Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

LATAR BELAKANG

Kemajuan teknologi saat ini membawa dampak positif dan negatif bagi
kehidupan. Salah satu dampak negatifnya ialah sering terjadi berbagai kecelakaan.
Kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja merupakan contoh kejadian
yang dapat menyebabkan fraktur. Pasien yang mengalami fraktur diperlukan
penanganan yang kompeten yaitu tidak hanya mengandalkan pengetahuan atau
teknologi saja melainkan harus ditangani oleh kombinasi pengetahuan dan juga
teknologi. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2013).

World Health Organization (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu
insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% (Depkes RI, 2011). Fraktur di
Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di bawah penyakit jantung
koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2011, di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera seperti terjatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar (2011)
menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus,
dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). Sedangkan, di
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 tercatat 67.076 ribu kasus. Berdasarkan data di
atas dapat disimpulkan orang yang mengalami kecelakaan beresiko tinggi mengalami
fraktur.
Prinsip penanganan pertama pada fraktur berupa tindakan reduksi dan
imobilisasi. . Pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen merupakan salah
satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dilakukan dengan prosedur pembedahan,
dikenal dengan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF). Nyeri pasca
pembedahan ORIF disebabkan oleh tindakan invasif bedah yang dilakukan.
Walaupun fragmen tulang telah direduksi, tetapi manipulasi seperti pemasangan
screw dan plate menembus tulang akan menimbulkan nyeri hebat. Salah satu hal yang
dapat dilaukan untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara kompres dingin, kompres
dingin dapat mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan
edema yang diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Dalam beberapa jurnal juga membuktikan bahwa kompres dingin efektif untuk
mengurangi nyeri Post operasi fraktur ORIF.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian Fraktur


Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total atau
sebagian yang disebabkan oleh trauma fisik, kekuatan sudut, tenaga, keadaan
tulang, dan jaringan lunak. Keluhan utama yang sering ditemukan pada pasien
fraktur adalah nyeri (Helmi, 2013).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)


Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil,
maka tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat
pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan
spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur.
Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun
bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada
otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut
(membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat
berotasi atau berpindah. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks
serta sumsum dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat
menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena
cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum
(medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga
merupakan tahap penyembuhan tulang.

Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:


a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.

1.2 Pengertian ORIF


Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) merupakan reposisi secara operatif
yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa
plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna
dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur bagian
distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan dengan neurovascular
compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral ekstrimitas bawah,
irreducible fractures, dan fraktur patologis (Thomson & Jonna, 2014).
1.3 Pengertian Nyeri
Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan fenomena
yang komplek meskipun universal, tetapi masih merupakan misteri. Nyeri adalah
salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang menunjukkan adanya
pengalaman masalah. Nyeri merupakan keyainan individu tersebut terhadap sait
yang dialaminya (Taylor, 2014)
Tanda dan gejala nyeri
Berikut beberapa macam tanda dan gejala nyeri yang yang tercermin dari pasien
secara umum, yaitu :
a. Suara : menangis, merintih, menghembuskan/menarik nafas
b. Ekspresi wajah : meringis
c. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, menggigit bibir
d. Pergerakan tubuh : kegelisahan, mondar mandir, imobilisasi, otot tegang
e. Interaksi sosial : menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus
aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu (Taylor, 2014)
1.4 Pengertian Kompres Dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air dingin atau air es sehingga memberi
efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan memberikan kompres dingin adalah
menghilangkan rasa nyeri akibat edema atau trauma, mempersempit pembuluh
darah, mengurangi arus pembuluh darah local, dan menurunkan respon inflamasi
jaringan (Khadijah, 2011).
Kompres dingin dapat dilakukan di dekat lokasi nyeri atau disisi tubuh yang
berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, hal ini memakan waktu 5
sampai 10 menit. Pengompresan didekat lokasi aktual nyeri cenderung memberi
hasil yang terbaik. Seorang klien yang mengalami sensasi dingin akan merasakan
nyeri seperti terbakar, dan sakit serta baal.apabila klien merasakan baal, maka es
harus diangkat (Khodijah, 2011).

1.5 Hubungan Kompres Dingin Untuk Meredakan Nyeri Post Operasi ORIF

Penanganan pertama pada fraktur berupa tindakan reduksi dan imobilisasi.


Tindakan reduksi dengan pembedahan disebut dengan reduksi terbuka yang
dilakukan pada lebih dari 60% kasus fraktur, sedangkan tindakan reduksi tertutup
hanya dilakukan pada simple fracture dan pada anak-anak. Imobilisasi pada
penatalaksanaan fraktur merupakan tindakan untuk mempertahankan proses
reduksi sampai terjadi proses penyembuhan. Pemasangan screw dan plate atau
dikenal dengan pen merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang
dilakukan dengan prosedur pembedahan, dikenal dengan Open Reduction and
Internal Fixation (ORIF). Alat fiksasi yang digunakan terdiri dari beberapa logam
panjang yang menembus axis tulang dan dihubungkan oleh penjepit sehingga
tulang yang direduksi dijepit oleh logam tersebut. Nyeri pasca pembedahan ORIF
disebabkan oleh tindakan invasif bedah yang dilakukan. Walaupun fragmen tulang
telah direduksi, tetapi manipulasi seperti pemasangan screw dan plate menembus
tulang akan menimbulkan nyeri hebat. Nyeri tersebut bersifat akut yang
berlangsung selama berjam-jam hingga berhari-hari. Hal ini disebabkan oleh
berlangsungnya fase inflamasi yang disertai dengan edema jaringan. Nyeri
merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi
dipandang sebagai kondisi alami dari cidera atau trauma yang akan berkurang
secara bertahap seiring waktu, karena nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan
komplikasi, peningkatan lama rawat inap di rumah sakit dan distress (Helmi,
2013). Perawat mempunyai peran penting dalam pemberian pereda nyeri yang
adekuat, yang prinsipnya mencakup mengurangi ansietas, mengkaji nyeri secara
regular, memberi analgesik dengan tepat untuk meredakan nyeri secara optimal,
dan mengevaluasi keefektifannya (Kneale, 2011).

Lamanya proses penyembuhan setelah mendapatkan penanganan dengan fiksasi


internal akan berdampak pada keterbatasan gerak yang disebabkan oleh nyeri
maupun adaptasi terhadap penambahan screw dan plate tersebut. Kondisi nyeri ini
seringkali menimbulkan gangguan pada pasien baik gangguan fisiologis maupun
psikologis.

Terdapat dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen faramakologi


dan manajemen nonfarmakologi. Manajemen farmakologi yaitu dengan
memberikan obat-obatan analgesic, sedangkan manajemen non farmaologi yaitu
diantaranya dengan mengajarkan teknik distraksi, relaksasi, bimbingan antisipasi
dan terapi kompres dingin (Andarmoyo, 2013)
Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pasien fraktur secara non farmakologi
adalah dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri. Rasa nyeri bisa
timbul hampir pada setiap area fraktur. Apabila tidak diatasi dapat menimbulkan
efek yang membahayakan yang akan menganggu proses penyembuhan dan dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, perlu penanganan
yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami pasien, perawat harus
yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres dingin dilakukan dengan
cara yang aman. Kompres dingin dapat meredakan nyeri dikarenakan kompres
dingin dapat mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan
edema yang diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Pemberian kompres dingin dapat meningkatkan pelepasan endorfin yang memblok
transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf yang memiliki
diameter besar α-Beta sehingga menurunkan transmisi impuls nyeri melalui
serabut kecil α Delta dan serabut saraf C (Khadijah, 2011).

BAB 3

PEMBAHASAN

1.1 Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur
Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012
Jurnal yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap
Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun
2012“
Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Dingin :
Rata-rata nyeri pasien sebelum dilakukan kompres dingin adalah 6,40 dengan
standar deviasi 0,986 dan rata-rata nyeri pasien setelah dilakukan kompres dingin
adalah 3,53 dengan standar deviasi 1,302. Terlihat nilai mean perbedaan antara
sebelum dan setelah pemberian kompres dingin 2,86 dengan standar deviasi 0,64.
Hasil uji statistik didapatkan hasil pvalue=0,000 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres dingin pada pasien
fraktur ektremitas tertutup. Hasil ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian
kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ektremitas tertutup.

