LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi saat ini membawa dampak positif dan negatif bagi
kehidupan. Salah satu dampak negatifnya ialah sering terjadi berbagai kecelakaan.
Kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja merupakan contoh kejadian
yang dapat menyebabkan fraktur. Pasien yang mengalami fraktur diperlukan
penanganan yang kompeten yaitu tidak hanya mengandalkan pengetahuan atau
teknologi saja melainkan harus ditangani oleh kombinasi pengetahuan dan juga
teknologi. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2013).
World Health Organization (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu
insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% (Depkes RI, 2011). Fraktur di
Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di bawah penyakit jantung
koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2011, di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera seperti terjatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar (2011)
menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus,
dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). Sedangkan, di
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 tercatat 67.076 ribu kasus. Berdasarkan data di
atas dapat disimpulkan orang yang mengalami kecelakaan beresiko tinggi mengalami
fraktur.
Prinsip penanganan pertama pada fraktur berupa tindakan reduksi dan
imobilisasi. . Pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen merupakan salah
satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dilakukan dengan prosedur pembedahan,
dikenal dengan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF). Nyeri pasca
pembedahan ORIF disebabkan oleh tindakan invasif bedah yang dilakukan.
Walaupun fragmen tulang telah direduksi, tetapi manipulasi seperti pemasangan
screw dan plate menembus tulang akan menimbulkan nyeri hebat. Salah satu hal yang
dapat dilaukan untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara kompres dingin, kompres
dingin dapat mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan
edema yang diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Dalam beberapa jurnal juga membuktikan bahwa kompres dingin efektif untuk
mengurangi nyeri Post operasi fraktur ORIF.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
1.5 Hubungan Kompres Dingin Untuk Meredakan Nyeri Post Operasi ORIF
BAB 3
PEMBAHASAN
1.1 Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur
Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012
Jurnal yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap
Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun
2012“
Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Dingin :
Rata-rata nyeri pasien sebelum dilakukan kompres dingin adalah 6,40 dengan
standar deviasi 0,986 dan rata-rata nyeri pasien setelah dilakukan kompres dingin
adalah 3,53 dengan standar deviasi 1,302. Terlihat nilai mean perbedaan antara
sebelum dan setelah pemberian kompres dingin 2,86 dengan standar deviasi 0,64.
Hasil uji statistik didapatkan hasil pvalue=0,000 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres dingin pada pasien
fraktur ektremitas tertutup. Hasil ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian
kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ektremitas tertutup.
KESIMPULAN
Ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres
dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 Pvalue =0,000. Rata-rata nyeri sebelum
dilakukan kompres dingin adalah 6,40 (95% CI: 5,85-6,95). median 6,00 dengan
standar seviasi 0,986. Nyeri terendah adalah 5 dan nyeri tertinggi adalah 8. Dan hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
sebelum dilakukan kompres dingin adalah diantara 5,85 sampai dengan 6,95. Rata-
rata skala nyeri setelah dilakukan kompres dingin adalah 3,53 (95% CI: 2,81-4,25),
median 3,00 dengan standar deviasi 1,302. Nyeri terendah adalah 2 dan nyeri
tertinggi adalah 6. Dan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
bahwa rata-rata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah diantara 2,81 sampai
dengan 4,25.
KESIMPULAN
Ada efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pasien fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari hasil uji statistic
menggunakan Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan
bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien fraktur.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Ungaran didapatkan 21
responden (100%) yang mengalami fraktur dimana responden yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak dengan jumlah 12 responden (57,1%) dan didominasi
dengan usia responden 21-45 tahun, yaitu 11 responden (52,4%).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 21 responden (100%) mengalami
nyeri sedang dengan skala 4-6 sebelum diberikan intervensi kompres dingin,
sedangkan sesudah diberikan intervensi kompres dingin diperoleh 19 responden
(90,5%) mengalami nyeri ringan dengan skala 1-3 dan 2 responden (9,5%)
mengatakan tidak nyeri dengan skala 0.
1.3 Pengaruh Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF
(Open Reduction Internal Fixation) pada Pasien Fraktur di RSD Dr. H. Koesnadi
Bondowoso (2017)
KESIMPULAN
Terdapat pengaruh terapi kompres dingin terhadap nyeri pada pasien post
operasi fraktur ORIF. Kompres Dingin dapat meredakan nyeri pasien post operasi
fraktur ORIF. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang terapi
kompres dingin yang dapat meredakan nyeri pada pasien post operasi fraktur ORIF.
BAB 4
PENUTUP
Dari hasil beberapa jurnal yang dijadikan sebagai referensi membuktikan bahwa
kompres dingin dapat mengurangi rasa nyeri post operasi ORIF. Perawat
mempunyai peran penting dalam pemberian pereda nyeri yang adekuat, yang
prinsipnya mencakup mengurangi ansietas, mengkaji nyeri secara regular,
memberi analgesik dengan tepat untuk meredakan nyeri secara optimal, dan
mengevaluasi keefektifannya. Salah satu peran perawat untuk mengurangi nyeri
yaitu dengan cara memberikan kompres dingin dan mengedukasi keluarga untuk
memberikan kompres dingin, karena kompres dingin dapat mengurangi aliran
darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan edema yang diperkirakan
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. (2011). Sistem kesehatan nasional. Diperoleh tanggal 22 Desember 2013.
Dari repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/ 22361/5/chafter I.Pdf.
Rekam medis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, (2013). Jumlah pasien fraktur.
Pekanbaru: RSUD Arifin Achmad. Tidak dipublikasikan.
Sjamsuhidayat & Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.Jakarta: EGC
Thomson JD, Jonna K. 2014. Open Reduction And Internal Fixation of Distal
Femoral Fractures in Adult. http://emedicine.medscape.com/article/2000429-
overview [25 Desember 2019]
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajeman Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta : Salemba Medika