Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA


“Larutan”

Hari/Jam Praktikum : Senin, 16 Maret 2020 (07.00-10.00)


Asisten Lab : 1. Maratul Mahdiyyah
2.Reza Laila Najmi
3.Rizqa Nurul Aulia

SHIFT B 2019
CHAIRANI PUTRI SUSANTI
260110190050

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
I. Tujuan
1.1 Membua larutan Natrium Hidroksida (NaOH) yang dibakukann
dengan asam oksalat (H2C2O4) dengan indikator pp.
1.2 Membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan propilenglikol
1.3 Menentukan kelarutan asam benzoat dan asam salisilat dari berbagai
pelarut campur
1.4 Membuat grafik hitungan konsentrasi dengan presentasi pellarut
campur

II. Data Pengamatan dan Perhitungan


2.1 Data Pengamatan
2.1.1 Pembakuan Larutan NaOH
V Asam Oksalat V NaOH Konsentrasi NaOH
10 mL 10,1 mL 0,099 N
10 mL 9,99 mL 0,1 N
10 mL 9,8 mL 0,1 N

2.1.2 Pmebuatan larutan sampel


Pelarut Air(ml) Etanol(ml) Gliserin(ml) propilenglikol V NaOH
campur (ml)
1 20 - - - 0,05
2 19 1 - - 0,1
3 19 - 1 - 0,1
4 19 - - 1 0,1
5 17 3 - - 0,5
6 17 - 3 - 0,5
7 17 - - 3 0,1
8 15 5 - - 0,05
9 15 - 5 - 0,1
10 15 - - 5 0,1
2.2 Perhittungan
2.2.1 Pembuatan NaOH

m = 0,4 gram
m = 400 mg
2.2.3 Pembuatan H2C2O4

m = 0,225 gram
m = 225 mg
2.2.4 Pembuatan Fenolftalein 1%

g terlarut = 0,5 gram = 500mg


2.2.5 Pembakuan NaOH
 Titrasi I
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,1 = 10,1 x N2
N2 = 0,099 N

 Titrasi 2
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,1 = 9,99 x N2
N2 = 0,1 N
 Titrasi 3
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,1 = 9,8 x N2
N2 = 0,102 N
Rata rata konsentrasi NaOH = = 0,1 N

2.2.6 Penentuan Kelarutan


 Sampel 1 ( 20mL air)
( ) ( )
.

0,03453 g/mL

 Sampel 2 (19 ml air + 1 ml etanol)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

 Sampel 3 (19 ml air + 1 ml gliserin)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

 Sampel 4 (19 ml air + 1 ml propilenglikol)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

 Sampel 5 (17 ml air + 3 ml etanol)


( ) ( )
.

0,3453 g/mL

 Sampel 6 (17 ml air + 3 ml gliserin)


( ) ( )
.
0,3453 g/mL

 Sampel 7 (17 ml air + 3 ml propilenglikol)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

 Sampel 8 (15 ml air + 5 ml etanol)


( ) ( )
.

0,03453 g/mL

 Sampel 9 (15 ml air + 5 ml gliserin)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

 Sampel 10 (15 ml air + 5 ml propilenglikol)


( ) ( )
.

0,069 g/mL

III. Pembahasan
Larutaan merupakan suatu campuran homogen yang terdiri dari dua
zat atau lebh. Suaatu campuran dapat dikatkan omoogen ketika sususannya
seragam dan tidak terlihatnya bagian-bagian yang berlainan bahkan dengan
mikroskop optik (Sumardjo, 2009)
Dalam larutan, terdapat kelarutan. Kelarutan yaitu kemampuan suatu
zat terlarut untuk dapat larut dalam pelarutnya dalam suhu dan tekanan
tertentu hinga homogen (Salamah, 2012). Kelarutan suatu bahan dalam pelarut
tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari
bahan dan pelarut tersebit. Apabila suatu pelarut pada suhu tertentu
melarutkan semua zat terlarut sampai batas kelarutannya maka larutan tersebut
merupakan larutan jenuh (Ansel, 1989).
Kelarutaan dari suatu larutan dapat dipengaruhi oleh sifatt like dissolve
like, di mana pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, pelarut non-polar
akan melarutkan senyawa non-polar, dan pelarut organic akan melarutkan
senyawa organik (Khopkar, 1990).
Pada praktikum kali ini, dilakukan titrasi asam basa untuk membaukan
larutan natrium hidroksida menggunakan larutan asam oksalat. Titrasi asam
basa adalah teknik untuk menentukan kadar suatu asam maupun basa dengan
syarat salah satu zatnya telah diketahui konsentrasinya (Britannica, 2015).
Kemudian, dalam suatu larutaan dapat ditambahkan surfktan.
Surfaktan dapat membantu meningkatkan kelarutan Surfaktan dapat
menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan
hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala
hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang
menjauhi permukaan air (Furi, 2012).
Adapun istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia adalah:

(Depkes RI, 1979)


Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian kelarutan dari sampel
asam salisilat. Adapun monografi dari asam salisilat menurut farmakope
ialah memiliki rumus molekul C7H6O3 merupakan senyawa hablur,
biasanya berbentuk jarum halus, putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di
udara. Kelarutan dari asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam
benzen, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih,
serta agak sukar larut dalam kloroform. (KemenkesRI, 2014)
Pengujian kelarutan dilakukan dengan beberapa macam pelarut dan
pelarut campur untuk menemukan dimana sampel lebih dapat melarut.
Selain itu, pencampuran pelarut juga dapat meningkatkan nilai kelarutan.
Penambahan pelarut lain dapat berlaku sebagai surfaktan.
Berdasarkan data yang ada, sampel memiliki nilai kelarutan yang
paling tinggi pada pelarut air yang dicampurkan dengan proppilenglikol.
Selain itu, semakin banyak propilenglikol yang ditambahkan, maka semakin
tinggi juga kelarutan dari sampel asam salisislat. Hal ini membuktkan bahwa
propilenglikol dapat bertindak sebagai surfaktan. Dan juga, hal ini
membuktikan bahwa propilenglikol merupakan plearut yag paling cocok
dengan sampel.
Faktor-faktor yang akan mempengaruhi kelarutan antara lain yaitu,
suhu, jenis pelarut, dan hasil kali kelarutan. Jenis pelarut terdiri dari
beberapa macam yaitu, pelarut polar, pelarut non polar, dan pelarut semi
polar. Jika suhu suatu senyawa semakin meningkat maka kelarutan senyawa
tersebut akan semakin cepat. Hal tersebut dikarenakan terdapat tambahan
energi pada senyawa untuk memutuskan ion-ion dari senyawa elektrolitnya
(Martin, 1990)
IV. Simpulan
5.1 Telah dibuat dan dibakukan larutan NaOH dengan larutan asam
oskalat dan didapatkan konsentrasinya yaitu 0,1 N
5.2 Telah dibuat pelarut campur yang terdiri dari air dengan etanol,
gliserin, dan propilenglikol dengan perbandingan tertentu.
5.3 Telah ditentukan kelaruutan dari asam salisilat di dalam berbagai
pelarut campur
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.


Britanicca. 2015. Titrasi. Tersedia online di
https://www.britannica.com/science/titration. [Diakses pada 21 Maret 2020]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Furi, A. 2012. Pengaruh Perbedaan Ukuran Partikel dari Ampas Tahu dan
Konsentrasi Natrium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan Surfaktan.
Jurnal Teknik Kimia. Vol.18(1): 4.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Kemenkes RI.
Khopkar, S., M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta : UI Press.
Salamah, E. 2012. Kandungan Mineral Remis Akibat Proses Pengolahan. Jurnal
Akuatika. Vol. 3(1): 8-12.
Savjani, K.T., Anuradha, K.G., Jignasa, K.S. 2012. Drug Solubility : Importance and
Enhancement Techniques. Diakses secara online di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3399483/.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai