Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI PERPAJAKAN

KULIAH KE 9 Tanggal 27 April 2020

DOSEN : ELIA ROSSA, SE.,M.Si.,Ak.,CA

“ASET TETAP BERWUJUD


Dan HUBUNGANNYA DENGAN
AKUNTANSI PAJAK”

OUTLINE/BENANG MERAH
1. Konsep dan Definisi Tema serta
Tujuan PEMBELAJARAN
2. Perolehan Aset Tetap
2.1. Pembelian Dalam Negeri
2.2. Pembelian Impor Dari Luar
Negeri
2.3. Sewa

3. Penyusutan Aset Tetap


3.1. Kelompok Masa Manfaat Dan
Tarif Penyusutan
3.2. Perubahan Umur Manfaat
4. Pertukaran Aset Tetap
5. Penghentian Aset
5.1. Pelepasan Aset Tetap
5.2. Tidak Memiliki Masa Manfaat
6. Revaluasi Aset Tetap

PEMBAHASAN.
1. Konsep dan Definisi Asset Tetap
serta Tujuan Pembelajaran

Dalam Laporan keuangan neraca terdiri dari Asset lancar,

Asset tetap, kewajiban dan modal. Dan yang akan dibahas kali ini

adalah Asset tetap, yaitu berbagai jenis asset yang dapat digunakan

lebih dari satu periode untuk operasi perusahaan. Asset tetap terdiri

dari asset tetap berwujud dan tidak berwujud. Oleh karena itu

perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang

asset tetap baik asset tetap berwujud maupun tidak berwujud.

Dengan cara demikian kita mampu mengaplikasikan apa saja yang

terdapat di dalam asset tetap sebuah perusahaan.

Definisi ASSET TETAP

Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap

adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi

atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak

lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan akan digunakan


lebih dari satu periode. SAK menggunakan istilah aset tetap, tetapi

dalam perpajakan tidak menggunakan istilah aset tetap. Istilah yang

digunakan dalam SAK memang berbeda dengan istilah yang

digunakan dalam ketentuan peraturan perpajakan.

Sedangkan menurut pajak, sesuai dengan Pasal 11 UU PPh

Nomor 36 Tahun 2008, aset tetap adalah harta berwujud yang dapat

disusutkan dan teletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan

digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang merupakan objek pajak serta mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 tahun.

Tujuan Pembelajaran

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan mencatat

transaksi aset tetap dan sewa sesuai dengan SAK-ETAP dan

ketentuan perpajakan yang berlaku.

2. Perolehan Aset Tetap

Aset tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk

siap pakai dicatat sejumlah harga beli ditambah dengan biaya-biaya

yang terjadi pada saat perolehan atau konstruksi dan/atau jika

dapat diterapkan, jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pada

saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam

SAK-ETAP. Biaya-biaya tersebut seperti biaya pengiriman, biaya

bongkar muat, biaya pemasangan, biaya profesional, bea masuk,

pajak masukan yang tidak boleh dikreditkan, dan lain-lain yang


ditambahkan ke dalam harga perolehan. Sementara setiap potongan

dagang dan rabat dikurangkan dari harga perolehan.

Dalam penjelasan pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,

harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli

harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008

adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/diterima. Termasuk

dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang

dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea

masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

Sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah

yang seharusnya dikeluarkan/diterima. Adanya hubungan istimewa

antara pembeli dan penjual menyebabkan harga perolehan menjadi

lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jual beli tersebut

tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

2.1. Pembelian Dalam Negeri

Contoh:

Tanggal 1 Januari 2018 PT Bahagia membeli kendaraan operasional

seharga Rp 400.000.000 (belum termasuk PPN 10%). Maka jurnal

yang dibuat oleh PT Bahagia adalah sebagai berikut:

a. Jika PT Bahagia adalah PKP

1 Jan 2018 Kendaraan Rp 400.000.000

Pajak Masukan Rp 40.000.000


Kas/Bank Rp440.000.000

b. Jika PT Bahagia adalah non-PKP

1 Jan 2018 Kendaraan Rp440.000.000

Kas/Bank Rp440.000.000

2.2. Pembelian Impor dari Luar Negeri

Contoh:

Tanggal 1 Januari 2018 PT Bahagia mengimpor komputer dari

Taiwan dengan nilai impor sebesar Rp 150.000.000 dan PPN 10%.

