App Week 9
App Week 9
Merupakan bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor
dengan memberikan hak untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian BOT dan
mengalihkan kepemilikan bangunan kepada pemengang hak atas tanah setelah masa guna
berakhir.
Perlakuan perpajakan:
a. Bagi investor
Imbalan yang diterima dari pemegang hak atas tanah apabila masa BOT
Biaya boleh dikurangkan adalah biaya yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 1
UU No.17/2000
Apabila periode BOT diperpendek dari yang ditetapkan, maka nilai sisa
BOT
tanah dikenakan PPh terutang 5% dari nilai yang tertinggi antara nilai
pasar dan NJOP. Harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat –
Biaya yang boleh dikurangkan oleh pemegang hak atas tanah selama
Transaksi Capital / Finance Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)
Digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi kriteria
berikut:
a. Jumlah pembayaran lease selama periode lease ditambah dengan nilai residu
barang modal harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan
keuntungan lessor
b. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang – kurangnya 2 tahun untuk barang
modal golongan I, 3 tahun untuk golongan II, dan 7 tahun untuk golongan
bangunan.
c. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee
a. Penghasilan lessor yang dikenakan PPh berupa imbalan jasa sewa guna usaha
e. Kerugian karena piutang sewa guna usaha dibebankan pada cadangan piutang
a. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh menyusutkan barang modal
b. Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal maka boleh
c. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang lesse kecuali
d. Masa sewa guna usaha lebih pendek dari yang ditentukan Dirjen Pajak
Apabila perusahaan dalam posisi ‘untung’ maka pilihan keputusan dengan cara
pembelian secara leasing dengan hak opsi (finance lease) karena adanya penghematan
Penghematan Pajak
Masa leasing lebih pendek dari masa penyusutan fiskal, maka perlakuan perpajakan dari
angsuran leasing dapat dibukukan setiap bulan sebagai deductible dalam laporan laba
Penghematan Cashflow
Perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana yang besar jika membeli secara tunai, hanya
memerlukan dana cicilan setiap bulan yang diambil dari profit sehingga kelebihan
Kontrak dengan pihak pemberi kerja / project owner ditandatangani oleh JO seolah – oleh
merupakan entitas terpisah. Pembagian modal kerja, biaya proyek, dan laba berdasarkan
porsi kerja yang telah disepakati. JO wajib menyampaikan PPh 21 dengan melampirkan
pembukuan.
Kontrak konsorsium dengan project owner dibuat langsung atas nama setiap perusahaan
berada pada setiap anggota. Non administrative JO tidak wajib memiliki NPWP dan tidak
setiap JO. Tagihan ke project owner diajukan sendiri oleh anggota JO. Faktur pajak dan
bukti potong PPh 23 tetap atas nama perusahaan setiap anggota JO.
Perlakuan Perpajakan atas Joint Operation (JO)
a. Joint Operation (JO) merupakan kerjasama dua badan atau lebih yang bersifat
b. Joint Operation bukan termasuk subjek pajak PPh maka penghasilan yang
JO tidak berkewajiban untuk menyampaikan SPT PPh Badan, PPh 25, serta PPh
29.
c. Kewajiban pajak lain JO sebagai WP pemotong dan pemungut PPh 21, PPh 23,
d. Penghasilan yang merupakan objek pajak PPh 23 berupa sewa, bunga, dan
lainnya yang diterima JO dari WP badan dalam negeri dan perseorangan dipotong
PPh 23. Bukti potong PPh 23 harus dipecah agar dapat dikreditkan.
b. Kredit pajak PPh 23 yang telah di split oleh project owner dapat di offset dengan
d. Pembuatan perjanjian kontrak dengan project owner, JO harus berhati – hati agar
pajak.
f. Mengimpor BKP dari luar negeri untuk kepentingan project owner dikenakan