Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan gambut di Indonesia menempati posisi ke-4 terluas di dunia setelah
Kanada, Rusia dan Amerika Serikat. Menurut kajian pusat sumber daya geologi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan bahwa sampai pada
tahun 2006 sumber daya lahan gambut di Indonesia dengan luas mencapai 26 juta
Ha yang tersebar di Pulau Kalimantan (± 50%), Sumatera (± 40%) sedangkan
sisanya tersebar di Papua dan pulau-pulau lainnya (Darmayanto, 2009). Lahan
gambut dikenal dengan kemampuannya dalam menyimpan air gambut (Masganti,
2017). Air gambut merupakan satu diantara sumber daya air di Indonesia. Bahan
organik dan konsenterasi kandungan Fe yang sangat tinggi dikandung oleh air
gambut, menurut Aggriawan (2015) kandungan Fe pada air gambut mencapai
angka 2.066 mg/L dan hal ini tidak sesuai dengan standar yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah pada Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Baku
Mutu Air Bersih.
Akibat tingginya konsenterasi logam Fe dari air gambut diperlukan
perlakuan yang selektif dari air gambut untuk dijadikan sebagai air bersih
(Aggriawan, 2015). Banyak cara telah dibuat dan dibuktikan keefektifan dari
perlakuan air baku seperti koagulasi dan flokulasi, adsorbs, filtrasi dan kombinasi.
Kondisi air gambut dan cara yang mudah dijadikan pertimbangan dalam
menentukan perlakuan dalam menghasilkan air dengan ualita tinggi pada lokasi
tertentu (Syalfani dkk, 2013). Berdasarkan hal diatas perlakuan adsorpsi paling
sering digunakan dikarenakan cara yang paling mudah.
Adsorpsi adalah salah satu cara pemurnian air yang pengaplikasiannya
mudah. Adsorpsi bergantung pada beberapa faktor diantaranya waktu kontak,
dosis adsorben, karakter adsorben dan konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan
adsorpsi (Saepudin, 2009). Adsorpsi merupakan cara yang tidak memerlukan
perawatan lanjutan, selain itu biaya yang digunakan relatif murah sehingga para
peneliti melakukan riset guna mencari bahan-bahan yang lebih murah dan

1
ketersediaan bahannya banyak (Nurmasari, 2014). Dari beberapa jenis adsorben
yang ada, karbon aktif merupakan adsorben yang paling banyak digunakan,
karena karbon aktif memiliki kapasitas penyerapan yang tinggi dan memiliki
harga yang murah (Muslim et al., 2015). Teknik adsorbsi yang paling banyak
digunakan adalah menggunakan karbon aktif atau arang aktif sebagai bahan
adsorben.
Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan arang aktif merupakan
bahan-bahan yang mengandung kadar karbon (Martin, 2010). Peran penting
proses industri dipegang oleh arang aktif dikarenakan arang aktif menunjang
bahan dalam meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan. Arang
aktif dapat digunakan untuk menghilangkan bau, warna, atau rasa yang tidak
enak, menghilangkan gas-gas beracun dan zat-zat yang tidak diinginkan dari
produk yang dihasilkan. Kesempatan arang aktif dapat diproduksi dan dipasarkan
semakin besar dikarenakan kebutuhan industri untuk arang aktif sangat besar,
peluang tersebut semakin besar pula karena di Indonesia bahan baku untuk
memproduksi arang aktif sangat melimpah (Pambayun, 2013). Pada proses
pembuatan arang aktif harus melalui aktivasi yang berguna untuk memecah rantai
karbon sehingga pori-pori pada arang aktif tersebut terbuka.
Karbon aktif diaktivasi dengan dua jenis yaitu aktivasi kimia dan aktivasi
fisika. Bahan kimia seperti ZnCl2, KOH, NaCl, H2SO4 dan H3PO4 biasanya
digunakan sebagai larutan aktivator. Penelitian yang dilakukan oleh Esterlita
(2015) aktivator yang digunkan adalah H3PO4 memberikan hasil terbaik
dibandingkan aktivator ZnCl2 dan KOH. Penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati (2018) aktivator yang digunakan adalan NaCl merupakan aktivator
yang efektif karena mudah didapat, harga ekonomis, tidak berbahaya dan tidak
beracun. Oleh karena itu pada peneitian ini H3PO4 dan NaCl akan digunakan
sebagai larutan aktivator. Pada umumnya bahan kayu digunakan sebagai bahan
utama dalam pembuatan arng aktif karena mengandung kadar karbon yang tinggi,
jenis kayu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kayu alaban.
Kayu Alaban merupakan kayu yang biasa digunakan sebagai bahan baku
arang yang di produksi di kalimantan. Pemanfaatannya secara massal hingga saat

2
ini hanya sebatas pembuatan arang biasa, dikarenakan memiliki berat jenis yang
tinggi (Abidin, 2018). Penelitian diperlukan guna mengembangkan inovasi
pemanfaatan kayu alaban agar dapat meningkatkan nilai ekonomis. Potensi kayu
alaban telah banyak diteliti sehingga Anggraini (2019) telah menghasilkan energi
alternatif salah satunya adalah campuran briket arang kayu alaban dan bottom ash
dengan kualitas yang baik. Alternatif lain guna mengembangkan potensi pada
kayu alaban selain briket arang kayu alaban yang dapat dikembangkan lagi salah
satunya adalah arang aktif.
Penelitian oleh Emi (2018) menghasilkan arang aktif pada ukuran -80,+100
mesh menghasilkan kadar air, kadar abu dan daya serap iodin berturut-turut
sebesar 3,69%, 2,89%, dan 710,64 mg/g. Perhitungan pada penelitian ini
menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel aka daya serap yang didapatkan
semakin tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Verayana (2018)
menyebutkan bahwa hasil terbaik didapatkan dari arang aktif dengan perlakuan
aktivasi H3PO4 dimana Kadar air dan kadar abu yang dihasilkan memenuhi SNI.
Hal ini berlaku pula dengan penyerapan logam timbal (Pb) dan ukuran pori yang
lebih besar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Permatasari (2014) menyebutkan
bahwa aktivator yang terpilih adalah NaCl dibandingkan jenis aktivator lain yaitu
H3PO4 dan KOH. Hal ini dikarenakan pada aktivator NaCl memenuhi syarat SNI
kadar abu, kadar zat terbang dan kadar air yang sudah ditetapkan dibandingkan
dengan aktivator yang lain. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2018)
menyebutkan bahwa karon aktif terbaik yang dihasilkan dari karbon aktif yang di
aktivasi menggunakan NaCl dibandingkan aktivator lain. Aktivator NaCl
menghasilkan daya serap I2 sebesar 46%, kadar air 1%, dan kadar abu 7%,
sehingga sesuai SNI 06-3730-1995.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan membahas tentang
pembuatan arang aktif menggunakan arang kayu Alaban dengan aktivator H3PO4
dan NaCl. Penelitian ini menggunakan SEM sebagai alat karakteristik. Sampel
kayu alaban berasal dari Desa Ranggang, Kecamatan Takisung, Kabupaten
Tanahlaut, Provinsi Kalimantan Selatan.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan yang akan diteliti
meliputi :
1. Bagaimana kadar air, kadar abu, kadar zat menguap dan kadar karbon
terikat arang aktif kayu alaban berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI)?
1. Bagaimana kandungan Fe pada air gambut sebelum ditambahkan arang
aktif dan sesudah di tambahkan arang aktif?
2. Bagaimana daya hantar listrik pada sampel air Gambut tanpa penambahan
arang aktif dan dengan penambahan arang aktif?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Mendapatkan kadar air, kadar abu, kadar zat menguap dan kadar karbon
terikat arang aktif kayu alaban berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI).
2. Mendapatkan pengaruh variasi waktu aktifasi fisika, jenis aktivator dan
ukuran partikel dalam menurunkan kandungan logam besi (Fe) pada
sampel air Gambut.
3. Mendapatkan daya hantar listrik pada sampel air gambut tanpa
penambahan arang aktif dan dengan penambahan arang aktif.

1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini :
1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan kayu alaban menjadi arang
aktif
2. Kayu alaban dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif untuk menyerap
kandungan logam besi (Fe)
3. Memberikan informasi efisiensi penurunan oleh arang aktif kayu alaban
terhadap kadar logam besi (Fe) pada sampel air gambut.

4
1.5 Batasan Masalah
Adapun beberapa batasan masalah yang digunakan untuk penelitian ini yaitu :
1. Sampel air yang digunakan adalah air gambut di daerah gambut.
2. Penelitian ini menggunakan arang kayu alaban dengan ukuran lolos
ayakan 60 mesh dan 120 mesh.
3. Variasi waktu aktifasi fisika 500⁰C selama 1 jam dan 2 jam.
4. Variasi jenis aktivator untuk aktivasi kimia yaitu larutan H 3PO4 1 M dan
larutan NaCl 1 M.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Alaban

Pohon alaban (Vitex pubescens Vahl) merupakan jenis pohon dari jenis
Lamiaceae yang berasal dari daerah Asia Selatan sampai Asia Timur. Pohon ini
berukuran sedang hingga besar dan tingginya mencapai 40 meter dengan diameter
batang nya ±130cm, tekstur kayunya padat dan berwarna pucat. Kayu alaban tidak
mengandung silica dan jika dibakar akan tahan lama. Kadar air pada kayu alaban
tergolong besar dimana rata-rata kadar air pada kulit kayu alaban tua adalah
sebesar 21,1515% dan kadar air kulit kayu alaban muda adalah 16,3656%. Hal ini
dikarenakan air yang ada diujung batang di serap terlebih dahulu dibaningkan
bagian yang lebih rendah, inimerupakan kemampuan atau daya hisap daun saat
terjadinya proses penguapan di permukaan sel daun (Nurlyanto, 2010).
Kayu alaban merupakan jenis pohon yang mudah tumbuh dan dapat
ditanam pada berbagai jenis tanah, memiliki daya tahan terhadap kebakaran dan
banyak tumbuh di hutan sekunder. Pada tahun 1994 tanaman laban telah
dibudidayakan oleh Pusat Pengembangan Teknologi Arang Terpadu diatas tanah
seluas 1,4 Ha, sehingga sejak tahun 1997 telah berproduksi yang dimanfaatkan
sebagai bahan baku arang (Kasmawarni, 2013).
2.2 Air Gambut
Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk
diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan,
Sumatera maupun Papua. Secara umum proses tahapan pengolahan air gambut
tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah utama dalam
mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya.
Air gambut merupakan satu satunya sumber air permukaan bagi daerah Riau,
Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan tengah. Air gambut memiliki derajat
keasaman yang tinggi dengan pH(3-5) dan memiliki ciri berwarna coklat
kemerahan dengan kandungan organik dan logam sehingga tidak memenuhi
standar agar dapat digunakan sebagai air minum seperti yang dikeluarkan oleh

6
Kepmenkes No. 492/MENKES/PER/ IV/2010 dan Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 (Suherman, 2013).
Air gambut adalah air yang mencakup daerah gambut. Karakteristik air
gambut adalah intensitas warna yang lebih tinggi (merah kuning atau
kecokelatan). Semakin rendah pH dalam kisaran 2-5, asam, dengan kandungan
organik lebih tinggi dan konsentrasi rendah partikel dan kation. Kandungan Fe,
Al, Na, S dan P lebih tinggi, sedangkan kandungan unsur mikro dalam lumut
gambut adalah B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, dan Co. Metode
elektrokoagulasi adalah proses metode air gambut menjadi air murni (Rustanti,
2009).
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya
kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam
humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan
organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi,
namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil. Warna akan
semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya logam besi yang terikat oleh
asamasam organik yang terlarut dalam air tersebut (Yusnimar, 2010).
Air gambut pada desa tanipah Kecamatan Aluh-aluh Kalimantan selatan
telah mengalami pencemaran dikarenakan air gambut tersebut berdekatan dengan
muara sungai sehingga aktivitas bongkar muat batubara menjadi salah satu
penyebab tercemarnya air. Air gambut tersebut mengandung berbagai macam
logam dintaranya yaitu Mn, Pb, Cu Cd dan Fe, idantara logam-logam tersebut
kandungan logam Fe lah yang paling tinggi dan melebihi standar batas baku mutu
air. Air gambut pada kecamatan aluh aluh termasuk pada air kelas 3 dimana hanya
dapat dgunakan sebagai air pengairan tanaman dan tidak layak untuk dikonsumsi
(Sanjaya, 2018).