Perubahan Nyeri Setelah Dilakukan Kompres Dingin :


Rata-rata nyeri setelah dilakukan kompres dingin adalah 3,53 (95% CI: 2,81-
4,25), median 3,00 dengan standar deviasinya 1,302. Nyeri terendah adalah 2 dan
nyeri tertinggi adalah 6. Dan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah diantara
2,81 sampai dengan 4,25. Hasil uji statistik didapatkan hasil pvalue=0,000 maka
dapat disimpulkan ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian
kompres dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup.
Smeltzer & Bare (2002), mengatakan untuk menghilangkan nyeri pada cidera
dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin basah atau kering ditempat yang
cedera secara intermitten 20 sampai 30 menit selama 24-48 jam pertama setelah
cedera, dengan pemberian kompres dingin dapat menyebabkan vasokontriksi
sehingga menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan aliran darah, menurunkan
metabolism sel, yang dapat mengurangi pendarahan, edema dan ketidaknyamanan.
Dari hasil penelitian, teori-teori yang ada dan hasil penelitian lainnya menurut
analisis peneliti kompres dingin dapat menurunkan respon nyeri dikarenakan kompres
dingin dapat menurunkan salah satu zat neurotransmitter yaitu prostaglandin yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dengan cara menurunkan inflamasi
(disebabkan spasme otot), karena kompres dingin menyebabkan vasokontriksi
(penyempitan pembuluh darah) sehingga inflamsi menurun. Menurunnya inflamasi
maka prostaglandin akan menurun pula produksinya, sehingga nyeri yang disebabkan
spasme otot dan kerusakan jaringan berkurang. Oleh karenanya perlu dilakukan
intervensi mandiri ini dalam mengurangi respon nyeri khususnya pada pasien fraktur
ekstremitas tertutup. Setelah membandingkan penelitian ini dengan penelitian sejenis
dan dengan landasan teori yang ada, maka penelitian menarik kesimpulan bahwa ada
pengaruh pemberian kompres dingin terhadap penurunan respon nyeri pada pasien
fraktur ekstremitas tertutup.

KESIMPULAN
Ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres
dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 Pvalue =0,000. Rata-rata nyeri sebelum
dilakukan kompres dingin adalah 6,40 (95% CI: 5,85-6,95). median 6,00 dengan
standar seviasi 0,986. Nyeri terendah adalah 5 dan nyeri tertinggi adalah 8. Dan hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
sebelum dilakukan kompres dingin adalah diantara 5,85 sampai dengan 6,95. Rata-
rata skala nyeri setelah dilakukan kompres dingin adalah 3,53 (95% CI: 2,81-4,25),
median 3,00 dengan standar deviasi 1,302. Nyeri terendah adalah 2 dan nyeri
tertinggi adalah 6. Dan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
bahwa rata-rata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah diantara 2,81 sampai
dengan 4,25.

1.2 Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada


Pasien Fraktur Di Rsud Ungaran (2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden, 19 (90,5%)


responden mengalami nyeri ringan (skala 1–3). Penurunan intensitas nyeri pada
pasien fraktur tersebut disebabkan setelah pemberian kompres dingin. Penggunaan air
es dengan suhu 15oC dilakukan selama 10 menit memberikan pengaruh terhadap
perubahan tingkat skala nyeri dari nyeri sedang (skala 4–6) menjadi nyeri ringan
(skala 1-3). intesitas nyeri sebelum pemberian kompres dingin mempunyai median
5,00 dengan nilai minimum 4,00 dan nilai maksimum 6,00. Intensitas nyeri sesudah
pemberian kompres dingin mempunyai nilai median 2,00 dengan nilai minimum 0,00
dan nilai maksimum 3,00. Hasil uji Wilcoxon diperoleh p-value= 0,000 maka H0
ditolak dan Ha diterima artinya ada pengaruh kompres dingin terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien fraktur. Hal ini membuktikan bahwa kompres dingin
efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien yang mengalami fraktur.

KESIMPULAN
Ada efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pasien fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari hasil uji statistic
menggunakan Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan
bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien fraktur.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Ungaran didapatkan 21
responden (100%) yang mengalami fraktur dimana responden yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak dengan jumlah 12 responden (57,1%) dan didominasi
dengan usia responden 21-45 tahun, yaitu 11 responden (52,4%).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 21 responden (100%) mengalami
nyeri sedang dengan skala 4-6 sebelum diberikan intervensi kompres dingin,
sedangkan sesudah diberikan intervensi kompres dingin diperoleh 19 responden
(90,5%) mengalami nyeri ringan dengan skala 1-3 dan 2 responden (9,5%)
mengatakan tidak nyeri dengan skala 0.
1.3 Pengaruh Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF
(Open Reduction Internal Fixation) pada Pasien Fraktur di RSD Dr. H. Koesnadi
Bondowoso (2017)

Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Kompres Dingin :


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 10 orang responden, didapatkan bahwa
nilai ratarata intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi adalah 3,7 dan setelah
diberikan intervensi 2,9. Skala nyeri responden sebelum diberikan intervensi paling
banyak pada skala 3 yaitu 5 orang. Skala nyeri responden yang didapatkan setelah
diberikan intervensi kompres dingin paling banyak yaitu pada skala 2 sebanyak 6
orang. Nyeri yang dirasakan sebelum diberi kompres dingin rata-rata dirasakan ketika
responden menggerakkan bagian tubuh yang telah dioperasi, namun nyeri yang
dirasakan tidak sampai mengganggu aktivitas responden. Setelah diberi kompres
dingin, sebagian responden mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan berkurang ketika
sensasi dingin mulai terasa. Hal ini dikarenakan dingin memiliki efek analgetik dan
anastesi lokal dalam mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan seseorang.
Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah persepsi dingin menjadi dominan dan
mengurangi persepsi

Pengaruh Pemberian Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri :


Rata-rata penurunan nilai nyeri pada responden setelah diberikan terapi
kompres dingin yaitu sebesar -0,8. Hasil uji Wilcoxon untuk intensitas nyeri sebelum
dan sesudah intervensi menunjukkan nilai p-value sebesar 0,005 atau nilai p-value
kurang dari α (0,05), artinya ada perbedaan rata-rata intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan kompres dingin. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh terapi
kompres dingin terhadap nyeri.

KESIMPULAN
Terdapat pengaruh terapi kompres dingin terhadap nyeri pada pasien post
operasi fraktur ORIF. Kompres Dingin dapat meredakan nyeri pasien post operasi
fraktur ORIF. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang terapi
kompres dingin yang dapat meredakan nyeri pada pasien post operasi fraktur ORIF.
BAB 4

PENUTUP

Dari hasil beberapa jurnal yang dijadikan sebagai referensi membuktikan bahwa
kompres dingin dapat mengurangi rasa nyeri post operasi ORIF. Perawat
mempunyai peran penting dalam pemberian pereda nyeri yang adekuat, yang
prinsipnya mencakup mengurangi ansietas, mengkaji nyeri secara regular,
memberi analgesik dengan tepat untuk meredakan nyeri secara optimal, dan
mengevaluasi keefektifannya. Salah satu peran perawat untuk mengurangi nyeri
yaitu dengan cara memberikan kompres dingin dan mengedukasi keluarga untuk
memberikan kompres dingin, karena kompres dingin dapat mengurangi aliran
darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan edema yang diperkirakan
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Z. N. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskleletal. Jakarta: Salemba


Medika

Depkes, RI. (2011). Sistem kesehatan nasional. Diperoleh tanggal 22 Desember 2013.
Dari repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/ 22361/5/chafter I.Pdf.

Rekam medis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, (2013). Jumlah pasien fraktur.
Pekanbaru: RSUD Arifin Achmad. Tidak dipublikasikan.

Sjamsuhidayat & Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.Jakarta: EGC

Thomson JD, Jonna K. 2014. Open Reduction And Internal Fixation of Distal
Femoral Fractures in Adult. http://emedicine.medscape.com/article/2000429-
overview [25 Desember 2019]

Jitowiyono S dan Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Nuha Medika

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajeman Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta : Salemba Medika

Wiarto G. 2017. Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publisihing

Istianah, Umi. 2017. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Amstrong, Michael., & Stephen Taylor. 2014. Amstrong’s Handbook of Human


Resource Management Practice Thirteenth Editions. United Kingdom : Kogan Page

Andarmoyo, Sulistio. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :


Aruzz-Media

Khadijah, Siti. 2011. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas


Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik, Medan.
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/24617/7/Cover.pdf [25 Desember
2019]

Anda mungkin juga menyukai