster (T2)
adalah berkisar antara 1 s/d 3 hari sesuai dengan aksesibilitas menuju lokasi.
20
d. Satu regu kerja dalam menginventarisasi satu klaster pada hutan lahan kering
dibutuhkan waktu selama 3 hari untuk pengamatan dan perpindahan lokasi
antar klaster, sedangkan pada hutan rawa dan hutan mangrove dibutuhkan
waktu selama 4 hari.
Jumlah regu kerja yang diperlukan tergantung jumlah klaster yang diamati,
persebaran klaster, kondisi hutan, dsb. Untuk panduan, perencanaan jumlah regu
kerja sebagai berikut:
- Sampai dengan 5 klaster : 1 regu kerja
- 6 – 10 klaster : 2 regu kerja
- 11 – 15 klaster : 3 regu kerja,
demikian seterusnya dengan interval 5 klaster.
Jumlah personil dalam satu regu kerja berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri
dari:
- Anggota 2 orang
Ketua regu adalah PNS dengan pendidikan minimal D3 Kehutanan atau staf yang telah
mengikuti pendidikan/pelatihan di bidang Inventarisasi Hutan.
8. Perencanaan biaya
b. Camping unit.
21
c. Obat-obatan.
d. Alat tulis.
g. Upah kerjantara.
j. Biaya penginapan.
l. Biaya transportasi.
1) 1 unit Kompas.
8) Alat pengukur jarak meteran (meteran, distance meter, laser meter, dll).
1) Instruksi kerja dan peta kerja dengan skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000
sebanyak 2 lembar.
22
2) Alat tulis yang terdiri dari: tally sheet, pensil/ballpoint, spidol, penghapus,
penggaris, buku tulis, dll.
3) Bahan makanan.
4) Obat-obatan.
6) Camping unit.
7) Personal use.
23
IV. PELAKSANAAN INVENTARISASI
2. Melakukan pencarian titik ikat klaster (T1) berdasarkan titik koordinat pada Peta
Kerja. Gunakan GPS sebagai panduan dalam menemukan titik T1. Apabila titik T1
sudah ditemukan, kemudian lakukan pengukuran titik koordinat T1 lapangan
menggunakan GPS dan catat pada Tally Sheet. Hasil pengkuruan titik koordinat T1
yang berada di layar GPS difoto sebagai dokumentasi pelaporan.
Tanda titik ikat (T1) difoto sebagai dokumentasi pada pelaporan sekaligus
berfungsi untuk penunjuk pada saat dilakukan pegukuran ulang periode
berikutnya.
24
Contoh pemberian tanda dan informasi pada titik ikat T1 dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut.
T1
Nomor Klaster
LU/LS : ......
BT : ......
Azimuth ke T2 : ......
Jarak ke T2 : .....
Beri patok pada Titik T2 berupa pipa paralon (berdiameter ± 1 inchi) sepanjang
50 cm dan patok dari kayu awet sepanjang 1 m yang diberi cat warna merah
pada ujung atas patok sepanjang 10 cm. Pipa paralon dan patok ditanam
berdampingan tegak lurus di tanah sedalam 30 cm. Patok pada titik T2 adalah
sebagai penanda pusat klaster yang juga sekaligus merupakan penanda titik pusat
plot 1. Hal yang sama juga dilakukan untuk penanda pada semua titik pusat plot
lainnya. Contoh penanda pusat klaster & pusat plot dapat dilihat pada Gambar 5.
25
Titik T2 kemudian diikatkan lagi pada 2 (dua) titik saksi berupa obyek yang mudah
dikenali, memiliki ciri khas dan awet seperti pohon, batu besar, dll, yang terdekat
dengan patok T2. Catat informasi titik saksi tersebut berupa nama objek, jarak
datar, dan azimuth dari Patok Titik T2. Penempatan titik saksi hanya dilakukan di
pusat klaster (pusat plot satu). Pada salah satu titik saksi tersebut kemudian
dipasang papan pengumuman informasi berupa:
Setiap titik pusat klaster dan titik pusat plot diambil fotonya ke arah utara yang
memperlihatkan patok pusat klaster/plot dan kondisi hutan di lokasi tersebut.
Cara peletakan Titik Saksi T2 dan pembuatan Papan Pengumuman Titik T2 dapat
dilihat pada Gambar 6.
100
m
2 3
100 m
5
Titik
saksi 1 1 4
T
2
Titik
saksi 2
Gambar 6 (a). Contoh Peletakan Titik Saksi di T2.
26
Titik Pusat T2
Nomor Klaster / Nomor Plot
LU/LS : ......
BT : ......
Azimuth dari T1 : ......
Jarak dari T1 : .....
- Amati semua permudaan pohon yang memiliki tinggi < 1,5 m di dalam sub
plot, kemudian identifikasi nama jenis (nama species/lokal/daerah/
perdagangan) dan hitung jumlahnya menurut masing-masing nama jenis.
Hasil pengamatan dicatat pada Tally Sheet Lampiran 1.
27
b. Sub plot berjari-jari 2 m untuk pengamatan pancang.
d. Sub plot berjari-jari 10 m untuk pengamatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
- HHBK yang diamati adalah: rotan dewasa (rotan yang mempunyai panjang
batang ≥ 3 m), bambu, dan sagu. Jika tidak dijumpai rotan, bambu dan
sagu harus dicatat/dinyatakan secara jelas di tally sheet.
28
spesiesnya, ditambah dengan S atau C; kemudian banyaknya batang; D
rata-rata jika lebih dari satu batang atau D jika hanya satu batang sampai
skala 0,1 cm; dan panjang rata-rata dlm meter. Diameter diukur satu meter
dari leher akar dan D rata-rata tidak perlu rataan Dmax/Dmin (kecuali
jumlahnya kurang dari 5 batang) tetapi diukur dari yang kelihatannya
merupakan rata-rata batang di dalam kelompok. Panjang batang rara-rata
(L rata-rata) ditentukan dengan menaksir panjang batang individual,
dijumlahkan dan dibagi dengan banyaknya batang di dalam kelompok. Pada
kelompok dengan lebih dari 10 batang, batang yang dianggap mempunyai
panjang rata-rata dapat ditaksir untuk mendapatkan L rata-rata. Hasil
pendataan dicatat dalam Tally Sheet Lampiran 2.
- Bambu dicatat menurut spesies dan rumpun. Untuk rumpun yang sebagian
berada di dalam sub plot, hanya batang-batang yang berada di dalam sub
plot saja yang disampel. Hanya bambu setinggi 5 m atau lebih dan dbh 2,5
cm atau lebih yang dicatat. Tally sheet pencatatan bambu sebagaimana
Lampiran 2.
Untuk setiap rumpun, hitung jumlah batang total dicatat di kolom 13.
Hitung pula tonggak yang masih hidup dan dicatat di kolom 16. Kemudian
amati dan ukur diameter rata-rata dan panjang rata-rata bambu dalam
setiap rumpun. Diameter diukur satu meter dari leher akar dan D rata-rata
diukur dari yang kelihatannya merupakan rata-rata batang di dalam
kelompok. Batang yang dianggap mempunyai panjang rata-rata dapat
ditaksir untuk mendapatkan L rata-rata.
- Sagu dicatat menurut spesies atau varietas, menurut rumpun dan menurut
batang dengan kelas kemasakan M1, M2 dan M3. Semai (masih tak
berbatang) dan tanaman lampau masak (bunganya sudah terbuka atau
berbuah) dicacah menurut rumpun. Tally sheet pengamatan sagu
sebagaimana Lampiran 3.
29
diluar sub plot jika sebagian rumpunnya masuk), kolom 4 untuk nomor urut
batang di dalam rumpun, mulai dari angka 1 untuk setiap rumpun. Sebagai
contoh jika terdapat 5 batang M1, M2, dan M3 untuk rumpun nomor 1,
maka 1 ditulis pada di kolom 1 pada baris pertama, 5 ditulis di kolom 3 dan
1 di kolom 4 (baris pertama) 2 di kolom 4 ( baris kedua), ..... 5 untuk
batang kelima di kolom 4 (baris kelima). Di baris keenam, angka 2 ditulis di
kolom 1 untuk rumpun kedua dan 1 untuk batang M1, M2, atau M3 di
kolom 4, angka 2 di kolom 4 untuk batang M1, M2, M3 dan seterusnya.
Kolom 5 untuk mencatat DBH, kolom 6 untuk mencatat tinggi batang bebas
cabang, kolom 7 untuk kelas kemasakan (M1, M2, M3).
Kelas kemasakan diamati untuk setiap tanaman sagu di dalam sub plot : M0
(sangat muda/semai/pancang; batangnya belum nampak; M1 (sagu muda,
lajur hitam di pelepah daun belum terputus atau duri mulai longgar dan
lepas); M2 (masak, lajur hitam di bagian bawah pelepah daun telah hilang
atau duri di daun lepas atau pelepah daun muda lebih pendek atau mayang
bunga mulai muncul atau akan membuka); M3 (sedikit lampau masak,
bunganya telah keluar dan membuka; dan M4 (lampau masak, bunga telah
terbuka seluruhnya atau berbuah)
- Apabila di dalam plot atau pada saat proses perpindahan antar plot maupun
saat perpindahan antar klaster selama survei ditemukan HHBK selain
tersebut di atas seperti gaharu, nipah, kemenyan, damar, lebah madu,
sarang burung walet, dll, maka juga dilakukan pendataan. Hasil pendataan
tersebut dicatat pada Tally Sheet Lampiran 4.
30
e. Sub plot dengan jari-jari 17,8 m untuk pengamatan pohon.
- Untuk pohon berbanir, titik pengukuran dbh pohon berada pada ketinggian
20 cm di atas banir utama. Beberapa ketentuan pengukuran diameter
pohon dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
31
Gambar 7. Ilustrasi posisi pengukuran diameter pohon pada berbagai kondisi.
- Tinggi pohon adalah jarak vertikal antara titik pangkal dengan pucuk
pohon. Pengukuran tinggi pohon total diukur dari permukaan tanah atau
pangkal pohon sampai dengan puncak tajuk. Sedangkan tinggi pohon
bebas cabang diukur dari pangkal pohon sampai dengan cabang pertama.
Hitungan tinggi pohon menggunakan rumus:
32
(% atas - % bawah ) x jarak datar
Dimana:
% atas = pembacaan pada titik cabang pertama pohon jika yang dihitung
tinggi bebas cabang, dan atau pada pucuk tertinggi pohon jika yang
dihitung tinggi total.
% bawah = setinggi titik bidik ke pohon pada pembacaan ke bawah.
x Jarak Datar
x Jarak Datar
33
C
Tinggi Total CD
AB
- Setelah semua parameter pohon diukur, maka tempelkan label tepat pada
tempat pengukuran dbh dengan arah label menghadap pada pusat plot.
Pada label dicatat nomor pohon sesuai dengan urutan pengukuran.
Pencatatan hasil pengamatan dan pengukuran pohon dilakukan pada Tally
Sheet Lampiran 1.
34
berupa nama obyek dan titik koordinat lokasi. Hasil tersebut kemudian dicatat
pada Tally Sheet Lampiran 6.
Gambar 10. Ilustrasi pengamatan fauna dan jasa lingkungan pada saat
perpindahan antar klaster.
a. Dari plot 1 ke plot 2 yaitu dengan menarik jarak datar 100 m dari pusat plot 1
ke arah utara dengan azimuth 0o.
b. Dari plot 2 ke plot 3 yaitu dengan menarik jarak datar 100 m dari pusat plot 2
ke arah Timur dengan azimuth 90o.
35
c. Dari plot 3 ke plot 4 dengan menarik jarak datar 100 m dari pusat plot 3 ke
arah selatan dengan azimuth 180o.
d. Dari plot 4 ke plot 5 dengan menarik jarak datar 50 m dari pusat plot 4 ke
arah barat azimuth 270o dan beri tanda. Kemudian dari titik tersebut tarik lagi
garis datar sejauh 50 m ke arah utara dengan azimuth 0o.
e. Khusus pada hutan rawa dan mangrove jarak datar antar plot adalah 50 m
sedangkan jarak datar dari plot 4 menuju ke plot 5 adalah 25 m ke arah barat
dengan azimuth 2700 kemudian dari titik tersebut ditarik lagi jarak datar 25 m
ke arah utara dengan azimuth 00.
8. Setelah seluruh plot dalam satu klaster selesai diinventarisasi, maka dilakukan
perpindahan klaster dengan mengacu pada titik koordinat klaster di peta kerja.
Dengan bantuan GPS, dari pusat klaster lakukan rintisan dengan jarak datar 3 km
menuju ke klaster berikutnya, atau menggunakan tracking GPS yang digambarkan
dalam peta hasil. Setelah titik pusat klaster yang baru ditemukan, maka dilakukan
kembali langkah-langkah kegiatan seperti pada point 3 sampai dengan 8.
9. Pergeseran titik pusat klaster di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana pada
peta kerja dapat dilakukan apabila:
Pergeseran titik pusat klaster dikarenakan hal tersebut di atas ke lokasi yang baru
dapat dilakukan dengan ketentuan pergeseran maksimal radius jarak datar
± 500 m, atau apabila dalam radius tersebut tidak dapat dilakukan inventarisasi,
maka dapat dipindahkan ke sebaran klaster lainya di stratum yang sama.
Pergeseran lokasi klaster juga harus disertai berita acara pergeseran yang di tanda
tangani ketua regu dan anggota serta dilampirkan foto lokasi klaster awal dan
klaster perpindahan.
36
V. PELAPORAN
A. Format Laporan
PETA PEMANDANGAN
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
SUSUNAN TIM
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Maksud dan Tujuan
C. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan
D. Dasar Pelaksanaan dan Sumber Dana
II. METODOLOGI
A. Metode
B. Pelaksanaan
C. Pengolahan Data dan Analisis
III. KEADAAN UMUM WILAYAH
A. Letak dan Luas Wilayah
B. Topografi
C. Geologi dan Tanah
D. Iklim
E. Tata Air/DAS
F. Aksesibilitas
G. Bentang Alam Spesifik
H. Perizinan
37
IV. HASIL INVENTARISASI HUTAN DAN PEMBAHASAN
A. Tipe Hutan dan Penutupan Lahan
B. Volume Tegakan
C. Permudaan
D. Flora, Fauna, dan Jasa Ligkungan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN :
1. PETA PEMANDANGAN
Memuat gambar peta pemandangan dengan informasi lokasi areal KPH di dukunng
dengan informasi tambahan berupa sungai dan anak sungai, batas provinsi, ibukota
provinsi dan kota kabupaten.
2. KATA PENGANTAR
Memuat tentang maksud dilaksanakan inventarisasi, selain itu diuraikan dasar
pelaksanaan, instansi pelaksana, pelaksana survei, tanggal pelaksana, sumber
anggaran, luas, dan nama lokasi.
3. RINGKASAN
Memuat tentang dasar pelaksanaan, letak dan lokasi, dasar peta yang digunakan,
penutupan lahan, kondisi topografi, metode penarikan contoh dan studi pustaka.
4. SUSUNAN TIM
Memuat susunan tim terdiri atas pembina dan pelaksana terdiri dari ketua tim dan
anggota.
5. DAFTAR ISI
Memuat daftar indeks judul bab dan sub judul dengan nomor halaman, isi laporan
hasil inventarisasi.
38
6. DAFTAR TABEL
Memuat daftar tabel yang terdapat dalam laporan hasil inventarisasi.
7. DAFTAR GAMBAR
Memuat daftar gambar yang terdapat laporan hasil inventarisasi.
8. DAFTAR LAMPIRAN
Memuat daftar lampiran, termasuk peta yang terdapat dalam laporan pelaksaan
inventarisasi.
9. PENDAHULUAN
Memuat laporan secara singkat tentang latar belakang, maksud dan tujuan
diadakaannya kegiatan inventarisasi, landasan hukumnya, lingkup kegiatan dan
lokasinya serta sumber dana pembiayaaan kegiatan.
10. METODOLOGI
Memuat tentang metode survei, pelaksanaan serta pengolahan dan analisa data.
39
15. LAMPIRAN -LAMPIRAN
Berisi data penunjang antara lain peta peta (peta wilayah kerja KPH, peta
penutupan lahan, peta hasil inventarisasi, dll), data hasil pengukuran (tally sheet),
daftar potensi hasil pengolahan data, daftar nama pohon/jenis, serta data/informasi
lainnya yang berkaian dengan hasil inventarisasi.
40
Lampiran 1. Tally Sheet Inventarisasi Pohon
Tinggi Total
Jarak Datar
Diameter
% Atas (Bacaan
% Atas (Bacaan
% Bawah (Baca
Jarak Datar
Pada Pangkal)
Azimut
Tinggi Bebas
Tinggi Total)
PANCANG
No. No.
Cabang)
SEMAI
r = 1 m (semai) r = 5 m (tiang)
41
Lampiran 2. Tally Sheet Inventarisasi Rotan dan Bambu
NO PLOT : KETINGGIAN :
LU/LS : TERRAIN :
BT :
Nama KPH : Koordinat Titik Ikat (T1) :
Regu Kerja : Jarak Datar T1 ke T2 :
Pelaksana : Catatan :
Lembar ke : dari
Diameter Rata-rata
Diameter Rata-rata
Panjang Rata-rata
Panjang Rata-rata
Panjang Rata-rata
Tonggak Hidup
Jumlah Batang
Jumlah Batang
Jumlah Batang
No. Rumpun
No. Rumpun
No. Rumpun
SUB PLOT : SUB PLOT : SUB PLOT :
42
Lampiran 3. Tally Sheet Inventarisasi Sagu
NO PLOT : KETINGGIAN :
LU/LS : TERRAIN :
BT :
Pelaksana : Catatan :
Lembar ke : dari
PERMUDAAN DAN
NAMA JENIS KELAS KEMASAKAN M1, M2, M3, TINGGI BATANG
LAMPAU MASAK
Diameter Rumpun (m)
% Atas (Bacaan
% Bawah (Baca
Pada Pangkal)
Tinggi Batang
Kelas Kemasakan
Ʃ Batang Da lam
Tinggi Bebas
SUB PLOT
Jarak Datar
Nomor Batang
Ʃ Semai dalam
Rumpun (M4)
Diameter
Cabang)
Rumpun
KETERANGAN
Sub Plot
r = 10 m
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
43
Lampiran 4. Tally Sheet Inventarisasi HHBK Lainnya
44
Lampiran 5. Tally Sheet Inventarisasi Fauna
45
Lampiran 6. Tally Sheet Inventarisasi Jasa Lingkungan
Koordinat
No Nama Obyek Keterangan
LU/LS BT
46