2.3 Arang Aktif


Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf dan sebagian besar terdiri
dari karbon bebas, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
karbon atau dari arang dengan Xperlakuan secara khusus untuk mendapatkan

Dihaluskan, diayakan 150


mesh
7
Masing masing 50 g arang
dicuci menggunakan Uji SEM arang sebelum
akuades Aktivasi
Arang direndam dengan Arang direndam dengan
larutan KOH konsentrasi larutan H3PO4 konsentrasi
10% selama 90 menit. 5% selama 60 menit.

Masing masing 50 g arang


dicuci menggunakan
akuades

permukaan yang lebih Dikeringkan


luas (Manalu, 2013).
dalam oven Arang
pada aktif atau karbon aktif adalah
suhu 110ºC selama 1 jam dan
suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang besar. Menurut Prabowo
didinginkan dalam desikator
(2009) karbon atau arang inidandapat diaktifkan dengan menggunakan metode
ditimbang
aktivasi kimia ataupun dengan aktivasi fisika. Arang aktif dapat dikatakan sebagai
Panaskan dengan suhu
adsorben terbaik. Hal ini900ºC
dikarenakan arang
selama 60 aktif memiliki luas permukaan yang
menit.
besar dan daya serap yang tnggi serta pemanfaatannya yang optimal. Oleh karena
itu arang aktif memliki syarat wajib yaitu memiliki luas permukaan yang besar
X
sehingga dapat diguakan sebagai adsorben.
Arang aktif merupakan arang yang sifat kimia dan sifat fiika nya telah
berubah yang dikarenakan perlakuan aktifasi dengan aktifator bahan kimia
sehingga luas permukaan dari arang tersebut menjadi besar dan memiliki daya
serap yang baik dan akan meningkatkan kemampuan arang aktif tersebut
(Jamilatun, 2014). Arang aktif sebagian besar digunakan oleh kalangan industri.
Industri gula, industry pembersihan minyak dan lemak, industry kimia farmasi
menjadi pengguna arang aktif terbesar (Sembiring, 2003). Berikut adalah table
penggunaan arang aktif secara umum.
Tabel 1. Penggunaan dan Kegunaan Arang Aktif
No. Penggunaan Kegunaan

1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau dan rasa

2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna dan bau pada minuman

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah

4. Pembersihan air Penghilangan warna, bau, penghilangan resin

5. Budidaya udang Pemurnia, penghilangan ammonia, nitrit


fenol dan logam berat.

6. Industri gula Penghilangan zat-zat warna,menyerap proses


penyaringan menjadi lebih sempurna

7. Pelarut yang digunakan Penarikan kembali berbagai pelarut


kembali

8
8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau
busuk asap

9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil klorida,


vinil asetat

10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau

2.4 Adsorpsi
Adsorpsi adalah fenomena akumulasi pada permukaan suatu spesies pada
batas permukaan padat-cair yang disebabkan arena gaya tarik menarik. Adsorpsi
dibagi menjadi 2 tipe yaitu adsorpsi tipe fisis atau Van der Waals dan adsorpsi
kimia. Adsorpsi fisis yaitu ketika adsorbat dan permukaan adsorben hanya terikat
dengan gaya Van der Waals, dan adsorpsi kimia yaitu adsorpsi yang terjadi dalam
hal ini adalah non spesifik dan nn-selektif penyebab gaya tariknya yang
dikarenakan adanya ikatan koordinasi hidrigen dan gaya Van der Waals
(Widayatno, 2017).
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun
gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan
tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida
terserap oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dalam adsorbsi
digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang
terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben
merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon
(Syauqiah, 2011).
2.5 Pembuatan Arang Aktif
Pembuatan arang aktif dapat dibuat dengan beberapa tahapan. Tahap
pertama adalah dehidrasi, tahap kedua adalah karbonisasi dan tahap ketiga yaitu
aktivasi.
1. Dehidrasi adalah proses penghilangan air pada bahan baku

9
2. karbonisasi dilakukan dengan menggunakan furnace akan
menghasilkan arang, sehingga pada penelitian kali ini akan digunakan
alat modifikasi yang dibuat sedemikian rupa.
3. Tahap aktivasi memiliki 2 metode yang bisa digunakan, yaitu tahap
aktivasi fisika yang menggunakan temperature tinggi. Metode kedua
adalah aktivasi kimia yang merupakan proses perendaman terlebih
dahulu bahan baku pada activating agent (Setyoningsih, 2018).
Proses aktivasi pada arang secara umum ada tiga, antara lain proses fisika,
kimia dan kombinasi fisika-kima. Proses pengaktifan secara fisika dilakukan
dengan pembakaran arang dalam tungku dengan suhu tinggi (Hendra, 2010).
Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia
tertentu pada arang. Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
pengaktif antara lain KCl, NaCl, ZnCl2, CaCl2, MgCl2, H3PO4, Na2CO3 dan
garam mineral lainnya (Meisrilestari, 2013).
Luas permukaan dari arang aktif menentukan adsorpsivitasnya. Luas
permukaan dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivasi secara kimia maupun
fisika. Penggunaan H3PO4 dan NaCl sebagai aktivator kimia dalam pembuatan
arang aktif sudah sangat sering digunakan. Dikarenakan dengan menggunakan
activator ini sudah terbukti menghasilkan karbon katif yang memiliki permukaan
yang luas dan pori-pori besar untuk menyerap (Esterlita, 2015). Menurut menurut
Nurhayati (2018) aktivasi menggunakan NaCl merupakan aktivator yang efektif
karena mudah didapat, harganya lebih ekonomis, tidak berbahaya dan tidak
beracun. Aktivator yang bersifat asam menimbulkan kerusakan kompleks pada
permukaan arang aktif sehingga berdampak baik pada proses aktivasi secara
maksimal (Erawati, 2018).

2.6 Penelitian Sebelumnya


Penelitian tentang pembuatan arang aktif dari serbuk kayu sengon dengan
menggunakan activator H3PO4 yang dilakukan oleh Emi (2018) menghasilkan
arang aktif pada ukuran -80,+100 mesh menghasilkan kadar air, kadar abu dan
daya serap iodin berturut-turut sebesar 3,69%, 2,89%, dan 710,64 mg/g.

10
Perhitungan pada penelitian ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel
aka daya serap yang didapatkan semakin tinggi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Verayana (2018) yang berjudul


Pengaruh Aktivator HCl dan H3PO4 terhadap Karakteristik (Morfologi Pori)
Arang Aktif Tempurung Kelapa serta Uji Adsorpsi pada Logam Timbal (Pb)
menyebutkan bahwa hasil terbaik didapatkan dari arang aktif dengan perlakuan
aktivasi H3PO4 dimana Kadar air dan kadar abu yang dihasilkan memenuhi SNI.
Hal ini berlaku pula dengan penyerapan logam timbal (Pb) dan ukuran pori yang
lebih besar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Permatasari (2014) yang berjudul


Karakterisasi Karbon Aktif Kulit Singkong (Manihot Utilissima) Dengan Variasi
Jenis Aktivator menyebutkan bahwa activator yang terpilih adalah NaCl
dibandingkan jenis aktivator lain yaitu H3PO4 dan KOH. Hal ini dikarenakan
pada activator NaCl memenuhi syarat SNI kadar abu, kadar zat terbang dan kadar
air yang sudah ditetapkan dibandingkan dengan aktivator yang lain

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2018) yang berjudul


Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Aktivasi Terhadap Karakteristik Karbon Aktif
Ampas Tebu Dan Fungsinya Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Laboratorium
menyebutkan bahwa karon aktif terbaik yang dihasilkan dari karbon aktif yang di
aktivasi menggunakan NaCl dibandingkan aktivator lain. Aktivator NaCl
menghasilkan daya serap I2 sebesar 46%, kadar air 1%, dan kadar abu 7%,
sehingga sesuai SNI 06-3730-1995.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

11
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2019 s/d
Juni 2019, bertempat di Laboratorium Fisika III Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Laboratorium Teknik
Material ITS, Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Selatan dan Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITRA), Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang akan digunakan adalah:
1. Gergaji, berfungsi untuk membuat serbuk kayu alaban
2. Ayakan 60 mesh dan 120 mesh, berfungsi untuk menyamakan ukuran
sampel.
3. Mortir, berfungsi sebagai penghalus sampel arang
4. Neraca analitik, berfungsi untuk mengukur massa sampel.
5. Cawan crucible, berfungsi sebagai wadah penampung sampel
6. Erlenmeyer, berfungsi untuk meletakkan sampel.
7. Kertas saring, berfungsi untuk memisahkan antara zat cair dengan zat
padat.
8. Corong gelas, sebagai alat bantu dalam penyaringan.
9. Magnetic stirrer, berfungsi untuk menghomogenkan suatu larutan
dengan pengadukan.
10. Kertas lakmus, berfungsi untuk menguji sifat asam dan basa dari suatu
zat terlarut.
11. Desikator, berfungsi untuk menghilangkan kadar air dari suatu bahan.
12. Oven, berfungsi untuk memanaskan atau mengeringkan sampel.
13. Furnace, berfungsi sebagai alat untuk karbonisasi sampel.
14. SEM, berfungsi sebagai alat karakterisasi morfologi arang aktif.

12
15. AAS, berfungsi sebagai alat karakterisasi uji kandungan logam besi (Fe).
16. Konduktimeter, berfungsi sebagai alat karakterisasi uji daya hantar listrik.
3.2.3 Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah kayu alaban, sampel air Gambut,
larutan H3PO4 1 M dan larutan NaCl 1 M.
3.3. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian yang akan dilakukan ditunjukkan pada
Gambar:

Preparasi sampel

Uji Pendahuluan Serbuk Kayu Alaban

Potongan kecil Kayu


Alaban
Uji karakteristik dan uji
SEM
Karbonisasi 5 jam 500⁰C

60 120
120 Mesh 120 Mesh Mesh Mesh 120
60 Mesh Mesh MeshMes MME 60
60 Mesh Mesh Mesh
Mesh h eshM Mesh
Mesh
esh

Aktivasi kimia Aktivasi kimia

H3PO4 1 M NaCl 1 M H3PO4 1 M NaCl 1 M

13
A

Aktivasi Fisika 900⁰C

1 Jam 2 Jam

Uji SEM

Aktivator dan Adsorben dipisahkan

Adsorpsi logam besi (Fe) pada air Gambut

Uji kandungan besi (Fe) dan uji daya hantar listrik pada sampel air setelah diadsorpsi

Uji karakterisasi Arang aktif

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

3.4 Variabel Penelitian


a. Variabel Kontrol
1. Suhu karbonisasi : 500°C
2. Waktu kontak : 30 menit
3. Waktu perendaman : 24 jam
4. Suhu Aktivasi Fisika : 900⁰C
b. Variabel Bebas
1. Waktu karbonisasi : 5 jam
2. Ukuran partikel : 60 mesh dan 120 mesh

14
Aktivator dan adsorben dipisahkan
3. Jenis aktivator : H3PO4 1 M dan NaCl 1 M
4. Waktu Aktivasi Fisika : 1 jam dan 2 jam

3.5 Tahapan Penelitian


3.5.1 Prosedur Pengambilan Sampel Air Gambut
Prosedur pengambilan sampel air Gambut mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 6989.57-2008 tentang metoda pengambilan contoh
air permukaan. Sebelum melakukan pengambilan sampel air gambut,
dilakukan persiapan alat dan bahan terlebih dahulu. Alat pengambil contoh air
yang digunakan yaitu alat pengambil contoh air water sampler tipe horizontal,
seperti pada Gambar 4.7 berikut.

Gambar 2. Alat pengambil contoh air water sampler tipe horizontal


Sampel air Gambut ditempatkan di jerigen ukuran 5 liter, yang mana
wadah contoh air itu sebelumnya sudah disiapkan terlebih dahulu. Persiapan
wadah contoh untuk pengujian logam total dan terlarut yaitu pertama-tama
jerigen dan tutupnya dicuci dengan deterjen kemudian dibilas dengan air
bersih. Setelah itu dibilas dengan asam nitrat (HNO3) 1:1 dan terakhir dibilas
dengan air bebas analit sebanyak 3 kali dan biarkan mengering, setelah kering
jerigen ditutup dengan rapat.
Sampel air Gambut diawetkan dengan bantuan bahan kimia yang
sudah memenuhi persyaratan untuk analisis. Tujuan penambahan bahan kimia
ini adalah agar zat yang ingin diuji tidak mengalami perubahan. Pada
penelitian ini parameter yang diuji yaitu logam, pengawetan dilakukan dengan

15
cara menyaring sampel air, kemudian ditambahkan larutan HNO3 sampai pH
< 2. Lama penyimpanan sampel air yang dianjurkan yaitu selama 6 bulan.
Lokasi pengambilan sampel air Gambut dilakukan di Kecamatan
Gambut Kabupaten Banjar. Pengambilan sampel air Gambut ditentukan
berdasarkan kedalaman genangan. Genangan pada titik pengambilan sampel
memiliki kedalaman 1,3 meter, sehingga sampel air diambil pada titik
permukaan dan titik dasar dari genangan tersebut.
Tahap pengambilan contoh untuk pengujian logam yaitu wadah sampel yang
sudah disiapkan sebelumnya dibilas dengan sampel air yang akan dianalisa,
kemudian air pembilas dibuang. Wadah sampel diisi sampel air hingga beberapa cm
di bawah puncak wadah agar masih tersedia ruang untuk menambahkan pengawet
dan melakukan homogenisasi.
3.5.2 Preparasi Sampel
Sampel Kayu Alaban yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kayu
Alaban yang diperoleh dari Desa Ranggang Kabupaten pelaihari. Sampel kayu yang
didapat dalam keadaan kering dikarenakan kayu tersebut adalah kayu yang siap di
produksi untuk menjadi arang kayu alaban. Sehingga kadar air dalam kayu tersebut
kecil. Kayu alaban yang didapat kemudian di potong kecil-kecil agar penyimpanan
dan juga proses karbonisasi menjadi lebih mudah. dengan pemotongan tersebut juga
menghasilkan serbuk kayu alaban yang akan berguna untuk pengujian SEM dan
karakteristik dari kayu alaban mentah tanpa ada proses aktivasi kimia maupun fisika
sebelumnya.
3.5.3 Karbonisasi
Proses karbonisasi adalah proses untuk mendapatkan karbon dari kayu alaban.
Kayu alaban yang akan dikarbonisasi sudah dalam bentuk potongan keci, hal ini
bertujuan agar menyesuaikan ukuran cawan dan proses karbonisasi lebih mudah
karena jika semakin luar permukaan yang mengalami kontak dengan panas maka
proses karbonisasinya akan semakn maksimal (Shofa, 2012). Kayu alaban

16
dikarbonisasi dalam furnace pada suhu 500⁰C dengan waktu 5 jam hingga menjadi
arang. Pada awal proses karbonisasi akan menghasilkan asap yang cukup banyak dan
berbau menyengat, hal itu dikarenakan proses penguapan zat volatile dan ketika
waktu mendekati 5 jam maka asap sudah tidak dihasilkan kembali dikarenakan zat
volatile sudah berkurang. Ciri-ciri ketika sudah menjadi arang adalah sampel berubah
warna menjadi hitam dan ukuran menyusut daripada ukuran sebelumnya. Setelah
sampel jadi arang dan dikeluarkan dari furnace sampel dimasukkan ke dalam
desikator hingga bersuhu ruangan.
Setelah dilakukan karbonisasi dilakukan penggerusan, kemudian arang kayu
alaban diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh dan 120 mesh, proses
pengayakan dilakukan dengan bantuan alat penggetar ayakan untuk mempermudah
proses pengayakan. Hal ini bertujuan untuk menghomogenkan ukuran partikel dari
arang kayu alaban. Semakin kecil ukuran partikel arang maka akan semakin
memperbesar luas permukaan arang yang akan melakukan kontak langsung dengan
activating agent (aktivator) pada saat proses aktivasi kimia, sehingga semakin banyak
arang yang teraktivasi maka semakin banyak pula pori-pori karbon yang terbentuk,
dengan banyaknya pori-pori karbon yang terbentuk, maka luas permukaan arang aktif
yang dihasilkan akan semakin besar (Shofa, 2012). Luas permukaan arang aktif ini
akan menentukan efektifitas penyerapan dari arang aktif itu sendiri.
3.5.4 Aktivasi Kimia
Setelah melalui proses karbonisasi dan pengayakan, arang aktif kayu alaban
diaktivasi dengan metode aktivasi kimia. Pada penelitian ini menggunakan dua jenis
aktivator, yaitu aktivator NaCl 1 M dan aktivator H3PO4 1 M. Aktivasi kimia
dilakukan dengan cara mencampurkan activating agent dengan arang kyu alaban
yang dihasilkan dari proses karbonisasi. Pencampuran arang dengan aktivator
dilakukan dengan menggunakan alat magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan
500 rpm selama 20 menit. Setelah itu arang yang sudah tercampur dengan aktivator
didiamkan selama 24 jam

17
Arang aktif kayu alaban yang sudah direndam selama 24 jam kemudian
disaring menggunakan kertas saring. Arang aktif yang tertahan di kertas saring
kemudian dicuci dengan cara menambahkan aquades secara berulang-ulang. Proses
pencucian ini berakhir apabila filtrat air cucian arang aktif yang tertampung sudah
mendekati pH netral. Jumlah aquades untuk mencuci arang aktif ini yaitu sebanyak
750 ml untuk arang aktif teraktivasi NaCl dan 900 ml untuk arang aktif teraktivasi
H3PO4. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa aktivator dan zat-zat hasil
reaksi sewaktu proses aktivasi yang dikhawatirkan masih menutupi pori-pori arang
aktif. Apabila pori-pori arang aktif tertutup zat-zat hasil reaksi maka luas permukaan
arang aktif akan menjadi rendah (Shofa, 2012). Setelah proses pencucian arang aktif
disaring mengunakan kertas saring agar terpisah dengan cairan yang tersisa.
Setelah melalui proses pencucian, arang aktif kemudian dikeringkan dalam
oven dengan waktu dan suhu secara bertingkat. Suhu awal 50°C selama 30 menit
dilanjutkan pada suhu 80°C selama 45 menit kemudian digerus terlebih dahulu dan
berikutnya kembali dioven pada suhu 110°C selama 2 jam, selanjutnya dimasukkan
dalam desikator selama 30 menit.
3.5.5.5 Aktivasi Fisika
Setelah melalui proses aktivasi kimia, arang aktif kemudian di aktivasi secara
fisika. Proses aktivasi fisika dilakukan dengan memanaskan arang aktif tersebut ke
dalam furnace dengan suhu 900°C dengan variasi waktu 1 jam dan 2 jam dengan
menggunakan cawan dalam keadaan tertutup sehingga arang aktif tersebut tidak
menjadi abu dikarenakan kontak dengan suhu yang sangat tinggi. Proses ini berguna
untuk membersihkan sisa-sisa dari zat pengotor hasil karbonisasi, aktivasi kimia agar
menghasilkan arang aktif yang lebih maksimal. Ketika proses aktivasi selesai cawan
yang berisi arang aktif tersebut dikeluarkan dan di dinginkan pada suhu ruangan
selama 10 menit, setelah itu dilanjutkan didalam desikator.
3.5.6 Adsorpsi Logam Fe

18
Proses adsorpsi logam Fe pada sampel diawali dengan memasukkan sampel
air Gambut pada erlenmeyer sebanyak 100 ml. Air Gambmut yang berada di
erlenmeyer diadsorpsi dengan ditambahkan 0,08 gram arang aktif kemudian
direndam selama 30 menit dan ditutup plastic wrapping. Setelah proses adsorpsi,
sampel disaring untuk memisahkan adosrben dengan air gambut. Air gambut yang
sudah diadsorpsi kemudian dilakukan uji kandungan logam besi (Fe). Prosedur yang
sama juga dilakukan untuk proses adsorpsi logam Fe pada sampel yang akan diuji
nilai daya hantar listriknya.
3.6 Uji Karakterisasi Arang Aktif
a. Penentuan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar abu mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06–3730-1995 (Maksimum 15%) tentang syarat mutu dan pengujian arang
aktif. Timbang cawan crucible, kemudian masukkan sampel ke dalam cawan kosong
tersebut sebanyak ±1 gram. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam
30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (Sampai berat tetap).
Persentase kadar air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
(W 2 −W 3 )
Kadar Air (%) = ×100 %............................................ (3.1)
(W 2−W 1 )
Keterangan :
W1 = Berat cawan crusible kosong (g)
W2 = Berat cawan crusible + sampel sebelum pemanasan (g)
W3 = Berat cawan crusible + sampel setelah pemanasan (g)

b. Penentuan Kadar Abu


Prosedur penentuan kadar abu mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06–3730-1995 (Maksimum 10%) tentang syarat mutu dan
pengujian arang aktif. Timbang cawan crucible, kemudian masukkan sampel
ke dalam cawan kosong tersebut sebanyak ±1 gram. Cawan yang telah berisi
sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 600°C selama

19
2 jam. Selanjutnya cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam, lalu
ditimbang. Perhitungan kadar abu (%) menggunakan rumus berikut.
W 3−W 1
Kadar Abu (%) = ×100 %....................................................................(3.2)
W 2−W 1
Keterangan :
W1 : Berat cawan crucible kosong (g)
W2 : Berat cawan crucible + sampel sebelum pemanasan (g)
W3 : Berat cawan crucible + sampel setelah pemanasan (g)

c. Penentuan Kadar Volatile


Prosedur penentuan kadar volatile mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06–3730-1995 (Maksimum 25%) tentang syarat mutu dan
pengujian arang aktif. Timbang cawan crucible, kemudian masukkan sampel
ke dalam cawan kosong tersebut sebanyak ±1 gram. Cawan dimasukkan ke
dalam furnace dengan suhu 700°C selama 10 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang . Perhitungan kadar volatile (%)
menggunakan rumus berikut.
W 2−W 3
Kadar Volatile (%) = ×100 %..............................................................(3.3)
W 2−W 1
Keterangan :
W1 : Berat cawan crucible kosong (g)
W2 : Berat cawan crucible + sampel sebelum pemanasan (g)
W3 : Berat cawan crucible + sampel setelah pemanasan (g)

d. Penentuan Kadar Karbon Terikat


Prosedur penetapan Kadar Karbon Terikat mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06–3730-1995 (Minimum 65%) tentang syarat mutu dan pengujian

20
arang aktif. Untuk menghitung kadar karbon terikat arang aktif dapat menggunakan
rumus :
K. Karbon Terikat (%) = 100% - (K. Volatile (%) + K. Abu (%))....................(3.4)

e. Uji Kandungan Fe
Pengujian kandungan besi (Fe) dari air Gambut tanpa penambahan arang
aktif dan dengan penambahan arang aktif dilakukan di Badan Penelitian Pertanian
Lahan Rawa (BALITRA) Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan
Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Berdasarkan pada uji kandungan Fe, untuk mengetahui pengaruh variasi
waktu karbonisasi, variasi ukuran partikel dan variasi jenis aktivator, maka dilakukan
uji statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0, hal ini dilakukan untuk
mendukung analisis data tentang pengaruh dari beberapa variasi tersebut.

f. Uji Daya Hantar Listrik (DHL)


Pengujian daya hantar listrik air Gambut tanpa penambahan arang
aktif dan dengan penambahan arang aktif akan dilakukan di Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan alat
konduktimeter.

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Pendahuluan Kayu Alaban


Pada penelitian ini telah dilakukan uji pendahuluan pada kayu alaban,
meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar volatile dan karbon terikat dari kayu
alaban (60 mesh dan 120 mesh) tanpa perlakuan karboniasi dan kayu alaban
dengan perlakuan karbonisasi selama 5 jam dengan suhu 500⁰C. Berikut data
hasil uji yang diperoleh.
Tabel 2. Data Hasil Uji Pendahuluan Kayu Alaban
kadar volatile karbon terikat
kadar air(%) kadar abu (%)
(%) (%)
Perlakuan
120 60 120 60 120 60 120
60 mesh
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh

0.99927 0.99864
2.19 1.72 88.97 88.53    
1 4
Sebelum
0.99871
karbonisas 0.99923 2.10 1.75 90.00 88.64    
5
i
0.99928
0.99862 2.16 1.84 88.42 88.74    
6

0.99926
rata-rata 0.99866 2.15 1.77 89.13 88.64 8.72 9.59
2

Sesudah 0.99360 0.99721 1.39 1.44 86.24 86.09    


karbonisas 1 2

22
0.99413
0.99721 1.24 1.45 88.22 87.44    
6
i
0.99397 0.99737
2.01 1.47 86.17 85.87    
5 7

0.99390 0.99726
rata-rata 1.55 1.46 86.88 86.47 11.58 12.08
4 6

Berdasarkan tabel diatas menunjukan nilai kadar air tertinggi adalah


kadar air sampel kayu alaban dengan ukuran 60 mesh dengan perlakuan
sebelum karbonisasi yaitu sebesar 0,9992%. Hasil diatas memperlihatkan
bawa kadar air , kadar abu, kadar volatile, dan nilai karbon terikat dari kayu
alaban terjadi penurunan disetiap bertambah kecil ukuran partikel sampel.
Pada nilai kadar air terjadi penurunan hal ini dikarenakan kayu alaban
sebelum karbonisasi kayu alaban masih berupa kayu mentah dan kadar airnya
belum mengalami penguapan. Ketika proses karbonisasi terjadi maka kadar
air yang ada dalam kayu alaban mentah mengalami penguapan sehingga nilai
kadar air yang didapat lebih kecil daripada sebelum karbonisasi. Selisih antara
nilai kadar air sebelum karbonisasi dan sesudh karbonisasi terbilang kecil
dikarenakan bahan kayu alaban yang didapat berasal dari kayu alaban kering
dan bukan dari kayu alaban hidup.
Berdasarkan table diatas menunjukan nilai kadar abu tertinggi adalah
kadar abu sampel kayu alaban dengan ukuran 60 mesh dengan perlakuan
sebelum karbonisasi. Pada data nilai kadar abu penurunan nilai juga terjadi
pada sebelum karbonisasi dan sesudah karbonisasi. Sampel kayu alaban yang
belum mengalami karbonisasi tidak mendapat perlakuan pembakaran
sehingga kadar abu yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
alaban yang sudah dilakukan karbonisasi, sehingga kadar abu belum
berkurang. Berbeda dengan kayu alaban yang sudah mengalami karbonisasi
yang menyebabkan kadar abu sebagian menghilang. Hal ini juga terjadi pada

23
data nilai kadar volatile yang mengalami penurunan pada sampel kayu alaban
sebelum karbonisasi dan sampel kayu alaban sesudah karbonisasi. Nilai kadar
volatile tertinggi adalah sampel kayu alaban dengan ukuran 60 mesh dengan
perlakuan sebelum karbonisasi.
Nilai karbon terikat berkaitan dengan nilai kadar abu dan nilai kadar
volatile. Semakin rendah nilai kadar abu dan nilai volatile maka akan semakin
tinggi karbon terikatnya. Kadar volatile yang tinggi menyebabkan nilai karbon
terikat yang didapat kecil. Nilai karbon tertinggi adalah sampel kayu alaban
dengan ukuran 120 mesh dengan perlakuan sesudah karbonisasi.

4.2 Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur


4.2.1 Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur Sampel Kayu Alaban Sebelum
Diaktivasi
Analisa struktur permukaan pori-pori pada arang aktif kayu alaban dilakukan
dengan menggunakan alat scanning electron microscope (SEM). Sampel yang
dianalisis menggunakan SEM adalah kayu alaban yang belum diberi perlakuan
aktivasi dengan ukuran partikel 60 mesh dan 120 mesh. Hasil analisis SEM yang
didapatkan dari sampel kayu alaban yang belum dikarbonisasi (60 mesh (a) ; 120
mesh (b)) ditunjukkan pada gambar.

(a) (b)
Gambar 3. Hasil analisis morfologi sampel kayu alaban (a) 60 mesh dan (b) 120
mesh

24
Gambar menunjukkan morfologi permukaan serbuk. Pada gambar 1
(a) dapat dilihat bahwa serbuk dengan ukuran partikel 60 mesh memiliki
bentuk pori memanjang, sedangkan partikel pada serbuk ukuran 120 mesh
bentuk pori yang dihasilkan adalah bulat. Terlihat pada gambar 1 serbuk
ukuran 120 mesh memiliki pori-pori yang lebih banyak dibandingkan dengan
serbuk ukuran 60 mesh. Kandungan yang terdapat pada karbon aktif dianalisa
menggunakan EDX (Energy Dispersive X-Ray). Pada pengujian EDX yang
dilakukan terdapat beberapa kandungan unsur, hasil analisis unsur-unsur
sampel kayu alaban sebelum dikarbonisasi terdapat pada tabel (60 mesh) dan
tabel (120 mesh).
Tabel 3. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu alaban Ukuran 60 Mesh & 120
Mesh
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
44.51% 51.98% 71.70% 79.00%
46.59% 54.05% 69.17% 77.06%
C
45.35% 52.80% 69.43% 76.91%
44.84% 52.32% 72.53% 78.90%
Rata-rata 45.32% 52.79% 70.71% 77.97%
54.28% 47.59% 23.28% 19.34%
52.33% 45.57% 25.08% 20.97%
O
53.54% 46.80% 25.83% 21.48%
53.95% 47.25% 24.70% 20.18%
Rata-rata 53.53% 46.80% 24.72% 20.49%
1.02% 0.43% 4.93% 1.67%
1.07% 0.38% 5.75% 1.97%
K
1.11% 0.40% 4.74% 1.61%
1.20% 0.43% 2.77% 0.93%
Rata-rata 1.10% 0.41% 4.55% 1.55%
Tabel menunjukkan bahwa atom karbon yang terkandung dalam serbuk kayu
alaban dengan ukuran partikel 60 mesh sebesar 45,32% dan pada ukuran 120 mesh
sebesar 70,71%. Unsur karbon berdasarkan pada hasil uji SEM-EDX ini sesuai
dengan hasil yang didapatkan pada uji pendahuluan kayu alaban sebelum karbonisasi,

25
dimana nilai karbon terikat mengalami peningkatan dengan bertambah kecil ukuran
partikel. Namun pada uji pendahuluan didapatkan nilai karbon yang sangat rendah
yaitu 8,72% (60 mesh) dan 9,59% (120 mesh).
Tingginya komposisi unsur karbon yang ada pada serbuk kayu alaban
dengan ukuran 120 mesh akan meningkatkan daya adsorpsi. Pada serbuk kayu
alaban baik ukuran 60 mesh dan 120 mesh sama-sama mengandung oksigen
(O) dan kalium (K). Hal ini sesuai dengan penelitian Erawati (2018) yaitu
bahan kayu sumber ligniselulosa terdapat kandungan oksigen.
4.2.2 Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah
aktivasi
Analisa struktur permukaan pori-pori pada karbon aktif kayu alaban
dilakukan dengan menggunakan alat scanning electron microscope (SEM).
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui morfologi permukaan arang aktif
hasil dari proses aktivasi. Sampel yang dianalisa adalah sampel kayu alaban
yang sudah diaktivasi kimia NaCl dan H3PO4 dan aktivasi fisika selama 1 jam
dan 2 jam. Hasil analisis SEM yang didapatkan dari sampel ukuran 60 mesh
aktivasi kimia NaCl aktivasi fisika 1 jam (a) ; 2 jam (b) ditunjukkan pada
gambar A. Sampel ukuran 120 mesh aktivasi kimia NaCl aktivasi fisika 1 jam
(a) ; 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar B. Sampel ukuran 60 mesh aktivasi
kimia H3PO4 1 jam (a); 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar C. Sampel ukuran
120 mesh aktivasi kimia H3PO4 1 jam (a); 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar
D.

26
(a) (b)
Gambar 4. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 60 mesh NaCl 1 jam (a) dan 60
mesh NaCl 2 jam (b)

27
(a) (b)
Gambar 5. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 120 mesh NaCl 1 jam (a) dan 120
mesh NaCl 2 jam (b)

(a) (b)

28
Gambar 6. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 60 mesh H3PO4 1 jam (a) dan 60
mesh H3PO4 2 jam (b)

(a) (b)
Gambar 7. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 120 mesh H3PO4 1 jam (a)
dan 120 mesh H3PO4 2 jam (b)
Gambar 4 menunjukkan morfologi permukaan serbuk kayu alaban
yang sudah diaktivasi kimia NaCl dan aktivasi fisika selama 1 jam (a) dan 2
jam (b). Terlihat pada gambar 4 sampel yang diaktivasi fisika selama 2 jam
memiliki pori-pori yang lebih besar dibandingkan dengan sampel yang
diaktivasi fisika selama 1 jam, sama halnya seperti yang ditunjukkan pada
gambar 5,6 dan 7 pada gambar b (2 jam) pori-pori lebih terlihat dibandingkan

29
dengan gambar a (1 jam). Proses aktivasi fisika dapat menyebabkan
terbentuknya pori karena adanya penguapan molekul air serta terdegrasinya
senyawa organik oleh panas (Hartini, 2014). Sehingga dengan bertambahnya
waktu aktivasi maka akan mengakibatkan semakin banyaknya pori-pori yang
terbentuk. Kandungan yang terdapat pada arang aktif akan dianalisa
menggunakan EDX (Energy Dispersive X-Rayi). Pada pengujian EDX yang
dilakukan terdapat beberapa kandungan unsur, hasil analisis unsur-unsur
sampel kayu alaban sesudah diaktivasi kimia fisika terdapat pada tabel
Tabel 4. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
NaCl dan aktivasi Fisika Selama 1 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
78.34% 84.45% 76.22% 83.81%
78.60% 84.48% 73.87% 82.29%
C
79.68% 85.35% 74.51% 82.06%
80.08% 85.67%    
Rata-rata 79.18% 84.99% 74.87% 82.72%
16.37% 13.25% 15.94% 13.15%
16.76% 13.53% 15.95% 13.34%
O
15.50% 12.46% 17.70% 14.63%
15.22% 12.22%    
Rata-rata 15.96% 12.87% 16.53% 13.71%
1.43% 0.81% 1.09% 0.62%
1.33% 0.75% 1.66% 0.96%
Na
1.76% 0.98% 1.38% 0.80%
1.46% 0.82%    
Rata-rata 1.50% 0.84% 1.38% 0.79%
1.16% 0.62% 0.56% 0.30%
0.88% 0.46% 1.49% 0.82%
Mg
1.05% 0.56% 1.04% 0.56%
1.24% 0.66%    
Rata-rata 1.08% 0.58% 1.03% 0.56%
2.70% 0.87% 5.74% 1.89%
Ca 2.43% 0.78% 5.45% 1.82%
2.01% 0.65% 4.21% 1.39%

30
2.00% 0.64%    
Rata-rata 2.29% 0.74% 5.13% 1.70%
0.00% 0.00% 0.15% 0.07%
    0.75% 0.37%
Al
    0.66% 0.32%
       
Rata-rata 0.00% 0.00% 0.52% 0.25%
0.00% 0.00% 0.31% 0.14%
    0.83% 0.40%
Si
    0.50% 0.23%
       
Rata-rata 0.00% 0.00% 0.55% 0.26%
(penjelasan)
Tabel 5. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
NaCl dan aktivasi Fisika Selama 2 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
78.95% 84.67% 79.36% 85.61%
77.18% 83.53% 79.84% 85.77%
C
79.70% 85.12% 79.14% 85.68%
80.02% 86.05% 78.33% 84.53%
Rata-rata 78.96% 84.84% 79.17% 85.40%
16.58% 13.35% 14.45% 11.70%
16.96% 13.78% 14.77% 11.91%
O
16.88% 13.53% 13.67% 11.11%
13.91% 11.23% 16.12% 13.06%
Rata-rata 16.08% 12.97% 14.75% 11.95%
1.60% 0.90% 1.15% 0.65%
1.10% 0.62% 1.02% 0.57%
Na
0.88% 0.49% 1.30% 0.74%
1.05% 0.59% 1.16% 0.65%
Rata-rata 1.16% 0.65% 1.16% 0.65%
0.80% 0.43% 1.30% 0.69%
1.14% 0.61% 0.89% 0.47%
Mg
0.20% 0.10% 1.35% 0.67%
1.04% 0.55% 1.07% 0.57%
Rata-rata 0.80% 0.42% 1.15% 0.60%

31
2.07% 0.67% 2.77% 0.90%
1.71% 0.56% 2.45% 0.79%
Ca
2.35% 0.75% 2.60% 0.84%
2.02% 0.65% 2.57% 0.83%
Rata-rata 2.04% 0.66% 2.60% 0.84%
    0.53% 0.25%
1.06% 0.51% 0.52% 0.25%
Al
0.00% 0.00% 1.06% 0.51%
1.26% 0.60% 0.47% 0.22%
Rata-rata 0.77% 0.37% 0.65% 0.31%
    0.45% 0.21%
0.84% 0.39% 0.51% 0.23%
Si
0.00% 0.00% 0.99% 0.46%
0.70% 0.32% 0.29% 0.13%
Rata-rata 0.51% 0.24% 0.56% 0.26%
Nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi
fisika 1 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami penurunan yaitu pada
ukuran artikel 60 mesh sebesar 79,18% dan pada ukuran partikel 120 mesh
sebesar 74,87%. Hasil ini tidak sesuai dengan uji pendahuluan yang telah
dilakukan yaitu sampel dengan ukuran semakin kecil maka kadar karbon nya
semakin tinggi. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya udara luar
yang masuk ketika proses uji pendahuluan tersebut sehingga mempengaruhi
kadar abu dan kadar volatile dan menyebabkan kadar karbon yang menurun.
Sedangkan untuk nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan
aktivasi fisika 2 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami kenakan yaitu
pada ukuran artikel 60 mesh sebesar 78,96% dan pada ukuran partikel 120
mesh sebesar 79,17%. Hal ini sudah sesuai dengan hasil yang telah dikerjakan
pada uji pendahuluan yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar
kandungan karbonnya. (Cari bandingan)
Pada sampel arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi fisika 1 jam dan 2
jam terdapat beberapa kandungan diantaranya karbon (C), Oksigen (O),
Natrium (Na), Mangan (Mg), kalsium (Ca), alumunium (Al) dan Silika (Si),

32
namun beberapa sampel yang tidak mengandung Al dan Si ). Hal ini
dikarenakan pada proses analisis menggunakan EDX hanya mampu scanning
pada permukaan yang terkena sinar X-ray, sehingga komposisi unsur-unsur
secara keseluruhan pada sampel tidak dapat diketahui (Hartini, 2014).
Tabel 6. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
H3PO4 dan aktivasi Fisika Selama 1 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
84.29% 89.17% 81.59% 86.80%
82.90% 87.29% 83.31% 87.61%
C
83.22% 88.71% 82.95% 87.44%
85.33% 90.14% 83.31% 87.71%
Rata-rata 83.94% 88.83% 82.79% 87.39%
10.67% 8.48% 14.09% 11.25%
14.81% 11.71% 14.27% 11.27%
O
10.90% 8.73% 14.25% 11.28%
9.74% 7.73% 13.98% 11.05%
Rata-rata 11.53% 9.16% 14.15% 11.21%
1.05% 0.58%    
       
Na
       
       
Rata-rata 1.05% 0.58% 0 0
0.85% 0.45% 1.19% 0.63%
0.57% 0.29% 0.78% 0.40%
Mg
1.05% 0.55% 0.88% 0.46%
1.05% 0.55% 0.69% 0.36%
Rata-rata 0.88% 0.46% 0.89% 0.46%
0.80% 0.25% 0.93% 0.30%
0.60% 0.19% 0.29% 0.09%
Ca
1.61% 0.52% 0.44% 0.14%
1.34% 0.43% 0.34% 0.11%
Rata-rata 1.09% 0.35% 0.50% 0.16%
1.18% 0.56% 1.20% 0.57%
0.51% 0.24% 0.85% 0.40%
Al
1.68% 80.00% 1.03% 0.48%
1.10% 0.52% 1.10% 0.51%

33
Rata-rata 1.12% 20.33% 1.05% 0.49%
1.15% 0.52% 1.00% 0.45%
0.61% 0.27% 0.50% 0.23%
Si
1.54% 0.70% 0.45% 0.20%
1.43% 0.65% 0.58% 0.26%
Rata-rata 1.18% 0.54% 0.63% 0.29%

Tabel 7. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
H3PO4 dan aktivasi Fisika Selama 2 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
82.48% 88.08% 82.72% 87.47%
82.99% 87.77% 84.13% 88.86%
C
86.14% 91.21% 84.23% 88.51%
83.93% 89.54% 84.60% 89.46%
Rata-rata 83.89% 89.15% 83.92% 88.58%
11.46% 9.19% 13.91% 11.04%
13.52% 10.74% 11.74% 9.31%
O
8.03% 6.36% 12.86% 10.14%
9.47% 7.58% 10.49% 8.33%
Rata-rata 10.62% 8.47% 12.25% 9.71%
1.32% 0.70% 0.91% 0.47%
0.49% 0.26% 1.10% 0.58%
Mg
0.57% 0.30% 1.06% 0.55%
1.33% 0.70% 1.29% 0.67%
Rata-rata 0.93% 0.49% 1.09% 0.57%
1.30% 0.41% 0.80% 0.25%
1.13% 0.36% 1.01% 0.32%
Ca
2.32% 0.74% 0.41% 0.13%
2.01% 0.64% 0.89% 0.28%
Rata-rata 1.69% 0.54% 0.78% 0.25%
2.22% 1.06% 0.79% 0.37%
1.62% 0.76% 1.13% 0.53%
Al
2.51% 1.18% 0.89% 0.42%
2.24% 1.06% 1.38% 0.65%
Rata-rata 2.15% 1.02% 1.05% 0.49%
1.23% 0.56% 0.87% 0.40%
Si
0.25% 0.11% 0.89% 0.40%

34
0.42% 0.19% 0.54% 0.24%
1.02% 0.46% 1.35% 0.61%
Rata-rata 0.73% 0.33% 0.91% 0.41%
Nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi H3PO4 dan aktivasi
fisika 1 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami penurunan yaitu pada
ukuran artikel 60 mesh sebesar 83,94% dan pada ukuran partikel 120 mesh
sebesar 82,79%. Hasil ini tidak sesuai dengan uji pendahuluan yang telah
dilakukan yaitu sampel dengan ukuran semakin kecil maka kadar karbon nya
semakin tinggi. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya udara luar
yang masuk ketika proses uji pendahuluan tersebut sehingga mempengaruhi
kadar abu dan kadar volatile dan menyebabkan kadar karbon yang menurun.
Sedangkan untuk nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan
aktivasi fisika 2 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami kenakan yaitu
pada ukuran artikel 60 mesh sebesar 83,89% dan pada ukuran partikel 120
mesh sebesar 83,92%. Hal ini sudah sesuai dengan hasil yang telah dikerjakan
pada uji pendahuluan yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar
kandungan karbonnya.
Pada sampel arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi fisika 1 jam dan 2
jam terdapat beberapa kandungan diantaranya karbon (C), Oksigen (O),
Natrium (Na), Mangan (Mg), kalsium (Ca), alumunium (Al) dan Silika (Si),
namun beberapa sampel yang tidak mengandung Al dan Si ). Hal ini
dikarenakan pada proses analisis menggunakan EDX hanya mampu scanning
pada permukaan yang terkena sinar X-ray, sehingga komposisi unsur-unsur
secara keseluruhan pada sampel tidak dapat diketahui (Hartini, 2014).

4.3 Analisis Hasil Uji Karakteristik Arang Aktif


4.3.1 Kadar Air
Penentuan kadar air arang aktif berfungsi untuk mengetahui sifat
higroskopis suatu arang aktif (Siahaan, 2013). Kadar air tersebut berbentuk

35
hidrat yang terikat pada arang aktif, dengan kata lain pada pori pori arang
aktif masih ada kandungan air yang tertinggal (Cundari, 2016). Keberadaan air
di dalam karbon aktif ini akan menutupi pori-pori karbon aktif dan akan meyebabkan
menurunnya daya adsorpsi arang aktif yang dihasilkan (Santoso, 2014). Berikut data
hasil kadar air arang aktif kayu alaban.
Tabel 8. Data hasil kadar air arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
3.06 2.43 2.78 2.70 1.65 1.45 1.43 1.09
Kadar air
3.25 2.48 2.79 2.75 1.64 1.44 1.49 1.12
(%)
3.41 2.59 2.86 2.71 1.67 1.47 1.43 1.03
rata-rata 3.24 2.5 2.81 2.72 1.65 1.45 1.45 1.08
Berdasarkan data hasil pada Tabel 3, kadar air arang aktif kayu alaban
secara keseluruhan sudah memenuhi standar SNI (06-3730-1995) (maksimal
15 %).
a. Variasi Jenis Aktivator
Kadar air berkaitan dengan sifat higroskopis activator. Ketika proses
aktivasi arang aktif dengan menggunakan activator maka akan terikat molekul
air pada permukaan arang aktif akan menyebabkan pori pori pada arang aktif
semakin besar. Hal ini berbanding lurus dengan luas perrmukaan yang akan
semakin bertambah. Dengan demikian bertambahnya luas permukaan pada
arang aktif akan meningkatkan sifat adsorbsnya dan membuat kemampuan
arang aktif semakin baik (Arif, 2015).

36
Kadar Air berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
3.50
3.00
2.50
NaCl
2.00
H3PO4
1.50
1.00
0.50
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 8. Pengaruh Jenis Aktivator Terhadap Kadar Air Arang Aktif Kayu Alaban
Berdasarkan grafik diatas, kadar air lebih tinggi didapat dari arang
aktif dengan activator kimia NaCl. Arang aktif NaCl ukuran 60 mesh dengan
aktivasi fisika 1 jam menghasilkan kadar air tertinggi yaitu 3,24%, sedangkan
kadar air terendah dihasilkan oleh arang aktif H3PO4 ukuran 120 mesh dengan
aktivasi fisika 2 jam yaitu 1,08%. Jenis activator berpengaruh dalam
menentukan nilai kadar air, yaitu activator yang bersifat asam akan
menghasilkan kadar air yang lebih rendah daripada activator yang bersifat
basa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afidah (2010)
tentang pemanfaatan karbon bagasse teraktivasi NaOH dan H2SO4 didapatkan
hasil bahwa analisis kadar air untuk karbon aktif yang teraktivasi H 2SO4
(1,84% ± 1,53%) memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding karbon aktif
teraktivasi aktivator basa NaOH (2,02 ± 0,65). Sifat alami asam yang merusak
juga berpengaruh dalam menimbulkan kerusakan kompleks pada oksigen
pada saat perlakuan aktivasi kimia menggunakan aktivator asam sehingga
menyebabkan kandungan air pada arang aktif lebih sedikit daripada arang
aktif yang mengalam perlakuan aktivasi kimia dengan menggunakan aktivator
basa (Erawati, 2018).

37
b. Variasi waktu Aktivasi Fisika

Kadar Air berdasarkan variasi waktu Aktivasi


Fisika
3.50
3.00
2.50 1 Jam
2.00 2 Jam
1.50
1.00
0.50
0.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 9. Pengaruh Variasi Waktu Aktivasi Fisika Terhadap Kadar Air Arang Aktif
Kayu Alaban
Berdasarkan grafik diatas, kadar air lebih tinggi didapat dari arang aktif
dengan Aaktivasi fisika 1 jam. Arang aktif NaCl ukuran 60 mesh dengan aktivasi
fisika 1 jam menghasilkan kadar air tertinggi yaitu 3,24%, sedangkan kadar air
terendah dihasilkan oleh arang aktif H3PO4 ukuran 120 mesh dengan aktivasi fisika 2
jam yaitu 1,08%. Perbedaan waktu aktivasi berpengaruh terhadap hasil kadar air
tersebut dimana semakin lama waktu aktivasi fisika maka semakin rendah kadar air
yang dihasilkan. Hal ini terjadi dikarenakan semakin lama dari aktivasi fisika tersebut
menyebabkan uap-uap air yang terkandung dalam arang aktif menguap lebih
menyeluruh, sehingga kadar air yang dihasilkan juga semakin rendah. Sebaliknya jika
aktivasi fisika dengan waktu lebih singkat maka uap-uap air yang terkandung dalam
arang aktif tidak menguap secara menyeluruh, sehingga menghasilkan kadar air yang
lebih tinggi.
Proses aktivasi fisika memiliki kemiripan dengan proses karbonisasi yaitu
dengan menggunakan cara pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu. Hasil
pengaruh waktu terhadap kadar air diatas sesuai dengan penelitain yang dilakukan
oleh Lestari (2017) yang membuat karbon aktif dari tempurung kelapa. Hasil kadar

38
air pada waktu karbonisasi 60 menit yaitu 3,09%, sedangkan kadar air karbon aktif
yang dikarbonisasi selama 120 menit yaitu 1,01%.
c. Variasi Ukuran Partikel

Kadar Air berdasarkan variasi Ukuran partikel


3.50
3.00
2.50
60 Mesh
2.00
120 Mesh
1.50
1.00
0.50
0.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 10. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Terhadap Kadar Air Arang Aktif
Kayu Alaban
Berdasarkan grafik diatas, arang aktif dengan ukuran partikel 120 mesh
menghasilkan kadar air yang lebih rendah di semua variasi. Sehingga semakin kecil
ukuran partikel maka semkain rendah pula kadar air yang dihasilkan. . Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Erawati (2018), kadar air terendah dihasilkan dari sampel
karbon aktif dengan ukuran partikel -80 +100 mesh yaitu sebesar 3,69% Hal ini
terjadi karena ukuran partikel yang kecil memiliki pori-pori lebih sedikit
dibandingkan ukuran partikel besar, sehingga kandungan air yang terdapat dalam
partikel karbon aktif lebih sedikit karena telah teruapkan pada saat karbonisasi.

4.3.2 Kadar Abu


Arang aktif yang dibuat dari bahan alam tidak hanya mengandung
senyawa karbon saja, namun juga mengandung beberapa mineral. Kadar abu
tersebut akan menunjukkan kandungan mineral yang terkandung dalam arang
aktif (Jankowska et al., 1991). Penentuan kadar abu bertujuan mengetahui

39
kandungan sisa mineral dalam karbon aktif yang tidak terbuang saat
karbonisasi dan aktivasi. (Herlandien, 2013). Keberadaan abu yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori karbon aktif, sehingga
luas permukaan karbon aktif menjadi berkurang sehingga mempengaruhi
proses adsorpsi (Maulinda, 2015). Berikut data hasil kadar abu arang aktif
kayu alaban.
Tabel 9. Data hasil kadar abu arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
30.43 32.52 33.36 34.09 32.71 33.31 34 34.37
Kadar abu
30.31 32.84 33.16 34.66 32.50 33.67 34.12 34.28
(%)
30.14 32.67 33.06 34.74 32.11 33.49 34.32 35.38
rata-rata 30.29 32.68 33.19 34.50 32.44 33.49 34.15 34.68
Berdasarkan data hasil, nilai kadar abu pada penelitian ini secara
keseluruhan belum sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 (maksimal 10%).
Hal ini kemungkinan dikarenakan pada proses pencucian arang aktif yang
belum maksmal sehingga masih tersisa zat pengotor yang menyebabkan kadar
abu semakin tinggi.
a. Variasi Jenis Aktivator
Aktivator yang bersifat asam lebih optimum memperluas permukaan
karbon aktif, sehingga membentuk pori-pori semakin banyak (Erawati, 2018).
Pada penelitian ini digunakan dua jenis aktivator, yaitu NaCl 1 M dan H 3PO4
1 M. Berikut perbedaan hasil kadar abu arang aktif kayu alaban berdasarkan
jenis aktivator.

40
Kadar Abu berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
36.00
35.00
34.00
33.00 NaCl
32.00 H3PO4
31.00
30.00
29.00
28.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 11. Pengaruh Variasi Jenis Aktivator Terhadap Kadar Abu Arang Aktif
Kayu Alaban
Berdasarkan grafik, activator H3PO4 yang bersifat asam menghasilkan kadar
abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan activator NaCl yang bersifat basa.
Activator NaCl menghasilkan kadar abu tertinggi 34.50%, sedangkan activator H3PO4
menghasilkan kadar abu tertinggi 37,31%. Penelitian yang dilakukan oleh Afidah
(2010) tentang pemanfaatan karbon bagasse (ampas tebu), menunjukkan kesesuaian
dimana hasil kadar abu tertinggi didapatkan dari karbon aktif yang teraktivasi
aktivator asam (H2SO4) yaitu 48,17 % ± 2,78 %, sedangkan karbon aktif teraktivasi
basa (NaOH) menghasilkan kadar abu terendah, yaitu 33,82 % ± 1,74 %. Karbon
aktif mengandung alkali dan alkali tanah, sehingga ketika mengalami aktivasi kimia
dengan menggunakan activator yang bersifat basa maka zat anorganik akan
membentuk oksida sehingga ketika proses pencucian dengan menggunakan akuades
akan larut bersama akuades tersebut. Berbeda dengan activator asam zat anorganik
tersebut tertinggal dalam pori pori sehingga menjadi pengotor dan menyebabkan
kadar abu semakin meningkat.

41
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika

Kadar Abu berdasarkan variasi waktu Aktivasi


Fisika
36.00
35.00
34.00 1 Jam
33.00 2 Jam
32.00
31.00
30.00
29.00
28.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 12. Pengaruh Variasi Waktu Aktivasi Fisika Terhadap Kadar Abu Arang
Aktif Kayu Alaban
Berdasarkan grafik diatas, pengaruh waktu aktivasi fisika terlihat jelas pada
aktivasi fisika 2 jam kadar abu yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan
aktivasi fisika 1 jam. Kadar abu tertinggi didapat pada aktivasi fisika 2 jam dengan
kadar 34,68% sedangkan kadar abu terrendah didapat pada aktivasi fisikaa 1 jam
dengan kadar 30,29%. Hal ini sesuai dengan penelitian Suryani (2018) dengan judul
Variasi Waktu Aktivasi terhadap Kualitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa dimana
rata-rata kadar abu karbon aktif tempurung kelapa yang dihasilkan berkisar 2,06-
4,49%. Kadar abu tertinggi dalam penelitian ini dihasilkan oleh perlakuan KA5
karbon aktif tempurung kelapa waktu aktivasi 28 jam dengan rata-rata 4,49% dan
kadar abu terendah dihasilkan oleh perlakuan KA1 karbon aktif tempurung kelapa
waktu aktivasi 20 jam dengan rata-rata 2,06%. Hal ini dikarenakan semakin lama
waktu aktivasi maka semakin banyak pori yang terbuka. Menurut Pembayun (2013)
terjadi proses pembakaran bidang permukaan karbon aktif yang menghasilkan abu

42
dalam pembentukkan pori, sehingga semakin banyak pori yang dihasilkan maka
kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi.

c. Variasi Ukuran Partikel

Kadar Abu berdasarkan variasi Ukuran partikel


36.00
35.00
34.00
33.00 60 Mesh
32.00 120 Mesh
31.00
30.00
29.00
28.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 13. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Terhadap Kadar Abu Arang Aktif
Kayu Alaban
Berdasarkan grafik diatas, ukuran partikel berpengaruh dengan kadar abu
yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran parikel maka semakin tinggi kadar abu yang
dihasilkan. Kadar abu tertinggi dihasilkan oleh arang aktif dengan ukuran 120 mesh
dengan nilai 34,68 % sedangkan kadar abu terrendah dihasilkan oleh arang aktif
dengan ukuran 60 mesh dengan nilai 30,29 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Reyra (2017) tentang pembuatan karbon aktif dari daun nanas, menunjukkan bahwa
hasil kadar abu menurun dengan semakin bertambahnya ukuran partikel, yaitu pada
karbon aktif ukuran 80 mesh kadar abu sebesar 7,5 %, sedangkan pada karbon aktif
ukuran 120 mesh kadar abu sebesar 5,94 %. Ha ini dikarenakan pengotor masih
banyak yang terkurung di dalam partikel sehingga tidak dapat kontak langsung
dengan larutan. Berbeda halnya dengan karbon aktif ukuran partikel yang lebih kecil,

43
semakin kecil ukuran partikel maka kemungkinan pengotor berada di luar atau pada
permukaan partikel arang akan semakin banyak sehingga mudah terjadi kontak
dengan larutan dan akan larut (Solihudin, 2016).
4.3.3 Kadar Volatile
Penetapan atau perhitungan kadar volatile (bagian yang hilang pada
pemanasan) atau kadar zat mudah menguap bertujuan untuk mengetahui
kandungan senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam arang aktif
(Permatasari, 2014). Tingginya kadar volatile disebabkan karena tidak
sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO dan H2
(Ramdja, 2008). Kadar volatile yang tinggi menunjukkan bahwa permukaan
karbon aktif mengandung zat terbang yang berasal dari hasil interaksi antara
karbon dengan uap air (Pari, 2004). Hal tersebut dapat mengurangi daya
serapnya terhadap gas atau larutan (Wibowo, 2009). Berikut hasil kadar
volatile arang aktif kayu alaban.
Tabel 10. Data hasil kadar volatile arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
Kadar 22.61 19.33 15.92 11.23 12.99 9.24 7.1 6.8
volatile 22.92 19.55 15.31 11.46 12.72 9.52 7.2 6.77
(%) 19.06 15.68 11.08 12.38 9.17 7.74 6.49
22.84
rata-rata 22.79 19.31 15.64 11.26 12.70 9.31 7.35 6.69
Berdasarkan data hasil pada Tabel 5, kadar volatile arang aktif kayu
alaban sudah sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 (maksimal 25 %).
a. Variasi Jenis Aktivator

44
Kadar Volatile berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
25.00

20.00

15.00 NaCl
H3PO4
10.00

5.00

0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 14. Pengaruh Variasi Jenis Aktivator Terhadap Kadar Volatile Arang Aktif
Kayu Alaban
Berdasarkan grafik, hasil kadar volatile dari arang aktif kayu alaban
dengan activator NaCl lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif kayu
alaban dengan activator H3PO4. Kadar volatile tertinggi yaitu 22,79% dari
arang aktif activator NaCl aktivasi fisika 1 jam ukuran 60 mesh dan kadar
volatile terendah yaitu 6,69% dari arang aktif activator H3PO4 aktivasi fisika 2
jam ukuran 120 mesh. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rosalina (2016) tentang pembuatan karbon aktif dari buah bintaro untuk
adsorpsi logam krom dengan memvariasikan jenis dan konsentrasi aktivator
serta waktu aktivasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar volatile tertinggi
didapatkan dari karbon aktif yang teraktivasi aktivator asam (H3PO4 5 %)
yaitu 0,826 % (waktu aktivasi 90 menit), sedangkan karbon aktif teraktivasi
basa (KOH 5 %) menghasilkan kadar volatile terendah, yaitu 0,955 % (waktu
aktivasi 90 menit). Sedangkan pada variasi lain juga terjadi hal yang sama,
yaitu (H3PO4 10 %) yaitu 0,554 % (waktu aktivasi 60 menit), sedangkan
karbon aktif teraktivasi basa (KOH 10 %) menghasilkan kadar volatile
terendah, yaitu 1,033 % (waktu aktivasi 60 menit). Sifat asam yang merusak

45
membuat activator asam lebih optimal dalam membersihkan permukaan
sehingga lebih banyak membuka pori-pori dalam arang aktif (Erawati, 2018).

b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika

Kadar Volatile berdasarkan variasi waktu


Aktivasi Fisika
25.00
20.00
1 Jam
15.00 2 Jam
10.00
5.00
0.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)

Gambar 15. Pengaruh Variasi Waktu Aktivasi Fisika Terhadap Kadar Volatile
Arang Aktif Kayu Alaban
Berdasarkan grafik, hasil kadar volatile dari arang aktif kayu alaban dengan
waktu aktivasi fisika 1 jam lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif kayu alaban
dengan waktu aktivasi fisika 2 jam. Kadar volatile tertinggi yaitu 22,79% dan kadar
volatile terendah yaitu 6,69%. Menurut Siahaan (2013) peningkatan waktu
pemanasan akan mengurangi kadar zat volatile dalam arang. Semakin lama waktu
pemanasan maka semakin lama pula zat volatile menguap sehingga kadar volatile nya
akan semakin menurun.
c. Variasi Ukuran Partikel

46
Kadar Volatile berdasarkan variasi Ukuran
partikel
25.00
20.00
60 Mesh
15.00 120 Mesh
10.00
5.00
0.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 16. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Terhadap Kadar Volatile Arang Aktif
Kayu Alaban
Grafik diatas menunjukkan hasil kadar volatile dari arang aktif
berdasarkan perbedaan ukuran partikel, yaitu 60 mesh dan 120 mesh. Dari
Grafik dapat dilihat bahwa secara keseluruhan arang aktif dengan ukuran
partikel 120 mesh menghasilkan kadar volatile lebih rendah dibandingkan
dengan arang akif dengan ukuran partikel 60 mesh. Kadar volatile tertinggi
yaitu sebesar 22,79 % dan kadar volatile terendah yaitu sebesar 6,69 %.
Terjadi penurunan kadar volatile dari keseluruhan variasi dengan bertambah
kecilnya ukuran partikel. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Reyra (2017)
yang membuat karbon aktif dari daun nanas untuk adsorpsi logam Fe pada air
gambut dengan variasi ukuran partikel 80 mesh, 100 mesh dan 120 mesh.
Pada penelitian tersebut didapatkan hasil semakin besar ukuran partikel maka
semakin besar pula kadar volatilenya. Kadar volatile dengan ukuran partikel
80 mesh sebesar 8,01 % ; 100 mesh sebesar 4,40 % ; 120 mesh sebesar 3,16
%. Hasil yang sama juga terdapat pada penelitian lain oleh Ramdja (2008),
tentang pembuatan karbon aktif dari pelepah kelapa. Pada penelitian tersebut
variasi ukuran partikel karbon aktif yaitu -32 +60, -60 +115 dan -115,
hasilnya adalah semakin besar ukuran partikel karbon aktif maka semakin

47
tinggi pula kadar volatilenya. Tingginya kadar volatile disebabkan oleh tidak
sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO dan H2
(Ramdja, 2008).

4.3.4 Karbon Terikat


Nilai kadar karbon terikat pada arang aktif tergantung dari nilai kadar
abu dan kadar volatilenya (Ramdja, 2008). Semakin tinggi kadar abu dan
kadar volatile maka akan semakin kecil kadar karbon terikatnyaapabila proses
karbonisasi berjalan optimal maka zat ekstraktif yang terdapat pad bahan akan
teruapkan sehinggga kadar volatile nya sedikit dan kadar karbonnnya
menignkat (Amin, 2016). Berikut merupakan data hasil kadar karbon terikat
arang kayu alaban.
Tabel 11. Data hasil kadar karbon terikat arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
Kadar 46.96 48.15 50.72 54.68 54.3 57.45 58.9 58.83
karbon 46.77 47.61 51.53 53.88 54.78 56.81 58.68 58.95
terikat (%) 47.02 48.27 51.26 54.18 55.51 57.34 57.94 58.13
rata-rata 46.92 48.01 51.17 54.25 54.86 57.20 58.51 58.64
Berdasarkan data hasil pada Tabel 6, kadar karbon terikat arang aktif kayu alaban
belum sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 (minimal 65 %). Hal ini terjadi
dikarenakan kadar abu yang terkandung dalam arnang aktif kayu alaban sangat tinggi
sehingga mempengaruhi nilai kadar karbon terikat menjadi semakin rendah. Hasil ini
lebiha baik jika dibandingkan dengan penelitian oleh Siahaan (2013) dimana kadar
karbon terikat yang dihasilkan tertinggi 41,3% dan terrendah 26,06%.
a. Varisi Jenis Aktivator

48
Karbon Terikat berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
70.00
60.00
50.00
NaCl
40.00
H3PO4
30.00
20.00
10.00
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)

Gambar 17. Pengaruh Variasi Jenis Aktivator Terhadap Kadar karbon terikat Kayu
Alaban Arang Aktif Kayu Alaban
Grafik menunjukkan hasil kadar karbon terikat dari arang aktif
menggunakan aktivator yang berbeda yaitu NaCl dan H3PO4. Penggunaan
aktivator H3PO4 menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon terikat yang
tinggi, sedangkan penggunan aktivator NaCl menghasilkan kadar karbon
terikat terendah. Aktivator H3PO4 menghasilkan kadar karbon terikat sebesar
58,64 %, sedangkan aktivator NaCl menghasilkan kadar abu sebesar 46,92 %.
Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2014)
tentang pemanfaatan kulit singkong dengan memvariasikan jenis aktivator,
hasilnya adalah kadar karbon terikat tertinggi didapatkan dari karbon aktif
yang teraktivasi aktivator asam (H3PO4) yaitu 51,936 % ± 0,0153 %,
sedangkan karbon aktif teraktivasi basa (KOH) menghasilkan kadar karbon
terikat terendah, yaitu 49,839 % ± 7,3748 %. Besar kecilnya kadar karbon
terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar volatile. Semakin
rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka kadar karbon
terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika

49
Karbon Terikat berdasarkan variasi waktu
Aktivasi Fisika
70.00
60.00
50.00 1 Jam
40.00 2 Jam
30.00
20.00
10.00
0.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 18. Pengaruh Variasi Waktu Aktivasi Fisika Terhadap Kadar karbon terikat
Kayu Alaban Arang Aktif Kayu Alaban
Grafik menunjukkan hasil kadar karbon terikat dari arang aktif
berdasarkan pada perbedaan waktu aktivasi fisika, yaitu selama 1 jam dan 2
jam. Dari Grafik dapat dilihat bahwa secara keseluruhan arang aktif yang
diaktivasi fisika selama 1 jam menghasilkan kadar karbon terikat lebih rendah
dibandingkan dengan karbon akif yang diaktivasi fisika selama 2 jam. Pada
grafik juga terlihat bahwa pada semua variasi dengan bertambahnya waktu
aktivasi fisika nilai karbon terikatnya juga meningkat. Kadar karbon terikat
tertinggi yaitu sebesar 58,64 % dan kadar karbon terikat terendah yaitu
sebesar 46,92 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Siahaan (2013) tentang pemanfaatan sekam padi dalam pembuatan karbon
aktif dengan memvariasikan waktu karbonisasi (1 jam dan 2 jam). Hasilnya
menunjukkan bahwa kadar karbon terikat tertinggi didapatkan dari karbon
aktif yang dikarbonisasi selama 2 jam. Pada suhu 400°C didapatkan kadar
karbon terikat arang sekam padi yang semakin meningkat dengan
bertambahnya waktu pemanasan. Kadar karbon terikat tertinggi yang
diperoleh adalah 41,3 % pada suhu 400°C dengan waktu karbonisasi 2 jam.

50
Titik ini menunjukkan kondisi optimum karbonisasi pada sekam padi. Besar
kecilnya kadar karbon terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar
volatile. Semakin rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka
kadar karbon terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
c. Variasi Ukuran Partikel

Karbon Terikat berdasarkan variasi Ukuran partikel


70.00
60.00
50.00
60 Mesh
40.00
120 Mesh
30.00
20.00
10.00
0.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)

Gambar 19. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Terhadap Kadar karbon terikat Kayu
Alaban Arang Aktif Kayu Alaban
Grafik diatas menunjukkan hasil kadar karbon terikat dari arang aktif
berdasarkan perbedaan ukuran partikel, yaitu 60 mesh dan 120 mesh. Dari
Grafik dapat dilihat bahwa secara keseluruhan arang aktif dengan ukuran
partikel 120 mesh menghasilkan kadar karbon terikat lebih tinggi
dibandingkan dengan arang akif dengan ukuran partikel 60 mesh. Kadar
karbon terikat tertinggi yaitu sebesar 58,64 % dan kadar terikat terendah yaitu
sebesar 46,92 %. Terjadi peningkatan kadar karbon terikat dari keseluruhan
variasi dengan bertambah kecilnya ukuran partikel. Hasil ini sesuai dengan
penelitian lain oleh Reyra (2017) yang membuat karbon aktif dari daun nanas

51
untuk adsorpsi logam Fe pada air gambut dengan variasi ukuran partikel 80
mesh, 100 mesh dan 120 mesh. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil
semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula kadar karbon
terikatnya. Kadar karbon terikat dengan ukuran partikel 80 mesh sebesar
84,91 % ; 100 mesh sebesar 88,98 % ; 120 mesh sebesar 90,9 %. Besar
kecilnya kadar karbon terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar
volatile. Semakin rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka
kadar karbon terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.

4.4 Kemampuan Adsorpsi Arang Aktif


4.4.1 Penurunan kadar Fe Dengan Menggunakan Kertas Saring
Tabel 12. Efisiensi Penurunan Fe Dengan Menggunakan Kertas Saring
Efisiensi
Kontrol 1 Kontrol 2 Selisih
Penurunan Fe
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
(%)
2,847 2,740 0,107 3,76
Keterangan :
Kontrol 1 = Konsentrasi sebelum disaring
Kontrol 2 = Konsentrasi setelah disaring
4.4.2 Efisiensi Penurunan Logam Fe

Tabel 13. Efisiensi Penurunan Fe dan Kapasitas Adsorpsi

Kode Sampel Efisiensi Penurunan Fe (%) Kapasitas Adsoprsi (mg/g)


3.90 0.14

A1B1C1 7.24 0.26


5.34 0.19

Rata-Rata 5.49 0.19


A1B1C2 -0.14 0.00
5.34 0.19

52
-0.60 -0.02

Rata-Rata 1.53 0.05

5.62 0.20
A1B2C1 8.22 0.29

5.80 0.20

Rata-Rata 6.54 0.23

4.46 0.16
A1B2C2 3.76 0.13

2.42 0.09

Rata-Rata 3.55 0.13

5.97 0.21
A2B1C1 7.17 0.25

7.62 0.27

Rata-Rata 6.92 0.24

4.99 0.18
A2B1C2 4.29 0.15

5.02 0.18

Rata-Rata 4.77 0.17

7.20 0.25
A2B2C1 7.76 0.28

5.97 0.21

Rata-Rata 6.98 0.25


A2B2C2 4.71 0.17
5.30 0.19

53
8.22 0.29

Rata-Rata 6.08 0.21

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Pada proses adsorpsi digunakan kertas saring untuk menyaring karbon
aktif setelah proses adsoprsi selesai. Penggunaan kertas saring ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ada kandungan Fe yang tertahan di kertas saring.
Berdasarkan data pada tabel 7 didapatkan hasil bahwa dengan melakukan
penyaringan dengan kertas saring mampu menurunkan kandungan Fe sebesar
0,107 mg/L atau efisiensi penurunannya sebesar 3,76 %. Sehingga data
tersebut dijadikan data kontrol, yang mana data konsentrasi akhir setelah
diadsorpsi karbon aktif dikurangkan dengan kandungan Fe yang tertahan di
kertas saring.
a. Variasi Jenis Aktivator

Penurunan Fe berdasarkan Variasi Jenis Aktivator


8.00
7.00
6.00
5.00 NaCl
4.00 H3PO4
3.00
2.00
1.00
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)

Gambar 20. Hubungan jenis aktivator terhadap efisiensi penurunan Fe

54
Berdasarkan data pada grafik dapat dilihat persentase penurunan logam
Fe menggunakan arang aktif kayu alaban tidak signifikan karena hanya
mampu menghilangkan kandungan Fe dalam sampel air Gambut pada rentang
1,53 % - 6,98 %. Persentase kapasitas adsorpsi menggunakan arang aktif kayu
alaban juga tidak signifikan karena adsorbat yang dapat diadsorpsi tiap gram
karbon aktif hanya pada rentang 0,05 mg/g – 0,25 mg/g. Aktivator yang
paling banyak menurunkan konsentrasi Fe adalah aktivator H3PO4. Ini
menunjukkan jenis aktivator H3PO4 mampu meningkatkan kemurnian karbon
aktif yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi akhir penurunan Fe.
Rendahnya penurunan Fe disebabkan karena pori-pori dari adsorben belum
berkembang dengan baik, sehingga belum mampu menyerap secara maksimal
(Nunik & Okayadnya, 2015). Berdasarkan pada hasil uji Fe diperoleh
aktivator dengan efisiensi penyerapan yang paling baik adalah H3PO4. Hasil
ini sesuai dengan kadar karbon terikat yang didapat H3PO4 yang lebih tinggi
dibandingkan NaCl.
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika

Penurunan Fe berdasarkan variasi waktu


Aktivasi Fisika
8.00
7.00
6.00 1 Jam
5.00 2 Jam
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)

Gambar 21. Hubungan waktu aktivasi fisika terhadap efisiensi penurunan Fe

55
Berdasarkann grafik, dapat dilihat persentase penurunan Fe lebih baik
didapatkan dari arang aktif yang mengalami pelakuan aktivasi fisika selama 2 jam
disetiap variasi. Ini menunnjukkan semakin lama pemanasan pada aktivasi fisika
maka daya serap logam Fe akan semakin besar. Adanya peningkatan waktu pada
proses karbonisasi menyebabkan substansi pengotor yang masih menempel dan
menutupi struktur pori arang aktif ikut terlepas sehingga dapat membentuk pori baru
dan memperluas pori sebelumnya. Semakin besar pori karbon aktif yang terbentuk,
maka semakin besar pula kemungkinan adsorbat akan menempel di permukaan pori
arang aktif. Ketika dihubungkan dengan data karbon terikat, maka hasil penurunan Fe
ini telah sesuai, karena karbon aktif yang dikarbonisasi selama 2 jam merupakan
karbon aktif yang memiliki karbon terikat yang paling tinggi. Sehingga semakin besar
karbon terikatnya maka penyerapannya juga akan semakin baik.

c. Variasi Ukuran Partikel

Penurunan Fe berdasarkan variasi Ukuran


partikel
8.00
7.00
6.00 60 Mesh
5.00 120 Mesh
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Gambar 22. Hubungan ukuran partikel terhadap efisiensi penurunan Fe

Grafik diatas menunjukan persentase penurunan Fe pada ukuran partikel


60 mesh lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran partikel 120 mesh. Hal ini
tidak sesuai dengan kadar karbon terikat yang didapatkan berdasarkan variasi
ukuran partikel dimana karbon terikat yang terkandung pada ukuran partikel

56
120 mesh lebih tinggi dibandingkan arang aktif berukuran 60 mesh. Hal ini
dikarenakan

4.4.3 Kemampuan Adsorpsi Karbon Aktif Terhadap Efisiensi Penurunan Daya


Hantar Listrik (DHL)
Tabel 14. Efisiensi Penurunan DHL Dengan Menggunakan Kertas Saring
Kontrol 1 Kontrol 2 Selsisih Efisiensi Penurunan
(μs/cm) (μs/cm) (μs/cm) Fe (%)
2200 1952 248 11,27
Keterangan :
Kontrol 1 = Konsentrasi sebelum disaring
Kontrol 2 = Konsentrasi setelah disaring
Tabel 15. Hasil Daya Hantar Listrik Sampel Air Gambut

Konsentrasi
Konsentrasi Konsentrasi Akhir Akhir Efisiensi
Kode
Awal Sebelum Disaring Setelah Penurunan
Sampel
(mg/L) (mg/L) Disaring Fe (%)
(mg/L)
A1B1C1 1952 1734 1486 32.455
  1952 1679 1431 34.955
  1952 1721 1473 33.045
Rata-
1952 1711 1463 33.485
Rata
A1B1C2 1952 1732 1484 32.545
  1952 1733 1485 32.500
  1952 1740 1492 32.182
Rata-
1952 1735 1487 32.409
Rata
A1B2C1 1952 1739 1491 32.227
  1952 1776 1528 30.545
  1952 1792 1544 29.818
Rata-
1952 1769 1521 30.864
Rata
A1B2C2 1952 1833 1585 27.955

57
  1952 1769 1521 30.864
  1952 1766 1518 31.000
Rata-
1952 1789 1541 29.939
Rata
A2B1C1 1952 1696 1448 34.182
  1952 1682 1434 34.818
  1952 1677 1429 35.045
Rata-
1952 1685 1437 34.682
Rata
A2B1C2 1952 1648 1400 36.364
  1952 1604 1356 38.364
  1952 1637 1389 36.864
Rata-
1952 1630 1382 37.197
Rata
A2B2C1 1952 1815 1567 28.773
  1952 1849 1601 27.227
  1952 1803 1555 29.318
Rata-
1952 1822 1574 28.439
Rata
A2B2C2 1952 1736 1488 32.364
  1952 1788 1540 30.000
  1952 1767 1519 30.955
Rata-
1952 1764 1516 31.106
Rata

Keterangan : Waktu Aktivasi Fisika (A1 = 1 Jam ; A2 = 2 Jam), Jenis Aktivator


(B1 = NaCl ; B2 = H3PO4), Ukuran Partikel (C1 = 60 Mesh ; C2 = 120 Mesh)
Sama halnya seperti yang dilakukan pada proses adsorpsi untuk uji
kandungan Fe. Pada uji daya hantar listrik ini juga pada proses adsorpsi
digunakan kertas saring untuk menyaring karbon aktif setelah proses adsoprsi
selesai. Berdasarkan data pada tabel 15 didapatkan hasil bahwa dengan
melakukan penyaringan dengan kertas saring mampu menurunkan kandungan
DHL sebesar 160 (μs/cm) atau efisiensi penurunannya sebesar 2,86 %.
Sehingga data tersebut dijadikan data kontrol, yang mana data konsentrasi
akhir setelah diadsorpsi karbon aktif dikurangkan dengan kandungan Fe yang
tertahan di kertas saring.

58
Nilai resistivitas dan nilai konduktivitas merupakan nilai yang saling
berbanding terbalik dimana makin besar nilai resistivitas, maka makin kecil
nilai konduktivitas dan sebaliknya. Semakin murni air akan semakin besar
resistivitasnya, dan semakin murni air akan memiliki kualitas yang semakin
baik (Kurniawan, 2012). Karena dengan semakin besarnya resistivitas, maka
konduktivitas yang dihasilkan semakin kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa
air dengan nilai resistivitas yang tinggi akan cenderung lebih baik digunakan
daripada air dengan nilai resistivitas yang lebih rendah atau air dengan
konduktivitas yang rendah akan cenderung lebih baik digunakan daripada air
dengan konduktivitas yang tinggi (Ulfia, 2014). Berdasarkan pada tabel 12,
dapat dilihat bahwa dengan ditambahkannya karbon aktif dalam sampel air
Gambut mengakibatkan turunnya daya hantar listrik dari sampel air tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensinya. Variasi karbon aktif yang paling
baik dalam menurunkan daya hantar listrik adalah karbon aktif yang diaktivasi
fisika selama 2 jam, teraktivasi NaCl dan dengan ukuran partikel 120 mesh.
Nilai efisiensi penurunan daya hantar listrik terbaik yaitu sebesar 37,197 %.
Sedangkan untuk variasi karbon aktif yang efisiensi penurunan daya hantar
listriknya paling rendah yaitu karbon aktif yang diaktivasi fisika selama 2 jam,
teraktivasi H3PO4 dan dengan ukuran partikel 60 mesh, nilai efisiensi terendah
yaitu sebesar 28,439 %.

59
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan dari penelitian ini antara lain :
1. Hasil kadar air secara keseluruhan sudah memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 15%), hasil kadar abu belum memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 10%), hasil kadar volatile sudah memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 25%) dan hasil karbon terikat belum memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(minimal 65%).
2. Perbedaan variasi jenis aktivator, waktu aktivasi fisika dan ukuran partikel
memiliki pengaruh terhadap penyerapan logam Fe pada sampel air Gambut.
3. Nilai daya hantar listrik sampel air gambut tanpa penambahan arang aktif yaitu
sebesar 2200 μs/cm. Sedangkan untuk daya hantar listrik tertinggi didapatkan dari
arang aktif yang diaktivasi fisika selama 2 jam, teraktivasi NaCl dan dengan
ukuran partikel 120 mesh, yaitu sebesar 37,197 %.

60
1.2 Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan jenis activator,
ukuran partikel dan lama waktu aktivasi fisika yang berbeda

61

Anda mungkin juga menyukai