Jurnal yang dibuat oleh PT Bahagia adalah sebagai berikut:

a. Jika PT Bahagia adalah PKP yang mempunyai API

1 Jan 2018 Peralatan Kantor Rp150.000.000

Pajak Masukan Rp 15.000.000

PPh 22 Dibayar Dimuka Rp 3.750.000

Kas/Bank Rp168.750.000

b. Jika PT Bahagia adalah PKP yang tidak mempunyai API

1 Jan 2018 Peralatan Kantor Rp150.000.000

Pajak Masukan Rp 15.000.000

PPh 22 Dibayar dimuka Rp 11.250.000

Kas/Bank Rp176.250.000
2.3. Sewa

Menurut Akuntansi:

Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 83—88), klasifikasi

sewa adalah sebagai berikut:

a. Sewa pembiayaan (finance lease)

Suatu sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan,

apabila sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh

manfaat dan risiko kepemilikan aset.

b. Sewa operasi (operating lease)

Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi, apabila

dalam sewa tersebut tidak mengalihkan secara substansial seluruh

manfaat ddan risiko kepemilikan aset.

c. Transaksi jual dan sewa-balik (sales and leaseback)

Diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu

transaksi penjualan dan transaksi sewa.

Menurut Perpajakan:

Dalam KMK-1169/KMK.01/1991 dirumuskan bahwa Sewa Guna

Usaha (SGU) adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan barang modal, baik secara SGU dengan hak opsi

(finance lease) maupun SGU tanpa hak opsi ( operating lease) untuk

dipergunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara berkala. Selain itu, perlakuan


perpajakan untuk SGU diatur pula dalam SE-29/PJ.42/1992 jo.SE-

02/PJ.31/1993.

3. Penyusutan Aset Tetap

Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 71-73), metode-

metode penyusutan yang dapat digunkan adalah sebagai berikut:

a. Metode garis lurus (straight line method) menghasilkan

pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai

residunya tidak berubah,

b. Metode saldo menurun (diminishing balance method)

menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur

manfaat aset,

c. Metode jumlah unit produksi (sum of the unit of production

method) menghasilkan pembebanan berdasarkan pada

penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.

Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan

perpajakan adalah sebagai berikut:

a. Metode garis lurus (straight line method) untuk kelompok

bangunan dan bukan bangunan,

b. Metode saldo menurun (declining balance method) untuk

kelompok bukan bangunan saja, dan pada akhir masa manfaat

disusutkan sekaligus (closed ended).

Di dalam perpajakan tidak menegenal nilai sisa karena prinsip

penyusutan dalam ketentuan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun


2008 adalah mekanisme pengalokasian biaya yang dikeluarkan

untuk perelohan aset selama masa manfaat.

3.1. Kelompok Masa Manfaat dan Tarif

Penyusutan

Pasal 11 ayat (6) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengatur

masa manfaat harta berwujud dan tarif penyusutan baik menurut

metode garis lurus maupun saldo menurun sebagai berikut:

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa
Saldo
Berwujud Manfaat Garis lurus
Menurun
I. Bukan

Bangunan
- Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
- Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%
- Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
- Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan
- Permanen 20 Tahun 5% -
- Tidak Permanen 10 Tahun 10% -

Penentuan kelompok harta berwujud bukan bangunan

ditetapkan dengan PMK-96/PMK.03/2009. Yang dimaksud bangunan

tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan

terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat

dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10

tahun.

Contoh:
Gedung dibeli pada tanggal 1 Januari 2000 dengan harga

Rp600.000.000. Estimasi masa manfaat gedung tersebut menurut

akuntansi adalah 30 tahun, sedangkan menurut pajak adalah 20

tahun. Jurnal yang dibuat oleh perusahaan untuk mencatat beban

penyusutan gedung tersebut pada tahun 2011 adalah sebagai

berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


31 Des Beban penyusutan 20.000.00

2011 gedung 0
Akumulasi 20.000.00

penyusutan gedung 0

Beban penyusutan gedung = Rp600.000.000 : 30 = Rp20.000.000

Sementara itu, perhitungan beban penyusutan gedung untuk tahun

2011 menurut perpajakan adalah 5% x Rp600.000.000 =

Rp30.000.000

Atas perbedaaan perhitungan tersebut, perusahaan tidak perlu

membuat jurnal penyesuaian. Perbedaan estimasi masa manfaat

tersebut menimbulkan beda waktu (beda temporer) antara

perpajakan dan akuntansi. Dengan demikian, perusahaan harus

melakukan koreksi negatif pada rekonsiliasi fiskal saat pengisian

SPT Tahunan PPh badan sebesar:

Rp30.000.000 - Rp20.000.000 = Rp10.000.000

3.2. Perubahan Umur Manfaat


Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70-73), kebijakan

perbaikan dan perawatan aset tetap yang dilakukan oleh entitas

dapat mempengaruhi masa manfaat aset tetap, maka entitas harus

menelaah ulang metode penyusutan saat ini dan mengubah metode

penyusutan untuk mencerminkan pola yang baru.

Contoh:

Sebuah mobil boks Isuzu Panther yang dibeli pada tanggal 11

Desember 2006 dengan harga Rp100.000.000. Dengan masa

manfaat 10 tahun. Pada tanggal 25 Oktober 2011 perusahaan

mengeluarkan Rp20.000.000 (capital expenditure) untuk mobil boks

Isuzu Panther, dimana pengeluaran tersebut diprediksi dapat

menambah masa manfaat 3 tahun lagi. Metode penyusutan menurut

akuntansi dan pajak adalah metode garis lurus.

Diminta:

a. Buatlah jurnal atas transaksi untuk tanggal 25 Oktober 2011.

b. Hitunglah beban penyusutan untuk tahun 2011, baik secara

akuntansi maupun perpajakan.

c. Hitunglah besarnya koreksi fiskal pada saat pengisian SPT

untuk tahun 2011.

Jawab:

a. Jurnal transaksi untuk tanggal 25 Oktober 2011

Tanggal Keterangan Debit Kredit


25 Okt
Kendaraan 20.000.000
2011
  Kas/ Bank 20.000.000
b. Beban penyusutan untuk tahun 2011

Akuntansi
Keterangan
(Rp)
Biaya perolehan 100.000.000
Akum. Penyusutan  11 Des 2006 s.d 25
(49.200.000)
Okt 2011 = 59 bulan
Nilai buku 50.800.000
Pengeluaran capital expenditure yang
20.000.000
menambah masa manfaat
Biaya perolehan setelah disesuaikan 70.800.000

Total beban penyusutan kendaraan mobil boks Isuzu Panther

adalah: (Rp100.000.000 × 10/120 ) + (Rp70.800.000 × 2/97) =

Rp11.460.000, dan dibuatkan jurnal untuk pembukuannya yaitu:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Beban penyusutan 11.460.00
31/12/11 `
gedung 0
Akumulasi 11.460.00
`
penyusutan gedung 0

c. Beban penyusutan atas mobil boks Isuzu Panther menurut

perpajakan adalah:

(Rp100.000.000 × 12,5% × 10/12 ) + (Rp20.000.000 × 12,5% ×

2/12 ) = Rp 10.840.000

Atas perbedaaan pengakuan besarnya beban penyusutan aset

tetap yang terjadi antara akuntansi dan perpajakan, maka

perusahaan tidak perlu membuat jurnal penyesuaian. Perbedaan

pengakuan besarnya beban penyusutan aset tersebut menimbulkan


beda tetap antara perpajakan dan akuntansi. Oleh karena itu,

perusahaan harus melakukan koreksi positif pada rekonsiliasi fiskal

saat pengisian SPT Tahunan sebesar Rp11.460.000 - Rp10.840.000 =

Rp620.000.

4. Pertukaran Aset Tetap

Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70), apabila aset

tetap diperoleh melalui pertukaran dengan aset tetap non-moneter

atau kombinasi aset moneter dan aset non-moneter maka biaya

perolehan diukur pada nilai wajar, kecuali:

a. Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial, atau

b. Nilai wajar aset yang diterima atau aset yang diserahkan tidak

dapat diukur secara andal, maka biaya perolehan diukur pada

jumlah tercatat aset yang diserahkan.

