Anda di halaman 1dari 3

Dalam kehidupan Islam itu melindungi dan memuliakan, kekerasan seksual tidak

bisa dituntaskan dengan RUU PKS ataupun RUU penghapusan kejahatan seksual atau
RUU kejahatan kesusilaan, sebab yang menjadi induk permasalahan kekerasan
seksual ini adalah tentang pranata kehidupan di masyarakat yang menganut sekuler
liberal. Bagaimanapun baiknya suatu undang-undang yang dibuat, jika sistem yang
digunakan masih mengusung ide dari barat, maka kejahatan seksual akan terus
menjamur di tengah-tengah masyarakat.

Sebagai sebuah sistem aturan hidup, Islam memiliki lensa yang agung dan aturan
lengkap mengenai kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
Melalui ketakwaan individu disertai dengan aqidah yang benar akan mengantarkan
seseorang untuk senantiasa terikat dengan hukum syariat yang didasari oleh aqidah.
Ini merupakan salah satu pilar yang menjadikan seseorang  untuk terus berupaya
melaksanakan perintah Allah dalam hal pergaulan. Seperti perintah menundukkan
pandangan, menutup aurat, larangan berhias di depan umum, menerima syariat
poligami, menjadi istri yang patuh terhadap suami, dan lain sebagainya. Demikian
pula dalam tataran berkeluarga, syariat Islam mengatur tentang aurat wanita dan laki-
laki di dalam rumah, mengatur pemisahan tempat tidur bagi anak sejak usia 7 tahun,
mengatur kewajiban seorang ayah untuk menjaga istri dan anak-anaknya agar mereka
mau menutup aurat secara sempurna, mengatur kewajiban bekerja bagi laki dan ibu
sebagai pengurus rumah tangga. keluarga yang seperti ini dapat menjadi benteng
penjagaan dari pelecehan maupun  kekerasan seksual.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kurang tepat karena menurut saya
tidak sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa dan keluar dari dasar negara yaitu
Pancasila. RUU PKS ini memiliki pola dimana setiap bentuk pengaturan terhadap
tubuh dan perilaku seksual perempuan dianggap sebagai bentuk kekerasan berbasis
gender atau kekerasan seksual, yang tentunya berbahaya dan sangat bertentangan
sekali dengan agama dan kultur budaya di tanah air. Dengan demikian maka tidak ada
siapapun yang bisa mengontrol, hanya nilai agama dan negara yang bisa mengontrol
dan mengatur perempuan ingin berpakaian seperti apa, berperilaku seksual seperti apa
dan dengan siapa. Kehadiran RUU PKS bukanlah menjadi solusi, tapi justru akan
membuka konflik baru. RUU PKS jika disahkan bisa menjadi beban pemerintah
dengann adanya pembentukan lembaga baru, dimana seharusnya pemerintah lebih
menguatkan lembaga yang ada dan sesuai kondisi saat ini. Berikut adalah alasan-
alasan mengapa RUU PKS musti di tolak:
1. Asas RUU PKS tidak berasaskan Pancasila dan UUD 1954 serta asas Religiusitas
2. Kedua RUU PKS dapat menghapus dan membatalkan beberapa pasal UU
Perkawinan No 1 Tahun 1974, juga hukum perkawinan yang sesuai dengan
ajaran Islam bagi pemeluknya, karena konsep penanganan kekerasan seksual
dalam islam sangat berbeda dengan RUU PKS ini.
3. BAB VII Pasal 11 pada RUU PKS, tidak mencantumkan "Zina" (hubungan
seksual diluar nikah walaupun atas dasar suka sama suka) sebagai kekerasan yang
dapat dihukum pidana, sedangkan dalam hukum islam melakakuan hubungan
diluar meskipun suka sama suka tetap saja berdosa dan sangat dilarang agama.
4. RUU PKS tidak membedakan antara kekerasan seksual suami isteri dalam
keluarga yang telah sah melalui perkawinan, dengan kejahatan seksual yang
dilakukan oleh non suami istri.
5. Pemaksaan kontrasepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c
adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk mengatur,
menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau sistem reproduksi
biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat,
rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang
tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem
reproduksinya yang mengakibatkan Korban tidak dapat memiliki keturunan.
Definisi ini juga harus di tambahkan mengenai bagaimana mengatur peredaran
atau penyebaran alat-alat kontrasepsi dan obat obat obatan serta alat alat
peraga seksual agar tidak dijual umum atau mudah didapatkan.
6. Pasal 16 RUU P-KS yang berbunyi: "Perbuatan menggunakan kondisi seseorang
yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan perbuatan seksual
adalah pidana perkosaan". Pasal ini sangat absurd menilai kejahatan pidana
perkosaan. Sebab hubungan seksual suami istri tidak selamanya dimulai dalam
posisi saling menyetujui terlebih dahulu, sebab hubungan seksual keduanya telah
sah, saat mereka melaksanakan akad nikah di KUA dan lembaga hukum lainnya.
7. Pasal 17 yang berbunyi: "atau  tekanan psikis lainnya, sehingga seseorang tidak
dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan,
diancam pidana pemaksaan perkawinan. Menurut saya, Pasal ini telah
mengingkari dan mendelegitimasi kedudukan dan hak kedua orang tua/wali
dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 yang berbunyi: "Untuk melangsungkan
perkawinan, seorang belum berusia 21 tahun harus mendapat izin dari walinya".
Bahkan pasal ini telah mengancam sistem wali dalam ajaran Islam, bahwa wanita
bila menikah harus izin dan dinikahkan oleh walinya. Sebab "tekanan psikis"
yang dimaksud dalam pasal ini tidak jelas dan rinci, bisa jadi nasihat dan bujukan
orang tua agar putrinya menikah dianggap pidana.
8. RUU PKS, mengarahkan umat Islam di Indonesia hidup dengan sistem
perkawinan liberal barat (westernisme dan liberalisme), bahkan mendelegitimasi
adat istiadat perkawinan dan kekeluargaan yang ada di nusantara.

Anda mungkin juga menyukai