PENDAHULUAN
1
ketersediaan bahannya banyak (Nurmasari, 2014). Dari beberapa jenis adsorben
yang ada, karbon aktif merupakan adsorben yang paling banyak digunakan,
karena karbon aktif memiliki kapasitas penyerapan yang tinggi dan memiliki
harga yang murah (Muslim et al., 2015). Teknik adsorbsi yang paling banyak
digunakan adalah menggunakan karbon aktif atau arang aktif sebagai bahan
adsorben.
Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan arang aktif merupakan
bahan-bahan yang mengandung kadar karbon (Martin, 2010). Peran penting
proses industri dipegang oleh arang aktif dikarenakan arang aktif menunjang
bahan dalam meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan. Arang
aktif dapat digunakan untuk menghilangkan bau, warna, atau rasa yang tidak
enak, menghilangkan gas-gas beracun dan zat-zat yang tidak diinginkan dari
produk yang dihasilkan. Kesempatan arang aktif dapat diproduksi dan dipasarkan
semakin besar dikarenakan kebutuhan industri untuk arang aktif sangat besar,
peluang tersebut semakin besar pula karena di Indonesia bahan baku untuk
memproduksi arang aktif sangat melimpah (Pambayun, 2013). Pada proses
pembuatan arang aktif harus melalui aktivasi yang berguna untuk memecah rantai
karbon sehingga pori-pori pada arang aktif tersebut terbuka.
Karbon aktif diaktivasi dengan dua jenis yaitu aktivasi kimia dan aktivasi
fisika. Bahan kimia seperti ZnCl2, KOH, NaCl, H2SO4 dan H3PO4 biasanya
digunakan sebagai larutan aktivator. Penelitian yang dilakukan oleh Esterlita
(2015) aktivator yang digunkan adalah H3PO4 memberikan hasil terbaik
dibandingkan aktivator ZnCl2 dan KOH. Penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati (2018) aktivator yang digunakan adalan NaCl merupakan aktivator
yang efektif karena mudah didapat, harga ekonomis, tidak berbahaya dan tidak
beracun. Oleh karena itu pada peneitian ini H3PO4 dan NaCl akan digunakan
sebagai larutan aktivator. Pada umumnya bahan kayu digunakan sebagai bahan
utama dalam pembuatan arng aktif karena mengandung kadar karbon yang tinggi,
jenis kayu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kayu alaban.
Kayu Alaban merupakan kayu yang biasa digunakan sebagai bahan baku
arang yang di produksi di kalimantan. Pemanfaatannya secara massal hingga saat
2
ini hanya sebatas pembuatan arang biasa, dikarenakan memiliki berat jenis yang
tinggi (Abidin, 2018). Penelitian diperlukan guna mengembangkan inovasi
pemanfaatan kayu alaban agar dapat meningkatkan nilai ekonomis. Potensi kayu
alaban telah banyak diteliti sehingga Anggraini (2019) telah menghasilkan energi
alternatif salah satunya adalah campuran briket arang kayu alaban dan bottom ash
dengan kualitas yang baik. Alternatif lain guna mengembangkan potensi pada
kayu alaban selain briket arang kayu alaban yang dapat dikembangkan lagi salah
satunya adalah arang aktif.
Penelitian oleh Emi (2018) menghasilkan arang aktif pada ukuran -80,+100
mesh menghasilkan kadar air, kadar abu dan daya serap iodin berturut-turut
sebesar 3,69%, 2,89%, dan 710,64 mg/g. Perhitungan pada penelitian ini
menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel aka daya serap yang didapatkan
semakin tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Verayana (2018)
menyebutkan bahwa hasil terbaik didapatkan dari arang aktif dengan perlakuan
aktivasi H3PO4 dimana Kadar air dan kadar abu yang dihasilkan memenuhi SNI.
Hal ini berlaku pula dengan penyerapan logam timbal (Pb) dan ukuran pori yang
lebih besar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Permatasari (2014) menyebutkan
bahwa aktivator yang terpilih adalah NaCl dibandingkan jenis aktivator lain yaitu
H3PO4 dan KOH. Hal ini dikarenakan pada aktivator NaCl memenuhi syarat SNI
kadar abu, kadar zat terbang dan kadar air yang sudah ditetapkan dibandingkan
dengan aktivator yang lain. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2018)
menyebutkan bahwa karon aktif terbaik yang dihasilkan dari karbon aktif yang di
aktivasi menggunakan NaCl dibandingkan aktivator lain. Aktivator NaCl
menghasilkan daya serap I2 sebesar 46%, kadar air 1%, dan kadar abu 7%,
sehingga sesuai SNI 06-3730-1995.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan membahas tentang
pembuatan arang aktif menggunakan arang kayu Alaban dengan aktivator H3PO4
dan NaCl. Penelitian ini menggunakan SEM sebagai alat karakteristik. Sampel
kayu alaban berasal dari Desa Ranggang, Kecamatan Takisung, Kabupaten
Tanahlaut, Provinsi Kalimantan Selatan.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan yang akan diteliti
meliputi :
1. Bagaimana kadar air, kadar abu, kadar zat menguap dan kadar karbon
terikat arang aktif kayu alaban berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI)?
1. Bagaimana kandungan Fe pada air gambut sebelum ditambahkan arang
aktif dan sesudah di tambahkan arang aktif?
2. Bagaimana daya hantar listrik pada sampel air Gambut tanpa penambahan
arang aktif dan dengan penambahan arang aktif?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Mendapatkan kadar air, kadar abu, kadar zat menguap dan kadar karbon
terikat arang aktif kayu alaban berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI).
2. Mendapatkan pengaruh variasi waktu aktifasi fisika, jenis aktivator dan
ukuran partikel dalam menurunkan kandungan logam besi (Fe) pada
sampel air Gambut.
3. Mendapatkan daya hantar listrik pada sampel air gambut tanpa
penambahan arang aktif dan dengan penambahan arang aktif.
1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini :
1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan kayu alaban menjadi arang
aktif
2. Kayu alaban dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif untuk menyerap
kandungan logam besi (Fe)
3. Memberikan informasi efisiensi penurunan oleh arang aktif kayu alaban
terhadap kadar logam besi (Fe) pada sampel air gambut.
4
1.5 Batasan Masalah
Adapun beberapa batasan masalah yang digunakan untuk penelitian ini yaitu :
1. Sampel air yang digunakan adalah air gambut di daerah gambut.
2. Penelitian ini menggunakan arang kayu alaban dengan ukuran lolos
ayakan 60 mesh dan 120 mesh.
3. Variasi waktu aktifasi fisika 500⁰C selama 1 jam dan 2 jam.
4. Variasi jenis aktivator untuk aktivasi kimia yaitu larutan H 3PO4 1 M dan
larutan NaCl 1 M.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pohon alaban (Vitex pubescens Vahl) merupakan jenis pohon dari jenis
Lamiaceae yang berasal dari daerah Asia Selatan sampai Asia Timur. Pohon ini
berukuran sedang hingga besar dan tingginya mencapai 40 meter dengan diameter
batang nya ±130cm, tekstur kayunya padat dan berwarna pucat. Kayu alaban tidak
mengandung silica dan jika dibakar akan tahan lama. Kadar air pada kayu alaban
tergolong besar dimana rata-rata kadar air pada kulit kayu alaban tua adalah
sebesar 21,1515% dan kadar air kulit kayu alaban muda adalah 16,3656%. Hal ini
dikarenakan air yang ada diujung batang di serap terlebih dahulu dibaningkan
bagian yang lebih rendah, inimerupakan kemampuan atau daya hisap daun saat
terjadinya proses penguapan di permukaan sel daun (Nurlyanto, 2010).
Kayu alaban merupakan jenis pohon yang mudah tumbuh dan dapat
ditanam pada berbagai jenis tanah, memiliki daya tahan terhadap kebakaran dan
banyak tumbuh di hutan sekunder. Pada tahun 1994 tanaman laban telah
dibudidayakan oleh Pusat Pengembangan Teknologi Arang Terpadu diatas tanah
seluas 1,4 Ha, sehingga sejak tahun 1997 telah berproduksi yang dimanfaatkan
sebagai bahan baku arang (Kasmawarni, 2013).
2.2 Air Gambut
Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk
diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan,
Sumatera maupun Papua. Secara umum proses tahapan pengolahan air gambut
tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah utama dalam
mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya.
Air gambut merupakan satu satunya sumber air permukaan bagi daerah Riau,
Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan tengah. Air gambut memiliki derajat
keasaman yang tinggi dengan pH(3-5) dan memiliki ciri berwarna coklat
kemerahan dengan kandungan organik dan logam sehingga tidak memenuhi
standar agar dapat digunakan sebagai air minum seperti yang dikeluarkan oleh
6
Kepmenkes No. 492/MENKES/PER/ IV/2010 dan Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 (Suherman, 2013).
Air gambut adalah air yang mencakup daerah gambut. Karakteristik air
gambut adalah intensitas warna yang lebih tinggi (merah kuning atau
kecokelatan). Semakin rendah pH dalam kisaran 2-5, asam, dengan kandungan
organik lebih tinggi dan konsentrasi rendah partikel dan kation. Kandungan Fe,
Al, Na, S dan P lebih tinggi, sedangkan kandungan unsur mikro dalam lumut
gambut adalah B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, dan Co. Metode
elektrokoagulasi adalah proses metode air gambut menjadi air murni (Rustanti,
2009).
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya
kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam
humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan
organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi,
namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil. Warna akan
semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya logam besi yang terikat oleh
asamasam organik yang terlarut dalam air tersebut (Yusnimar, 2010).
Air gambut pada desa tanipah Kecamatan Aluh-aluh Kalimantan selatan
telah mengalami pencemaran dikarenakan air gambut tersebut berdekatan dengan
muara sungai sehingga aktivitas bongkar muat batubara menjadi salah satu
penyebab tercemarnya air. Air gambut tersebut mengandung berbagai macam
logam dintaranya yaitu Mn, Pb, Cu Cd dan Fe, idantara logam-logam tersebut
kandungan logam Fe lah yang paling tinggi dan melebihi standar batas baku mutu
air. Air gambut pada kecamatan aluh aluh termasuk pada air kelas 3 dimana hanya
dapat dgunakan sebagai air pengairan tanaman dan tidak layak untuk dikonsumsi
(Sanjaya, 2018).
2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna dan bau pada minuman
8
8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau
busuk asap
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi adalah fenomena akumulasi pada permukaan suatu spesies pada
batas permukaan padat-cair yang disebabkan arena gaya tarik menarik. Adsorpsi
dibagi menjadi 2 tipe yaitu adsorpsi tipe fisis atau Van der Waals dan adsorpsi
kimia. Adsorpsi fisis yaitu ketika adsorbat dan permukaan adsorben hanya terikat
dengan gaya Van der Waals, dan adsorpsi kimia yaitu adsorpsi yang terjadi dalam
hal ini adalah non spesifik dan nn-selektif penyebab gaya tariknya yang
dikarenakan adanya ikatan koordinasi hidrigen dan gaya Van der Waals
(Widayatno, 2017).
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun
gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan
tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida
terserap oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dalam adsorbsi
digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang
terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben
merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon
(Syauqiah, 2011).
2.5 Pembuatan Arang Aktif
Pembuatan arang aktif dapat dibuat dengan beberapa tahapan. Tahap
pertama adalah dehidrasi, tahap kedua adalah karbonisasi dan tahap ketiga yaitu
aktivasi.
1. Dehidrasi adalah proses penghilangan air pada bahan baku
9
2. karbonisasi dilakukan dengan menggunakan furnace akan
menghasilkan arang, sehingga pada penelitian kali ini akan digunakan
alat modifikasi yang dibuat sedemikian rupa.
3. Tahap aktivasi memiliki 2 metode yang bisa digunakan, yaitu tahap
aktivasi fisika yang menggunakan temperature tinggi. Metode kedua
adalah aktivasi kimia yang merupakan proses perendaman terlebih
dahulu bahan baku pada activating agent (Setyoningsih, 2018).
Proses aktivasi pada arang secara umum ada tiga, antara lain proses fisika,
kimia dan kombinasi fisika-kima. Proses pengaktifan secara fisika dilakukan
dengan pembakaran arang dalam tungku dengan suhu tinggi (Hendra, 2010).
Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia
tertentu pada arang. Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
pengaktif antara lain KCl, NaCl, ZnCl2, CaCl2, MgCl2, H3PO4, Na2CO3 dan
garam mineral lainnya (Meisrilestari, 2013).
Luas permukaan dari arang aktif menentukan adsorpsivitasnya. Luas
permukaan dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivasi secara kimia maupun
fisika. Penggunaan H3PO4 dan NaCl sebagai aktivator kimia dalam pembuatan
arang aktif sudah sangat sering digunakan. Dikarenakan dengan menggunakan
activator ini sudah terbukti menghasilkan karbon katif yang memiliki permukaan
yang luas dan pori-pori besar untuk menyerap (Esterlita, 2015). Menurut menurut
Nurhayati (2018) aktivasi menggunakan NaCl merupakan aktivator yang efektif
karena mudah didapat, harganya lebih ekonomis, tidak berbahaya dan tidak
beracun. Aktivator yang bersifat asam menimbulkan kerusakan kompleks pada
permukaan arang aktif sehingga berdampak baik pada proses aktivasi secara
maksimal (Erawati, 2018).
10
Perhitungan pada penelitian ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikel
aka daya serap yang didapatkan semakin tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
11
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2019 s/d
Juni 2019, bertempat di Laboratorium Fisika III Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Laboratorium Teknik
Material ITS, Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Selatan dan Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITRA), Banjarbaru.
12
15. AAS, berfungsi sebagai alat karakterisasi uji kandungan logam besi (Fe).
16. Konduktimeter, berfungsi sebagai alat karakterisasi uji daya hantar listrik.
3.2.3 Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah kayu alaban, sampel air Gambut,
larutan H3PO4 1 M dan larutan NaCl 1 M.
3.3. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian yang akan dilakukan ditunjukkan pada
Gambar:
Preparasi sampel
60 120
120 Mesh 120 Mesh Mesh Mesh 120
60 Mesh Mesh MeshMes MME 60
60 Mesh Mesh Mesh
Mesh h eshM Mesh
Mesh
esh
13
A
1 Jam 2 Jam
Uji SEM
Uji kandungan besi (Fe) dan uji daya hantar listrik pada sampel air setelah diadsorpsi
14
Aktivator dan adsorben dipisahkan
3. Jenis aktivator : H3PO4 1 M dan NaCl 1 M
4. Waktu Aktivasi Fisika : 1 jam dan 2 jam
15
cara menyaring sampel air, kemudian ditambahkan larutan HNO3 sampai pH
< 2. Lama penyimpanan sampel air yang dianjurkan yaitu selama 6 bulan.
Lokasi pengambilan sampel air Gambut dilakukan di Kecamatan
Gambut Kabupaten Banjar. Pengambilan sampel air Gambut ditentukan
berdasarkan kedalaman genangan. Genangan pada titik pengambilan sampel
memiliki kedalaman 1,3 meter, sehingga sampel air diambil pada titik
permukaan dan titik dasar dari genangan tersebut.
Tahap pengambilan contoh untuk pengujian logam yaitu wadah sampel yang
sudah disiapkan sebelumnya dibilas dengan sampel air yang akan dianalisa,
kemudian air pembilas dibuang. Wadah sampel diisi sampel air hingga beberapa cm
di bawah puncak wadah agar masih tersedia ruang untuk menambahkan pengawet
dan melakukan homogenisasi.
3.5.2 Preparasi Sampel
Sampel Kayu Alaban yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kayu
Alaban yang diperoleh dari Desa Ranggang Kabupaten pelaihari. Sampel kayu yang
didapat dalam keadaan kering dikarenakan kayu tersebut adalah kayu yang siap di
produksi untuk menjadi arang kayu alaban. Sehingga kadar air dalam kayu tersebut
kecil. Kayu alaban yang didapat kemudian di potong kecil-kecil agar penyimpanan
dan juga proses karbonisasi menjadi lebih mudah. dengan pemotongan tersebut juga
menghasilkan serbuk kayu alaban yang akan berguna untuk pengujian SEM dan
karakteristik dari kayu alaban mentah tanpa ada proses aktivasi kimia maupun fisika
sebelumnya.
3.5.3 Karbonisasi
Proses karbonisasi adalah proses untuk mendapatkan karbon dari kayu alaban.
Kayu alaban yang akan dikarbonisasi sudah dalam bentuk potongan keci, hal ini
bertujuan agar menyesuaikan ukuran cawan dan proses karbonisasi lebih mudah
karena jika semakin luar permukaan yang mengalami kontak dengan panas maka
proses karbonisasinya akan semakn maksimal (Shofa, 2012). Kayu alaban
16
dikarbonisasi dalam furnace pada suhu 500⁰C dengan waktu 5 jam hingga menjadi
arang. Pada awal proses karbonisasi akan menghasilkan asap yang cukup banyak dan
berbau menyengat, hal itu dikarenakan proses penguapan zat volatile dan ketika
waktu mendekati 5 jam maka asap sudah tidak dihasilkan kembali dikarenakan zat
volatile sudah berkurang. Ciri-ciri ketika sudah menjadi arang adalah sampel berubah
warna menjadi hitam dan ukuran menyusut daripada ukuran sebelumnya. Setelah
sampel jadi arang dan dikeluarkan dari furnace sampel dimasukkan ke dalam
desikator hingga bersuhu ruangan.
Setelah dilakukan karbonisasi dilakukan penggerusan, kemudian arang kayu
alaban diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh dan 120 mesh, proses
pengayakan dilakukan dengan bantuan alat penggetar ayakan untuk mempermudah
proses pengayakan. Hal ini bertujuan untuk menghomogenkan ukuran partikel dari
arang kayu alaban. Semakin kecil ukuran partikel arang maka akan semakin
memperbesar luas permukaan arang yang akan melakukan kontak langsung dengan
activating agent (aktivator) pada saat proses aktivasi kimia, sehingga semakin banyak
arang yang teraktivasi maka semakin banyak pula pori-pori karbon yang terbentuk,
dengan banyaknya pori-pori karbon yang terbentuk, maka luas permukaan arang aktif
yang dihasilkan akan semakin besar (Shofa, 2012). Luas permukaan arang aktif ini
akan menentukan efektifitas penyerapan dari arang aktif itu sendiri.
3.5.4 Aktivasi Kimia
Setelah melalui proses karbonisasi dan pengayakan, arang aktif kayu alaban
diaktivasi dengan metode aktivasi kimia. Pada penelitian ini menggunakan dua jenis
aktivator, yaitu aktivator NaCl 1 M dan aktivator H3PO4 1 M. Aktivasi kimia
dilakukan dengan cara mencampurkan activating agent dengan arang kyu alaban
yang dihasilkan dari proses karbonisasi. Pencampuran arang dengan aktivator
dilakukan dengan menggunakan alat magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan
500 rpm selama 20 menit. Setelah itu arang yang sudah tercampur dengan aktivator
didiamkan selama 24 jam
17
Arang aktif kayu alaban yang sudah direndam selama 24 jam kemudian
disaring menggunakan kertas saring. Arang aktif yang tertahan di kertas saring
kemudian dicuci dengan cara menambahkan aquades secara berulang-ulang. Proses
pencucian ini berakhir apabila filtrat air cucian arang aktif yang tertampung sudah
mendekati pH netral. Jumlah aquades untuk mencuci arang aktif ini yaitu sebanyak
750 ml untuk arang aktif teraktivasi NaCl dan 900 ml untuk arang aktif teraktivasi
H3PO4. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa aktivator dan zat-zat hasil
reaksi sewaktu proses aktivasi yang dikhawatirkan masih menutupi pori-pori arang
aktif. Apabila pori-pori arang aktif tertutup zat-zat hasil reaksi maka luas permukaan
arang aktif akan menjadi rendah (Shofa, 2012). Setelah proses pencucian arang aktif
disaring mengunakan kertas saring agar terpisah dengan cairan yang tersisa.
Setelah melalui proses pencucian, arang aktif kemudian dikeringkan dalam
oven dengan waktu dan suhu secara bertingkat. Suhu awal 50°C selama 30 menit
dilanjutkan pada suhu 80°C selama 45 menit kemudian digerus terlebih dahulu dan
berikutnya kembali dioven pada suhu 110°C selama 2 jam, selanjutnya dimasukkan
dalam desikator selama 30 menit.
3.5.5.5 Aktivasi Fisika
Setelah melalui proses aktivasi kimia, arang aktif kemudian di aktivasi secara
fisika. Proses aktivasi fisika dilakukan dengan memanaskan arang aktif tersebut ke
dalam furnace dengan suhu 900°C dengan variasi waktu 1 jam dan 2 jam dengan
menggunakan cawan dalam keadaan tertutup sehingga arang aktif tersebut tidak
menjadi abu dikarenakan kontak dengan suhu yang sangat tinggi. Proses ini berguna
untuk membersihkan sisa-sisa dari zat pengotor hasil karbonisasi, aktivasi kimia agar
menghasilkan arang aktif yang lebih maksimal. Ketika proses aktivasi selesai cawan
yang berisi arang aktif tersebut dikeluarkan dan di dinginkan pada suhu ruangan
selama 10 menit, setelah itu dilanjutkan didalam desikator.
3.5.6 Adsorpsi Logam Fe
18
Proses adsorpsi logam Fe pada sampel diawali dengan memasukkan sampel
air Gambut pada erlenmeyer sebanyak 100 ml. Air Gambmut yang berada di
erlenmeyer diadsorpsi dengan ditambahkan 0,08 gram arang aktif kemudian
direndam selama 30 menit dan ditutup plastic wrapping. Setelah proses adsorpsi,
sampel disaring untuk memisahkan adosrben dengan air gambut. Air gambut yang
sudah diadsorpsi kemudian dilakukan uji kandungan logam besi (Fe). Prosedur yang
sama juga dilakukan untuk proses adsorpsi logam Fe pada sampel yang akan diuji
nilai daya hantar listriknya.
3.6 Uji Karakterisasi Arang Aktif
a. Penentuan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar abu mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06–3730-1995 (Maksimum 15%) tentang syarat mutu dan pengujian arang
aktif. Timbang cawan crucible, kemudian masukkan sampel ke dalam cawan kosong
tersebut sebanyak ±1 gram. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam
30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (Sampai berat tetap).
Persentase kadar air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
(W 2 −W 3 )
Kadar Air (%) = ×100 %............................................ (3.1)
(W 2−W 1 )
Keterangan :
W1 = Berat cawan crusible kosong (g)
W2 = Berat cawan crusible + sampel sebelum pemanasan (g)
W3 = Berat cawan crusible + sampel setelah pemanasan (g)
19
2 jam. Selanjutnya cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam, lalu
ditimbang. Perhitungan kadar abu (%) menggunakan rumus berikut.
W 3−W 1
Kadar Abu (%) = ×100 %....................................................................(3.2)
W 2−W 1
Keterangan :
W1 : Berat cawan crucible kosong (g)
W2 : Berat cawan crucible + sampel sebelum pemanasan (g)
W3 : Berat cawan crucible + sampel setelah pemanasan (g)
20
arang aktif. Untuk menghitung kadar karbon terikat arang aktif dapat menggunakan
rumus :
K. Karbon Terikat (%) = 100% - (K. Volatile (%) + K. Abu (%))....................(3.4)
e. Uji Kandungan Fe
Pengujian kandungan besi (Fe) dari air Gambut tanpa penambahan arang
aktif dan dengan penambahan arang aktif dilakukan di Badan Penelitian Pertanian
Lahan Rawa (BALITRA) Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan
Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Berdasarkan pada uji kandungan Fe, untuk mengetahui pengaruh variasi
waktu karbonisasi, variasi ukuran partikel dan variasi jenis aktivator, maka dilakukan
uji statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0, hal ini dilakukan untuk
mendukung analisis data tentang pengaruh dari beberapa variasi tersebut.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
0.99927 0.99864
2.19 1.72 88.97 88.53
1 4
Sebelum
0.99871
karbonisas 0.99923 2.10 1.75 90.00 88.64
5
i
0.99928
0.99862 2.16 1.84 88.42 88.74
6
0.99926
rata-rata 0.99866 2.15 1.77 89.13 88.64 8.72 9.59
2
22
0.99413
0.99721 1.24 1.45 88.22 87.44
6
i
0.99397 0.99737
2.01 1.47 86.17 85.87
5 7
0.99390 0.99726
rata-rata 1.55 1.46 86.88 86.47 11.58 12.08
4 6
23
data nilai kadar volatile yang mengalami penurunan pada sampel kayu alaban
sebelum karbonisasi dan sampel kayu alaban sesudah karbonisasi. Nilai kadar
volatile tertinggi adalah sampel kayu alaban dengan ukuran 60 mesh dengan
perlakuan sebelum karbonisasi.
Nilai karbon terikat berkaitan dengan nilai kadar abu dan nilai kadar
volatile. Semakin rendah nilai kadar abu dan nilai volatile maka akan semakin
tinggi karbon terikatnya. Kadar volatile yang tinggi menyebabkan nilai karbon
terikat yang didapat kecil. Nilai karbon tertinggi adalah sampel kayu alaban
dengan ukuran 120 mesh dengan perlakuan sesudah karbonisasi.
(a) (b)
Gambar 3. Hasil analisis morfologi sampel kayu alaban (a) 60 mesh dan (b) 120
mesh
24
Gambar menunjukkan morfologi permukaan serbuk. Pada gambar 1
(a) dapat dilihat bahwa serbuk dengan ukuran partikel 60 mesh memiliki
bentuk pori memanjang, sedangkan partikel pada serbuk ukuran 120 mesh
bentuk pori yang dihasilkan adalah bulat. Terlihat pada gambar 1 serbuk
ukuran 120 mesh memiliki pori-pori yang lebih banyak dibandingkan dengan
serbuk ukuran 60 mesh. Kandungan yang terdapat pada karbon aktif dianalisa
menggunakan EDX (Energy Dispersive X-Ray). Pada pengujian EDX yang
dilakukan terdapat beberapa kandungan unsur, hasil analisis unsur-unsur
sampel kayu alaban sebelum dikarbonisasi terdapat pada tabel (60 mesh) dan
tabel (120 mesh).
Tabel 3. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu alaban Ukuran 60 Mesh & 120
Mesh
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
44.51% 51.98% 71.70% 79.00%
46.59% 54.05% 69.17% 77.06%
C
45.35% 52.80% 69.43% 76.91%
44.84% 52.32% 72.53% 78.90%
Rata-rata 45.32% 52.79% 70.71% 77.97%
54.28% 47.59% 23.28% 19.34%
52.33% 45.57% 25.08% 20.97%
O
53.54% 46.80% 25.83% 21.48%
53.95% 47.25% 24.70% 20.18%
Rata-rata 53.53% 46.80% 24.72% 20.49%
1.02% 0.43% 4.93% 1.67%
1.07% 0.38% 5.75% 1.97%
K
1.11% 0.40% 4.74% 1.61%
1.20% 0.43% 2.77% 0.93%
Rata-rata 1.10% 0.41% 4.55% 1.55%
Tabel menunjukkan bahwa atom karbon yang terkandung dalam serbuk kayu
alaban dengan ukuran partikel 60 mesh sebesar 45,32% dan pada ukuran 120 mesh
sebesar 70,71%. Unsur karbon berdasarkan pada hasil uji SEM-EDX ini sesuai
dengan hasil yang didapatkan pada uji pendahuluan kayu alaban sebelum karbonisasi,
25
dimana nilai karbon terikat mengalami peningkatan dengan bertambah kecil ukuran
partikel. Namun pada uji pendahuluan didapatkan nilai karbon yang sangat rendah
yaitu 8,72% (60 mesh) dan 9,59% (120 mesh).
Tingginya komposisi unsur karbon yang ada pada serbuk kayu alaban
dengan ukuran 120 mesh akan meningkatkan daya adsorpsi. Pada serbuk kayu
alaban baik ukuran 60 mesh dan 120 mesh sama-sama mengandung oksigen
(O) dan kalium (K). Hal ini sesuai dengan penelitian Erawati (2018) yaitu
bahan kayu sumber ligniselulosa terdapat kandungan oksigen.
4.2.2 Analisis Morfologi dan Komposisi Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah
aktivasi
Analisa struktur permukaan pori-pori pada karbon aktif kayu alaban
dilakukan dengan menggunakan alat scanning electron microscope (SEM).
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui morfologi permukaan arang aktif
hasil dari proses aktivasi. Sampel yang dianalisa adalah sampel kayu alaban
yang sudah diaktivasi kimia NaCl dan H3PO4 dan aktivasi fisika selama 1 jam
dan 2 jam. Hasil analisis SEM yang didapatkan dari sampel ukuran 60 mesh
aktivasi kimia NaCl aktivasi fisika 1 jam (a) ; 2 jam (b) ditunjukkan pada
gambar A. Sampel ukuran 120 mesh aktivasi kimia NaCl aktivasi fisika 1 jam
(a) ; 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar B. Sampel ukuran 60 mesh aktivasi
kimia H3PO4 1 jam (a); 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar C. Sampel ukuran
120 mesh aktivasi kimia H3PO4 1 jam (a); 2 jam (b) ditunjukkan pada gambar
D.
26
(a) (b)
Gambar 4. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 60 mesh NaCl 1 jam (a) dan 60
mesh NaCl 2 jam (b)
27
(a) (b)
Gambar 5. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 120 mesh NaCl 1 jam (a) dan 120
mesh NaCl 2 jam (b)
(a) (b)
28
Gambar 6. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 60 mesh H3PO4 1 jam (a) dan 60
mesh H3PO4 2 jam (b)
(a) (b)
Gambar 7. Hasil analisis morfologi sampel ukuran 120 mesh H3PO4 1 jam (a)
dan 120 mesh H3PO4 2 jam (b)
Gambar 4 menunjukkan morfologi permukaan serbuk kayu alaban
yang sudah diaktivasi kimia NaCl dan aktivasi fisika selama 1 jam (a) dan 2
jam (b). Terlihat pada gambar 4 sampel yang diaktivasi fisika selama 2 jam
memiliki pori-pori yang lebih besar dibandingkan dengan sampel yang
diaktivasi fisika selama 1 jam, sama halnya seperti yang ditunjukkan pada
gambar 5,6 dan 7 pada gambar b (2 jam) pori-pori lebih terlihat dibandingkan
29
dengan gambar a (1 jam). Proses aktivasi fisika dapat menyebabkan
terbentuknya pori karena adanya penguapan molekul air serta terdegrasinya
senyawa organik oleh panas (Hartini, 2014). Sehingga dengan bertambahnya
waktu aktivasi maka akan mengakibatkan semakin banyaknya pori-pori yang
terbentuk. Kandungan yang terdapat pada arang aktif akan dianalisa
menggunakan EDX (Energy Dispersive X-Rayi). Pada pengujian EDX yang
dilakukan terdapat beberapa kandungan unsur, hasil analisis unsur-unsur
sampel kayu alaban sesudah diaktivasi kimia fisika terdapat pada tabel
Tabel 4. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
NaCl dan aktivasi Fisika Selama 1 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
78.34% 84.45% 76.22% 83.81%
78.60% 84.48% 73.87% 82.29%
C
79.68% 85.35% 74.51% 82.06%
80.08% 85.67%
Rata-rata 79.18% 84.99% 74.87% 82.72%
16.37% 13.25% 15.94% 13.15%
16.76% 13.53% 15.95% 13.34%
O
15.50% 12.46% 17.70% 14.63%
15.22% 12.22%
Rata-rata 15.96% 12.87% 16.53% 13.71%
1.43% 0.81% 1.09% 0.62%
1.33% 0.75% 1.66% 0.96%
Na
1.76% 0.98% 1.38% 0.80%
1.46% 0.82%
Rata-rata 1.50% 0.84% 1.38% 0.79%
1.16% 0.62% 0.56% 0.30%
0.88% 0.46% 1.49% 0.82%
Mg
1.05% 0.56% 1.04% 0.56%
1.24% 0.66%
Rata-rata 1.08% 0.58% 1.03% 0.56%
2.70% 0.87% 5.74% 1.89%
Ca 2.43% 0.78% 5.45% 1.82%
2.01% 0.65% 4.21% 1.39%
30
2.00% 0.64%
Rata-rata 2.29% 0.74% 5.13% 1.70%
0.00% 0.00% 0.15% 0.07%
0.75% 0.37%
Al
0.66% 0.32%
Rata-rata 0.00% 0.00% 0.52% 0.25%
0.00% 0.00% 0.31% 0.14%
0.83% 0.40%
Si
0.50% 0.23%
Rata-rata 0.00% 0.00% 0.55% 0.26%
(penjelasan)
Tabel 5. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
NaCl dan aktivasi Fisika Selama 2 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
78.95% 84.67% 79.36% 85.61%
77.18% 83.53% 79.84% 85.77%
C
79.70% 85.12% 79.14% 85.68%
80.02% 86.05% 78.33% 84.53%
Rata-rata 78.96% 84.84% 79.17% 85.40%
16.58% 13.35% 14.45% 11.70%
16.96% 13.78% 14.77% 11.91%
O
16.88% 13.53% 13.67% 11.11%
13.91% 11.23% 16.12% 13.06%
Rata-rata 16.08% 12.97% 14.75% 11.95%
1.60% 0.90% 1.15% 0.65%
1.10% 0.62% 1.02% 0.57%
Na
0.88% 0.49% 1.30% 0.74%
1.05% 0.59% 1.16% 0.65%
Rata-rata 1.16% 0.65% 1.16% 0.65%
0.80% 0.43% 1.30% 0.69%
1.14% 0.61% 0.89% 0.47%
Mg
0.20% 0.10% 1.35% 0.67%
1.04% 0.55% 1.07% 0.57%
Rata-rata 0.80% 0.42% 1.15% 0.60%
31
2.07% 0.67% 2.77% 0.90%
1.71% 0.56% 2.45% 0.79%
Ca
2.35% 0.75% 2.60% 0.84%
2.02% 0.65% 2.57% 0.83%
Rata-rata 2.04% 0.66% 2.60% 0.84%
0.53% 0.25%
1.06% 0.51% 0.52% 0.25%
Al
0.00% 0.00% 1.06% 0.51%
1.26% 0.60% 0.47% 0.22%
Rata-rata 0.77% 0.37% 0.65% 0.31%
0.45% 0.21%
0.84% 0.39% 0.51% 0.23%
Si
0.00% 0.00% 0.99% 0.46%
0.70% 0.32% 0.29% 0.13%
Rata-rata 0.51% 0.24% 0.56% 0.26%
Nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi
fisika 1 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami penurunan yaitu pada
ukuran artikel 60 mesh sebesar 79,18% dan pada ukuran partikel 120 mesh
sebesar 74,87%. Hasil ini tidak sesuai dengan uji pendahuluan yang telah
dilakukan yaitu sampel dengan ukuran semakin kecil maka kadar karbon nya
semakin tinggi. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya udara luar
yang masuk ketika proses uji pendahuluan tersebut sehingga mempengaruhi
kadar abu dan kadar volatile dan menyebabkan kadar karbon yang menurun.
Sedangkan untuk nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan
aktivasi fisika 2 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami kenakan yaitu
pada ukuran artikel 60 mesh sebesar 78,96% dan pada ukuran partikel 120
mesh sebesar 79,17%. Hal ini sudah sesuai dengan hasil yang telah dikerjakan
pada uji pendahuluan yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar
kandungan karbonnya. (Cari bandingan)
Pada sampel arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi fisika 1 jam dan 2
jam terdapat beberapa kandungan diantaranya karbon (C), Oksigen (O),
Natrium (Na), Mangan (Mg), kalsium (Ca), alumunium (Al) dan Silika (Si),
32
namun beberapa sampel yang tidak mengandung Al dan Si ). Hal ini
dikarenakan pada proses analisis menggunakan EDX hanya mampu scanning
pada permukaan yang terkena sinar X-ray, sehingga komposisi unsur-unsur
secara keseluruhan pada sampel tidak dapat diketahui (Hartini, 2014).
Tabel 6. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
H3PO4 dan aktivasi Fisika Selama 1 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
84.29% 89.17% 81.59% 86.80%
82.90% 87.29% 83.31% 87.61%
C
83.22% 88.71% 82.95% 87.44%
85.33% 90.14% 83.31% 87.71%
Rata-rata 83.94% 88.83% 82.79% 87.39%
10.67% 8.48% 14.09% 11.25%
14.81% 11.71% 14.27% 11.27%
O
10.90% 8.73% 14.25% 11.28%
9.74% 7.73% 13.98% 11.05%
Rata-rata 11.53% 9.16% 14.15% 11.21%
1.05% 0.58%
Na
Rata-rata 1.05% 0.58% 0 0
0.85% 0.45% 1.19% 0.63%
0.57% 0.29% 0.78% 0.40%
Mg
1.05% 0.55% 0.88% 0.46%
1.05% 0.55% 0.69% 0.36%
Rata-rata 0.88% 0.46% 0.89% 0.46%
0.80% 0.25% 0.93% 0.30%
0.60% 0.19% 0.29% 0.09%
Ca
1.61% 0.52% 0.44% 0.14%
1.34% 0.43% 0.34% 0.11%
Rata-rata 1.09% 0.35% 0.50% 0.16%
1.18% 0.56% 1.20% 0.57%
0.51% 0.24% 0.85% 0.40%
Al
1.68% 80.00% 1.03% 0.48%
1.10% 0.52% 1.10% 0.51%
33
Rata-rata 1.12% 20.33% 1.05% 0.49%
1.15% 0.52% 1.00% 0.45%
0.61% 0.27% 0.50% 0.23%
Si
1.54% 0.70% 0.45% 0.20%
1.43% 0.65% 0.58% 0.26%
Rata-rata 1.18% 0.54% 0.63% 0.29%
Tabel 7. Hasil Anaisis Unsur-Unsur Sampel Kayu Alaban Sesudah Diaktivasi kimia
H3PO4 dan aktivasi Fisika Selama 2 Jam (Ukuran 60 Mesh dan 120 mesh)
60 mesh 120 mesh
Element
Wt % At% Wt% At%
82.48% 88.08% 82.72% 87.47%
82.99% 87.77% 84.13% 88.86%
C
86.14% 91.21% 84.23% 88.51%
83.93% 89.54% 84.60% 89.46%
Rata-rata 83.89% 89.15% 83.92% 88.58%
11.46% 9.19% 13.91% 11.04%
13.52% 10.74% 11.74% 9.31%
O
8.03% 6.36% 12.86% 10.14%
9.47% 7.58% 10.49% 8.33%
Rata-rata 10.62% 8.47% 12.25% 9.71%
1.32% 0.70% 0.91% 0.47%
0.49% 0.26% 1.10% 0.58%
Mg
0.57% 0.30% 1.06% 0.55%
1.33% 0.70% 1.29% 0.67%
Rata-rata 0.93% 0.49% 1.09% 0.57%
1.30% 0.41% 0.80% 0.25%
1.13% 0.36% 1.01% 0.32%
Ca
2.32% 0.74% 0.41% 0.13%
2.01% 0.64% 0.89% 0.28%
Rata-rata 1.69% 0.54% 0.78% 0.25%
2.22% 1.06% 0.79% 0.37%
1.62% 0.76% 1.13% 0.53%
Al
2.51% 1.18% 0.89% 0.42%
2.24% 1.06% 1.38% 0.65%
Rata-rata 2.15% 1.02% 1.05% 0.49%
1.23% 0.56% 0.87% 0.40%
Si
0.25% 0.11% 0.89% 0.40%
34
0.42% 0.19% 0.54% 0.24%
1.02% 0.46% 1.35% 0.61%
Rata-rata 0.73% 0.33% 0.91% 0.41%
Nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi H3PO4 dan aktivasi
fisika 1 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami penurunan yaitu pada
ukuran artikel 60 mesh sebesar 83,94% dan pada ukuran partikel 120 mesh
sebesar 82,79%. Hasil ini tidak sesuai dengan uji pendahuluan yang telah
dilakukan yaitu sampel dengan ukuran semakin kecil maka kadar karbon nya
semakin tinggi. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya udara luar
yang masuk ketika proses uji pendahuluan tersebut sehingga mempengaruhi
kadar abu dan kadar volatile dan menyebabkan kadar karbon yang menurun.
Sedangkan untuk nilai kandungan karbon arang aktif teraktivasi NaCl dan
aktivasi fisika 2 jam berdasarkan ukuran partikel mengalami kenakan yaitu
pada ukuran artikel 60 mesh sebesar 83,89% dan pada ukuran partikel 120
mesh sebesar 83,92%. Hal ini sudah sesuai dengan hasil yang telah dikerjakan
pada uji pendahuluan yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar
kandungan karbonnya.
Pada sampel arang aktif teraktivasi NaCl dan aktivasi fisika 1 jam dan 2
jam terdapat beberapa kandungan diantaranya karbon (C), Oksigen (O),
Natrium (Na), Mangan (Mg), kalsium (Ca), alumunium (Al) dan Silika (Si),
namun beberapa sampel yang tidak mengandung Al dan Si ). Hal ini
dikarenakan pada proses analisis menggunakan EDX hanya mampu scanning
pada permukaan yang terkena sinar X-ray, sehingga komposisi unsur-unsur
secara keseluruhan pada sampel tidak dapat diketahui (Hartini, 2014).
35
hidrat yang terikat pada arang aktif, dengan kata lain pada pori pori arang
aktif masih ada kandungan air yang tertinggal (Cundari, 2016). Keberadaan air
di dalam karbon aktif ini akan menutupi pori-pori karbon aktif dan akan meyebabkan
menurunnya daya adsorpsi arang aktif yang dihasilkan (Santoso, 2014). Berikut data
hasil kadar air arang aktif kayu alaban.
Tabel 8. Data hasil kadar air arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
3.06 2.43 2.78 2.70 1.65 1.45 1.43 1.09
Kadar air
3.25 2.48 2.79 2.75 1.64 1.44 1.49 1.12
(%)
3.41 2.59 2.86 2.71 1.67 1.47 1.43 1.03
rata-rata 3.24 2.5 2.81 2.72 1.65 1.45 1.45 1.08
Berdasarkan data hasil pada Tabel 3, kadar air arang aktif kayu alaban
secara keseluruhan sudah memenuhi standar SNI (06-3730-1995) (maksimal
15 %).
a. Variasi Jenis Aktivator
Kadar air berkaitan dengan sifat higroskopis activator. Ketika proses
aktivasi arang aktif dengan menggunakan activator maka akan terikat molekul
air pada permukaan arang aktif akan menyebabkan pori pori pada arang aktif
semakin besar. Hal ini berbanding lurus dengan luas perrmukaan yang akan
semakin bertambah. Dengan demikian bertambahnya luas permukaan pada
arang aktif akan meningkatkan sifat adsorbsnya dan membuat kemampuan
arang aktif semakin baik (Arif, 2015).
36
Kadar Air berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
3.50
3.00
2.50
NaCl
2.00
H3PO4
1.50
1.00
0.50
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
37
b. Variasi waktu Aktivasi Fisika
38
air pada waktu karbonisasi 60 menit yaitu 3,09%, sedangkan kadar air karbon aktif
yang dikarbonisasi selama 120 menit yaitu 1,01%.
c. Variasi Ukuran Partikel
39
kandungan sisa mineral dalam karbon aktif yang tidak terbuang saat
karbonisasi dan aktivasi. (Herlandien, 2013). Keberadaan abu yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori karbon aktif, sehingga
luas permukaan karbon aktif menjadi berkurang sehingga mempengaruhi
proses adsorpsi (Maulinda, 2015). Berikut data hasil kadar abu arang aktif
kayu alaban.
Tabel 9. Data hasil kadar abu arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
30.43 32.52 33.36 34.09 32.71 33.31 34 34.37
Kadar abu
30.31 32.84 33.16 34.66 32.50 33.67 34.12 34.28
(%)
30.14 32.67 33.06 34.74 32.11 33.49 34.32 35.38
rata-rata 30.29 32.68 33.19 34.50 32.44 33.49 34.15 34.68
Berdasarkan data hasil, nilai kadar abu pada penelitian ini secara
keseluruhan belum sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 (maksimal 10%).
Hal ini kemungkinan dikarenakan pada proses pencucian arang aktif yang
belum maksmal sehingga masih tersisa zat pengotor yang menyebabkan kadar
abu semakin tinggi.
a. Variasi Jenis Aktivator
Aktivator yang bersifat asam lebih optimum memperluas permukaan
karbon aktif, sehingga membentuk pori-pori semakin banyak (Erawati, 2018).
Pada penelitian ini digunakan dua jenis aktivator, yaitu NaCl 1 M dan H 3PO4
1 M. Berikut perbedaan hasil kadar abu arang aktif kayu alaban berdasarkan
jenis aktivator.
40
Kadar Abu berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
36.00
35.00
34.00
33.00 NaCl
32.00 H3PO4
31.00
30.00
29.00
28.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
41
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika
42
dalam pembentukkan pori, sehingga semakin banyak pori yang dihasilkan maka
kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi.
43
semakin kecil ukuran partikel maka kemungkinan pengotor berada di luar atau pada
permukaan partikel arang akan semakin banyak sehingga mudah terjadi kontak
dengan larutan dan akan larut (Solihudin, 2016).
4.3.3 Kadar Volatile
Penetapan atau perhitungan kadar volatile (bagian yang hilang pada
pemanasan) atau kadar zat mudah menguap bertujuan untuk mengetahui
kandungan senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam arang aktif
(Permatasari, 2014). Tingginya kadar volatile disebabkan karena tidak
sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO dan H2
(Ramdja, 2008). Kadar volatile yang tinggi menunjukkan bahwa permukaan
karbon aktif mengandung zat terbang yang berasal dari hasil interaksi antara
karbon dengan uap air (Pari, 2004). Hal tersebut dapat mengurangi daya
serapnya terhadap gas atau larutan (Wibowo, 2009). Berikut hasil kadar
volatile arang aktif kayu alaban.
Tabel 10. Data hasil kadar volatile arang aktif kayu alaban
NaCl 1 Jam NaCl 2 jam H3PO4 1 jam H3PO4 2 jam
Parameter 60 120 60 120 60 120 60 120
mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh mesh
Kadar 22.61 19.33 15.92 11.23 12.99 9.24 7.1 6.8
volatile 22.92 19.55 15.31 11.46 12.72 9.52 7.2 6.77
(%) 19.06 15.68 11.08 12.38 9.17 7.74 6.49
22.84
rata-rata 22.79 19.31 15.64 11.26 12.70 9.31 7.35 6.69
Berdasarkan data hasil pada Tabel 5, kadar volatile arang aktif kayu
alaban sudah sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 (maksimal 25 %).
a. Variasi Jenis Aktivator
44
Kadar Volatile berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
25.00
20.00
15.00 NaCl
H3PO4
10.00
5.00
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
45
membuat activator asam lebih optimal dalam membersihkan permukaan
sehingga lebih banyak membuka pori-pori dalam arang aktif (Erawati, 2018).
Gambar 15. Pengaruh Variasi Waktu Aktivasi Fisika Terhadap Kadar Volatile
Arang Aktif Kayu Alaban
Berdasarkan grafik, hasil kadar volatile dari arang aktif kayu alaban dengan
waktu aktivasi fisika 1 jam lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif kayu alaban
dengan waktu aktivasi fisika 2 jam. Kadar volatile tertinggi yaitu 22,79% dan kadar
volatile terendah yaitu 6,69%. Menurut Siahaan (2013) peningkatan waktu
pemanasan akan mengurangi kadar zat volatile dalam arang. Semakin lama waktu
pemanasan maka semakin lama pula zat volatile menguap sehingga kadar volatile nya
akan semakin menurun.
c. Variasi Ukuran Partikel
46
Kadar Volatile berdasarkan variasi Ukuran
partikel
25.00
20.00
60 Mesh
15.00 120 Mesh
10.00
5.00
0.00
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
47
tinggi pula kadar volatilenya. Tingginya kadar volatile disebabkan oleh tidak
sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO dan H2
(Ramdja, 2008).
48
Karbon Terikat berdasarkan Variasi Jenis Aktivator
70.00
60.00
50.00
NaCl
40.00
H3PO4
30.00
20.00
10.00
0.00
A1C1 A1C2 A2C1 A2C2
Gambar 17. Pengaruh Variasi Jenis Aktivator Terhadap Kadar karbon terikat Kayu
Alaban Arang Aktif Kayu Alaban
Grafik menunjukkan hasil kadar karbon terikat dari arang aktif
menggunakan aktivator yang berbeda yaitu NaCl dan H3PO4. Penggunaan
aktivator H3PO4 menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon terikat yang
tinggi, sedangkan penggunan aktivator NaCl menghasilkan kadar karbon
terikat terendah. Aktivator H3PO4 menghasilkan kadar karbon terikat sebesar
58,64 %, sedangkan aktivator NaCl menghasilkan kadar abu sebesar 46,92 %.
Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2014)
tentang pemanfaatan kulit singkong dengan memvariasikan jenis aktivator,
hasilnya adalah kadar karbon terikat tertinggi didapatkan dari karbon aktif
yang teraktivasi aktivator asam (H3PO4) yaitu 51,936 % ± 0,0153 %,
sedangkan karbon aktif teraktivasi basa (KOH) menghasilkan kadar karbon
terikat terendah, yaitu 49,839 % ± 7,3748 %. Besar kecilnya kadar karbon
terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar volatile. Semakin
rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka kadar karbon
terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika
49
Karbon Terikat berdasarkan variasi waktu
Aktivasi Fisika
70.00
60.00
50.00 1 Jam
40.00 2 Jam
30.00
20.00
10.00
0.00
B1C1 B1C2 B2C1 B2C2
50
Titik ini menunjukkan kondisi optimum karbonisasi pada sekam padi. Besar
kecilnya kadar karbon terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar
volatile. Semakin rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka
kadar karbon terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
c. Variasi Ukuran Partikel
Gambar 19. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Terhadap Kadar karbon terikat Kayu
Alaban Arang Aktif Kayu Alaban
Grafik diatas menunjukkan hasil kadar karbon terikat dari arang aktif
berdasarkan perbedaan ukuran partikel, yaitu 60 mesh dan 120 mesh. Dari
Grafik dapat dilihat bahwa secara keseluruhan arang aktif dengan ukuran
partikel 120 mesh menghasilkan kadar karbon terikat lebih tinggi
dibandingkan dengan arang akif dengan ukuran partikel 60 mesh. Kadar
karbon terikat tertinggi yaitu sebesar 58,64 % dan kadar terikat terendah yaitu
sebesar 46,92 %. Terjadi peningkatan kadar karbon terikat dari keseluruhan
variasi dengan bertambah kecilnya ukuran partikel. Hasil ini sesuai dengan
penelitian lain oleh Reyra (2017) yang membuat karbon aktif dari daun nanas
51
untuk adsorpsi logam Fe pada air gambut dengan variasi ukuran partikel 80
mesh, 100 mesh dan 120 mesh. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil
semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula kadar karbon
terikatnya. Kadar karbon terikat dengan ukuran partikel 80 mesh sebesar
84,91 % ; 100 mesh sebesar 88,98 % ; 120 mesh sebesar 90,9 %. Besar
kecilnya kadar karbon terikat ini dipengaruhi oleh jumlah kadar abu dan kadar
volatile. Semakin rendah kadar volatile dan kadar abu yang dihasilkan maka
kadar karbon terikat yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
52
-0.60 -0.02
5.62 0.20
A1B2C1 8.22 0.29
5.80 0.20
4.46 0.16
A1B2C2 3.76 0.13
2.42 0.09
5.97 0.21
A2B1C1 7.17 0.25
7.62 0.27
4.99 0.18
A2B1C2 4.29 0.15
5.02 0.18
7.20 0.25
A2B2C1 7.76 0.28
5.97 0.21
53
8.22 0.29
54
Berdasarkan data pada grafik dapat dilihat persentase penurunan logam
Fe menggunakan arang aktif kayu alaban tidak signifikan karena hanya
mampu menghilangkan kandungan Fe dalam sampel air Gambut pada rentang
1,53 % - 6,98 %. Persentase kapasitas adsorpsi menggunakan arang aktif kayu
alaban juga tidak signifikan karena adsorbat yang dapat diadsorpsi tiap gram
karbon aktif hanya pada rentang 0,05 mg/g – 0,25 mg/g. Aktivator yang
paling banyak menurunkan konsentrasi Fe adalah aktivator H3PO4. Ini
menunjukkan jenis aktivator H3PO4 mampu meningkatkan kemurnian karbon
aktif yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi akhir penurunan Fe.