Menurut penjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,

nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar

harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima

berdasarkan harga pasar. Harta yang diperoleh berdasarkan

transaksi tukar-menukar dengan harta lain, maka nilai perolehan

atau nilai pejualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan

atau diterima berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar

dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan

keuntungan yang dikenakan pajak.


5. Penghentian Aset Tetap

5.1. Pelepasan Aset Tetap

Dalam setiap penjualan aset, dapat timbul laba atau rugi

sebesar selisih antara harga pasar dengan nilai buku aset. Namun

karena perbedaan metode penyusutan dan estimasi masa manfaat,

laba atau rugi penjualan aset dapat berbeda jumlahnya antara

akuntansi dengan perpajakan.

Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

terjadi apabila WP menjual aset dengan harga yang lebih tinggi dari

nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan.

Penjualan atau pengalihan harta sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf

d UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, jumlah nilai sisa buku dibebankan

sebagai kerugian dalam jumlah harga jual atau penggantian

asuransi dicatat sebagai penghasilan. Ini dicatat pada tahun

terjadinya pengalihan harta tersebut. Apabila terdapat kerugian

sebesar nilai sisa buku harta karena penggantian asuransi yang

jumlahnya baru diketahui pada masa yang datang maka jumlah nilai

sisa buku fiskal harta yang bersangkutan dapat dicatat sebagai

beban masa yang akan datang dengan persetujuan Dirjen Pajak.

Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU PPh Nomor 36 Tahun

2008, keuntungan atas penghasilan harta berupa hibah atau

warisan, bantuan atau sumbangan, kecuali harta tersebut dialihkan

kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,

serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial


termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau

penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan maka jumlah

nilai sisa buku tidak boleh dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi

pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang

menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi Pasal 4 ayat (3)

huruf a dan b tersebut, maka bagi pihak yang mengalihkan nilai sisa

bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi penerimanya

merupakan penghasilan.

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki

dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau

pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam

perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto. Tetapi apabila terjadi

keuntungan, maka keuntungannya merupakan objek PPh yang

dihitung dari selisih antara harga jual (harga pasar) dengan harga

perolehan.

Menurut Pasal 16D UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, pengalihan

aset oleh PKP yang menurut tujuan semula aset tersebut tidak

untuk diperjualbelikan dikenakan PPN sebesar 10% dari DPP,

kecuali atas penyerahan aset yang pajak masukannya tidak dapat

dikreditkan.
5.2. Tidak Memiliki Masa Manfaat

Menurut SAK ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 74), entitas

harus menghentikan pengakuan aset tetap pada saat ketika tidak

ada manfaat ekonomi masa depan yang diekspektasikan dari

penggunaannya. Entitas dapat mencatat aset tetap sebesar nilai

tercatat aset tetap (Rp1), apabila aset tetap masih dapat digunakan

untuk operasional sehari-hari. Tetapi apabila aset tetap sudah tidak

dapat digunakan lagi maka entitas harus mengakui keuntungan atau

kerugian atas penghentian pengakuan aset tetap dalam laporan

laba rugi ketika aset tersebut dihentikan pengakuannya.

Keuntungan tersebut tidak boleh diklasifikasikan sebagai

pendapatan.

N
Uraian Akuntansi Perpajakan
o
1. Biaya a. Setara harga a. Untuk

Perolehan tunainya pada transaksi yang

tanggal tidak

pengakuan. Jika mempunyai

pembayaran hubungan

ditangguhkan istimewa

lebih dari waktu berdasarkan

kredit normal, harga yang

maka sebesar sesungguhnya.

nilai tunai semua b. Untuk


pembayaran transaksi yang

masa akan mempunyai

datang. hubungan

b. Untuk isitmewa

pertukaran aset dihitung

menggunakan berdasarkan

nilai wajar. harga pasar.

c. Untuk

transaksi

tukar menukar

adalah

berdasarkan

harga pasar.

d. Revaluasi

adalah

sebesar nilai

setelah

revaluasi.
2. Penentuan Tergantung pada Sudah diatur

masa justifikasi dalam Peraturan

manfaat manajemen dengan Menteri

mempertimbangkan Keuangan.

