Anda di halaman 1dari 26

BAB XIII

AKAD BERBASIS JASA

A. Akad Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, pengindraan, atau
transaksi jual-beli. Sharf adalah transaksi jual beli valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata
uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis. PSAK Nomor 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 144 menjelaskan karakteristik Sharf
adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing
pada bank syariah (di luar jual beli bank notes) hanya dapat dilakukan untuk
tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.
Sumber hukum tentang akad sharf berdasarkan pada landasan fiqih dan
fatwa DSN. Secara ilmu fiqih, terdapat hadist yang menjelaskan bahwa “Jual
beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
kurma dengan kurma, anggur dengan anggur, (apabila) satu jenis (harus)
sama (kualitas dan kuantitasnya dan dilakukan ) secara tunai. Apabila jenis
berbeda, maka juallah sesuai dengan kehendakmu dengan syarat secara tunai
(HR. Jamaah).
Sumber hukum yangkedua yaitu terdapat pada fatwa DSN, yaitu Fatwa
Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Al Sharf yang merupakan satu-satunya
fatwa DSN yang mengatur tentang jual beli mata uang dengan ketentuan-
ketentuan umum sharf dan jenis-jenis transaksi yang diperbolehkan. Transaksi
jual beli mata uang pada prinsipnya boleh tetapi dengan ketentuan tidak untuk
spekulasi (untung-untungan), ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga
(simpanan), apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka
nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqbudh), apabila berlainan jenis maka
harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi
dilakukan dan secara tunai. Jenis-jenis transaksi valas yang dibolehkan dalam
fatwa DSN ini yaitu:
1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
(valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau

1
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya
adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan
transaksi internasional.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang, dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan
adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan
di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu
sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan
harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas
yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.
Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun transaksi Shaf yaitu bahwa elaku terdiri atas pembeli dan penjual, objek
akad berupa mata uang, dan ada ijab qobul (serah terima). Ketentuan syariah
dari akad sharf yaitu:
a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b. Ijab qobul yaitu penyertaan dan ekspresi saling ridha atau rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Objek akad harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Nilai tukar atau kurs mata uang yang telah diketahui oleh kedu belah
pihak.

2
▪ Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun
penjual sebelum keduanya berpisah.
▪ Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang
sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas
yang sama, sekalipun model dari mata uang yang berbeda.
▪ Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli.
▪ Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara
penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena sharf
dikatakan sah apabila penguasaan objek akad dilakukan secara tunai
atau dalam kurun waktu 2×24 jam (harus dilakukan seketika itu juga dan
tidak boleh diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah
berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta
itu berpisah.

Pengakuan dan Pengukuran Sharf


PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 145-146
menjelaskan pengakuan dan pengukuran pendapatan sharf sebagai berikut:
1. Selisih antara kurs yang diperjanjikan dalam kontrak dan kurs tunai (mark to
market) pada tanggal penyerahan valuta diakui sebagai keuntungan/kerugian
pada saat penyerahan/penerima dana.
2. Selisih penjabaran aktiva dan kewajiban valuta asing dalam rupiah (revaluasi)
diakui sebagai pendapatan atau beban.
Aplikasi dan ilustrasi akad sharf diuraikan sebagai berikut:
1. Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam rupiah dengan
menggunakan kurs laporan (penutupan) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, yaitu kurs tengah yang merupakan rata-rata kurs beli dan kurs jual
berdasarkan kurs Reuters pada pukul 16.00 WIB setiap hari.
2. Dalam melakukan pencatatan transaksi mata uang asing terdapat dua metode
yang dapat digunakan yaitu single currency dan multi currency. Single
Currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing dengan membukukan
langsung ke dalam mata uang dasar (base currency) yang digunakan untuk
Perbankan Indonesia yaitu mata uang rupiah/Indonesia Rupiah (IDR).

3
Karakteristik single currency yaitu neraca yang diterbitkan hanya dalam mata
uang rupiah, saldo rekening dalam mata uang asing dicatat secara
extracomtable, penjurnalan tidak menggunakan akun rekening perantara mata
uang asing, dan penjabaran (revaluasi) saldo rekening mata uang asing
dilakukan langsung per rekening yang bersangkutan. Sedangkan multi
currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing dengan membukukan
langsung ke dalam masing-masing mata uang asing asal (original currency)
yang digunakan pada transaksi tersebut. Karakteristik multi currency yaitu
Neraca dapat diterbitkan dalam setiap mata uang asing asal (original
currency) yang digunakan, untuk mengetahui posisi keuangan gabungan
seluruh mata uang, maka diterbitkan neraca dalam base currency (untuk
perbankan Indonesia digunakan mata uang rupiah, tidak diperlukan
pencatatan saldo rekening dalam valuta asing secara extracomtable,
penjurnalan menggunakan akun rekening perantara, penjabaran (revaluasi)
saldo rekening mata uang asing dilakukan melalui rekening perantara mata
uang asing. Penjabaran ekuivalen rupiah dari rekening-rekening tersebut
hanya dilakukan dalam rangka pelaporan neraca.
3. Pengakuan laba rugi jual beli (trading) dapat dilakukan pada saat terjadinya
transaksi atau pada saat revaluasi. Revaluasi dapat dilakukan pada akhir hari
atau akhir bulan disesuaikan dengan kebijakan bank yang bersangkutan.
4. Pencatatan beban antara metode single currency dan multi currency mmiliki
perbedaan, yaitu jika menggunakan singe currency, maka seluruh beban dan
pendapatan mata uang asing dicatat dalam rupiah. Jika menggunakan multi
currency, maka seluruh beban dan pendapatan mata uang asing dicatat dalam
rupiah, saldo rekening beban dan pendapatan mata uang asing tersebut
dipindah bukukan ke rekening beban dan pendapatan rupiah agar saldo beban
dan pendapatan mata uang asing tidak menimbulkan selisih kurs revaluasi.

4
Perlakuan Akuntansi Akad Sharf
Keterangan Jurnal Penjelasan
Jurnal pembelian Kas (Dolar) xxx
valuta asing Kas (Rp) xxx
Jurnal penjualan Kas (Rp) xxx Jika harga beli valas lebih kecil dari
valuta asing Keuntungan xxx harga jual
Kas (Dolar) xxx
Kas (Rp) xxx Jika harga beli valas lebih besar
Kerugian xxx dari harga jual valas
Kas (Dolar) xxx
Kerugian xxx Jika nilai kurs tengah BI lebih kecil
Piutang (valas) xxx dari nilai kurs tanggal transaksi
Jurnal penyesuaian Utang (valas) xxx
utang dan piutang Keuntungan xxx
dalam valuta asing Piutang (valas) xxx Jika nilai kurs tengah BI lebih besar
Keuntungan xxx dari nilai kurs tanggal transaksi
Kerugian xxx
Utang (valas) xxx

B. Akad Wadiah
Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan
dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan
dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi menjadi
penjamin pengembalian barang titipan. Dalam akad hendaknya dijelaskan
tujuan wadiah, cara penyimpanan, lamanya waktu penitipan, biaya yang
dibebankan pada pemilik barang dan hal-hal lain yang dianggap penting.
Akad wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu akad Wadiah amanah dan Wadiah
yadh dhamanah. Wadiah Al-amanah, yaitu wadiah dimana uang/barang yang
dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh didayagunakan. Si penerima
titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi

5
pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan
penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Contoh: titipan barang di
pusat perbelanjaan. Sedangkan Wadiah yadh dhamanah, yaitu wadiah di mana
si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin
pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh
setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Hasil dari pemanfaatan barang
tidak wajib dibagihasilkan dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan
boleh saja memberikan bonus dan tidak boleh dijanjikan sebelumnya kepada
pemilik barang. Contoh: Tabungan dan Giro Tidak Berjangka dengan akad
wadiah.

Sumber hukum dan ketentuan syariah


Sumber hukum akad wadiah yaitu Al-quran dan As-sunah. Dalam Al-quran
terdapat ayat yang ber bunyi “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS 4:58),
”......Maka, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itumenunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya...”(QS 2:283). Dalam As-sunah terdapat
kutipan hadist yaitu, “Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi
amanat kepadamu dan jangan kamu menghianati orang yang menghianatimu.”
(HR Abu Dawud dan Al Tirmidzi).
Akad wadiah dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun dan ketentuan
syariah yang berlaku. Adapun rukun akad wadiah, yaitu:
1. Pelaku yang terdiri atas pemilik barang/pihak yang menitip (muwaddi’) dan
pihak yang menyimpan (mustawda’).
2. Objek wadiah berupa barang yang dititipkan (wadiah).
3. Ijab kabul/serah terima.

Sedangkan untuk ketentuan syariahnya yaitu:


1. Pelaku harus cakap hukum, baligh serta mampu menjaga serta memelihara
barang titipan.

6
2. Objek wadiah, benda yang dititipkan tersebut jelas dan diketahui
spesifikasinya oleh pemilik dan penyimpan.
3. Ijab kabul/serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di
antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan akuntansi wadiah


a. Bagi pihak pemilik barang
Jurnal pada saat menyerahkan barang (menerima tanda terima penitipan
barang) dan membayar biaya penitipan (menerima tanda terima
pembayaran).
Dr. Beban Wadiah xxx
Cr. Kas xxx

Jika biaya penitipan belum dibayar, maka jurnalnya


Dr. Beban Wadiah xxx
Cr. Utang Wadiah xxx

Jurnal pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya


penitipan
Dr. Utang Wadiah xxx
Cr. Kas xxx

b. Bagi pihak penyimpan barang


Jurnal pada saat menerima barang (mengeluarkan tanda terima barang) dan
penerimaan pendapatan penitipan (membuat tanda terima pembayaran).
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wadiah xxx
Jika biaya penitipan belum dibayar, maka jurnalnya
Dr. Piutang xxx
Cr. Pendapatan Wadiah xxx

7
Jurnal pada saat menyerahkan barang dan menerima pembayaran
kekurangan pendapatan penitipan (mengeluarkan tanda penyerahan barang.
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang Wadiah xxx

C. Akad Wakalah
Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat (Sabiq, 2008). Akad wakalah adalah
akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal –hal
yang boleh diwakilkan. Sebabnya adalah tidak semua hal dapat diwakilkan
contohnya shalat, puasa, bersuci, qishash, talak, dan lain sebagainya.
Wakalah dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi di
mana seseorag (perekomendasi) mengajukan calon atau menunjuk orang lain
untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang meminta diwakilkan
(muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang secara penuh sebesar harga
barang yang akan dibeli kepada agen/pihak yang mewakili (wakil) dalam suatu
kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan
titipan muwakkil untuk membeli barang.
Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan boleh tidak menerima
komisi (hanya mengharap rida Allah/tolong-menolong). Tetapi bila ada komisi
atau upah maka akadnyaseperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan
imbalan disebut dengan wakalah bil ujra. Bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak.

Sumber hukum dan ketentuan syariah


Sumber hukum akad ini yaitu Al-quran dan As-sunah. Pada Al-quran
terdapat kutupan ayat yaitu “...maka suruhlah salah seorang di antara kamu
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu itu....”(QS 18:19)
“jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (QS 12:55)
“...Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta perti diminta
pertnggungjawab annya (QS 17:34).

8
Dalam As-sunah terdapat hadist yang diriwayatkan dari Busr bin ibn
Sa’diy al Maliki berkata: “Umar memperkerjakan saya untuk mengambil
sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat
kepadanya, memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee)”. Saya berkata:
“Saya bekerja hanya karena Allah”. Umar menjawab: ”Ambillah apa yang
kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau
memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan”.
Kemudian Rasul bersabda kepada saya: “Apabila kamu diberi sesuatu tanpa
kamu minta; makanlah (terimalah) dan bersedekahlah”. (HR Bukhori Muslim)
Rukun dalam akad wakalah ada 3 yaitu, pelaku yang terdiri dari pihak
pemberi kuasa/muwakkil dan pihak yang diberi kuasa/wakil, Objek akad berupa
barang atau jasa, Ijab kabul/serah terima.
Sedangkan untuk ketentuan syariahnya terdiri atas:
1. Pelaku
a. Pihak pemberi kuasa (muwakkil)
Merupakan pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan, dan orang mukalaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas
tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti
mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
b. Pihak penerima kuasa (wakil)
Harus cakap hukum dan dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan
kepadanya
2. Objek yang dikuasakan/diwakilkan/taukil
Objek yang digunakan hendkanya diketahui dengan jelas oleh orang yang
mewakili, tidak bertentangan dengan syariah Islam, dapat diwakilkan
menurut syariah Islam, manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai, dan
kontrak dapat dilaksanakan.
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

9
Perlakuan akuntansi
Bagi pihak yang mewakilkan/wakil/penerima kuasa
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu)
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wakalah xxx
2. Pada saat membayar beban
Dr. Beban Wakalah xxx
Cr. Kas xxx
3. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun dimuka
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wakalah Diterima di Muka xxx
4. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode
Dr. Pendapatan Wakalah Diterima di Muka xxx
Cr. Pendapatan Wakalah xxx
Bagi pihak yang meminta diwakilkan
Pada saat membayar ujr/komisi
Dr. Beban Wakalah xxx
Cr. Kas xxx

D. Akad Al-Kafalah (Jaminan)


Akad kafalah yaitu perjanjian jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil). Secara teknis akad
kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yang memberikan penjamin
kepada seseorang kreditur yang memberikan utang kepada debitur, dimana
utang debitur akan dilunasi oleh penjamin apabila debitur tidak membayar
utangnya. Contoh akad kafalah yaitu garansi bank. Kafalah merupakan akad
tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong menolong. Namun penjamin dapat
menerima imbalan sepanjang tidak memberatkan. Apabila ada imbalan maka
akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
Akad Al-Kafalah bersumber hukum pada Al-Quran dan As-sunnah. Dalam
Al-quran telah dijelaskan melalui ayat yang berbunyi “Dan Dia (Allah)

10
menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam)”. (QS 3:37) “Dan bagi
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS 12:72).
Sedangkan dalam As-sunah, dijelaskan dalam sebuah hadist yaitu Dari Abi
Humamah, bahwa Rasulullah bersabda : “penjamin adalah orang yang
berkewajiban mesti membayar.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi)
Telah dihadapkan kepada Rasulullah (mayat seorang lelaki untuk
dishalatkan).. Rasulullah bertanya “Apakah dia mempunyai warisan? Para
sahabat menjawab “Tidak”, Rasulullah bertanya lagi “Apakah dia mempunyai
utang?” Para sahabat menjawab. “Ya, sejumlah tiga dinar” Rasulullah pun
menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak).
Abu Qatadah lalu berkata, “Saya menjamin utangnya ya Rasulullah.” Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR Bukhari)

Rukun dan ketentuan syariah


Rukun kafalah ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut :
1. Pelaku, yang terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang dan pihak
yang berpiutang.
2. Objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang,
jasa, maupun pekerjaan.
3. Ijab Qabul/serah terima.
Ketentuan syariah untuk akad Al-Kafalah ini antara lain:
1. Pelaku
a. Pihak penjamin (Kafill)
Pihak penjamin harus baligh (dewasa) dan berakal sehat, berhak penuh
untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha)
dengan tanggungan kafalah tersebut.
b. Pihak orang yang berutang (Ashiil, Makful’anhu)
Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin, dikenal
oleh penjamin dan dikenal oleh penjamin.
c. Pihak Orang yang berpiutang ( Makful Lahu)

11
Diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad / memberikan kuasa,
dan berakal sehat.

2. Objek penjamin
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang,
benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh pinjaman
c. Harus meupakan utang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali
setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya
e. Tidak bertentangan dengan syariah
3. Ijab Qobul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan Akuntansi Al-Kafalah


1. Bagi pihak penjamin
a. Jurnal pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka
waktu)
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan kafalah xxx
b. Jurnal pada saat membayar beban
Dr. Beban Kafalah xxx
Cr. Kas xxx
2. Bagi pihak yang meminta jaminan, yaitu pada saat membayar beban
Dr. Beban Kafalah xxx
Cr. Kas xxx

E. Qardhul Hasan
Qardhul Hasan pinjaman tanpa dikenakan biaya ( hanya wajib membayar
sebesar pokok utangnya), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan
ketentuan syariah (tidak ada riba), karena jika meminjamkan uang maka ia tidak
boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan.

12
Namun, si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan
kelebihan atas pokok pinjamannya.
Pinjaman Qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan
atau tidak memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan sosial atau untuk
kemanusiaan. Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan
bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam
jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Jika
peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaiannya maka kerugian
tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
Walaupun sifat utang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berutang
dapat semaunya sendiri, karena dalam islam utang yang tidak dibayar akan
menjadi penghalang dia di hari akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di
medan perang yang pahalanya sudah dijamin, bahkan rasul tidak bersedia
menshalatkan jenazah yang masih memiliki utang. Sumber dana Qardhul hasan
dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber dana eksternal meliputi dana
qard yang diterima entitas bisnis dari pihak lain (misalnya dari sumbangan,
infak, shadaqah dan sebagainya). Sedangkan contoh sumber dana qard yang
disediakan para pemilik entitas bisnis, hasil pendapatan nonhalal, denda dan
sebagainya.
Sumber hukum yang digunakan dalam Qardhul Hasan yaitu Al-Quran dan
As-Sunah. Pada salah satu surat dalam Al-quran terdapat ayat yang menjelaskan
mengenai qardhul hasan yang berbunyi “Dan jika ia (orang yang berutang itu)
dakam kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (QS 2:28).
Sedangkan dalam As-Sunah dijelaskan melalui hadist sebagai berikut
“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitanya di hari kiamat dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudarannya.” (HR Muslim)
Dari Abu Qatadah : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika aku berjihad
dengan jiwa dan hartaku, aku bertempur penuh sabar demi mengharap pahala
Allah dan maju terus pantang mundur, apakah aku masuk surga?” Rasulullah

13
menjawab : “ya”. Beliau mengatakan sebanyak tiga kali kemudian ia bersabda
: “kecuali jika kamu punya utang serta kamu tidak membayarnya ..:”(HR
Muslim)

Rukun dan ketentuan syariah


Rukun Qardhul hasan terdiri dari 3 elemen yaitu pelaku yang terdiri dari
pemberi dan penerima pinjaman, objek akad berupa uang yang dipinjamkan,
dan adanya Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah qardul hasan terdiri dari:
1. Pelaku harus cakap hukum dan baligh
2. Objek akad
a. Jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya.
b. Peminjaman diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang
telah disepakati tidak boleh diperjanjikan akan ada penambahan atas
pokok pinjamannya. Namun peminjam dibolehkan memberikan
sumbangan secara seukarela.
c. Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan maka waktu
peminjaman dapat diperpanjang atau mengahpuskan sebagaian atau
seluruh kewajibannya. Namun jika peminjam lalai maka dapat dikenakan
denda.
3. Ijab qabul
Ijab qabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korspondensi
atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan akuntansi Qardhul Hasan


Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan
penggunaan dana qardhul hasan karena dana tersebut bukan aset perusahaan.
Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat dengan akun dana kebijakan dan dibuat buku
besar pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana kebijakan yang
diterima atau yang dikeluarkan.
1. Bagi pemberi pinjaman

14
a. Jurnal saat menerima dana sumbangan dari pihak eksternal
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana Kebijakan-Infak/Sedekah/Hasil Wakaf xxx

b. Jurnal untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan
nonhalal
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana kebajikan-Denda/Pendapatan Non-Halal xxx

c. Jurnal untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardh hasan.


Dr. Dana Kebajikan-Dana kebajikan produktif xxx
Cr. Dana Kebajikan-Kas xxx

d. Jurnal untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardh


hasan.
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx

2. Bagi pihak yang meminjam


a. Jurnal saat menerima uang pinjaman
Dr. Kas xxx
Cr. Utang xxx

b. Jurnal saat pelunasan


Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx

F. Akad Al-Hiwalah/Hawalah (Pengalihan)


Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna
kulit atau memikul sesuatu di atas pundak.Objek yang dialihkan dapat berupa
utang dan piutang.Jenis akad ini pada dasarnya adalah akad tabaruu’ yang
bertujuan untuk saling tolong menolong untuk menggapai ridho Allah.
Jika yang dialihkan utang maka akad hawalh merupakan akad pengalihan
utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung

15
(membayar) utangnya. Transaksi seperti dapat terjadi dengan adanya saling
mempercayai antara para pihak yang bertransaksi. Secara teknis, pihak yang
berutang (muhil) meminta pihak lain (muhal’alaih) untuk membayarkan
terlebih dahulu utangnya pada pihak lain (muhal). Setelah akad hawalah
dilakukan pihak yang berhutang (muhil) akan membayar kepada pihak yang
telah menanggung utangnya (muhal’alaih) atau hak penagihan berpindah
menjadi hak muhal’alaih. Dalam hal ini pihak yang mengambil alih utang harus
yakin pihak yang diambil alih utangnya dapat memenuhi kewajibannya di
kemudian hari.
Jika yang dialihkan piutang maka akad hawalah merupakan akad
pengalihan piutang dari satu pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang
berkewajiban menagih piutangnya. Secara teknis, pihak yang berpiutang
(muhil) meminta pihak lain untuk mengambil alih (muhal’alaih) piutang yang
dimilikinya, dengan pengambilalihan ini pihak yang berpiutang akan menerima
uang dari yang mengambil alih piutang, sementara pihak yang berutang (muhal)
akan membayar pada pihak yang telah mengambil alih piutang. Dalam hal ini
Akad Hawalah dapat membantu likuiditas bagi pihak yang mempunyai
piutang.Sebaliknya pihak yang mengambil alih piutang harus berhati-hati pada
kredibilitas dan kemampuan pihak yang berhutang selain juga harus melihat
keabsahan transaksinya. Pihak yang menerima pengalihan utang dan piutang
(muhal’alaih) dapat memperoleh imbalan/feel ujrah atas jasanya (berupa
kesediaan dan komitmen) dan besarnya ujrah harus ditetapkan pada saat akad
secara jelas, tetap dan pasti.
Dasar hukum hiwalah adalah hadits Nabi Muhammad SAW sebagai
berikut:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan
jika salah seorang kamu dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang kaya yang
mampu, maka turutlah (menerima pengalihan tersebut).” (HR Bukhari Muslim)

Jenis Akad Hiwalah


Jika ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dapat dibagi menjadi 2 (dua), sebagai
berikut:

16
a. Apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menagih piutang, maka
pemindahan itu disebut hiwalah al haqq (pemindahan hak/anjak piutang).
b. Apabila yang dipindahkan itu untuk membayar kewajiban utang, maka
pemidahan buku itu disebut hiwalah ad-dain (pemindahan utang.
Sedangkan jika ditinjau dari aspek persyaratan, hiwalah terbagi menjadi dua
yaitu:
a. Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) adalah hawalah dimana
muhil adalah pihak yang berhutang sekaligus berpiutang kepada
muhal’alaih. Contoh: B (muhil) berhutang kepada A (muhal) sebesar dua
juta rupiah, sedangkan B berpiutang kepada C (muhal’alaih) juga sebesar
dua juta rupiah. B kemudian mengalihkan piutangnya yang terdapat pada C
untuk A, sebagai ganti dari pembayaran utang B kepada A.
b. Hawalah al-muthlaqah (pemindahan mutlak) adalah hawalah di mana muhil
adalah pihak yang berhutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal’alaih.

Rukun dan Ketentuan Syariah


Pada Hiwalah, terdapat dua rukun yaitu:
1. Pelaku yang terdiri dari:
a. Pihak yang berhutang atau berpiutang atau muhil
b. Piihak yang berpiutang atau berutang atau muhal
c. Pihak pengambil alih utang atau piutang atau muhal’alaih
2. Objek akad, yaitu berupa adanya utang dan piutang
3. Ijab kabul
Sedangkan ketentuan syariah dari Hiwalah dijabarkan sebagai berikut:
1. Pelaku
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya
dan rela (ridha) dengan pengalihan utang piutang tersebut.
c. Diketahui identitasnya.
2. Objek penjaminan (makful bihi)
a. Bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang dan piutang.

17
b. Harus merupakan utang/piutang mengikat, yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
c. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
d. Tidak bertentangan dengan syariah
3. Ijab kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Untuk membantu masyarakat yang ingin menghindari riba dengan
mengalihkan utang yang timbul dari transaksi nonsyariah yang telah berjalan
menjadi transaksi yang sesuai syariah. Dewan Syariah Nasional
mengeluarkan fatwa terkait dengan pengalihan utang ini dan memberikan
berbagai alternative, yaitu sebagai berikut:
Alternatif 1
1. LKS (Lembaga Keuangan Syariah) memberikan qardh kepada nasabah.
Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya. Dengan
demikian asset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah
secara penuh.
2. Nasabah menjual asset dimaksud (1) kepada LKS dan dengan hasil
penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
3. LKS menjual secara murabahah, asset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan/diangsur.
Alternatif 2
1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah
melunasi kredit (utang)-nya. Dengan demikian, asset yang dibeli dengan
kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2. Nasabah menjual asset dmaksud angka kepada LKS, dan dengan hasil
penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
3. LKS menyewakan asset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada
nasabah, dengan akad al-ijarah al muntahiya bit tamlik.
Alternatif 3

18
1. LKS membeli sebagian asset nasabah, dengan seizin LKK (Lembaga
Keuangan Konvensional), sehingga dengan demikian terjadilah syirkah
al-milk antara LKS dan nasabah terhadap asset tersebut.
2. Bagian asset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka 1 adalah
bagian asset yang senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada
LKK.
3. LKS menjual secara murabahah bagian asset yang menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
Alternatif 4
1. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas asset,
nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan LKS.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah
dengan menggunakan prinsip al-qardh.
3. Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
dipersyaratkan dengan (harus terpisah dan) pemberian talangan
sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4. Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 boleh
didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nsabah
sebagaimana dimaksudkan angka 2.

Contoh implementasi Akad Hiwalah


Aplikasi dari definisi ini seperti; si A berutang kepada si B sejumlah uang
untuk dilunasi pada hari tertentu dan si A punya hak (mengutangi) si D sejumlah
utangnya pada si B. Ketika jatuh tempo, si B menagih utang pada si A, tetapi si
A saat itu tidak memilik uang tunai, lalu dia mengatakan, “ Pergilah pada si D,
karena ia berutang padaku sejumlah utangku padamu”.Secara operasional, Al-
Jazairi pengalihan pinjaman ( hawalah) ialah pemindahan (pengalihan) utang
dari pengutang kepada pengutang lainnya. Misalnya si A mempunyai piutang
pada si B, dan pada saat yang sama, si A mempunyai utang kepada si C sejumlah
piutangnya pada si B. Ketika si C menagih utangnya pada si A, si A berkata, “
Aku alihkan pembayaran utangku kepada si B, karena aku mempunyai piutang
padanya sebesar utangku padamu dan ambillah uang tersebut darinya”. Jika si

19
C (penerima pengalihan) menerima cara seperti itu, si A (pengalih pembayaran
utang) Aplikasi dari definisi ini seperti; si A berutang kepada si B sejumlah
uang untuk dilunasi pada hari tertentu dan si A punya hak (mengutangi) si D
sejumlah utangnya pada si B. Ketika jatuh tempo, si B menagih utang pada si
A, tetapi si A saat itu tidak memilik uang tunai, lalu dia mengatakan, “ Pergilah
pada si D, karena ia berutang padaku sejumlah utangku padamu”.
Secara operasional, Al-Jazairi pengalihan pinjaman ( hawalah) ialah
pemindahan (pengalihan) utang dari pengutang kepada pengutang lainnya.
Misalnya si A mempunyai piutang pada si B, dan pada saat yang sama, si A
mempunyai utang kepada si C sejumlah piutangnya pada si B. Ketika si C
menagih utangnya pada si A, si A berkata, “ Aku alihkan pembayaran utangku
kepada si B, karena aku mempunyai piutang padanya sebesar utangku padamu
dan ambillah uang tersebut darinya”. Jika si C (penerima pengalihan) menerima
cara seperti itu, si A (pengalih pembayaran utang)

G. Akad Al-Rahn (Pinjaman dengan jaminan)


Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal dan jaminan. Secara istilah rahn
adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar atau
tanggungan. Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atau utang.Akad rahn
juga diartikan sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan
melakukan penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.Barang gadai baru dapat diserahkan kembali pada pihak yang
berutang apabila utangnya telah lunas.
Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang
berhutang.Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakikatnya
adalah kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin) namun dapat juga
dilakukan oelh pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayanya
harus ditanggung rahin.Besarnya biaya ini tidak boleh ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman.
Apabila barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka
pihak yang menerima barang gadaian boleh memanfaatkannya atas seizing

20
pihak yang menggadaikan sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang
gadaian.
Untuk barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka
pihak yang menerima barang gadaian boleh memanfaatkannya atas seizin pihak
yang menggadaikan sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang gadaian.
Untuk barang gadai berupa emas tentu tidak ada biaya pemeliharaan, yang ada
adalah biaya penyimpanan.Penentuan besarnya biaya penyimpanan dilakukan
dengan akad ijarah. Pada saat jatuh tempo yang berhutang berkewajiban untuk
melunasi utangnya. Apabila ia tidak dapat melunasi utangnya maka barang
gadaian dijual kemudian hasil penjualan bersih digunakan untuk melunasi utang
dan biaya pemeliharaan yang terutang. Apabila ada kelebihan antara harga jual
barang gadaian dengan besarnya utang maka selisih diserahkan kepada yang
berhutang tetapi apabila ada kekurangan maka yang berhutang tetap harus
membayar sisa utangnya tersebut.
Dalam rahn, barang gadaian tidak otomatis menjadi milik pihak yang
menerima gadai (pihak yang memberi pinjaman) sebagai pengganti piutangnya.
Dengan kata lain fungsi rahn di tangan murtahin (pemberi utang) hanya
berfungsi sebagai jaminan utang dari rahin (orang yang berhutang). Namun,
barang gadaian tetap milik orang yang berhutang.
Selain akad rahn, pada tahun 2008 MUI juga mengeluarkan fatwa tentang
Rahn Tajlisi (Fidusia).Fatwa ini dikeluarkan dalam rangka mengurangi kendala
yang timbul sehubungan masalah jaminan khususnya dalam masalah
pemeliharaan dan pemanfaatan jaminan.
Fidusia sendiri didefinisikan sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.(UU
No. 42/1999).Fidusia sendiri dapat diterapkan untuk barang bergerak dan
barang tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, sehingga
menjadi lebih luas cakupannya.Jika perbankan syariah menggunakan akad rahn
yang ada, amak berarti yang melakukan penyimpanan jaminan adalah bank
syariah, tetapi dengan rahn tajlisi (fidusia) maka pihak yang menggadaikan

21
dapat memanfaatkan barang yang dijamin serta menanggung biaya
pemeliharaan.
Agar sesuai dengan syariah, maka akad rahn tajlisi harus memenuhi hal-
hal sebagai berikut:
1. Biaya pemeliharaan harus ditanggung oleh pihak yang menggadaika, namun
jumlah biaya pemeliharaan tidak boleh dihubungkan dengan besarnya
pembiayaan.
2. Pihak penerima gadai dapat menyimpan bukti kepemilikan sedangkan
barang yang digadaikan dapat digunakan pihak yang menggadaikan dengan
izin dari penerima gadai.
3. Tidak terjadi eksekusi jaminan , maka dapat dijual oleh pihak penerima gadai
tetapi harus dengan izin dari pihak yang menggadaikan sebagai pemilik.
Berdasarkan persyaratan tersebut maka rahn tajlisi ini sama dengan rahn biasa,
yang membedakan hanya masalah pemanfaatan dan pemeliharaan saja. Oleh
sebab itu, dasar hukum dan ketentuan syariah akan sama dengan akad rahn.

Sumber hukum dan ketentuan syariah


1. Sumber Hukum
Sumber hukum akad Al-Rahn terdir dari Al-Quran dan As-Sunah. Dalam Al-
Quran terdapat ayat yang menjelaskan mengenai akad Al-Rahn yaitu, “Jika
kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang” (QS. 2:283). Sedangkan
dalam As-Sunah terdapat 3 hadits yang menjelaskan tentang Al-Rahn, yaitu:
“Dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah pernah membeli makannan dengan
berutang dari seorang Yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi
kepadanya.” (HR Bukhari, Nasa’I dan Ibnu Majah).

“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang


menggadaikannya.Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya.”
(HR As Syafi’I, Al Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.

22
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan bianatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya.Orang yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menganggung biaya perawatan
dan pemeliharaan.” (HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i).

2. Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun Al-Rahn ada empat yaitu:
1. Pelaku, terdiri atas: pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang
menerima gadai (murtahin)
2. Objek akad berupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun
bih) Syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada
kreditur, utang itu dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu
harus jelas (harus spesifik).
3. Ijab kabul/serah terima
Ketentuan syariah untuk akad Al-Rahn yaitu:
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh
2. Objek yang digadaikan
a. Barang gadai (marhun)
Barang gadai harus dapat dijual dan nilainya seimbang, harus bernilai
dan dapat bermanfaat, harus jelas dan dapat ditentukan secara
spesifik, tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan
b. Utang (marhun bih) nilai utang harus jelas demikian juga tanggal
jatuh temponya.
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Berikut merupakan contoh penerapan Al-Rahn dalam kehidupan sehari-
hari yaitu:
Ani memiliki hutang kepada Budi sebesar 10 juta, sebagai jaminan atas
pelunasan hutang nya maka Ani menyerahkan Motor kepada Budi,
setelah hutang lunas maka Ani dapat mengambil Motor tersebut. Dalam

23
konteks pelaksanaanya di Bank Putri menggadaikan emas nya ke Bank
Syariah untuk meminjam uang sebesar 10 juta,dan melunasi nya sesuai
jangka waktu yang telah ditentukan, setelah melunasi hutang nya maka
Bank Syariah akan mengembalikan Emas tersebut.

Perlakuan Akuntansi Rahn


1. Bagi pihak yang menerima gadai (Murtahin)
Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima
atas barang .
a. Pada saat menyerahkan uang pinjaman
Dr. Piutang xxx
Cr. Kas xxx
b. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan xxx

c. Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan


penyimpanan.
Dr. Beban xxx
Cr. Kas xxx
d. Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan
membuat tanda serah terima barang.
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
e. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian
barang gadai dijual oleh pihak yang menggadaikan.
Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan piutang.
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai
penjualan dengan saldo piutang.

24
2. Bagi pihak yang menggadaikan
Pada saat menyerahkan asset, tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima
atas penyerahan asset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas
barang yang digadaikan.
a. Pada saat menerima uang pinjaman
Dr. Kas xxx
Cr. Utang xxx
b. Bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Dr. Beban xxx
Cr. Kas xxx
c. Ketika dilakukan pelunasan atas utang
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx
d. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang
gadai dijual. Pada saat penjualan barang gadai.
Dr. Kas xxx
Dr. Akumulasi Penyusutan (apabila asset tetap) xxx
Dr. Kerugian (apabila rugi) xxx
Cr. Keuntungan (apabila untung) xxx
Cr. Aset xxx
Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx
Jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan
barang gadai tersebut, maka berarti pihak yang menggadaikan masih
memiliki saldo utang kepada pihak yang menerima gadai.

25
Latihan Soal
1. Berikan contoh implementasi akad wadiah dalam produk perbankan syariah.
2. Berikan contoh implementasi akad hawalah dalam produk perbankan syariah.
3. Berikan contoh implementasi akad hiwalah dalam produk perbankan syariah.
4. Berikan contoh implementasi akad qhardul hasan dalam produk perbankan
syariah.

26

Anda mungkin juga menyukai