Rendahnya penurunan Fe disebabkan karena pori-pori dari adsorben belum
berkembang dengan baik, sehingga belum mampu menyerap secara maksimal
(Nunik & Okayadnya, 2015). Berdasarkan pada hasil uji Fe diperoleh
aktivator dengan efisiensi penyerapan yang paling baik adalah H3PO4. Hasil
ini sesuai dengan kadar karbon terikat yang didapat H3PO4 yang lebih tinggi
dibandingkan NaCl.
b. Variasi Waktu Aktivasi Fisika
55
Berdasarkann grafik, dapat dilihat persentase penurunan Fe lebih baik
didapatkan dari arang aktif yang mengalami pelakuan aktivasi fisika selama 2 jam
disetiap variasi. Ini menunnjukkan semakin lama pemanasan pada aktivasi fisika
maka daya serap logam Fe akan semakin besar. Adanya peningkatan waktu pada
proses karbonisasi menyebabkan substansi pengotor yang masih menempel dan
menutupi struktur pori arang aktif ikut terlepas sehingga dapat membentuk pori baru
dan memperluas pori sebelumnya. Semakin besar pori karbon aktif yang terbentuk,
maka semakin besar pula kemungkinan adsorbat akan menempel di permukaan pori
arang aktif. Ketika dihubungkan dengan data karbon terikat, maka hasil penurunan Fe
ini telah sesuai, karena karbon aktif yang dikarbonisasi selama 2 jam merupakan
karbon aktif yang memiliki karbon terikat yang paling tinggi. Sehingga semakin besar
karbon terikatnya maka penyerapannya juga akan semakin baik.
56
120 mesh lebih tinggi dibandingkan arang aktif berukuran 60 mesh. Hal ini
dikarenakan
Konsentrasi
Konsentrasi Konsentrasi Akhir Akhir Efisiensi
Kode
Awal Sebelum Disaring Setelah Penurunan
Sampel
(mg/L) (mg/L) Disaring Fe (%)
(mg/L)
A1B1C1 1952 1734 1486 32.455
1952 1679 1431 34.955
1952 1721 1473 33.045
Rata-
1952 1711 1463 33.485
Rata
A1B1C2 1952 1732 1484 32.545
1952 1733 1485 32.500
1952 1740 1492 32.182
Rata-
1952 1735 1487 32.409
Rata
A1B2C1 1952 1739 1491 32.227
1952 1776 1528 30.545
1952 1792 1544 29.818
Rata-
1952 1769 1521 30.864
Rata
A1B2C2 1952 1833 1585 27.955
57
1952 1769 1521 30.864
1952 1766 1518 31.000
Rata-
1952 1789 1541 29.939
Rata
A2B1C1 1952 1696 1448 34.182
1952 1682 1434 34.818
1952 1677 1429 35.045
Rata-
1952 1685 1437 34.682
Rata
A2B1C2 1952 1648 1400 36.364
1952 1604 1356 38.364
1952 1637 1389 36.864
Rata-
1952 1630 1382 37.197
Rata
A2B2C1 1952 1815 1567 28.773
1952 1849 1601 27.227
1952 1803 1555 29.318
Rata-
1952 1822 1574 28.439
Rata
A2B2C2 1952 1736 1488 32.364
1952 1788 1540 30.000
1952 1767 1519 30.955
Rata-
1952 1764 1516 31.106
Rata
58
Nilai resistivitas dan nilai konduktivitas merupakan nilai yang saling
berbanding terbalik dimana makin besar nilai resistivitas, maka makin kecil
nilai konduktivitas dan sebaliknya. Semakin murni air akan semakin besar
resistivitasnya, dan semakin murni air akan memiliki kualitas yang semakin
baik (Kurniawan, 2012). Karena dengan semakin besarnya resistivitas, maka
konduktivitas yang dihasilkan semakin kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa
air dengan nilai resistivitas yang tinggi akan cenderung lebih baik digunakan
daripada air dengan nilai resistivitas yang lebih rendah atau air dengan
konduktivitas yang rendah akan cenderung lebih baik digunakan daripada air
dengan konduktivitas yang tinggi (Ulfia, 2014). Berdasarkan pada tabel 12,
dapat dilihat bahwa dengan ditambahkannya karbon aktif dalam sampel air
Gambut mengakibatkan turunnya daya hantar listrik dari sampel air tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensinya. Variasi karbon aktif yang paling
baik dalam menurunkan daya hantar listrik adalah karbon aktif yang diaktivasi
fisika selama 2 jam, teraktivasi NaCl dan dengan ukuran partikel 120 mesh.
Nilai efisiensi penurunan daya hantar listrik terbaik yaitu sebesar 37,197 %.
Sedangkan untuk variasi karbon aktif yang efisiensi penurunan daya hantar
listriknya paling rendah yaitu karbon aktif yang diaktivasi fisika selama 2 jam,
teraktivasi H3PO4 dan dengan ukuran partikel 60 mesh, nilai efisiensi terendah
yaitu sebesar 28,439 %.
59
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan dari penelitian ini antara lain :
1. Hasil kadar air secara keseluruhan sudah memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 15%), hasil kadar abu belum memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 10%), hasil kadar volatile sudah memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(maksimal 25%) dan hasil karbon terikat belum memenuhi SNI No. 06-3730-1995
(minimal 65%).
2. Perbedaan variasi jenis aktivator, waktu aktivasi fisika dan ukuran partikel
memiliki pengaruh terhadap penyerapan logam Fe pada sampel air Gambut.
3. Nilai daya hantar listrik sampel air gambut tanpa penambahan arang aktif yaitu
sebesar 2200 μs/cm. Sedangkan untuk daya hantar listrik tertinggi didapatkan dari
arang aktif yang diaktivasi fisika selama 2 jam, teraktivasi NaCl dan dengan
ukuran partikel 120 mesh, yaitu sebesar 37,197 %.
60
1.2 Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan jenis activator,
ukuran partikel dan lama waktu aktivasi fisika yang berbeda
61