faktor-faktor

seperti daya pakai

aset,

perkembangan

teknologi,

pembatasan
hukum.
3. Saat Penyusutan dimulai a. Penyusutan

dimulainya ketika aset dimulai sejak

penyusutan tersedia untuk bulan

digunakan. timbulnya

pengeluaran

atas perolehan

aset.

b. Penyusutan

dimulai sejak

bulan

selesainya

pengerjaan

harta. (untuk

harta yang

masih dalam

proses

pengerjaan)

c. Dengan

persetujuan

Dirjen Pajak,

WP dapat

melakukan

penyusutan

mulai pada

bulan harta

tersebut

digunakan
untuk

mendapatkan,

menagih dan

memelihara

penghasilan

atau pada

bulan harta

yang

bersangkutan

mulai

menghasilkan.
4. Penghitungan Jumlah bulan dapat Jumlah bulan

jumlah bulan dibulatkan ke atas selalu dibulatkan

sejak atau ke bawah. Ex : ke atas

dimulainya pembelian diatas walaupun dibeli

penyusutan tanggal 15 di atas tanggal

dibulatkan 15 setiap

kebawah dan bulannya.

belum diakui

penyusutannya.
5. Metode a. Metode garis a. Kelompok

penyusutan lurus banguna harus

b. Metode saldo menggunakan

menurun metode garis

c. Metode jumlah lurus.

unit produksi b. Kelompok

Entitas harus selain

memilih metode bangunan


penyusutan yang boleh

mencerminkan menggunakan

ekspektasi dalam metode garis

pola penggunaan lurus atau

manfaat ekonomi metode saldo

masa depan aset. menurun

asalkan

diterapkan

secara taat

asas.
6. Nilai residu Nilai residu harus Tidak mengakui

di review minimum adanya nilai

setiap akhir tahun residu

buku.

6. Revaluasi Aset Tetap

Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset

tetap yang dimiliki perusahaan sehingga sesuai dengan harga pasar

saat dilakukannya revaluasi tersebut. Dalam akuntansi, revaluasi

aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan. Disebabkan karena

SAK ETAP menganut penilaian aset tetap berdasarkan biaya

perolehan atau harga pertukaran. Namun demikian, menurut

paragraf 15.15 (2009) penyimpangan dari ketentuan ini mungkin

dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dengan adanya

kewenangan dari pemerintah untuk mengatur penyimpangan dari

konsep biaya perolehan maka dikeluarkanlah peraturan mengenai

penilaian kembali aset tetap PMK-79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei


2008 yang menggantikan KMK-486/KMK.03/2002 tanggal 28

November 2002.

Revaluasi aset tetap juga diatur dalam PER-12/PJ/2009. WP

dalam negeri dan BUT tidak termasuk perusahaan yang memperoleh

izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika

Serikat, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan

untuk tujuan perpajakan.dengan syarat telah memenuhi semua

kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum

masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Untuk dapat

melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan

perpajakan. WP wajib mengajukan permohonan kepada Kepala

Kantor Wilayah Dirjen Pajak yang membawahi KPP tempat

perusahaan terdaftar (KPP Domisili), untuk mendapatkan

persetujuan dirjen pajak terlebih dahulu. PPh Final yang terutang

atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk

tujuan perpajakan wajib dibayar lunas ke Kas Negara dengan

menggunakan SSP paling lama 15 hari setelah tanggal

diterbitkannya keputusan persetujuan atau paling lama pada

tanggal jatuh tempo setiap angsuran pembayaran dalam hal

perusahaan memperoleh keputusan persetujuan pembayaran secara

angsuran. Keterlambatan pelunasan PPh terutang final tersebut baik

secara keseluruhan maupun secara angsuran, maka akan dikenakan

sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan UU KUP Nomor 28

Tahun 2007.
Kesimpulan

Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan

dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan

kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan

akan digunakan lebih dari satu periode.

Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan

perpajakan adalah metode garis lurus (straight line method) untuk

kelompok bangunan dan bukan bangunan, dan metode saldo

menurun (declining balance method) untuk kelompok bukan

bangunan saja, dan pada akhir masa manfaat disusutkan sekaligus

(closed ended).

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2014. Akuntansi

Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai