(Watermark) POVI MASPUPAH (1112013000053) PDF
(Watermark) POVI MASPUPAH (1112013000053) PDF
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
Povi Maspupah
NIM 1112013000053
JAKARTA
2016
i
ii
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt., yang telah memberikan banyak nikmat
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Selawat dan salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada seorang nabi dan rasul,
yang memberikan peringatan kepada orang-orang kufur dan menyampaikan kabar
gembira kepada insan-insan yang beriman, yakni Nabi Muhammad Saw.
Proses penulisan skripsi ini, tentu tidak lepas dari dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M. A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki M. Hum., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus sebagai
pembimbing skripsi penulis, yang telah banyak meluangkan waktu,
memberikan nasihat, dan motivasi kepada penulis.
3. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah
memberikan banyak ilmu, terutama selama proses perkuliahan, memberikan
nasihat, dan motivasi kepada penulis.
4. Keluarga besar penulis, terutama Ibu dan Bapak yang senantiasa mendoakan,
memberikan dukungan berupa materi, perhatian, nasihat, dan motivasi kepada
penulis.
5. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2012, yang telah memberikan banyak pengalaman, memberikan
vi
dukungan, dan motivasi kepada penulis, terutama kepada Putri Anggraeni
Ruminto, Ulfah Sundusiah, dan Yayah Nur Asyani.
Semoga segala kebaikan berbagai pihak, mendapat balasan dari Allah Swt.
Sesuai dengan firmanNya dalam surah Ar-Rahman, bahwa sesungguhnya tidak
ada balasan untuk kebaikan selain dengan kebaikan. Selain itu, pada skripsi ini,
tentulah tidak lepas dari kesalahan-kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, terutama bagi para mahasiswa dan para peneliti selanjutnya
yang tertarik kepada bidang linguistik.
Povi Maspupah
NIM. 1112013000053
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ......................................................................... .... 7
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
viii
d. Pragmatik .............................................................................. 41
3. Terjemah
a. Pengertian Terjemah ............................................................ 42
b. Macam-Macam terjemah ..................................................... 44
c. Persyaratan Terjemahan ..................................................... 49
d. Persyaratan Penerjemah ....................................................... 51
e. Tahap-Tahap Penerjemahan ................................................ 52
4. Alquran
a. Pengertian Alquran .............................................................. 54
b. Isi Kandungan Alquran ........................................................ 56
B. Penelitian yang Relevan ................................................................... 57
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 143
B. Saran ........................................................................................... 145
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1
Hendryanoor Setiawan, “Gaya Bahasa Dilihat Berdasarkan Diksi dan Struktur Kalimat dalam
Iklan Display Wacana Iklan Rawit pada Surat Kabar Harian Jogja”, Skripsi, (Universitas Negeri
Yogyakarta, 2012), Tidak dipublikasikan.
2
Novita Rihi Amalia, “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan Novel Sang Pemimpi
Karya Andrea Hirata”, Skripsi, (Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010), Tidak dipublikasikan.
3
Evi Selulawati, “Penggunaan Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Laluba Karya Nukila
Amal yang Mengacu pada Karya Grafis M. C. Escher: Analisis Stilistika”, Skripsi, (Universitas
Indonesia, 2012).
3
dengan bahasa yang puitis pula. Alquran terjemahan H.B. Jassin adalah
Alquran terjemahan dalam bentuk puisi. Sebuah puisi pada umumnya
dapat dilihat pada bentuk visualnya, yakni berbeda dari prosa, ditulis tidak
baris demi baris yang panjangnya memenuhi lebar halaman, akan tetapi
baris demi baris yang panjangnya hanya memehuni sebagian lebar
halaman.4 Serangkaian kata terjemahan Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan
Mulia, disajikan rata tengah, dengan posisi terjemahan bahasa Indonesia di
sebelah kiri ayat-ayat Alquran yang berbahasa Arab.
H. B. Jassin sebagai sang penerjemah, adalah seorang sastrawan
sekaligus kritikus sastra yang terkenal dan mendapat julukan “Paus
Sastra”. Julukan tersebut, diberikan oleh Gayus Siagian pada satu
kesempatan simposium sastra Fakultas Sastra UI, Desember 1956, 5
sebagai penghargaan dari apa yang telah dilakukannya, yaitu kecintaan,
ketekunan, dan perhatiannya yang sungguh-sungguh terhadap sastra
Indonesia. Selain itu, bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
pengabdian konkret H. B. Jassin pada dunia kesusastraan Indonesia.6
Lebih lanjut, kata paus di dalam agama Katolik merupakan pemimpin
tertinggi yang berkedudukan di Vatikan. Namun, ini bukan berarti bahwa
H. B. Jassin adalah seorang pemimpin tertinggi beragama Katolik. H. B.
Jassin bukanlah pengikut paus. H. B. Jassin adalah penganut Islam.
Adapun kata paus, digunakan untuk menggambarkan sifatnya yang suka
bertenang-tenang, mirip dengan ikan paus.7
Kemampuan dan kelihaian H. B. Jassin menggunakan gaya bahasa
dalam teks-teksnya terutama teks sastra fiksi, baik itu untuk
menyampaikan maksud maupun untuk memperindah cerita, sudah tidak
diragukan lagi. Banyak sekali penghargaan-penghargaan yang diraih H. B.
Jassin atas karya-karyanya. Namun, bagaimanakah jika sang “Paus Sastra”
4
H.B. Jassin, Kontroversi Al-Qur`anulkarim Bacaan Mulia, (Jakarta: Dinas Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta. 2000), h.26.
5
Hawe Setiawan, dkk., Ensiklopedi Sastra Indonesia 2, (Bandung: PT Kiblat Buku Utama,
2008), h. 99.
6
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), h. 287-288.
7
H.B. Jassin, Op. Cit., h.78.
4
membaca adalah agar siswa mampu memahami isi bacaan secara tepat,
mencari sumber, mengumpulkan informasi, memanfaatkan informasi, dan
mampu menyerap isi bacaan. Selain itu, agar siswa memiliki kegemaran
membaca, meningkatkan pengetahuan, dan memanfaatkan kegiatan
membaca dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari menulis adalah
agar siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasan, mampu
mengungkapkan perasaan secara tertulis dengan jelas, mampu menuliskan
informasi sesuai dengan pokok bahasan dan keadaan, dan mampu menulis
karangan, baik dalam bentuk prosa maupun puisi.8 Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada umumnya, materi gaya bahasa
merupakan bagian dari materi puisi, cerpen, novel, atau drama. Melalui
kegiatan membaca dan menulis, siswa dan guru dapat mencari,
menemukan, menyajikan dan menganalisis contoh gaya bahasa, baik dari
teks sastra, maupun dalam Alquran terjemahan berbahasa Indonesia, untuk
menambah pengetahuan dan mengasah pemahaman.
Penelitian terhadap Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B.
Jassin ini memang sudah pernah dilakukan, dengan berbagai fokus
penelitian yang berbeda, seperti skripsi Siti Rohmanatin Fitriani berjudul
“Perbandingan Penafsiran A. Hassan dalam Tafsīr Al-Furqān dan H. B.
Jassin dalam Al-Qur‟an Al-Karīm Bacaan Mulia”, Institut Agama Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarya, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir
Hadis, 20039 dan skripsi Ahmad Muh. Ikhlas berjudul “Transformasi
Nilai-Nilai Estetis Al-Qurān dalam Terjemahan Puitis Ayat-Ayat Qisās
(Telaah Stilistik atas “Al-Qurān Al-Karīm Bacaan Mulia” Karya H. B.
Jassin”, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas
8
J. S. Badudu, Pintar Berbahasa Indonesia 1, Petunjuk Guru Bahasa Indonesia, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Kelas 1, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 14-15.
9
Siti Rohmanatin Fitriani, “Perbandingan Penafsiran A. Hassan dalam Tafsīr Al-Furqān dan H.
B. Jassin dalam Al-Qur‟an Al-Karīm Bacaan Mulia”, Skripsi, (Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarya, 2003), Tidak Dipublikasikan.
6
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Jurusan Alquran dan Tafsir, 2016. 10 Hal
tersebut, jelas berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan.
Penulis lebih memfokuskan kajian pada persoalan gaya bahasa dan
implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
sekolah. Dengan demikian, berdasarkan alasan-alasan yang telah
dipaparkan di atas, dengan penuh semangat dan keyakinan, pada skripsi ini
penulis memutuskan untuk mengambil judul penelitian “Gaya Bahasa
Terjemahan Surah Ar-Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia
Karya H. B. Jassin dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Sekolah”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut.
1. Kemampuan H. B. Jassin dalam menerjemahkan Alquran tanpa
melenceng dari arti yang dikandung ayat.
2. Bentuk penggunaan gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman dalam
Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia Karya H. B. Jassin.
3. Sebab-sebab penggunaan gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman
dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia Karya H. B. Jassin.
4. Hubungan penggunaan gaya bahasa dengan kalimat pada ayat-ayat lain
dan isi kandungan surah Ar-Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm
Bacaan Mulia Karya H. B. Jassin.
5. Pemberian contoh materi gaya bahasa di sekolah yang hanya terfokus
pada buku ajar dan teks-teks sastra.
C. Pembatasan Masalah
Adapun dalam penelitian ini, masalah-masalah akan dibatasi pada
persoalan mengenai gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman dalam Al-
10
Ahmad Muh. Ikhlas, “Transformasi Nilai-Nilai Estetis Al-Qurān dalam Terjemahan Puitis
Ayat-Ayat Qisās (Telaah Stilistik atas “Al-Qurān Al-Karīm Bacaan Mulia” Karya H. B. Jassin”,
Skripsi, (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), Tidak Dipublikasikan.
7
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Bagaimana bentuk penggunaan gaya bahasa terjemahan surah Ar-
Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin?
b. Bagaimana implikasi penelitian gaya bahasa terjemahan surah Ar-
Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan bentuk penggunaan gaya bahasa terjemahan surah Ar-
Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin.
b. Mendeskripsikan implikasi penelitian gaya bahasa terjemahan surah Ar-
Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
mengingatkan kembali kepada penulis dan pembaca, mengenai materi
pelajaran bahasa Indonesia dan Pendidikan Agama Islam, yaitu
mengenai gaya bahasa, jenis-jenis gaya bahasa, terjemahan, macam-
macam terjemahan, syarat terjemahan, persyaratan penerjemah, tahapan
penerjemahan, Alquran, dan mengenai riwayat hidup H. B. Jassin.
Landasan-landasan teori tersebut, diharapkan mampu menjadi dasar
pemikiran, menyumbangkan pemahaman, dan menjadi referensi bagi
8
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sikap positif baik
bagi penulis maupun pembaca, karena banyak hal yang dapat diambil,
dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, dan
senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Adanya penelitian ini, diharapkan juga mampu membentuk semangat,
memberikan motivasi kepada penulis dan pembaca untuk selalu
membaca Alquran, mengkaji, dan mengamalkan ajaran di dalamnya.
Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu membentuk karakter
penulis dan pembaca menjadi pribadi yang kritis, mampu mengetahui,
memahami, dan menganalisis berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungan sekitar, dijadikan bahan penelitian dan evaluasi diri dengan
mengambil nilai-nilai positif untuk diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-sehari. Penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai bahan yang
dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia, sebagai motivasi, dan referensi bagi guru-guru bahasa
Indonesia dalam memberikan contoh-contoh materi pelajaran, juga bagi
peneliti lain yang berminat terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia dalam penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai persoalan
gaya bahasa dalam Alquran terjemahan yang tidak hanya terdapat pada
surah Ar-Rahman, serta sebagai inovasi bagi pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki Harahap dalam
bukunya Telaah Wacana memaparkan pengertian gaya bahasa dengan
mengambil penjelasan dari Harimurti Kridalaksana. Mereka
memaparkan, ”Gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu:
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.”11
Sementara itu, pendapat Gorys Keraf mengenai gaya bahasa,
dipaparkan sebagai berikut.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu
semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian
menggunakan alat ini mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada
lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada
keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi
kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-
kata secara indah. Karena perkembangan itu, gaya bahasa atau style
menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang
mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa
tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. 12
9
10
13
Keraf, Ibid., h. 113.
14
Diah Erna Triningsih, Gaya Bahasa dan Peribahasa dalam Bahasa Indonesia, (Klaten: PT
Intan Pariwara, 2009), h. 8.
15
Abd. Rohman, Komunikasi dalam Alquran: Relasi Ilahiyah dan Insaniyah, (Malang: UIN
Malang Press, 2007), h. 71.
11
16
Keraf, Op. Cit., h. 116-117.
17
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6.
18
Zaimar, Op. Cit., h. 163-176.
19
Keraf, Op. Cit., h. 124.
12
2. Antiklimaks
Antiklimaks adalah gaya bahasa yang gagasan-gagasannya
diurutkan dari yang terpenting ke gagasan yang kurang penting.
Contoh:
Ketua pengadilan negeri itu merupakan orang yang kaya,
pendiam, dan tidak terkenal namanya.20
3. Paralelisme
Gorys Keraf menyatakan, “Paralelisme adalah gaya bahasa yang
berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau
frasa-frasa yang menduduki fungsi-fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama.” Contoh:
Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah,
harus diadili kalau bersalah. (Tidak baik: Baik golongan yang
tinggi maupun mereka yang rendah kedudukannya, harus diadili
kalau bersalah.)21
20
Keraf, Ibid., h. 125.
21
Ibid., h. 126.
22
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), Cet.
I, h. 377.
23
Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2013), Cet. XII, h. 177.
13
4. Antitesis
Gorys Keraf menyatakan, “Antitesis adalah gaya bahasa yang
mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan
menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.”24
Sementara itu, Henry Guntur Tarigan memaparkan bahwa Antitesis
merupakan perbandingan antara dua antonim (kata-kata yang
mengandung arti semantik berlawanan). Majas ini menggunakan dua
kata yang berlawanan. Contoh:
Kelulusan Putri dalam ujian sungguh melegakan dada, tetapi
kemampuan membiayainya di perguruan tinggi justru
menyesakkan dada mereka.25
24
Keraf, Loc. Cit., h. 126.
25
Triningsih, Op. Cit., h. 37.
26
Zaimar, Op. Cit., h. 170.
14
5. Repetisi
Gorys Keraf menyatakan, “Repetisi adalah pengulangan bunyi,
suka kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.”27 Sementara
itu, Henry Guntur Tarigan memaparkan bahwa repetisi adalah majas
yang mengandung perulangan berkali-kali kata atau kelompok kata
yang sama. Contoh:
Anakku! Rajinlah belajar demi masa depan,
Rajinlah belajar mengangkat derajat keluarga!
Rajinlah belajar menuntut ilmu, rajinlah belajar mencapai cita-
cita.
Rajinlah belajar diiringi doa Bunda, rajinlah belajar anakku,
Tuhan selalu bersamamu.28
6. Aliterasi
Aliterasi merupakan gaya bahasa yang berwujud pengulangan
bunyi konsonan yang sama. Misalnya:
Takut titik lalu tumpah.
Keras-keras kerak kena air lembut juga.30
27
Keraf, Op. Cit., h. 127.
28
Triningsih, Op. Cit., h. 46.
29
Zaimar, Op. Cit., h. 163.
30
Keraf, Op. Cit., h. 130.
15
7. Asonansi
Asonansi merupakan gaya bahasa yang berwujud pengulangan
bunyi vokal yang sama. Misalnya:
Ini muka penuh luka siapa punya
Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.32
8. Anastrof
Anastrof atau inversi adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan
pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat
perangainya.
Bersorak-sorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam
bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji
berkibar.33
31
Triningsih, Op. Cit., h. 44-45.
32
Keraf, Loc. Cit., h. 130.
33
Ibid.
16
10. Apostrof
Apostrof merupakan gaya bahasa yang dilakukan dengan cara
mengalihkan amanat atau pembicaraan, dari hadirin kepada sesuatu
yang tidak hadir. Misalnya:
Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan
bebaskanlah
Kami dari belenggu penindasan ini.
Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk
tanah air tercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam
keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kamu
perjuangkan.36
34
Triningsih, Op. Cit., h. 44.
35
Keraf, Op. Cit., h. 130-131.
36
Ibid., h. 131.
17
11. Asindeton
Asindeton merupakan gaya bahasa yang diwujudkan dengan
pemakaian beberapa kata, frasa atau klausa yang sederajat tidak
dihubungkan dengan menggunakan konjungsi. Misalnya:
Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik
penghabisan orang melepaskan nyawa.37
12. Polisindeton
Polisindeton merupakan gaya bahasa yang diwujudkan dengan
pemakaian beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan
dihubungkan dengan menggunakan konjungsi. Misalnya:
Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah
dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal
merontokkan bulu-bulunya?38
13. Kiasmus
Kiasmus merupakan gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian,
baik frasa atau klausa yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan
satu sama lain, susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila
dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya. Misalnya:
Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan
kami untuk melanjutkan usaha itu.39
37
Keraf, Ibid., h. 131.
38
Ibid.
39
Ibid., h. 132.
18
Contoh:
Apa yang akan terjadi jika pria berlagak seperti wanita dan
wanita berlagak seperti pria? Akan tetapi, inilah yang terjadi
saat ini.40
14. Elipsis
Elipsis merupakan gaya bahasa yang dilakukan dengan cara
menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi
atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga
struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
Misalnya:
Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak
apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis ...41
15. Eufemismus
Eufemismus merupakan gaya bahasa berupa ungkapan-
ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-
ungkapan yang halus untuk mengantikan acuan-acuan yang mungkin
40
Triningsih, Op. Cit., h. 46.
41
Keraf, Loc. Cit., h. 132.
42
Triningsih, Op. Cit., h. 43.
19
16. Litotes
Gorys Keraf menyatakan, “Litotes adalah gaya bahasa yang
dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu
pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.”46 Henry
Guntur Tarigan juga memaparkan pendapatnya mengenai litotes.
Beliau menyatakan, ”Litotes merupakan majas yang menyatakan
43
Keraf, Loc. Cit., h. 132.
44
Triningsih, Loc. Cit., h. 43.
45
Zaimar, Op. Cit., h. 180.
46
Keraf, Op. Cit., h. 132-133.
20
18. Pleonasme
Pada dasarnya, pleonasme merupakan gaya bahasa yang
menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan
untuk menyatakan gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme apabila
kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Misalnya:
Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya
sendiri.
Darah yang merah itu melumuri seluruh tubuhnya.
47
Triningsih, Op. Cit., h. 39.
48
Zaimar, Op. Cit., h. 178.
49
Keraf, Op. Cit., h. 133.
21
19. Tautologi
Pada dasarnya, tautologi sama seperti pleonasme, merupakan
gaya bahasa yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada
yang diperlukan untuk menyatakan gagasan. Sebuah acuan disebut
tautologi apabila kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung
pengulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya:
Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat.
Globe itu bundar bentuknya.
50
Keraf, Ibid., h. 133.
51
Zaimar, Op. Cit., h.164.
52
Keraf, Op. Cit., h. 133-134.
22
20. Perifrasis
Perifrasis merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata lebih
banyak dari yang diperlukan. Perifrasis hampir sama seperti
pleonasme, hanya perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata
yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.
Misalnya:
Ia telah beristirahat dengan damai (= mati, atau meninggal)
Jawaban dari permintaan sudara adalah tidak (= ditolak)53
53
Keraf, Ibid., h. 134.
54
Ibid.
55
Ibid.
23
23. Silepsis
Silepsis merupakan gaya bahasa yang diwujudkan dengan
menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya
hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
Dalam silepsis, konstruksi yang digunakan itu secara gramatikal
benar, tetapi secara semantik tidak benar.
Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.56
24. Zeugma
Zeugma merupakan gaya bahasa yang diwujudkan melalui kata
yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya
hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara logis maupun
secara gramatikal). Misalnya:
Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir
orang itu.
Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat
kepada kami.57
26. Hiperbol
Gorys Keraf menyatakan, “Hiperbol semacam gaya bahasa yang
mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-
besarkan sesuatu hal.”59 Sementara itu, Henry Guntur Tarigan
56
Keraf, Ibid., h. 135.
57
Ibid.
58
Ibid.
59
Ibid.
24
27. Paradoks
Paradoks merupakan gaya bahasa yang mengandung
pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Contoh:
Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang
melimpah-limpah.62
60
Triningsih, Loc. Cit., h. 39.
61
Zaimar, Op. Cit., h. 176.
62
Keraf, Op. Cit., h. 136.
63
Zaimar, Op. Cit., h. 170-171.
25
28. Oksimoron
Gorys Keraf menyatakan, “Oksimoron merupakan gaya bahasa
yang berusaha menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan.”64 Sementara itu, Henry Guntur Tarigan memaparkan
bahwa oksimoron merupakan majas yang mengandung pertentangan
dengan menggunakan kata-kata berlawanan dalam frasa yang sama.
Contoh: Bahan-bahan nuklir dapat digunakan untuk kesejahteraan
manusia, tetapi juga dapat memusnahkannya.65
30. Metafora
Gorys Keraf menyatakan, “Metafora adalah semacam analogi
yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk
yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata,
dan sebagainya.69 Sementara itu, Henry Guntur Tarigan memaparkan
bahwa kata metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang
berarti „memindahkan‟. Metafora merupakan sebuah analogi yang
membandingkan dua benda secara langsung dalam bentuk singkat.
Contoh:
Kita harus selalu mengenang jasa para pahlawan yang telah
gugur sebagai bunga bangsa.
Bunga bangsa= orang berjasa; pemuda
67
Triningsih, Op. Cit., h. 35.
68
Zaimar, Op. Cit., h. 165.
69
Keraf, Op. Cit., h. 139.
70
Triningsih, Loc. Cit., h. 35.
27
31. Alegori
Gorys Keraf menyatakan, “Alegori adalah suatu cerita singkat
yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah
permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah
sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.” 71
Sementara itu, Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa alegori
adalah cerita yang diceritakan dengan lambang-lambang. Alegori
merupakan cerita singkat yang mengandung kiasan dan bertujuan
menyampaikan pesan moral.72 Lebih lanjut, M. Zainal Falah
memberikan sebuah contoh mengenai gaya bahasa alegori. Berikut
adalah contoh alegori yang dikemukakan M. Zainal Falah dalam
buku Gejala dan Gaya Bahasa Indonesia.
Hati-hatilah dalam mengarungi samudra yang penuh bahaya
gelombang, topan, dan badai. Apabila nahkoda dan juru mudi
senantiasa seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya
akan tercapai tanah tepian yang menjadi idaman.
32. Parabel
Gorys Keraf menyatakan, “Parabel adalah suatu kisah singkat
dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung
tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita
fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk
71
Keraf, Op. Cit., h. 140.
72
Triningsih, Op. Cit., h. 36.
73
M. Zainal Falah, Gejala dan Gaya Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: CV Karyono, 1996), Cet.
V., h. 41.
28
33. Fabel
Gorys Keraf menyatakan, “Fabel merupakan suatu metafora
berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-
binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak
seolah-olah sebagai manusia.”75 Sebagai contoh cerita Anak Katak
Hijau yang Nakal dan Kancil Mencuri Mentimun.
34. Personifikasi
Gorys Keraf menyatakan, “Personifikasi atau Prosopopoeia
adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-
benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah
memiliki sifat-sifat kemanusiaan.76 Sementara itu, Henry Guntur
Tarigan menyebut personifikasi dengan istilah penginsanan. Beliau
menyatakan, “Personifikasi atau penginsanan merupakan majas yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat manusia dan mampu melakukan
tindakan seperti yang dilakukan manusia.”77
Lebih lanjut, Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki
Harahap memaparkan bahwa personifikasi merupakan majas yang
menyatakan benda mati seolah-olah bergerak atau memiliki sifat
seperti manusia. Contoh: Rani tidur di teras, dibelai angin sepoi-
sepoi.78
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
personifikasi adalah gaya bahasa yang menyatakan benda mati
seolah bergerak atau memiliki sifat seperti manusia.
74
Keraf, Loc. Cit., h. 140.
75
Ibid.
76
Ibid.
77
Triningsih, Loc. Cit., h. 36.
78
Zaimar, Op. Cit., h. 168.
29
35. Alusi
Gorys Keraf menyatakan bahwa alusi merupakan acuan yang
berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau
peristiwa. Misalnya dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah
Paris Jawa. Demikian dapat dikatakan: Kartini kecil itu turut
memperjuangkan persamaan haknya.79 Sementara itu, Henry Guntur
Tarigan memaparkan bahwa alusi merupakan majas yang menunjuk
pada suatu peristiwa atau tokoh secara tidak langsung, berdasarkan
praanggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh
pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan pada pembaca
untuk menangkap acuan tersebut. Contoh:
Dapatkah kau membayangkan perjuangan KAMI dan KAPI
pada tahun 1966 menentang rezim Orde Lama dan menegakkan
keadilan di tanah air ini?80
36. Eponim
Gorys Keraf menyatakan,”Eponim adalah suatu gaya bahasa
yang diwujudkan dengan penggunaan nama seseorang yang begitu
sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai
untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk
menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan
kecantikan.”81
79
Keraf, Op. Cit., h. 141.
80
Triningsih, Op. Cit., h. 42-43.
81
Keraf, Loc. Cit.
30
37. Epitet
Epitet merupakan gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau
ciri khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Misalnya:
Lonceng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja rimba untuk singa, dan sebagainya.82
38. Sinekdoke
Mengenai sinekdoke, Gorys Keraf menyatakan,
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani
synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama.
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang
mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).83
82
Keraf, Ibid., h. 141.
83
Ibid., h. 142.
84
Triningsih, Op. Cit., h. 42.
31
39. Metonimia
Metonimia merupakan gaya bahasa yang menggunakan sebuah
kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian
yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil
penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab,
sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.
Contoh:
Ia membeli sebuah chevrolet.
Saya minum satu gelas, ia dua gelas.
Ialah yang menyebabkana air mata yang gugur.
Pena lebih berbahaya dari pedang.
Ia telah memeras keringat habis-habisan.86
Ayah baru saja membeli Honda dengan harga lima belas juta
rupiah.87
85
Zaimar, Op. Cit., h. 175.
86
Keraf, Loc. Cit., h. 142.
87
Triningsih, Op. Cit., h. 41-42.
32
40. Antonomasia
Antonomasia merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk
menggantikan nama diri, gelar resmi, atau jabatan. Misalnya:
Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.89
41. Hipalase
Hipalase merupakan gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu
digunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya
dikenakan pada sebuah kata lain. Misalnya:
Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah
adalah manusianya, bukan bantalnya).90
42. Ironi
Ironi atau sindiran gaya bahasa yang mengatakan sesuatu hal
dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung
dalam rangkaian kata-katanya. Misalnya:
Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di
dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!91
88
Zaimar, Op. Cit., h. 173-174.
89
Keraf, Loc. Cit., h. 142.
90
Ibid.
91
Ibid., h. 143.
33
43. Sinisme
Sinisme merupakan suatu sindiran yang berbentuk kesangsian,
mengandung ejekan. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah,
maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis. Misalnya:
Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero
jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.94
44. Sarkasme
Sarkasme merupakan gaya bahasa yang lebih kasar dari ironi
dan sinisme, mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
Misalnya:
Mulut kau harimau kau
Lihat sang Raksasa itu (Maksudnya si Cebol)
Kelakuanmu memuakkan saya.95
92
Triningsih, Op. Cit., h. 40.
93
Zaimar , Op. Cit., h. 171.
94
Keraf, Loc. Cit., 143.
95
Ibid., h. 143-144.
34
45. Satire
Satire merupakan gaya bahasa yang menggunakan ungkapan
untuk menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung
kritik tentang kelemahan manusia, dengan tujuan agar diadakan
perbaikan secara etis maupun estetis.96
46. Inuendo
Inuendo merupakan sindiran dengan mengecilkan kenyataan
yang sebenarnya. Inuendo merupakan sebuah kritik secara tidak
langsung dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati bila dilihat
sambil lalu. Misalnya:
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu
kebanyakan minum.
Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi
jabatannya.97
47. Antifrasis
Antifrasis merupakan sebuah ironi yang berwujud penggunaan
sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap
sebagai ironi. Misalnya:
Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol)98
96
Keraf, Ibid., h. 144.
97
Ibid.
98
Ibid., h. 144-145.
99
Ibid., h. 145.
35
49. Gradasi
Gradasi merupakan gaya bahasa yang mengandung suatu
rangkaian dan urutan kata yang secara sintaksis bersamaan memiliki
satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan di antaranya
paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan
yang bersifat kuantitatif. Contoh:
Jasmani dan rohani yang diberikan Tuhan; Tuhan Yang Maha
Pengasih.101
50. Depersonifikasi
Depersonifikasi merupakan kebalikan dari personifikasi. Gaya
bahasa ini menampilkan manusia sebagai binatang, benda-benda
alam, atau benda lainnya. Contoh: Aku heran melihat Tono
mematung.102
51. Paralipsis
Paralipsis merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk
menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan hal yang tersirat
dalam kalimatnya. Contoh:
100
Triningsih, Loc. Cit., h. 40.
101
Ibid., h. 44.
102
Zaimar, Op. Cit., h. 168.
36
Pak guru sering memuji anak itu, yang (maafkan saya) saya maksud
memarahinya.103
103
Triningsih, Op. Cit., h. 41.
104
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 102.
105
Ibid.
106
Ibid., h. 113.
37
b. Sintaksis
Secara etimologis, sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Di
dalam bahasa Inggris, sintaksis dikenal dengan istilah syntax. Semantara
itu, dari sisi kaidah penyerapan bahasa asing, istilah sintaksis dalam
bahasa Indonesia memiliki kedekatan dengan istilah bahasa Belanda
syntaxis. Adapun pembahasa sintaksis secara berturut-turut dimulai dari
frasa, klausa, sampai pada tataran kalimat.108
1. Frasa
Frasa merupakan satuan gramatikal berupa gabungan kata dan
bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang
mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. 109 Ciri utama
frasa ialah berupa kelompok kata, tidak predikatif, dan tidak
melampaui batas fungsi atau hanya menduduki satu fungsi. Tidak
melampaui batas fungsi sintaksis maksudnya frasa itu hanya
menduduki satu fungsi. Frasa itu bisa menduduki fungsi subjek saja,
atau menduduki fungsi predikat saja, atau menduduki fungsi objek
saja, atau menduduki fungsi pelengkap saja, atau menduduki fungsi
107
Chaer, Ibid., h. 113.
108
La Ode Sidu, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Kendari: Unhalu Press, 2013), h. 21.
109
Ibid.
38
2. Klausa
Klausa merupakan kelompok kata yang predikatif. Klausa
merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran
frasa dan di bawah kalimat. Ciri utama klausa adalah ciri predikat,
yang kehadirannya adalah wajib.111 Di pihak lain, S. Effendi, Djoko
Kentjono, dan Basuki Suhardi menyatakan, “Klausa adalah satuan
gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa; di dalamnya
terdapat satu hubungan predikatif (atau hubungan subjek-predikat).
Klausa pada umumnya merupakan konstituen dasar kalimat.”112
3. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri
sendiri, mempunyai pola intonasi akhir, dan juga terdiri atas klausa.
Kalimat boleh terdiri atas satu klausa atau lebih. Kalimat dalam
bentuk tulisan memiliki kriteria yang mengikat, seperti huruf kapital
di awal kalimat dan diakhiri dengan salah satu tanda perhentian
seperti titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). 113
Kalimat umumnya berwujud serangkaian kata yang disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat,
mempunyai tiga klasifikasi, yaitu berdasarkan kategori sintaksis,
fungsi sintaksis, dan peran semantisnya.
a. Kategori Sintaksis
Bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama,
yaitu verba atau kata kerja, nomina atau kata benda, adjektiva
atau kata sifat, dan adverbia atau kata keterangan. Selain itu, ada
110
Sidu, Ibid., h. 23.
111
Ibid., h. 42-43.
112
S. Effendi, dkk., Tata Bahasa Dasar Bahasa Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2015), h. 36.
113
Sidu, Op. Cit., h. 62.
39
juga kelompok lain yang dinamakan kata tugas, yang terdiri atas
beberapa subkelompok kecil, misalnya preposisi atau kata depan,
konjungtor atau kata sambung, dan partikel.114
b. Fungsi Sintaksis
Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang
mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam
kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan
dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Adapun fungsi
sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek,
pelengkap, dan keterangan.115 Predikat dalam bahasa Indonesia
dapat berwujud frasa verbal, adjektival, nominal, numeral dan
preposisional. Selain predikat, kalimat umumnya mempunyai
subjek yang biasanya terletak di depan predikat. Subjek dapat
berwujud nomina, tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain
juga dapat menduduki fungsi subjek. Ada juga kalimat yang
mempunyai objek. Pada umumnya, objek yang berupa frasa
nominal berada di belakang predikat yang berupa frasa verbal
transitif aktif. Objek tersebut berfungsi sebagai subjek jika
kalimat tersebut diubah menjadi pasif.116
Selanjutnya, yang dinamakan pelengkap atau komplemen
mirip dengan objek. Pelengkap pada umumnya berupa frasa
nominal dan frasa nominal itu juga berada di belakang predikat
verbal. Perbedaan yang penting adalah pelengkap tidak dapat
menjadi subjek dalam kalimat pasif. Di sisi lain, pelengkap mirip
dengan keterangan juga. Kedua-duanya membatasi acuan
konstruksi yang bergabung dengannya. Perbedaannya ialah
pelengkap pada umumnya wajib hadir untuk melengkapi
114
Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2008), h. 35-36.
115
Ibid., h. 36.
116
Ibid., h. 36-37.
40
c. Peran Semantis
Pada dasarnya, setiap kalimat memerikan suatu peristiwa yang
melibatkan satu peserta atau lebih, dengan peran semantis yang
berbeda-beda. Peserta tersebut dinyatakan dengan nomina atau frasa
nominal. Peran semantis terdiri atas pelaku, sasaran, pengalam,
pemeruntung, dan atribut. Adapun penjelasan mengenai peran
semantis tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pelaku
Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan dan
dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau
binatang. Peran pelaku merupakan peran semantis utama subjek
kalimat aktif dan pelengkap pasif.
2) Sasaran
Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan dan
dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran merupakan peran
utama objek atau pelengkap.
3) Pengalam
Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau
peristiwa dan dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan
peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba
taktransitif yang lebih menyatakan keadaan.
4) Peruntung
Peruntung adalah peserta yang beruntung dan yang
memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan
117
Alwi, dkk., Ibid., h. 38.
41
c. Semantik
Secara etimologis, istilah semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata semantics dalam bahasa Inggris. Istilah tersebut diperkenalkan oleh
organisasi filologi Amerika pada tahun 1894. Secara terminologi, semantik
adalah bidang linguistik yang mengkaji arti bahasa.119 Sementara itu, Drs.
Aminuddin memaparkan bahwa semantik yang semula berasal dari bahasa
Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah
teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”, dengan
anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik
merupakan bagian dari lingustik.120
d. Pragmatik
Kata pragmatik berasal dari bahasa Inggris pragmatics dan dari bahasa
Yunani pragmatikos. Pragma memiliki arti persoalan yang ada di tangan,
tindakan, dengan analogi pada lingusitik. Pragmatik merupakan ilmu yang
menelaah tentang relasi antara bahasa dan konteks yang menjadi dasar bagi
pemahaman bahasa atau menelaah tentang kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks
secara tepat. Pragmatik mempunyai tiga konsep dasar yaitu tindak
komunikatif, peristiwa komunikatif, dan situasi komunikatif.121
118
Alwi, dkk., Ibid., h. 334-335.
119
Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Tanspustaka,
2011), h. 4.
120
Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru, 1988), h. 15.
121
Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 2.
42
3. Terjemah
a. Pengertian Terjemah
Mildred L. Larson dalam bukunya Meaning-based Translation: a
Guide to Cross-Language Equivalence memaparkan, “Translation, by
dictionary definition, consists of changing from one state or form to
122
Hindun, Ibid., h. 18-19.
43
123
Mildred L. Larson, Meaning-based Translation: a Guide to Cross-Language Equivalence,
(America: University Press of America, 1984), h. 3.
124
Eugene A. Nida dan Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation,
(Netherlands: The United Bible Societies, 1969), h. 12.
125
Miftah Faridl dan Agus Syihabuddin, Alquran Sumber Hukum Islam yang Pertama,
(Bandung: Pustaka, 1989), h. 305.
44
b. Macam-Macam Terjemah
Berbicara mengenai terjemah, lebih lanjut Syaikh Muhammad
memaparkan bahwa terdapat dua macam terjemah, yaitu terjemah
harfiah dan maknawiah. Berikut merupakan penjelasan yang lebih rinci
mengenai kedua macam terjemah tersebut.
126
Faridl, Ibid.
127
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Ushulun Fit Tafsir: Pengantar dan Dasar-Dasar
Mempelajari Ilmu Tafsir. Terj. dari Ushûlun Fît Tafsîr oleh Ummu Saniyyah, (Solo: Al-Qowam,
2014), h. 56.
128
Mohammad Aly Ash Shabuny, Pengantar Study Al-Qur‟an (AT-TIBYAN). Terj. dari At-
Tibyan Fiulumil Qur‟an oleh Moh. Chudlori Umar dan Moh. Matsna H. S., (Bandung: Al-Ma‟arif,
1987), h. 276.
129
Hafidz Abdurrahman, Metode Praktis Memahami Al-Quran, (Jakarta: Wadi Press, 2011), h.
175.
45
130
Al-Utsaimin, Op. Cit., h. 56-57.
131
Faridl, Op. Cit., h. 307.
132
Muhammad Thalib, Koreksi Tarjamah Harfiyah Alquran Kemenag RI: Tinjauan Aqidah,
Syari‟ah, Mu‟amalah, Iqtishadiyah, (Yogyakarta: Ma‟had An-nabawy, 2011), Cet. II, h. 242.
46
133
Ash Shabuny, Op. Cit., h. 277.
134
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah: Panduan Lengkap bagi Anda yang Ingin
menjadi Penerjemah Profesional, (Bandung: Kaifa, 2009), h. 76.
47
2. Penerjemahan harfiah
Pada metode ini, penerjemah mencari padanan konstruksi
gramatikal Bsu yang terdekat dengan Tsa. Kemudian, penerjemahan
kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini digunakan
sebagai metode tahap awal pengalihan bukan sebagai metode yang
lazim.136
3. Penerjemahan setia
Pada metode ini, penerjemah memproduksi makna kontekstual
Tsu, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata
yang bermuatan budaya dialihbahsakan, tetapi penyimpangan dari
segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan. Terjemahan ini
terasa kaku, sehingga harus diserasikan dengan kaidah Tsa. 137
4. Penerjemahan semantis
Pada metode ini, hasil terjemahan menjadi lebih lentur, karena
dapat dikompromikan dengan struktur gramatikal bahasa sasaran dan
masih mempertimbangkan unsur-unsur bahasa sumber selama masih
dalam batas kewajaran. Hasil terjemahannya pun lebih dapat
dimengerti.138
135
Machali, Ibid., h. 78.
136
Ibid.
137
Ibid., h. 79.
138
Ibid., h. 80.
48
6. Penerjemahan bebas
Pada metode ini, penerjemahan dilakukan dengan lebih
mengutamakan isi dengan mengorbankan bentuk teks bahasa
sumber. Metode ini biasanya berbentuk parafrase yang dapat lebih
panjang atau pendek. Beberapa ahli menyatakan bahwa terjemahan
metode ini bukan merupakan karya terjemahan karena terjadinya
perubahan yang cukup drastis.140
139
Machali, Ibid., h. 80-81.
140
Ibid., h. 81-82.
141
Ibid., h. 82.
49
8. Penerjemahan komunikatif
Pada metode ini, penerjemah menerjemahkan teks dengan
memproduksi makna kontekstual sehingga baik dari aspek
kebahasaan maupun isi, langsung dapat dimengerti oleh pembaca.142
c. Persyaratan Terjemahan
Terjemahan secara tafsiriah atau maknawiah mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut.
1) Hendaknya terjemahan dapat memenuhi semua pengertian dan
maksud dari bahasa aslinya dengan benar.
2) Susunan bahasa terjemahan bersifat bebas, namun memungkinkan
dapat dituangkan kembali dalam bahasa aslinya dengan benar
meskipun tanpa melihat kepada bahasa aslinya itu.
142
Machali, Ibid., h. 83.
50
143
Faridl, Loc. Cit., h. 307.
144
Ash Shabuny, Loc. Cit., h. 277.
51
d. Persyaratan Penerjemah
Seorang penerjemah harus mempunyai persyaratan-persyaratan
sebagai berikut.
1) Penerjemah menguasai dua bahasa; bahasa asli dan bahasa
terjemahan.
2) Menguasai gaya bahasa-gaya bahasa dan keistimewaan-
keistimewaan dari kedua bahasa tersebut.146
145
Ash Shabuny, Ibid.
146
Faridl, Loc. Cit., h. 307.
147
Granada adalah salah satu metode penerjemahan Alquran yang diperkenalkan oleh Solihin
Bunyamin Ahmad, Lc., dalam bukunya Metode Granada Sistem 8 Jam (4 Langkah) Bisa
Menerjemah Al-Qur‟an. Dalam metode ini, terdapat 4 langkah menerjemahkan Alquran, yaitu
menguasai komponen kalimat dalam bahasa Arab, menguasai kata-kata tak berubah, menguasai
rumus-rumus granada, dan latihan yang istikamah.
148
Solihin Bunyamin Ahmad, Metode Granada Sistem 8 Jam (4 Langkah) Bisa Menerjemah
AL-Qur‟an, (Jakarta: Granada Nadia, 2001), h. 81.
52
terjemahan Departemen Agama, dan niat yang kuat. 149 Alat-alat tersebut,
tentu akan sangat membantu proses penerjemahan, sehingga hasil
terjemahan tidak keliru. Selanjutnya, T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy
memaparkan pendapatnya mengenai hal-hal yang harus diperhatikan
seseorang yang akan menerjemahkan ayat-ayat Alquran. Beliau
menayatakan,
Jika kita hendak menterjemahkan sesuatu ayat, maka hendaklah kita
perhatikan tafsir lafadh ayat yang kita maksudkan, agar terjemahan
kita itu tepat sebagai yang dimaksud. Sering kali orang
menterjemahkan ayat dengan berpegang kepada bahasa „Arab yang
telah ada padanya, dengan tidak memperhatikan makna-makna yang
dimaksudkan dari pada kalimat-kalimat yang hendak diterjemahkan.
Lantaran inilah sering kita jumpai terjemahan yang keliru.” 150
e. Tahap-Tahap Penerjemahan
Rochayah Machali memaparkan bahwa terdapat tiga tahapan dalam
melaksanakan penerjemahan. Tahapan-tahapan tersebut di antaranya
adalah tahap analisis, pengalihan, dan penyerasian. Adapun penjelasan
mengenai tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap Analisis
Pada tahap analisis teks yang akan diterjemahkan, terdapat
pedoman sederhana yang dapat kita manfaatkan. Rochayah Machali
mengutip pendapat Halliday dan Hasan yang menyarankan
penggunaan tiga unsur penting dalam menganalisis teks, yaitu field
149
Ibid., h. 81-82.
150
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-quran/Tafsir, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), h. 208.
53
2. Tahap Pengalihan
Sesudah tahap analisis teks selesai dilakukan, maka selanjutnya
yang harus dilakukan penerjemah adalah tahap pengalihan. Tahap
pengalihan ini berarti mengalihkan teks sumber ke dalam teks sasaran.
Tahap pengalihan ini sebagai upaya menggantikan unsur Tsu dengan
unsur Tsa yang sepadan. Pada tahap ini, maksud yang disampaikan
dalam Tsu harus sepadan dengan maksud dalam Tsa.153 Hal yang
perlu diperhatikan adalah apabila Tsu yang diterjemahkan sangat
sukar dan melibatkan kata-kata yang bermakna ganda dan emosi, dan
sebagainya, maka penerjemah dapat mengulang secara terus menerus
dari tahap analisis ke pengalihan, begitu pula sebaliknya. 154
3. Tahap Penyerasian
Setelah tahap analisis dan pengalihan dilaksanakan dengan baik,
maka selanjutnya beralih ke tahap penyerasian. Pada tahap ini,
penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang dirasa masih kaku
untuk disesuaikan dengan bahasa sasaran. Pada tahap ini, penerjemah
sudah tidak lagi kembali ke tahap sebelumnya yakni tahap analisis dan
pengalihan karena tahap sebelumnya sudah dilaksanakan dengan baik,
dan tahap penyerasian merupakan tahap akhir. Pada tahap ini,
penerjemah dapat melakukan penyerasian sendiri atau dengan bantuan
orang lain. Namun, akan lebih baik jika penyerasian dilakukan oleh
orang lain. Alasannya, penerjemah biasanya merasa sulit mengoreksi
151
Machali, Op. Cit., h. 65.
152
Ibid., h. 67.
153
Ibid., h. 60-61
154
Ibid., h. 64.
54
4. Alquran
a. Pengertian Alquran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alquran bermakna kitab
suci umat Islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw., dengan perantaraan malaikat Jibril, untuk
dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman
hidup bagi umat manusia.156 Sementara itu, A. Aziz Salim
Basyarahil mengetengahkan pengertian Alquran yang lebih singkat,
beliau memaparkan bahwa Alquran adalah kalam ilahi yang
diwahyukan kepada Rosulullah.157 Selanjutnya, Mudzakir AS
memaparkan pendapat para ulama yang menyebutkan bahwa
Alquran merupakan kalam atau firman Allah yang diturunkan
155
Machali, Ibid., h. 64-65.
156
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 44.
157
A. Aziz Salim Basyarahil, 33 Masalah Agama, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 27.
55
158
Manna‟ Khalil Al-Qattan, Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran. Terj. dari
Mabāhiṡ fī „Ulumil Qurān oleh Mudzakir AS., (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007), Cet. 10,
h. 444.
159
Syahminan Zaini dan Ananto Kusuma Seta, Bukti-Bukti Kebenaran Alquran sebagai Wahyu
Allah, (Malang: Kalam Mulia Jakarta, 1986), h. 43.
160
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur‟an, (Jakarta: Pranadamedia Group, 2016), h. 1.
161
Baharuddin Lopa, Alqur‟an dan Hak-Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1996), h. 19.
56
162
Zaini, Op. Cit., h. 35.
163
Ibid., h. 38.
57
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang serupa dengan penelitian yang akan penulis lakukan di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Skripsi Ahmad Muh. Ikhlas, berjudul “Transformasi Nilai-Nilai
Estetis Al-Qurān dalam Terjemahan Puitis Ayat-Ayat Qisās (Telaah
Stilistik atas “Al-Qurān Al-Karīm Bacaan Mulia” Karya H. B. Jassin”,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Jurusan Alquran dan Tafsir, 2016.
Tujuan skripsi ini adalah untuk membedah transformasi melalui
pendekatan stilistik, dengan metode komparasi. Persamaan dengan
penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama meneliti Al-
Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin, sedang perbedaan
terletak pada segi fokus penelitian. Muh. Ikhlas meneliti tentang
transformasi nilai-nilai estetis Alquran dalam terjemahan puitis ayat-
ayat qisas, sedang penulis meneliti gaya bahasa pada terjemahan surah
Ar-Rahman.164
164
Ahmad Muh. Ikhlas, “Transformasi Nilai-Nilai Estetis Al-Qurān dalam Terjemahan Puitis
Ayat-Ayat Qisās (Telaah Stilistik atas “Al-Qurān Al-Karīm Bacaan Mulia” Karya H. B. Jassin”,
Skripsi, (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), Tidak Dipublikasikan.
58
165
Nuri Qomariah Maritta, “Konsep Geologi Laut dalam Al-Quran dan Sains; Analisa Surat Ar-
Raẖ mân [55]:19-20, Surat An-Naml [27]:61, dan Surat Al-Furqân [25]:53”, Skripsi, (Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Tidak Dipublikasikan.
166
Siti Rohmanatin Fitriani, “Perbandingan Penafsiran A. Hassan dalam Tafsīr Al-Furqān dan
H. B. Jassin dalam Al-Qur‟an Al-Karīm Bacaan Mulia”, Skripsi, (Institut Agama Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarya, 2003), Tidak Dipublikasikan.
59
167
Muhammad Mujadid Syarif, “Hikmah Tikrar dalam Surah Ar-Rahman (Studi Komparatif
Tafsir Al-Azhar dan Al-Misbah)”, Skripsi, (Universitas Islam Negeri Sunan Syarif Kasim Riau,
2015), Tidak Dipublikasikan.
168
Fadhli Lukman, Epistemologi Intuitif dalam Resepsi Estetis H.B. Jassin terhadap Al-Qur‟an,
Journal of Qur‟ān and Hadīts Studies, 2015, pp. 37-55.
60
169
Adelina Qurrotul Aini, “Pertemuan Dua Laut Dalam QS. ar-Rahmān (Analisis QS. ar-
Rahmān [55] Ayat 19-22 Menurut Fakhruddin ar-Rāzī Dalam Kitab Tafsīr Mafātīḥ al-Gaib)”,
Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, 2016), Tidak Dipublikasikan.
61
170
Nurus Saniyatin Rofi‟ah, “Konsep Pendidik Menurut Al-Qur‟an Surah Ar-Rahman Ayat 1-
4”, Skripsi, (Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2013), Tidak Dipublikasikan.
62
10. Tesis dari Suniarti Sunny, S. Pd. I., yang berjudul “Gaya Bahasa
dalam Surat Ar-Rahman (Kajian Stilistika)”, program studi Agama
dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan gaya
bahasa dan makna dalam surah Ar-Rahman. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah Metode simak yang terdiri atas teknik
sadap, simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Metode analisisnya
dengan menggunakan purposive sampling yaitu dengan
mengumpulkan data-data kemudian diklasifikasikan dan dianalisis.
Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah pertama, ditemukannya
gaya bahasa berdasarkan nada, yakni ditemukan gaya bahasa
sederhana, mulia, dan bertenaga. Kedua, gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat, ditemukan gaya bahasa klimaks, antiklimaks,
repetisi, paralelisme, dan antitesis. Ketiga, gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna, ditemukan gaya bahasa retoris dan kiasan.
Adapun persamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu
dari segi subjeknya sama-sama meneliti gaya bahasa, hanya saja
perbedaannya terletak pada segi objeknya, Suniarti meneliti gaya
bahasa pada Alquran surah Ar-Rahman, sedangkan penulis meneliti
171
Yusie Nilam Sari, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Surat Ar Rahman
Ayat 1-4”, Skripsi, (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta, 2013), Tidak
Dipublikasikan.
63
172
Suniarti Sunny, “Gaya Bahasa dalam Surat Ar-Rahman (Kajian Stilistika)”, Tesis,
(Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), Tidak Dipublikasikan.
173
Deni Wahyudin, “Analisis Homonim terhadap Kata Kufr dalam Alquran (Studi Komparatif:
Terjemahan H. B. Jassin dan Mahmud Yunus)”, Skripsi, ( UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010),
Tidak Dipublikasikan.
64
174
Nasrulloh, “Tinjauan terhadap Al-quran Al-Karim Bacaan Mulia Karya H. B. Jassin
(Analisis terhadap Karya H. B. Jassin pada Surat Ar Rahman dan Perbandingannya dengan
Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia)”, Skripsi, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003), Tidak Dipublikasikan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen-
dokumen tertulis dan manusia. Data-data tersebut terbagi menjadi dua bagian,
yaitu data primer dan sekunder. Data primer pada penelitian ini bersumber
175
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), Cet. VIII, h. 60.
176
Ibid., h.54.
177
Ibid., h. 60.
65
66
178
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.168.
179
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2007), h. 132-133.
180
Ibid., h. 133.
67
181
Kinayati Djojosuroto dan M. L. A. Sumaryati, Bahasa dan Sastra: Penelitian, Analisis, dan
Pedoman Apresiasi, (Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2014), Cet. IV, h.152.
182
Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), Cet. I, h. 83.
68
A. Biografi H. B. Jassin
H. B. Jassin memiliki nama lengkap Hans Bague Jassin. H. B. Jassin
lahir di Gorontalo, Sulawesi, 31 Juli 1917 dan meninggal di Jakarta, 11 Maret
2000. H. B. Jassin berpendidikan HIS Gorontalo (1932), HBS-B 5 tahun di
Medan (1939), tamat Fakultas Sastra UI (1957), kemudian memperdalam
pengetahuan di Universitas Yale, AS (1958-1959) dan menerima Doctor
Honoris Causa dari UI (1975).183 Sebagai seorang penggiat sastra, H. B.
Jassin pernah menjadi pegawai Kantor Asisten Residen Gorontalo (1939),
redaktur Balai Pustaka (1940-1942), dosen Fakultas Sastra UI (1953-1959,
sejak 1973 hingga pensiun menjadi Lektor tetap), dan pegawai Lembaga
Bahasa Nasional (sekarang: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional;
1954-1973). H. B. Jassin pernah pula menjadi redaktur Pujangga Baru (1940-
1942), Panji Pustaka (1942-1945), Panca Raya (1945-1947), Mimbar
Indonesia (1947-1956), Zenith (1951-1954), Bahasa dan Budaya (1952-
1963), Kisah (1953-1956), Seni (1955), Sastra (1961-1964 dan 1967-1969),
Medan Ilmu Pengetahuan, Buku Kita, Horison (1966-2000), dan Bahasa dan
Sastra (1975). Selain itu, H. B Jassin juga menjadi anggota Akademi Jakarta
sejak 1970 dan Ketua Yayasan Dokumentasi H. B. Jassin sejak 1976. 184
Lebih lanjut, John H. McGlynn menyatakan bahwa H. B. Jassin telah dan
hampir sendirian merencanakan jalur dan mendokumentasikan perkembangan
sastra Indonesia. Pekerjaan tersebut, sungguh sangat berharga dan berarti,
secara khusus bagi mereka yang mempelajari sastra Indonesia kontemporer.
Dokumentasinya sangat cermat dan mendalam, menyediakan bahan yang
sangat diperlukan dalam pembelajaran sejarah kesusastraan Indonesia. 185
183
Setiawan, dkk., Op. Cit., h. 14-15.
184
Ibid., h. 15.
185
John H. McGlynn, Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002), h. 106.
69
70
188
H. B. Jassin, Kontroversi Al-Qur‟anulkarim Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 152.
189
Ibid., h. 152-153.
190
Ibid., h. 155.
72
a. Alquran
Al-Quranu‟l karim teks Arab dipergunakan sebagai induk.
b. Terjemahan-Terjemahan
1. Ali, Abdullah Yusuf. The Holy Qur‟an. Dar al Arabia, Beirut,
Lebanon. 1968.
2. Al-Qur‟an Terdjemah Indonesia, karya Angkatan Darat. 1970.
3. Amir-Ali, Hasyim. The Message of the Qur‟an. Presented in
Perspective. Charles E. Tuttle Company, Rutland, Vermont & Tokyo.
Japan. 1974.
4. Arberry, Arthur J. The Koran Interpreted. OUP London. 1971.
5. Bakry, H.M. Kasim, Imam M. Nur Idris, dan A.Dt. Madjoindo. Al-
Quranul-Hakim beserta Terdjemah dan Tafsirnja. Penerbit Djambatan.
Jil. I 1961. Jil. II 1964. Mestinya 6 jilid; jilid-jilid berikutnya belum
terbit.
6. Bell, Richard. The Qur‟an. Translated with a critical rearrengement of
the Surahs. T. & T. Clark, Edinburgh, repr. 1960. 1st pr. 1937.2 vols.
7. Blachere, Regis. Le Coran. G. P. Maisonneuve & Larose, Paris. 1966.
8. Dawood, N.J. The koran. Penguin Books, repr. 1971. 1st publ. 1956.
9. Depatermen Agama. Al-Quraan dan Terdjemahannya. Penerbit:
Proyek Penerbitan Kitab Suci Al-Qur‟an Departemen Agama (1972).
10. Hamidy, H. Zainudin dan Fachruddin Hs. Tafsir Quran. Penerbit
Widjaya, Djakarta, 1961, cet. 3. Cet 1?
11. Hassan, A. Al-furqan. Tintamas, Djakarta, 1962, Cet. 4. Cet. 1
diterbitkan oleh Firma Salim Nabhan, Surabaja, 1953 (?)
191
H. B. Jassin, Kontroversi Al-Qur‟anulkarim Bacaan Mulia Ibid., h.24-25.
73
B. Surah Ar-Rahman
1. Hubungan Surah Ar-Rahman dengan Surah Sebelumnya
Surah Ar-Rahman terdiri atas 78 ayat, termasuk golongan surah-
surah madaniah, diturunkan setelah surah Ar-Ra‟du. Dinamakan “Ar-
Rahman”, karena diambil dari perkataan “Ar-Rahman” yang terdapat
pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-
nama Allah Swt. Sebagian besar ayat dari surat ini, menerangkan
kepemurahan Allah Swt kepada hambaNya, yaitu dengan memberikan
nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat.194
Ahmad Mustafa Al-Maragi, dalam tafsir Al-Maragi memaparkan bahwa
surah Ar-Rahman, memiliki hubungan dengan surah sebelumnya, yaitu
192
H. B. Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, (Jakarta: Djambatan, 1991), Cet. 3, h. 890-
891.
193
H.B. Jassin, Kontroversi Al-Qur`anulkarim Bacaan Mulia, Op. Cit., h.71.
194
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, (Semarang: Karya Toha
Putra, 1971), h. 884.
75
197
Ash Shiddieqy, Ibid.
198
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. VI, h. 231.
77
C. Hasil Penelitian
1. Temuan Data
Berdasarkan hasil analisis terhadap gaya bahasa terjemahan surah Ar-
Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin,
penulis menemukan 22 jenis gaya bahasa. Adapun gaya bahasa yang
ditemukan adalah gaya bahasa inversi, aliterasi, asonansi, repetisi,
199
Departemen Agama Republik Indonesia, Loc. Cit., h. 884.
200
Ash Shiddieqy, Tafsir Al Bayaan II, Op. Cit., h. 1318.
78
1) Segi Sintaksis
Langit Ia tinggikan Ia tinggikan langit
O S P S P O
(Bentuk inversi) (Pola umum)
201
H. B. Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749.
81
2) Segi Semantik
Sementara itu, ditinjau dari segi semantik, konstituen-
konstituen yang membangun ayat ke-7, masing-masing
mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-
makna tersebut, berdasarkan yang tercantum dalam Al-Qur‟an
The Great Miracle.202
Kata Makna
wassamâ‟a dan langit
rafa„ahâ dia telah meninggikannya
wawađa„a dan dia meletakkan
Almîzâna Timbangan
202
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2013), Cet. I, h. 1059.
82
203
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemahnya, Op. Cit., h. 885.
204
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
84
205
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 753.
85
2) Segi Semantik
Ditinjau dari segi semantik, kata mudhâmmatâni berarti
keduanya hijau tua. Kata mudhâmmatâni, merupakan bentuk
tatsniyah yang berarti menunjuk kepada dua hal. Dalam ayat
ke-64, kedua hal tersebut menunjuk kepada jannatâni (dua
surga) pada ayat ke-62. Pada gramatika bahasa Arab, kata
mudhâmmatâni merupakan na„at dari jannatâni pada ayat ke-
62 sebagai man„utnya. Pada kalimat bahasa Indonesia, na„at
adalah sifat dan man„ut adalah yang disifati sifat tersebut.
Pembahasan mengenai pembalikan susunan kata seperti pada
ayat ke-64, telah mewakili pembahasan pembalikan susunan
kata pada terjemahan ayat ke-22, 48, 50 dan 52, karena
permasalahannya sama, yaitu berupa predikat mendahului
subjeknya. Selain itu, terjemahan ayat ke-22, 48, 50, dan 52,
masing-masing didahului juga oleh fungsi keterangan, yaitu
keterangan tempat yang sifatnya manasuka.
2. Aliterasi
Gaya bahasa aliterasi merupakan gaya bahasa yang dihasilkan
dengan pengulangan bunyi konsonan yang sama. Gaya bahasa
tersebut, terdapat pada semua terjemahan ayat surah Ar-Rahman, dari
ayat ke-1 sampai 78. Pada pembahasan ini, penulis hanya membahas
gaya bahasa pada terjemahan ayat yang dapat mewakili seluruh
bentuk penggunaan gaya bahasa aliterasi, karena secara umum, gaya
bahasa tersebut memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk
mempertahankan keindahan dan persamaan bunyi, juga adanya
kerapian penggunaan kata-kata, dan menyajikan kata-kata agar tidak
terasa kaku.
86
a. Bunyi [m]
Terjemahan ayat ke-2 surah Ar-Rahman yaitu, “Mengajari
(Muhammad) Al-Qur‟an”.206
b. Bunyi [n]
Terjemahan ayat ke-3 yaitu, “Menciptakan insan”.208
206
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 749.
207
Djoko Kentjono, Tata Bunyi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1985), h. 9.
208
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
209
Ibid.
87
210
Alwi, dkk., Op. Cit., h. 66.
211
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
88
212
Alwi, dkk., Loc. Cit.
213
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 750.
214
Alwi, dkk., Op. Cit. h. 67.
89
f. Bunyi [j]
Terjemahan ayat ke-43 yaitu, “Inilah neraka Jahanam yang
didustakan orang durjana”.215
g. Bunyi [g]
Terjemahan ayat ke-62 yaitu, “Selain yang dua itu ada lagi
dua sorga”.217
215
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
216
Alwi, dkk., Op. Cit., h. 68.
217
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 753.
90
itu, bunyi [g] pada kata lagi dan sorga, merupakan konsonan
hambat velar bersuara yang dihasilkan dengan menempelkan
belakang lidah pada langit-langit lunak. Udara untuk sementara
waktu dihambat di sini, kemudian dilepaskan.218 Pengulangan
bunyi konsonan yang sama tersebut, terdapat hampir di semua
konstituen yang membangun konstruksi kalimat terjemahan,
kecuali pada kata yang. Adapun fungsi adanya bentuk penggunaan
gaya bahasa aliterasi, sama dengan terjemahan-terjemahan
sebelumnya.
h. Bunyi [y]
Terjemahan ayat ke-12 yaitu, “Juga padi-padian yang berkulit,
Dan tumbuh-tumbuhan yang harum baunya”.219
218
Alwi, dkk., Op. Cit., h. 67.
219
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749.
220
Alwi, dkk., Op. Cit., h. 70.
91
3. Asonansi
Asonansi merupakan gaya bahasa yang dihasilkan dengan
pengulangan bunyi vokal yang sama. Pada terjemahan surah Ar-
Rahman, terdapat gaya bahasa asonansi, yaitu pada semua terjemahan
ayat surah Ar-Rahman, dari ayat ke-1 sampai ke-78. Secara umum,
penggunaan gaya bahasa asonansi ditandai dengan adanya
pengulangan bunyi vokal yang sama, yaitu [a], [i], [u], [e], [o], dan
[ǝ ]. Pengulangan bunyi vokal yang sama ini, memberikan efek
keindahan dan persamaan bunyi pada setiap konstituen yang
membangun suatu konstruksi kalimat terjemahan setiap terjemahan
ayat.
a. Bunyi [a] dan [u]
Terjemahan ayat ke-1 yaitu, “(Tuhan) Yang Maha
221
Pemurah”.
1) Segi Fonologi
Pada terjemahan ayat tersebut, terdapat pengulangan bunyi
vokal yang sama, yaitu [u] pada Tuhan dan pemurah, dan [a]
pada semua kata yang membangun kalimat terjemahan. Bunyi
[a] lebih dominan dibanding dengan bunyi [u]. Bunyi [a]
terdapat pada setiap kata yang menyusun kalimat terjemahan
tersebut, sehingga menyebabkan timbulnya kerapian
pemakaian kata, keindahan bunyi, dan persamaan bunyi, yaitu
[a]. Bunyi [a], merupakan vokal rendah dan vokal tengah,
diucapkan dengan bentuk bibir yang normal (tidak dimajukan),
bagian tengah lidah agak merata dan mulut terbuka lebar,222
seperti pada kata-kata yang membangun kalimat terjemahan
ayat ke-1, yaitu Tuhan, Yang, Maha, dan Pemurah. Sementara
itu, untuk bunyi [u], hanya terdapat pada kata Tuhan dan
Pemurah. Bunyi [u] merupakan vokal tinggi-belakang, tetapi
221
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
222
Alwi, dkk., Op. Cit., h. 57.
93
2) Segi sintaksis
kalimat (Tuhan) Yang Maha Pemurah, termasuk ke dalam
jenis kalimat deklaratif, yaitu menyatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat Ar-Raẖ mân, Maha pemurah. Hal tersebut
dibuktikan dengan telah diajarkanNya Alquran kepada Nabi
Muhammad, diciptakanNya manusia yang pandai dalam
bericara, diberikan dan disediakaNnya nikmat-nikmat di dunia
dan di akhirat. Ditinjau dari segi fungsinya dalam kalimat, kata
Tuhan menduduki fungsi subjek, dan Yang Maha Pemurah
menduduki fungsi predikat. Kalimat tersebut, dibangun atas
satu klausa, yang terdiri atas subjek dan predikat. Pada struktur
bahasa Arab, kata Ar-Raẖ mânu menjadi mubtada dari khabar
a„llamal-Qur‟âna. Mubtada merupakan subjek dan khabar
merupakan gabungan dari predikat dan objek dalam struktur
kalimat bahasa Indonesia, karena pada struktur bahasa Arab
ayat ke-2, a„llamal-Qur‟âna merupakan khabar jumlah. Secara
semantik, kata Ar-Raẖ mânu bermakna (Tuhan) Yang Maha
Pemurah. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi
kepemurahan Allah.
b. Bunyi [i]
Selain bunyi [a] dan [u] pada ayat ke-1, ada juga bunyi [i]
pada terjemahan ayat ke-3, yaitu “Menciptakan insan”.224
1) Segi Fonologi
Pada terjemahan tersebut, terlihat adanya bunyi vokal
yang sama yaitu [a] dan [i] pada semua kata yang membangun
223
Alwi, dkk., Ibid.
224
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
94
2) Segi Sintaksis
Ditinjau dari fungsi sintaksisnya, kalimat tersebut terdiri
atas konstituen yang menduduki fungsi predikat dan objek,
meskipun konstituen yang menduduki fungsi subjeknya tidak
dihadirkan. Kata Menciptakan menduduki fungsi predikat,
yang merupakan suatu pekerjaan membuat atau menghasilkan
sesuatu, kata insan menduduki fungsi objek, yang merupakan
wujud hasil kegiatan menciptakan atau objek yang diciptakan
subjek, sedang kata Tuhan (tidak dihadirkan dalam kalimat),
menduduki fungsi subjek, yang merupakan pelaku dalam
melakukan kegiatan menciptakan.
3) Segi Semantik
Sementara itu, ditinjau dari segi semantiknya, konstituen-
konstituen yang membangun ayat ke-3, masing-masing
membawa makna. Berikut penulis sajikan makna-makna
tersebut berdasarkan pada Al-Quran The Great Miracle.226
Kata Makna
Khalaqa dia telah mencipatakan
al-insâna manusia.
225
Alwi, dkk., Loc. Cit., h. 57.
226
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Loc. Cit., h. 1059.
95
c. Bunyi [ǝ ]
Selanjutnya, untuk mewakili adanya persamaan bunyi vokal
[ǝ ] pada terjemahan surah Ar-Rahman, penulis akan memaparkan
persamaan pada terjemahan ayat ke-6. Adapun terjemahan ayat
ke-6, yaitu, “Tanaman merambat dan pohonan, Keduanya sujud
kepada Tuhan”.227
227
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
96
1) Segi Fonologi
Pada terjemahan ayat tersebut, terdapat pengulangan
bunyi vokal yang sama, yaitu [a] pada semua konstituen yang
membangun kalimat tersebut, kecuali pada kata sujud, [ǝ ]
pada kata merambat, Keduanya, dan kepada, dan [u] pada
Keduanya, sujud, dan Tuhan. Untuk bunyi [a] dan [u],
penulis telah memaparkan penjelasannya pada bagian awal,
sedang untuk selanjutnya, penulis akan memfokuskan
pembahasan pada persamaan bunyi [ǝ ]. Adanya bunyi [ǝ ]
pada kata merambat, Keduanya, dan kepada. Bunyi [ǝ ]
merupakan vokal sedang-tengah, yang dihasilkan dengan
bagian tengah lidah agak dinaikkan dan bentuk bibir yang
netral.228
2) Segi Sintaksis
Berdasarkan fungsi sintaksisnya, konstituen-konstituen
yang membangun kalimat Tanaman merambat dan pohonan,
Keduanya sujud kepada Tuhan, masing-masing menduduki
fungsi sintaksis yang berbeda, yaitu Tanaman merambat dan
pohonan menduduki fungsi subjek, kata sujud menduduki
fungsi predikat, dan kepada Tuhan menduduki fungsi
keterangan.
3) Segi Semantik
Sementara itu, secara semantik, konstituen-konstituen
yang membangun ayat tersebut, masing-masing mengandung
makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna
tersebut berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great Miracle.229
228
Alwi, dkk., Loc. Cit., h. 57.
229
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1060.
97
Kata Makna
Wannajmu dan tanaman merambat
Wasysyajaru dan pohon-pohon
Yasjudâni keduanya sujud
d. Bunyi [o]
Terjemahan ayat ke-11 yaitu, “Di atasnya tumbuh buah-
buahan, Dan pohon korma dengan selodang”.231
1) Segi Fonologi
Pada terjemahan tersebut, terdapat pengulangan bunyi
vokal yang sama, yaitu [a] pada kata atasnya, buah-buahan,
Dan, korma, dengan, dan selodang, [u] pada kata tumbuh dan
buah-buahan, [o] pada pohon, korma, dan selodang. Untuk
bunyi [a] dan [u], pada pembahasan sebelumnya telah
dijelaskan, sehingga pada terjemahan ayat ini, penulis akan
230
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Ibid., h. 1059.
231
Jassin, Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 749.
98
2) Segi Semantik
Secara semantik, konstituen-konstituen yang
membangun ayat ke-11 masing-masing memiliki makna
tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makan tersebut
berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great Miracle.233
Kata Makna
Fîhâ di dalamnya
Fâkihatun buah-buahan
Wannakhlu dan pohon kurma
Żâtu yang mempunyai
al-akmâmi kelopak mayang
e. Bunyi [e]
Selanjutnya, bunyi [e] dapat kita lihat pada terjemahan ayat
ke-37. Adapun ayat ke-37 yaitu, “Bila langit pecah terbelah
kemerah-merahan seperti bunga mawar Yang merah laksana
minyak berkilauan”.234
234
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
235
Alwi, dkk., Loc. Cit., h. 57.
100
4. Repetisi
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa repetisi,
berupa pengulangan kata, frasa, klausa atau kalimat yang sama. Gaya
bahasa tersebut, terdapat pada ayat ke-13, kemudian diulang pada ayat
ke-16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45,47, 49, 51, 53,
55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77. Adapun terjemahan
ayat-ayat tersebut yaitu,
“Maka karunia manakah dari Tuhanmu, Yang kamu (manusia)
dan kamu (jin) dustakan?”.
1) Segi Sintaksis
Ditinjau dari segi sintaksis, kalimat terjemahan tersebut termasuk
ke dalam jenis kalimat tanya, karena menggunakan kata tanya mana
yang dilekatkan dengan partikel –kah hingga menjadi manakah.
Kemudian, di akhir kalimat tersebut ditandai dengan tanda tanya (?)
yang merupakan salah satu ciri dari kalimat tanya dalam ragam tulis.
Partikel -kah yang melekat di akhir kata mana, memberikan efek
penegasan pertanyaan. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tanya banyak
macamnya, seperti kalimat tanya yang membutuhkan jawaban Ya atau
Tidak, kalimat tanya yang membutuhkan jawaban berupa penjelasan
atau pemaparan, dan kalimat tanya retoris yang tidak membutuhkan
jawaban dari lawan bicaranya.
Dengan demikian, jika dilihat berdasarkan karakteristiknya,
kalimat “Maka karunia manakah dari Tuhanmu, Yang kamu
(manusia) dan kamu (jin) dustakan?”, termasuk ke dalam jenis
kalimat tanya retoris, yang tidak membutuhkan jawaban. Kalimat
tersebut, merupakan salah satu bentuk komunikasi Allah dengan
makhlukNya secara tidak langsung. Artinya, Allah tidak langsung
236
Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbaabun Nuzuul, Terj. dari Tafsir Jalalain oleh Bahrun Abu Bakar, L. C., (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1999), Cet. IV, h. 2339.
102
237
Shihab, Loc. Cit., h. 231.
103
238
Ash Shiddieqy, Op. Cit., h. 1309.
239
Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an Huruf Arab dan Latin, (Bandung: Firma
Sumatra, 1978), h. 873.
104
2) Segi Semantik
Adapun secara semantik, kalimat Fabiayyi âlâirabbikumâ
tukażżibân, tersusun atas rangkaian kata yang masing-masing
mempunyai makna. Berikut penulis paparkan makna-makna tersebut
berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great Miracle.240
Kata Makna
Fabiayyi maka yang manakah
Âlâi Nikmat
Rabbikumâ Tuhan kalian berdua
Tukażżibân yang akan kalian dustakan
240
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Loc. Cit., h. 1059.
241
Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., h. 629.
242
Ibid., h. 962.
105
4) Segi Pragmatik
Secara pragmatik, kalimat “Maka karunia manakah dari
Tuhanmu, Yang kamu (manusia) dan kamu (jin) dustakan?”
mengandung makna atau mengisyaratkan agar makhlukNya (jin dan
manusia) mengakui atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, dan
tidak melakukan perbuatan kufur nikmat, yaitu mengingkari dan
mengelak terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, dan tidak
bersyukur atas semua itu. Secara tidak langsung, Allah menyatakan
kepada makhlukNya bahwa tidak ada seorang pun dari makhluk-
makhlukNya yang tidak mendapatkan nikmat dari Allah. Semuanya
telah diberikan nikmat-nikmat yang begitu melimpah, bahkan Allah
memaparkan bahwa kelak di akhirat pun, makhluk-makhlukNya yang
243
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemahnya, Loc. Cit., h. 885.
244
Mahmud Yunus, Tafsir Qurän Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2004), Cet. 73., h.
793.
106
5. Paralelisme
Seperti yang telah dipaparkan dalam landasan teori mengenai
jenis-jenis gaya bahasa, paralelisme merupakan salah satu gaya bahasa
yang dihasilkan dengan usaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata yang menduduki fungsi-fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama. Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat
ayat-ayat yang mengandung paralelisme, di antaranya adalah ayat ke-
17, 27, 29, 31, 33, 35, 39, 41, 54, dan 78.
107
1) Segi Sintaksis
Ditinjau secara sintaksis, kalimat terjemahan tersebut
merupakan bentuk kalimat majemuk setara penjumlahan, karena
dibangun oleh dua klausa yang sederajat dan dihubungkan dengan
menggunakan konjungsi dan. Frasa Orang-orang durjana
menduduki fungsi subjek, frasa Akan dikenal menduduki fungsi
predikat, frasa pada tanda-tandanya menduduki fungsi
keterangan, kata dan sebagai konjungsi penjumlahan, kata mereka
menduduki fungsi subjek, frasa akan dicekam menduduki fungsi
245
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 751.
108
2) Segi Semantik
Sementara itu, ditinjau dari segi semantiknya, konstituen-
konstituen yang membangun ayat ke-41, masing-masing
mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-
makna tersebut berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great
Miracle.246
Kata Makna
yu„rafu diketahui atau dikenal
Al-Mujrimûna orang-orang yang berdosa
Bisîmâhum dengan tanda-tanda mereka
fayu‟khażu lalu dipegang atau diambil
Binnawâsî dengan ubun-ubun
246
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1063.
109
3) Segi Pragmatik
Adapun secara pragmatik, terjemahan ayat tersebut
mengisyaratkan agar makhluk-makhluk Allah senantiasa
melakukan kebaikan, mempunyai rasa takut, dan bertaubat
kepadaNya, atas dosa-dosa yang telah dilakukan selama hidup di
dunia. Selain itu, terjemahan ayat tersebut juga merupakan sebuah
pernyataan sekaligus peringatan kepada makhluk-makhlukNya
bahwa orang-orang berdosa, kelak di akhirat akan disiksa dengan
siksaan yang amat pedih.
Kekonsistenan H. B. Jassin mengambil bentuk yang sama
dalam satu kontruksi kalimat adalah langkah yang lebih baik,
daripada memilih bentuk yang tidak sama dalam satu konstruksi
kalimat. Artinya, dengan pemilihan bentuk yang sama,
menyebabkan terciptanya kesamaan dan kesetaraan dalam
pemakaian bentuk kata-kata yang membangun satu kalimat.
Dengan demikian, terciptalah gaya bahasa paralelisme.
Pemaparan mengenai gaya bahasa paralelisme tadi, mewakili
gaya bahasa paralelisme yang ada pada terjemahan surah Ar-
Rahman pada ayat lain, yang telah disebutkan di atas. Kesejajaran
247
Ibid., h. 1064.
110
6. Elipsis
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, juga terdapat gaya bahasa
elipsis, yaitu berupa penghilangan kata atau serangkaian kata pada
sebuah kalimat. Kata yang dihilangkan tersebut, akan dengan mudah
ditebak dan diisi oleh pembaca atau pendengar. Gaya bahasa tersebut,
terdapat pada terjemahan ayat ke-3, 4, 22, 27, 29, 33, 35, 58, 68, 70,
72, dan 74.
111
248
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749.
112
249
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemahnya, Loc. Cit., h. 885.
250
Yunus, Tafsir Qurän Karim, Op. Cit., h. 792.
251
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 749.
113
1. Segi Sintaksis
Diajari-Nya fasih perkataan
P S Pelengkap
2. Segi Semantik
Semenetra itu, jika kita ditinjau dari segi semantiknya,
konstituen-konstituen yang membangun ayat tersebut, masing-
masing mengandung makna tertentu. Berikut penulis paparkan
berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great Miracle.253
Kata Makna
aՙ llamahu dia mengajarkannya
Al-bayâna pandai berbicara
252
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Terj.
dari Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 oleh Syihabuddin, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), h. 540.
253
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1059.
114
7. Apofasis
Pada terjemahan surah Ar-Rahman ayat ke-33, terdapat gaya
bahasa apofasis. Gaya bahasa apofasis merupakan suatu gaya bahasa
yang dihasilkan dengan cara menggambarkan pernyataan penulis atau
pengarang yang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
Bisa juga dikatakan bahwa penulis atau pengarang berpura-pura
membiarkan sesuatu berlalu tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu.
Hal tersebut dapat kita lihat pada terjemahan ayat ke-33. Adapun
terjemahan tersebut yaitu,
254
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
115
8. Asindeton
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
asindeton, yaitu gaya bahasa yang dihasilkan dengan menyajikan
beberapa kata yang sederajat, dengan tidak menggunakan kata
penghubung. Gaya bahasa tersebut, terdapat pada terjemahan surah
116
Ar-Rahman ayat ke-24, 54, dan 78. Bentuk penggunaan gaya bahasa
tersebut, akan penulis paparkan melalui terjemahan ayat ke-78. Kedua
terjemahan ayat tersebut, dapat mewakili penggunaan gaya bahasa
pada terjemahan ayat ke-24 dan 54. Adapun terjemahan ayat ke-78
yaitu,
Kata Makna
Tabâraka Mahasuci
Ismu Nama
Rabbika Tuhan kamu
Żî Pemilik
255
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 754.
256
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1065.
117
Aljalâli Keagungan
Walikrâmi dan kemuliaan.
257
Al-Maragi, Op. Cit., h. 227.
118
9. Polisindeton
Gaya bahasa polisindeton terdapat pada terjemahan ayat ke- 33
dan 35. Pada pembahasan ini, penulis akan membahasnya melalui
terjemahan ayat ke-35, yang dapat mewakili gaya bahasa polisindeton
pada terjemahan ayat ke-33. Pada terjemahan surah Ar-Rahman ayat
ke-35, terdapat gaya bahasa polisindeton, yaitu beberapa kata, frasa,
atau klausa dihubungkan dengan menggunakan konjungsi.
Terjemahan ayat ke-35 yaitu,
“Kepada kamu (jin) dan kamu (manusia) Dilepaskan nyala api dan
cairan tembaga. Maka tiadalah kamu dapat membela diri”.258
Frasa kamu jin, kamu manusia, nyala api dan cairan tembaga,
dihubungkan dengan menggunakan konjungsi, tidak menggunakan
tanda koma (,). Gaya bahasa ini merupakan kebalikan dari gaya
bahasa asindeton.
Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang
membangun ayat tersebut, masing-masing mengandung makna
tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan
pada Al-Qur‟an The Great Miracle.259
Kata Makna
Yursalu akan dikirimkan
a„laikumâ atas kalian berdua
Syuwâťun Nyala
Minnâri dari api
wanuẖ âsun dan cairan temabaga
Falâ maka tidak
Tantaşirâni kalian berdua menyelamatkan
diri
258
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
259
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle , Op. Cit., h. 1061.
119
10. Pleonasme
Pleonasme merupakan gaya bahasa yang dihasilkan dengan
menggunakan kata-kata secara berlebihan. Jika kata-kata yang
berlebihan itu dihilangkan, makna yang terkandung dalam kalimatnya
tetap utuh. Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
pleonasme, di antaranya adalah pada ayat ke-12, 37, 44, 66, dan 72.
Untuk mewakili pembahasan mengenai bentuk gaya bahasa
pleonasme pada ayat-ayat tadi, penulis akan memaparkan gaya bahasa
tersebut pada terjemahan ayat ke-12. Adapun terjemahan ayat ke-12
yaitu,
260
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749.
120
11. Tautologi
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
tautologi, yaitu pada ayat ke-64. Terjemahan ayat ke-64 yaitu, “Hijau
tua warnanya (Karena daun yang rimbun)”.262
Pada terjemahan tersebut, terdapat penggunaan kata yang
berlebihan yaitu kata warnanya, yang sebenarnya mengulang dari
gagasan yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu kata hijau. Kata
hijau, sudah tentu menunjukkan warna. Jadi, tanpa kehadiran kata
warna pun, kata hijau sudah pasti menunjukkan warna.
a. Segi Sintaksis
262
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 753.
122
12. Klimaks
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa klimaks
yang dihasilkan dengan cara menyajikan serangkaian kata menuju
pada pokok pembicaraan yang memiliki kepentingan lebih tinggi
dibanding serangkaian kata sebelumnya. Adapun gaya bahasa
tersebut, terdapat pada terjemahan ayat ke-33 dan 44. Namun, penulis
hanya akan membahas gaya bahasa klimaks pada ayat ke-44, yang
dapat mewakili terjemahan ayat ke-33. Terjemahan ayat ke-44 yaitu,
a. Segi Sintaksis
Klausa Mereka berputar berkeliling-keliling, mempunyai
tingkat kepentingan yang lebih tingggi dibanding sebelumnya,
karena sebelumnya merupakan keterangan yang menjelaskan
bahwa mereka (orang-orang durjana) akan berkeliling-keliling di
tengah neraka jahanam. Frasa di tengah-tengahnya dan klausa dan
di tengah air panas mendidih, menduduki fungsi keterangan, yang
menunjukkan tempat. Kata mereka, menduduki fungsi subjek,
263
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 751.
123
b. Segi Semantik
Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang
menyusun ayat ke-44, masing-masing mengandung makna tertentu.
Berikut penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan pada
Al-Qur‟an The Great Miracle. 264
Kata Makna
Yatûfûna mereka akan berkeliling
Bainahâ di antaranya
Wabaina dan di antara
ẖ amîmin air mendidih
Ânin sangat panas
264
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1063.
124
c. Segara Pragmatik
Secara pragmatik, terjemahan ayat tersebut merupakan sebuah
pemberitahuan yang mengandung peringatan dan ancaman bagi
para pendosa, bahwa kelak di hari kiamat, mereka akan menjadi
penghuni neraka jahanam, yang airnya mendidih dan sangat panas.
Ini merupakan sebuah balasan bagi para pendosa di dunia.
13. Antiklimaks
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
antiklimaks, yaitu pada ayat ke-14, 24, 31, 37, 56. Gaya bahasa
antiklimaks, merupakan kebalikan dari gaya bahasa klimaks. Pada
gaya bahasa antiklimaks, serangkaian kata disusun dari yang
mempunyai kepentingan lebih tinggi menuju kepentingan yang
rendah. Dengan demikian, yang menjadi pokok pembicaraan terletak
di awal kalimat. Berikut penulis paparkan gaya bahasa tersebut
melalui terjemahan ayat ke-24. Terjemahan ayat ke-24 yaitu,
265
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 750.
125
14. Sinekdoke
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
sinekdoke, yaitu pada ayat ke-4, 10, 27, 37, 41, 56. Adapun gaya
bahasa sinekdoke yang ditemukan adalah sinekdoke pars pro toto.
Pada pembahasan ini, penulis hanya akan membahas bentuk
penggunaan gaya bahasa pada terjemahan ayat ke-27, yang dapat
mewakili bentuk penggunaan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto
266
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1061.
126
b. Segi Semantik
Sementara itu, ditinjau dari segi semantik, konstituen-
konstituen yang membangun ayat ke-27, masing-masing
mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna
tersebut, berdasarkan pada Al-Qur‟an The Great Miracle.268
Kata Makna
Wayabqâ dan tetap kekal
Wajhu wajah (zat)
Rabbika Tuhanmu
Żû Mempunyai
Al-jalâli kebesaran,
Walikrâmi dan kemuliaan
267
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc.Cit., h. 750.
268
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Loc. Cit., h. 1061.
127
c. Segi Pragmatik
Ditinjau dari segi pragmatik, kalimat terjemahan tersebut
selain berupa pernyataan, juga mengandung makna yang
memberitahukan bahwa selain Allah, semua makhluk akan binasa.
Tidak ada satupun yang kekal dan dapat bertahan kecuali zat Allah
Yang Maha Agung dan Mulia. Dengan demikian, kata wajah bukan
berarti wajah Allah yang kekal, melainkan zat beserta sifat-sifatnya
yang kekal. Hal tersebut merupakan jenis gaya bahasa sinekdoke
pars pro toto.
15. Prolepsis
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
prolepsis, yaitu pada ayat ke-35, 41, 54, 76, dan 39. Berikut penulis
paparkan gaya bahasa tersebut, melalui terjemahan ayat ke-35.
Adapun terjemahan ayat ke-35 surah Ar-Rahman yaitu,
“Kepada kamu (jin) dan kamu (manusia) Dilepaskan nyala api dan
cairan tembaga. Maka tiadalah kamu dapat membela diri”.269
269
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
128
bagi orang beriman dan bertakwa, dan siksaan bagi orang yang
berdosa, telah dipaparkan Allah dengan jelas. Peristiwa-peristiwa
tersebut, pasti akan terjadi. Ini merupakan pemberitahuan, sekaligus
peringatan kepada makhlukNya agar memilih jalan yang lurus, yaitu
jalan yang diridaiNya, jika ingin bahagia kelak di akhirat. Sebelum
hari itu tiba, Allah terlebih dahulu telah memaparkan peristiwa-
peristiwa tersebut di dalam Alquran, supaya makhlukNya dapat
mempersiapkan diri dengan beriman dan bertakwa kepadaNya. Pada
hari kiamat, Allah akan memberikan siksaan yang amat pedih bagi
makhlukNya yang durjana. Mereka pun tidak akan dapat membela diri
dan menghindar dari siksaan tersebut. Di antara siksaan tersebut
adalah akan dikeluarkannya nyala api dan cairan tembaga.
16. Erotesis
Gaya bahasa erotesis merupakan penggunaan sebuah kata tanya
yang kehadirannya tidak memerlukan jawaban, biasa juga disebut
sebagai retoris. Adapun pemaparan mengenai gaya bahasa tersebut,
penulis paparkan melalui terjemahan ayat ke-60. Terjemahan ayat ke-
60 surah Ar-Rahman dalam Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia yaitu,
“Apakah ada balasan kebaikan selain kebaikan?”.270
a. Segi Semantik
Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang menyusun
ayat ke-60, masing-masing mengandung makna tertentu. Berikut
270
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 752.
129
b. Segi Pragmatik
Sementara itu, ditinjau dari segi pragmatik, kalimat terjemahan
tersebut merupakan bentuk komunikasi Allah kepada makhlukNya,
bahwa jika makhlukNya berbuat kebaikan selama hidup di dunia,
maka Allah telah merencanakan suatu kebaikan pula untuk mereka
kelak di akhirat. Artinya, Allah akan membalas kebaikan dengan
kebaikan, tidak dengan kejahatan. Selain itu, kalimat terjemahan
tersebut, juga merupakan isyarat agar makhlukNya senantiasa
mengingat dan berbuat kebaikan.
Pembahasan mengenai gaya bahasa pada terjemahan ayat ke-60,
telah mewakili gaya bahasa pada terjemahan ayat ke-13, 16, 18, 21,
23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45,47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61,
63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77.
17. Simile
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa simile,
yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara eksplisit,
dengan menggunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan bagaikan.
Adapun gaya bahasa tersebut, terdapat pada terjemahan surah Ar-
Rahman ayat ke-14, 24, 37, dan 58. Berikut kami paparkan gaya
bahasa tersebut, melalui terjemahan ayat ke-24. Terjemahan ayat ke-
24 yaitu,
271
Al-Maragi, Op. Cit., h. 221.
272
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 750.
131
273
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Loc. Cit., h. 1061.
132
18. Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang menjadikan benda
mati seolah-olah bergerak atau memiliki sifat seperti manusia. Gaya
bahasa tersebut, terdapat pada terjemah surah Ar-Rahman ayat ke-6
dan 19. Berikut penulis paparkan gaya bahasa tersebut, melalui
terjemahan ayat ke-19. Adapun terjemahan ayat tersebut yaitu,
19. Antonomasia
Gaya bahasa antonomasia, terdapat pada terjemahan surah Ar-
Rahman ayat ke-1. Terjemahan ayat tersebut yaitu,
274
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Loc. Cit., h. 750.
275
Al-Maragi, Op. Cit., h. 197.
276
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749.
