Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Psikologi ISSN 0215-8884 (print)

Volume 46, Nomor 1, 2019: 63 – 71 ISSN 2460-867X (Online)


DOI: 10.22146/jpsi.22748 https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi

Trauma Masa Anak, Hubungan Romantis,


dan Kepribadian Ambang
Childhood Trauma, Romantic Relationship,
and Borderline Personality

Christine Wibhowo1, Klara Andromeda DS So²., Siek3., & Justina Grasellya Santoso4
1,2,3,4 Fakultas Psikologi Universitas Katholik Soegijapranata Semarang

Abstract. People with borderline personality features (BPF) are characterized by impulsive,
emotionally unstable, have unsafe sexual activity, and other actions that are at risk to commit
suicide. Although some of the behavior is not included in crime, if there is no prevention, the
BPF will endanger itself and its environment. This study aims to determine the relationship
between childhood trauma, a romantic relationship, with BPF. The hypothesis are, 1) there is a
relationship between childhood trauma and BPF; 2) there is relationship between romantic a
relationships and BPF. This study using 77 participant wives aged 20-40 years. Collecting data
using Borderline Personality Scale, Childhood Trauma Scale, and Romantic relation Scale. Data
analysis with product moment. The result of this study are 1) there is a relationship between
childhood trauma and borderline personality (r = 0.6, p <0.01); 2) there is relationship between
romantic relationship and borderline personality (r = - 0.5= p<0.01).
Keywords: borderline personality; childhood trauma; romantic relationships

Abstrak. Orang dengan kepribadian ambang (KA) ditandai dengan impulsif, emosional tidak
stabil, memiliki aktivitas seksual yang tidak aman, dan tindakan lain yang berisiko untuk
melakukan bunuh diri. Meskipun beberapa perilaku tidak termasuk dalam kejahatan, tetapi
jika tidak ada pencegahan, maka KA akan membahayakan dirinya dan lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan trauma masa kecil, hubungan romantis,
dengan KA. Hipotesisnya adalah 1) ada hubungan antara trauma masa kanak-kanak dan KA;
2) ada hubungan antara hubungan romantis dan KA. Partsipan dalam penelitian ini 77 istri
berusia 20-40 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga skala, yaitu Skala
Kepribadian Ambang, Skala Trauma Masa Anak, dan Skala Hubungan Romantis. Analisis data
menggunakan product moment. Hasil penelitian ini, 1) ada hubungan positif yang signifikan
antara trauma masa kanak-kanak dan kepribadian ambang (r = 0.6, p <0,01); 2) ada hubungan
negatif yang signifikan antara hubungan romantis dan kepribadian ambang (r = - 0.5 = p
<0,01).
Kata kunci: hubungan romantis; kepribadian ambang; trauma masa anak

Istilah 1kepribadian ambang (KA) pertama Sterm (dalam Keppen & Kimberly, 2014).
kali dicetuskan oleh seorang terapis yang Seseorang dapat dikatakan mengalami KA
beraliran Psikoanalisa, bernama Adolf jika tidak dapat digolongkan ke dalam

1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat melalui: andromedaklara@gmail.com


christine.wibhowo@mail.ugm.ac.id;

JURNAL PSIKOLOGI 63
WIBHOWO, DKK

gangguan neurosis maupun psikosis. Pada kepribadian ambang, namun jumlahnya


pasiennya yang memiliki kepribadian diperkirakan semakin banyak, seiring
ambang ini, Sterm mengindentifikasikan dengan jumlah kasus kekerasan yang
adanya sifat negatif pada saat proses terapi semakin meningkat.
karena sikapnya yang berubah-ubah. Menurut catatan Komnas Perempuan
Dalam DSM-5 atau Diagnostic and Statistical (2016), kasus kekerasan terhadap
Manual of Mental Disorders (American perempuan mengalami peningkatan setiap
Psychiatric Association, 2013), kepribadian tahunnya. Jenis kekerasan yang paling
ambang didefinisikan sebagai suatu banyak yaitu kekerasan pada lingkungan
gangguan dengan kriteria ketidakstabilan personal. Hal ini disimpulkan bahwa
dalam hubungan interpersonal, kekerasan yang dilakukan disebabkan oleh
citra/gambaran diri yang kabur, dan faktor kepribadian individu yang tidak
impulsivitas yang diawali pada masa stabil dan tidak semata-mata disebabkan
dewasa. Kepribadian ambang tergolong oleh faktor ekonomi dan hukum. Pelaku
dalam gangguan kepribadian aksis II serta kekerasan, terutama kekerasan seksual, jika
termasuk dalam gangguan kepribadian sampai dilaporkan oleh korban maka
kelompok B, yaitu orang dengan perilaku diduga perilaku itu telah diterima oleh
yang terlalu dramatis, emosional, dan korban beberapa kali. Jadi pelaku maupun
eratik/tidak menentu. Diagnosis ini baru korban memiliki kepribadian yang
bisa ditegakkan apabila orang tersebut impulsif, hubungan interpersonal yang
telah berusia 18 tahun. Berdasarkan data tidak baik, dan emosi yang tidak stabil.
dari DSM-5 (APA, 2013), kriteria KA yang Menurut Distel (2009), sebaiknya tidak
dimiliki oleh seseorang dapat menurun mengabaikan adanya perilaku kekerasan,
dengan bertambahnya usia seseorang. Hal perilaku yang emosional, sering
tersebut disebabkan dengan bertambahnya kehilangan pekerjaan, penyalahgunaan zat,
usia, seseorang dengan KA akan mulai dan perilaku mudah menikah-mudah cerai
memahami peristiwa-peristiwa yang yang ditunjukkan oleh individu karena
menyebabkan ia menjadi KA, dan ia perilaku itu bisa saja merupakan tanda-
berusaha menghindari peristiwa-peristiwa tanda adanya KA.
tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil
Berdasar penelitian yang dilakukan
penelitian dari Chan, et al. (2012) yang
oleh Kitamura dan Nagata (2014)
menyimpulkan bahwa ada perbedaan KA
disimpulkan bahwa trauma masa anak
pada kelompok usia 20 tahun dan
merupakan determinan utama untuk KA,
kelompok usia 30 tahun ke atas. Selain itu
depresi, dan perilaku bunuh diri.
menurut DSM-5 (APA, 2013), 75%
Disampaikan juga bahwa dibanding
penderita KA adalah wanita. Oleh karena
gangguan kepribadian yang lain, maka
itu, penelitian ini menggunakan partisipan
trauma masa anak paling banyak
wanita dengan usia 20-40 tahun yang dapat
berhubungan dengan KA.
mewakili kedua kelompok usia tersebut.
Penelitian tentang hubungan trauma
Menurut Kernberg dan Michels (2009),
masa anak (TMA) dengan kepribadian
jumlah orang yang mengalami KA sebesar
ambang memang telah banyak dilakukan
4% dalam populasi. Penyebab KA bisa
sebelumnya. Di antaranya dilakukan oleh
karena faktor neurobiologi dan faktor
Kaehler dan Freyd (2012); Kujipers, Van
psikologis. Di Indonesia, belum diketahui
Der Knaap, Winkel, Pemberton, dan Baldry
data pasti mengenai jumlah penderita
(2011); dan Rasonabe (2013). Penelitian-

64 JURNAL PSIKOLOGI
TRAUMA MASA ANAK, HUBUNGAN ROMANTIS, DAN KEPRIBADIAN AMBANG

penelitian yang telah dilakukan cukup meyakinkan, diketahui ada


membuktikan bahwa trauma masa anak hubungan antara trauma masa anak (TMA)
berperan pada terjadinya kepribadian dan kepribadian ambang (KA). Dari hasil
ambang. Menurut Minzenberg, Poole, dan studi meta-analisis ditemukan bahwa
Vinogradov (2008), trauma masa anak koerelasi antara TMA dan KA sebesar 0,3
meliputi beberapa aspek, diantaranya yang berarti hubungannya kuat. Akan
kekerasan fisik, kekerasan seksual, tetapi karena ada kesalahan pengukuran
kekerasan emosional, penolakan fisik, sebesar 11,88%, maka masih ada faktor lain
penolakan emosional, dan menyaksikan yang juga berhubungan dengan KA. Selain
kekerasan. itu, penelitian tentang hubungan trauma
Berdasar data yang diperoleh, masa anak dan KA masih perlu dilakukan
Kitamura dan Nagata (2014) menyim- karena belum ada penelitian tersebut di
pulkan bahwa 90% individu yang Indonesia.
mengalami kekerasan fisik dan seksual saat Selain trauma masa anak, faktor lain
usia anak-anak akan mengalami KA. yang diduga berperan terhadap KA yaitu
Rasonabe (2013) juga menyatakan bahwa kelekatan. Kelekatan berkembang selama
faktor keluarga (hubungan dengan ayah, hidup. Pada masa anak-anak, figur
ibu, dan saudara) sangat berperan terhadap lekatnya yaitu orangtuanya. Kelekatan
terjadinya KA. Seorang anak yang berkembang sesuai usia individu. Setelah
mengalami kekerasan (yang dilakukan individu dewasa maka figur lekat dan jenis
oleh orang yang diharapkan dukungannya akan berubah, misalnya
melindunginya) akan cenderung untuk berubah menjadi kelekatan dengan
memandang dunia menjadi tidak nyaman pasangan. Konsep kelekatan dengan
dan tidak aman. Oleh karena itu, ia pasangan ini disebut dengan hubungan
mencoba melindungi diri sendiri dengan romantis (Hazan & Zeifman, 2016). Aspek-
bersikap agresif. aspek dalam hubungan romantis menurut
Hasil penelitian dari Kujipers, et al. Sternberg (Compton & Hoffman, 2013),
(2011) menunjukkan bahwa trauma masa yaitu melibatkan hubungan cinta romantis,
anak sangat berperan terhadap KA, keintiman, dan komitmen.
terutama pada kriteria bunuh diri. Seorang Nanu (2015) dalam penelitiannya
anak yang sering mendapat kekerasan membuktikan bahwa seseorang yang
akan menganggap bahwa dirinya tidak memiliki kelekatan akan belajar dari
berharga. Selain itu, ia akan menganggap hubungannya dengan subjek lekatnya. Ia
bahwa memang kekerasan merupakan akan memiliki rasa aman sehingga
suatu jalan untuk memecahkan persoalan. membuat individu mampu mengatur
Jika ia mengalami persoalan maka ia akan emosi dirinya dan hubungan dengan
melukai diri sendiri, bahkan akan lingkungan sosialnya. Kemampuan ini
melakukan bunuh diri untuk melupakan akan membuat individu lebih memiliki
kesedihannya. Individu yang melakukan konsep dan harga diri yang baik. Dengan
hal tersebut secara berulang-ulang akan demikian, salah satu kriteria dari KA yaitu
memiliki kriteria KA. citra diri dan konsep diri yang kabur, akan
Berdasarkan studi meta analisis yang berkurang jika seseorang memiliki
penulis lakukan pada tahun 2015, terhadap hubungan romantis dengan pasangannya.
kepribadian ambang dan trauma masa Dengan demikian pula, dapat diketahui
anak, memang dari 24 penelitian yang bahwa kelekatan di masa dewasa atau

JURNAL PSIKOLOGI 65
WIBHOWO, DKK

hubungan romantis dengan pasangan akan Skala Trauma Masa Anak disusun
membuat seseorang terhindar dari berdasarkan enam aspek, yaitu kekerasan
gangguan kepribadian, seperti KA. emosional, kekerasan seksual, kekerasan
Berdasar beberapa teori tersebut maka fisik, pengabaian emosional, pengabaian
hipotesis dalam penelitian ini ada dua, fisik, dan menyaksikan kekerasan
yaitu 1) ada hubungan antara trauma masa (Minzenberg, et al., 2008). Aitem dalam
anak dan kepribadian ambang; 2) ada skala ini misalnya “orang tua mengatakan
hubungan antara hubungan romantis dan bahwa saya bukanlah anak yang diingin-
kepribadian ambang. kan” dan “orang tua pernah mencoba
melukai saya”.
Partisipan dalam penelitian ini, yaitu
Metode
para isteri sehingga bahasa juga diujico-
Terdapat tiga variabel yang digunakan bakan kepada para isteri (13 orang).
dalam penelitian ini, yaitu: trauma masa Berikutnya yaitu mengukur persetujuan/
anak, hubungan romantis, dan kepribadian kesesuaian antar penilai dengan uji CVR
ambang. Pada penelitian ini, semua skala (Content Validity Ratio), berdasar metode
yaitu Skala KA, Skala Trauma, dan Skala Lawshe dan menghitung indeks validatas
Hubungan Romantis, disusun sendiri oleh isi (content validity index/CVI (Azwar, 2014).
peneliti. Masing-masing skala disusun
Tabel 1.
berdasar aspek-aspek sesuai teori. Setelah
Rangkuman hasil CVI semua skala
dibuat aitem maka diujicobakan kepada 13
partisipan, untuk memeriksa bahasa agar Skala CVI Jumlah Aitem
mudah dipahami. Selanjutnya aitem Kepribadian Ambang 0,92 36
disusun kembali dan diujicobakan kepada Trauma Masa Anak 0,91 24
77 partisipan, pada bulan Juli 2016, untuk Hubungan Romantis 0,9 20
diuji validitas dan reliablitasnya.
Hasilnya, semua aitem dalam skala
Kepribadian ambang diukur menggu- dapat dipahami maknanya dengan benar
nakan Skala Kepribadian Ambang. Aitem oleh partisipan dan memiliki validitas isi
pada skala ini disusun berdasarkan pada 9 yang baik. Beberapa aitem dalam Skala
kriteria dari DSM-IV. Contoh aitem dalam Hubungan Romantis diberi contoh
skala ini yaitu “saya pernah mencoba sehingga lebih mudah dipahami. Contoh
melukai diri sendiri untuk diperhatikan aitem dalam Skala Hubungan Romantis
orang lain” dan “saya pernah melakukan yang berubah, misalnya “Saya menikmati
satu atau lebih hal-hal berikut: melakukan kontak fisik dengan suami” berubah
hubungan seks yang tidak aman, makan menjadi “saya menyukai kontak fisik
dalam jumlah tak terkontrol”. dengan suami, seperti memeluk dan
Data hubungan romantis diperoleh menciumnya."
dari Skala Hubungan Romantis, yang Populasi dalam penelitian ini, yaitu
aspek-aspeknya meliputi hubungan wanita yang berstatus istri yang berada
romantis, keintiman, dan komitmen pada usia dewasa muda 20-40 tahun. Hal
(Compton & Hoffman, 2013), Contoh ini karena seperti yang telah dijelaskan
aitemnya adalah “saya menyukai kontak sebelumnya bahwa 75% orang yang
fisik dengan suami, seperti memeluk dan mengalami KA yaitu wanita, dengan usia
menciumnya” dan “ada saatnya saya 20-40 tahun. Dalam penelitian ini terdapat
merasa suami tak mengerti saya”. Skala Romantis sehingga partisipan dalam

66 JURNAL PSIKOLOGI
TRAUMA MASA ANAK, HUBUNGAN ROMANTIS, DAN KEPRIBADIAN AMBANG

penelitian ini berstatus sudah menikah Hasil


(sebagai istri). Sebagian besar partisipan (52
orang) dalam penelitian ini ditemui Data yang dapat dianalisis berjumlah 77
langsung oleh peneliti untuk mengisi skala. yang kemudian diuji asumsi. Hasilnya
Dua puluh lima partisipan mengisi skala aitem pada Skala Trauma Masa Anak
melalui online. Keuntungan menggunakan sesuai untuk mengukur trauma masa anak
skala online antara lain, partisipan merasa dan reliabel. Aitem pada Skala Kepribadian
lebih nyaman karena merasa kerahasiaan Ambang sesuai dan reliabel, demikian juga
terjaga dan dapat mengisi skala sesuai aitem pada Skala Hubungan Romantis.
dengan jadwal mereka sendiri. Selain itu, Dengan demikian semua skala dapat
dengan media online maka tidak ada aitem dengan tepat mengukur aspek-aspeknya
yang terlewat untuk dijawab, karena sudah (Tabel 1). Selanjutnya untuk menguji
diatur dengan program. Kelemahan hubungan variabel maka data diuji
menggunakan online, yaitu tidak ada normalitasnya. Hasilnya menunjukkan
jaminan bahwa partisipan sendiri yang bahwa semua data termasuk normal (Tabel
mengisi skala walaupun untuk 2). Selain uji validitas dan reliabilitas, data
mengantipasi hal ni, partisipan diminta dalam penelitian ini juga diuji linearitasnya
untuk menyebutkan alamat email. Selain dan hasilnya linear (Tabel 3).
itu, partisipan bisa saja mengisi jawaban Berikutnya, data dianalisis dengan
yang tidak sesuai dengan kenyataan yang menggunakan program SPSS. Dari hasil
ia hadapi. Kelemahan ini juga terjadi pada analisis data ditemukan bahwa ada
pengisian skala secara tatap muka. korelasi antara trauma dan kepribadian
ambang (r = 0,6; p < 0,01) atau dengan kata
lain ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara trauma masa anak

Tabel 2.
Hasil uji asumsi skala
N=77

Indeks Daya Estimasi Uji Normalitas Kolmogorov–Smirnov test


Skala
Diskriminasi Reliabilitas (K-S test)
Trauma masa anak 0,398-0,726 0,914 K-S tes = 1,071, p>0,05
Berarti normal
Kepribadian ambang 0,283-0,767 0,911 K-S-tes = 0,829, p>0,05
Berarti normal
Hubungan romantis 0, 481-0, 775 0,93 K-S tes = 0,846, p>0,05
Berarti normal

Tabel 3.
Uji linearitas

Variabel Nilai F Keterangan


Trauma masa anak dan kepribadian ambang 35,320, p < 0,01 Linier
Hubungan romantis dan kepribadian ambang 34,27, p < 0,01 Linier

JURNAL PSIKOLOGI 67
WIBHOWO, DKK

dengan kepribadian ambang. Korelasi untuk menghindari perasaan ditolak/takut


antara hubungan romantis dan kepriba- ditinggalkan oleh orang lain. Begitu pula
dian ambang juga terbukti (r = -0,5; p < dengan anak yang mengalami kekerasan
0,01). Ini berarti ada hubungan negatif yang seksual sangat mungkin diancam oleh
sangat signifikan antara hubungan pelakunya untuk tetap diam dan tidak
romantis dengan kepribadian ambang. menceritakan pengalaman tersebut kepada
siapapun (Kitamura & Nagata, 2014).
Dengan demikian, ia sangat takut dan malu
Diskusi
namun tak dapat mengungkapkan
Dari analisis data ditemukan bahwa perasaannya sehingga akibatnya proses
semakin tinggi trauma masa anak maka pengolahan emosi dan cara
semakin tinggi kepribadian ambang. mengekspresikan emosi (regulasi emosi)
Sebaliknya, semakin rendah trauma masa dalam diri anak tersebut akan terganggu.
anak yang dialami, maka semakin rendah Penelitian dengan hasil yang sama juga
pula kepribadian ambangnya. Hal ini dilakukan oleh Vermetten dan Spiegel
sesuai dengan hasil penelitian yang (2014).
dilakukan oleh Kitamura dan Nagata Hal ini juga senada dengan hasil
(2014). Trauma yang terjadi pada masa penelitian dari Lestari, Faturochman, dan
anak akan terbawa sampai dewasa dan Kim (2010) yang menyimpulkan bahwa
memengaruhi pandangan orang tersebut kepercayaan anak terhadap orang tua akan
mengenai dirinya maupun orang lain. berkembang menjadi kepercayaan kepada
Trauma masa anak dapat meliputi orang lain dan kepercayaan pada diri
kekerasan fisik, kekerasan seksual, keke- sendiri. Dengan demikian, jika anak
rasan emosional, pengabaian emosional, percaya terhadap orang tua maka kemam-
pengabaian fisik, dan menyaksikan puan anak akan lebih optimal dan
tindakan kekerasan. Riggs (2010) juga memandang dunia menjadi tempat yang
menyampaikan bahwa pola asuh yang aman. Beberapa hal yang dapat dilakukan
membuat anak mengalami trauma, yaitu agar anak percaya pada orang tua adalah
pengasuhan yang sering mengabaikan sikap jujur, bijaksana, hangat, dan
pengalaman emosional anak, dingin, dan mendukung anak.
tidak konsisten. Dalam DSM-5 (APA, 2013)
Selain trauma masa anak, faktor
dinyatakan bahwa jika individu
hubungan romantis juga berhubungan
mengalami trauma di masa anak maka ia
dengan KA. Hal ini sesuai dengan hasil
akan mengalami luka hati. Untuk menutup
penelitian dari Watkins (2011) yang mene-
luka hatinya individu akan melakukan
liti tentang dua dimensi dari kelekatan,
perilaku berisiko agar mendapat perhatian
yaitu kelekatan dengan pola kecemasan
dari orang lain. Perilaku yang
dan kelekatan dengan pola penghindaran.
dimunculkan masuk dalam kriteria KA.
Dua dimensi tersebut sama-sama
Anak yang mengalami kekerasan fisik berhubungan dengan KA. Jadi faktor
akan mengembangkan perasaan negatif kelekatan anak dan orang tua menjadi
seperti ketakutan, sakit hati, perasaan faktor yang penting untuk kesehatan psikis
tertolak/tidak diterima oleh lingkungan, individu. Kelekatan di masa dewasa tidak
yang menyebabkan di masa dewasa anak lagi kepada orangtuanya namun kepada
cenderung senang mencari keintiman dari pasangannya atau hubungan romantis
orang lain dan melakukan segala cara

