Anda di halaman 1dari 6

1.

Build, Operate & Transfer (BOT)

Merupakan bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor

dengan memberikan hak untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian BOT dan

mengalihkan kepemilikan bangunan kepada pemengang hak atas tanah setelah masa guna

berakhir.

Perlakuan perpajakan:

a. Bagi investor

 Penghasilan berupa penerimaan sewa, penerimaan lain sehubungan

dengan pengoperasian gedung

 Imbalan yang diterima dari pemegang hak atas tanah apabila masa BOT

diperpendek dari periode yang dijanjikan

 Biaya boleh dikurangkan adalah biaya yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 1

UU No.17/2000

 Biaya pendirian bangunan diamortisasi secara garis lurus

 Apabila periode BOT diperpendek dari yang ditetapkan, maka nilai sisa

buku bagunan diamortisasi sekaligus saat berakhirnya BOT

b. Bagi pemegang hak atas tanah

 Pembayaran berkala yang diterima dari investor selama masa BOT

 Bagian sewa / keuntungan dan penghasilan lainnya sehubungan perjanjian

BOT

 Penyerahan bangunan yang didirikan investor kepada pemegang hak atas

tanah dikenakan PPh terutang 5% dari nilai yang tertinggi antara nilai
pasar dan NJOP. Harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat –

lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya dan bersifat final.

 Bangunan yang diserahkan investor pada akhir BOT merupakan

penghasilan bagi pemegang hak atas tanah.

 Biaya yang boleh dikurangkan oleh pemegang hak atas tanah selama

perode BOT diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 UU No.17/2000

2. Leasing dengan Hak Opsi

Transaksi Capital / Finance Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)

Digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi kriteria

berikut:

a. Jumlah pembayaran lease selama periode lease ditambah dengan nilai residu

barang modal harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor

b. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang – kurangnya 2 tahun untuk barang

modal golongan I, 3 tahun untuk golongan II, dan 7 tahun untuk golongan

bangunan.

c. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee

Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Finance / Capital Lessee

Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Lessor

a. Penghasilan lessor yang dikenakan PPh berupa imbalan jasa sewa guna usaha

b. Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal


c. Masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan Dirjen Pajak

d. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang

e. Kerugian karena piutang sewa guna usaha dibebankan pada cadangan piutang

yang telah dibentuk awal tahun

f. Cadangan piutang tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian maka

sisanya dihitung sebagai penghasilan

Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Lessee

a. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh menyusutkan barang modal

b. Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal maka boleh

menyusutkan barang modal tersebut

c. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang lesse kecuali

pembebanan tanah karena merupakan penghasilan bruto lessee

d. Masa sewa guna usaha lebih pendek dari yang ditentukan Dirjen Pajak

e. Lessee tidak boleh memotong PPh 23

Tax Planning atau Financial Planning yang Lebih Menguntungkan dengan

Membeli Aset Secara Tunai atau Lease

Apabila perusahaan dalam posisi ‘untung’ maka pilihan keputusan dengan cara

pembelian secara leasing dengan hak opsi (finance lease) karena adanya penghematan

pajak dan penghematan cashflow.

Penghematan Pajak
Masa leasing lebih pendek dari masa penyusutan fiskal, maka perlakuan perpajakan dari

angsuran leasing dapat dibukukan setiap bulan sebagai deductible dalam laporan laba

rugi sehingga mengurangi keuntungan dan beban pajak menjadi rendah.

Penghematan Cashflow

Perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana yang besar jika membeli secara tunai, hanya

memerlukan dana cicilan setiap bulan yang diambil dari profit sehingga kelebihan

dananya bisa diinvestasikan.

3. Joint Operation / Konsorsium, Kepastian Hukumnya dan Tax Planningnya

Aspek Perpajakan Kerjasama Administratif Formal atau Administrative JO

Kontrak dengan pihak pemberi kerja / project owner ditandatangani oleh JO seolah – oleh

merupakan entitas terpisah. Pembagian modal kerja, biaya proyek, dan laba berdasarkan

porsi kerja yang telah disepakati. JO wajib menyampaikan PPh 21 dengan melampirkan

laporan keuangan atas kegiatan JO. Admintrative JO wajib menyelenggarakan

pembukuan.

Aspek Perpajakan Kerjasama Operasioal atau Non Administrative JO

Kontrak konsorsium dengan project owner dibuat langsung atas nama setiap perusahaan

anggota. JO hanya sebagai alat koordinasi. Tanggungjawab pekerjaan project owner

berada pada setiap anggota. Non administrative JO tidak wajib memiliki NPWP dan tidak

wajib menyelenggarakan pembukuan. Pendapatam dan biaya proyek dibukukan oleh

setiap JO. Tagihan ke project owner diajukan sendiri oleh anggota JO. Faktur pajak dan

bukti potong PPh 23 tetap atas nama perusahaan setiap anggota JO.
Perlakuan Perpajakan atas Joint Operation (JO)

I. Perlakuan Pajak Penghasilan Atas JO

a. Joint Operation (JO) merupakan kerjasama dua badan atau lebih yang bersifat

sementara untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek selesai.

b. Joint Operation bukan termasuk subjek pajak PPh maka penghasilan yang

diterima adalah penghasilan anggota yang besarnya ditentukan sesuai perjanjian.

JO tidak berkewajiban untuk menyampaikan SPT PPh Badan, PPh 25, serta PPh

29.

c. Kewajiban pajak lain JO sebagai WP pemotong dan pemungut PPh 21, PPh 23,

PPh 26 dan PPN sehingga berkewajiban menyapaikan SPT.

d. Penghasilan yang merupakan objek pajak PPh 23 berupa sewa, bunga, dan

lainnya yang diterima JO dari WP badan dalam negeri dan perseorangan dipotong

PPh 23. Bukti potong PPh 23 harus dipecah agar dapat dikreditkan.

II. Perlakuan PPN Atas JO

a. Administrative JO wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak dan konsekuensinya wajib memungut, menyetor, dan menyampaikan

SPT Masa PPN.

b. Non administrative JO pemenuhan kewajiban PPN menjadi tanggung jawab

setiap anggota JO dan JO bukan Pengusaha Kena Pajak.

Manajemen Pajak untuk Konsorsium / JO


a. Bagian laba yang diterima setiap anggota JO merupakan objek PPh Badan.

Apabila mengalami kerugian dapat dikompensasi.

b. Kredit pajak PPh 23 yang telah di split oleh project owner dapat di offset dengan

PPh Badan terutang.

c. Administrative JO wajib menyelenggarakan pembukuan untuk mempermudah

ketika ada pemeriksaan pajak oleh fiskus

d. Pembuatan perjanjian kontrak dengan project owner, JO harus berhati – hati agar

tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda sehingga berdampak pada perlakuan

pajak.

e. Setelah pelaksaan proyek selesai, JO harus membubarkan diri untuk menghindari

pengenaan sanksi perpajakan.

f. Mengimpor BKP dari luar negeri untuk kepentingan project owner dikenakan

tariff PPh 22 akan lebih rendah jika memiliki API.

Anda mungkin juga menyukai