68 JURNAL PSIKOLOGI
TRAUMA MASA ANAK, HUBUNGAN ROMANTIS, DAN KEPRIBADIAN AMBANG

dengan pasangannya (Hazan & Zeifman, Dengan begitu, maka akan lebih diketahui
2016). tentang terapi yang tepat untuk individu
Dinamika yang sama terjadi pada dengan KA.
hubungan romantis dengan KA. Saat
hubungan romantis antara isteri dengan Kesimpulan
suaminya baik, maka isteri dapat merasa
aman. Hubungan romantis yang baik itu Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
misalnya mengetahui bahwa suami bisa bahwa ada hubungan antara trauma masa
mengerti dirinya tanpa harus bercerita, anak dan kepribadian ambang serta ada
yakin bahwa suami akan menghiburnya di hubungan antara hubungan romantis dan
saat sedang sedih, dan tahu suaminya bisa kepribadian ambang. Dengan demikian
diandalkan saat ia mengalami kesulitan. diketahui bahwa untuk mencegah
terjadinya KA, dapat dilakukan dengan
Hasil peneltian ini menunjukkan
melupakan trauma masa anak dan fokus
bahwa nilai korelasi antara trauma masa
untuk membina hubungan romantis
anak dan hubungan romantis dengan KA
dengan pasangan. Keterbatasan penelitian
sebesar 0,657. Dapat diasumsikan bahwa
ini yaitu tidak mengelompokkan partisipan
trauma dan hubungan romantis berperan
berdasar kelompok usia, padahal usia
sebesar 43% terhadap terjadinya kepriba-
berperan penting dalam terjadinya
dian ambang. Dengan demikian, ada faktor
kepribadian ambang.
lain yang berperan terhadap kepribadian
ambang. Dari hasil wawancara terhadap
Saran
sebagian partisipan penelitian dapat
disimpulkan bahwa dukungan yang Dengan melihat hasil penelitian maka
diperoleh dari lingkungan sekitar sangat disarankan khususnya kepada para orang
membantu mereka dalam mengembang- tua untuk tidak melakukan kekerasan
kan kepribadian. Kemampuan mereka dalam bentuk apapun kepada anak karena
dalam menangani persoalan (coping) juga akan menimbulkan rasa trauma yang
membuat partisipan lebih bisa stabil berlanjut pada terjadinya kepribadian
sehingga kemungkinan kecenderungan ambang. Para wanita juga disarankan
terjadinya keperibadian ambang bisa untuk tidak terlalu fokus pada masalah-
berkurang. Tidak kalah pentingnya, yaitu masalah di masa lalu namun meningkatkan
faktor usia. Beberapa partisipan mengata- keromantisan hubungan dengan
kan bahwa sebenarnya mereka mungkin pasangannya. Hal ini dapat mencegah
memiliki dorongan untuk impulsif namun terjadinya kepribadian ambang. Untuk
dengan seiringnya waktu, maka mereka peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang
merasa harus lebih bijaksana. Dengan peran dukungan sosial, usia, dan
demikian, usia menjadi faktor yang dapat penanganan masalah (coping) terhadap
diperhitungkan dalam mengurangi adanya kepribadian ambang.
kepribadian ambang (Shea & Edelen, 2010;
Chan et al., 2012).
Kepustakaan
Penelitian ini akan lebih dapat
memberi gambaran mengenai KA, jika American Psychiatric Association (APA).
partisipan dipilih berdasarkan kelompok (2013). Diagnostic and statistical manual
usia, misalnya kelompok usia 20 tahun, 30 of mental disorders (DSM-5).
tahun, dan 40 tahun (Chan et al., 2012). Washington, DC: APA Publisihing.

JURNAL PSIKOLOGI 69
WIBHOWO, DKK

Azwar, S. (2014). Penyusunan skala psikologi. mood, and childhood abuse expe-
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. riences. American Journal of Psychology
Chan, W., McCrae, R. R., Fruyt, F. D., Lee, and Behavioral Sciences, 1(2), 7-13.
J., Lockenhoff, C. E., & DeBolle, M. Komnas Perempuan. (2016). Siaran pers
(2012). Stereotypes of age differences in Komnas Perempuan catatan tahunan
personality traits: Universal and (Catahu) 2016. Diunduh dari
accurate?. J Pers Soc Psychol, 103(6), http://www.komnasperempuan.go.id/
1050-1066. doi: 10.1037/a0029712. siaran-pers-komnas-perempuan-
Compton, W. C., & Hoffman, E. (2013). catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret-
Positive psychology: The science of 2016/
happiness and flourishing. America: Kujipers, K., Van Der Knaap, L., Winkel, F.,
Wadsworth Cengage Learning Pemberton, A., & Baldry, A. (2011).
Distel, M. (2009). Individual differences in Borderline traits and symptoms of
borderline personality traits: A genetic post-traumatic stress in a sample of
perspective. Amsterdam: Drukkerij Van female victims of intimate partner
Werkhoven. violence. Stress and Health, 27, 206-215.

Hazan, C., & Zeifman, D. (2016). Pair bonds Lestari, S., Faturochman., & Kim, U. (2010).
as attachment: Evaluating the Trust in parent-child relationship
evidence. Dalam J. Cassidy & P. Shaver among undergraduate students:
(Eds.). Handbook of Attachment: Theory, Indigenous psychological analysis.
research, and clinical application. New Jurnal Psikologi, 37(2).
York: Guilford. Minzenberg, M. J., Poole, J. H., & Vino-
Kaehler, L. A., & Freyd, J. J. (2012). Betrayal gradov, S. (2008). A neurocognitive
trauma and borderline personality model of Borderline Personality
characteristics: Gender differences. Disorder: Effects of childhood sexual
Psychological Trauma: Theory, Research, abuse and relationship to adult
Practice, and Policy, 4(4), 379-385. doi: attachment disturbance. Development
10.1037/a0024928 and Psychopathology. USA: Cambridge
University Press. 20.
Kernberg, O. F., & Michels, R. (2009).
Borderline personality disorder. The Nanu, D. E. (2015). The Attachment
American Journal of Psychiatry. 166(5), relationship with emotional intelli-
505-508. doi: gence and weel-being. Journal of
10.1176/appi.ajp.2009.09020263 Experiental Psychoteraphy, 18, 70.

Keppen & Kimberly. (2014). The effects of Rasonabe, M. B. (2013). Predisposed


childhood abuse on the etiology of borderline personality disorder
borderline personality disorder. A (PreBPD). ISS & MLB. ISS. September
research paper presented to the faculty 24-26, pp 1004.
of the Adler Graduate School. Riggs, S. A. (2010). Childhood emotional
Kitamura, T., & Nagata, T. (2014). Suicidal abuse and the attachment system
ideation among Japanese under- across the life cycle: What theory tell us.
graduate students: Relationships with Journal of Aggression, Maltreatment, and
borderline personality trait, depressive Trauma, 19(1), 5-51.
Shea, T. M., & Edelen, M. O. (2010).
Improvement borderline disorder in

70 JURNAL PSIKOLOGI
TRAUMA MASA ANAK, HUBUNGAN ROMANTIS, DAN KEPRIBADIAN AMBANG

relathonship to age. Acta Psychiatri Psychiatry, 16(434), 1-10. doi: 10. 1007/
Scand, 143-148. s11920-013-0434-8.
Vermetten, E. & Spiegel, D. (2014). Trauma Watkins, C. D. (2011). Effect of maternal
and dissociation: Implications for borderline personality disorder on romantic
borderline personality disorder. Curr attachment in adolescent. Thesis.
Knoxville: University of Tennessee.

JURNAL PSIKOLOGI 71

Anda mungkin juga menyukai