133
20. Perifrasis
Gaya bahasa perifrasis, terdapat pada terjemahan surah Ar-
Rahman ayat ke-41. Adapun terjemahan ayat ke-41 yaitu,
a. Segi Semantik
Sementara itu, ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen
yang membangun ayat ke-41, masing-masing mengandung makna
tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan
pada Al-Qur‟an The Great Miracle.278
Kata Makna
yu„rafu diketahui atau dikenal
Al-Mujrimûna orang-orang yang berdosa
Bisîmâhum dengan tanda-tanda mereka
fayu‟khażu lalu dipegang atau diambil
Binnawâsî dengan ubun-ubun
277
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 751
278
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1063.
135
b. Segi Pragmatik
Selanjutnya, jika ditinjau dari segi pragmatik, kalimat terjemahan
ayat ke-41, bukan hanya sekadar bentuk komunikasi Allah yang
menyampaikan informasi bahwa kelak orang-orang berdosa akan
disiksa, melainkan juga sebuah komunikasi yang mengandung
ancaman, peringatan, sekaligus anjuran untuk menjalankan kehidupan
dengan berpegang teguh pada Alquran. Maksud tersebut memang
tidak secara tersurat terkandung di dalam makna ayat, melainkan
manusia sebagai makhlukNya, harus memahami apa yang dimaksud
dengan ayat tersebut. Adapun inti dari ayat tersebut adalah orang-
orang yang berdosa, kelak akan disiksa dengan siksaan yang amat
pedih.
21. Apostrof
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa
apostrof, yaitu berupa pengalihan amanat atau pembicaraan kepada
sesuatu hal yang tidak hadir. Gaya bahasa tersebut terdapat pada ayat
ke-31 dan 33. Berikut penulis paparkan melalui terjemahan ayat ke-
31. Adapun terjemahan ayat ke-31 yaitu,
279
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Ibid., h. 1064.
136
280
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 750.
281
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1061.
137
Kata Makna
Sanafruġu kami akan berurusan
Lakum terhadap kalian
Ayyuha Wahai
Śaqolâni dua golongan (jin dan manusia)
22. Antitesis
Pada terjemahan surah Ar-Rahman ayat ke-12, terdapat gaya
bahasa antitesis, yaitu berupa penggunaan dua kata yang berlawanan.
Adapun terjemahan ayat ke-12 yaitu,
Kata Makna
walẖ abbu dan biji-bijian
Żû yang mempunyai
Al-a„şfi Kulit
warraiẖ ânu dan tumbuhan yang harum
283
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an The Great Miracle, Op. Cit., h. 1059.
139
membaca adalah agar siswa mampu memahami isi bacaan secara tepat,
mencari sumber, mengumpulkan informasi, memanfaatkan informasi, dan
mampu menyerap isi bacaan. Selain itu, agar siswa memiliki kegemaran
membaca, meningkatkan pengetahuan, dan memanfaatkan kegiatan
membaca dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari menulis adalah
agar siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasan, mampu
mengungkapkan perasaan secara tertulis dengan jelas, mampu menuliskan
informasi sesuai dengan pokok bahasan dan keadaan, dan mampu menulis
karangan, baik dalam bentuk prosa maupun puisi.284
Setiap guru bahasa harus dapat membantu serta membimbing para
pelajar untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-
keterampilan yang mereka butuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat
dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca itu antara lain:
a. Guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosa kata mereka
dengan jalan:
1. Memperkenalkan sinonim kata, antonim kata, parafrase, kata-kata
yang berdasar sama;
2. Memperkenalkan imbuhan, yang mencakup awalan, sisipan, dan
akhiran;
3. Mengira-ngira atau mereka makna kata dari konteks atau hubungan
kalimat;
4. Kalau perlu, menjelaskan arti sesuatu kata abstrak dengan
mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu pelajar.
284
J. S. Badudu, Loc. Cit., h. 14-15.
285
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa, 2013), h. 14-16.
141
286
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 148.
142
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penulis dapat
mengambil dua kesimpulan yang dapat menjawab dua pertanyaan dalam
rumusan masalah. Adapun kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Ditemukan 22 jenis gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman dalam
Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin. Jenis-jenis gaya
bahasa tersebut di antaranya adalah gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna, terdiri dari gaya bahasa retoris, yaitu gaya bahasa
inversi (pada terjemahan ayat ke-7, 10, 22, 48, 50, 52, dan 64.),
aliterasi (pada semua terjemahan ayat surah Ar-Rahman), asonansi
(pada semua terjemahan ayat surah Ar-Rahman), elipsis (pada
terjemahan ayat ke-3, 4, 22, 27, 29, 33, 35, 41, 58, 60, 68, 70, 72, dan
74), apofasis (pada terjemahan ayat ke-33), asindeton (pada terjemahan
ayat ke-24, 54, dan 78.), polisindeton (pada terjemahan ayat ke-33 dan
35), pleonasme (pada terjemahan ayat ke-12, 37, 44, 66, dan 72),
tautologi (pada terjemahan ayat ke-64), prolepsis (pada terjemahan
ayat ke-35, 41, 54, 76, dan 39), erotesis (pada terjemahan ayat ke-13,
16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55,
57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77, dan 60), perifrasis (pada
terjemahan ayat ke-41), dan apostrof (pada terjemahan ayat ke-31 dan
33), dan gaya bahasa kiasan, yaitu gaya bahasa simile (pada
terjemahan ayat ke-58, 37, 24, dan 14), personifikasi (pada terjemahan
ayat ke-6 dan 19), antonomasia (pada terjemahan ayat ke-1), dan
sinekdoke (sinekdoke jenis pars pro toto pada terjemahan ayat ke-4,
10, 27, 37, 41, dan 56). Selanjutnya, gaya bahasa berdasarkan struktur
kalimat, yaitu gaya bahasa repetisi (pada terjemahan ayat ke-13, 16,
143
144
18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57,
59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77, 78, 17, 56, 74, 48, 50, 52, 66, dan
68), paralelisme (pada terjemahan ayat ke-17, 27, 29, 31, 33, 35, 39,
41, 54, dan 78), klimaks (pada terjemahan ayat ke-33 dan 44),
antiklimaks (pada terjemahan ayat ke-14, 24, 31, 37, dan 56), dan
antitesis (pada terjemahan ayat ke-12). Gaya bahasa retoris paling
banyak ditemukan dalam terjemahan surah Ar-Rahman dalam Al-
Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin. Penggunaan gaya
bahasa tersebut, dipilih untuk menghasilkan keindahan dan persamaan
bunyi, kekayaan dan kepadatan makna, menghidupkan penggambaran
suasana cerita, menekankan hal-hal (kata, frasa, klausa atau kalimat)
yang dianggap penting, memperjelas pesan yang disampaikan,
menghindari kekakuan penggunaan bahasa, terutama dalam hal diksi,
mempersingkat penyampaian pesan, dan memperindah penyebutan
suatu hal, tanpa melenceng dari maksud yang dikandung ayat.
2. Implikasi penelitian gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman dalam
Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yaitu, menjadikan
pembelajaran bahasa Indonesia pembelajaran yang unik, menarik, dan
luas cakupan dalam hal pemberian dan pengembangan contoh. Guru
dapat memberikan contoh di luar contoh yang terdapat di dalam buku
ajar, dengan mengaitkan pada kehidupan nyata siswa, selama masih
relevan dengan materi pelajaran. Pembelajaran mengenai gaya bahasa,
tidak saja dapat ditemukan pada teks sastra, tetapi juga pada Alquran
terjemahan bahasa Indonesia. Sehingga, guru harus memiliki
kemampuan untuk menyajikan contoh-contoh gaya bahasa dalam
Alquran terjemahan. Ini sangat baik dilakukan, karena baik guru
maupun siswa menjadi mempunyai wawasan yang luas dan secara
tidak langsung belajar bahasa Indonesia sekaligus agama Islam,
mendekatkan kita kepada pedoman hidup umat Islam.
145
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya, yang mempunyai minat dan ketertarikan
terhadap bahasa, penelitian mengenai aspek linguistik bahasa
Indonesia dalam Alquran terjemahan, perlu dilanjutkan. Tidak hanya
mengenai persoalan gaya bahasa, tetapi juga banyak aspek lingustik
lain yang dapat diteliti. Penelitian-penelitian yang sudah ada, terkait
dengan aspek lingustik bahasa Indonesia dalam Alquran terjemahan,
dapat dijadikan sebagai pengetahuan, pembelajaran, dan referensi
penelitian selanjutnya.
2. Bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia, pengembangan dan
penyajian contoh-contoh materi pelajaran, khususnya mengenai gaya
bahasa, disarankan untuk tidak hanya menyajikan dan menerangkan
contoh-contoh yang sudah tertera di dalam buku ajar, tetapi juga harus
mampu menyajikan contoh di luar buku ajar siswa, seperti di dalam
Alquran terjemahan bahasa Indonesia dan teks-teks lain. Kegiatan
tersebut dapat dilakukan, selama masih relevan dengan materi
pelajaran. Guru juga disarankan memberikan tugas kepada siswa,
untuk mencari contoh-contoh di dalam terjemahan Alquran dan teks-
teks lain, tidak melulu pada buku paket dan LKS, agar mempunyai
pemahaman dan pengetahuan yang lebih luas dan mendalam. Siswa
tidak hanya mampu memahami contoh yang sudah tersedia dalam
buku ajar, tetapi juga mereka mampu menemukan berbagai contoh di
dalam teks lain dengan pengetahuan dan pemahaman materi yang telah
dimiliki. Dengan demikian, guru harus mempunyai pengetahuan yang
luas dan mampu mengaitkan contoh-contoh materi pelajaran dengan
kehidupan nyata.
3. Bagi para siswa, sebaiknya tidak hanya menerima contoh materi
pelajaran bahasa Indonesia khususnya gaya bahasa dari guru di
sekolah, tetapi juga harus mencarinya di rumah, dari berbagai teks
bahasa Indonesia, termasuk Alquran terjemahan bahasa Indonesia,
untuk mengasah pemahaman dalam penguasaan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Adelina Qurrotul. “Pertemuan Dua Laut Dalam QS. ar-Rahmān (Analisis
QS. ar-Rahmān [55] Ayat 19-22 Menurut Fakhruddin ar-Rāzī Dalam Kitab
Tafsīr Mafātīḥ al-Gaib)”. Skripsi. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Kudus. 2016. Tidak Dipublikasikan.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Terj. dari Tafsir Al-
Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, L. C., dkk. Semarang: CV Toha Putra.
Al-Qattan, Manna‟ Khalil. Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran. Terj.
dari Mabāhiṡ fī „Ulumil Qurān oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa. 2007.
Alwi, Hasan., dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2003.
Amalia, Novita Rihi . “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan Novel
Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 2010. Tidak dipublikasikan.
146
147
A. Nida, Eugene dan Charles R. Taber. The Theory and Practice of Translation.
Netherlands: The United Bible Societies. 1969.
Chaer, Abdul. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Cet. I. 1998.
Effendi, S., dkk. Tata Bahasa Dasar Bahasa Indonesia. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2015.
Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar. Sejarah sastra Indonesia. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Faridl, Miftah dan Agus Syihabuddin. Alquran Sumber Hukum Islam yang
Pertama. Bandung: Pustaka. 1989.
Falah, M. Zainal. Gejala dan Gaya Bahasa Indonesia. Yogyakarta: CV Karyono.
Cet. V. 1996.
Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Nufa Citra Mandiri. 2012.
H. McGlynn, John. Bahasa dan Sastra. Jakarta: Buku Antar Bangsa. 2002.
Jassin, H. B. Al-Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia. Jakarta: Djambatan. Cet. 3.
1991.
Kementerian Agama RI. Al-Qur‟an The Great Miracle. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri. Cet. I. 2013.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet.
XIV. 2004.
Lukman, Fadhli. Epistemologi Intuitif dalam Resepsi Estetis H.B. Jassin terhadap
Al-Qur‟an. Journal of Qur‟ān and Hadīts Studies. 4. 2015.
Maritta, Nuri Qomariah. “Konsep Geologi Laut dalam Al-Quran dan Sains;
Analisa Surat Ar-Raẖ mân [55]:19-20, Surat An-Naml [27]:61, dan Surat Al-
Furqân [25]:53”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2010. Tidak Dipublikasikan.
149
Salim Basyarahil, A. Aziz. 33 Masalah Agama. Jakarta: Gema Insani Press. 1994.
Sari, Yusie Nilam. “Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Surat
Ar Rahman Ayat 1-4”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh
Jakarta. 2013. Tidak Dipublikasikan.
Surin, Bachtiar. Terjemah dan Tafsir Al-Qur‟an Huruf Arab dan Latin. Bandung:
Firma Sumatra. 1978.
Triningsih, Diah Erna. Gaya Bahasa dan Peribahasa dalam Bahasa Indonesia.
Klaten: PT Intan Pariwara. 2009.
Wahyudin, Deni. “Analisis Homonim terhadap Kata Kufr dalam Alquran (Studi
Komparatif: Terjemahan H. B. Jassin dan Mahmud Yunus)”. Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Tidak Dipublikasikan.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qurän Karim. Jakarta: PT Hidakarya Agung. Cet. 73.
2004.
Zaimar, Okke Kusuma Sumantri dan Ayu Basoeki Harahap. Telaah Wacana.
Jakarta: The Intercultural Intitute. Cet. I. 2009.
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi yang digunakan dalam skripsi ini mengacu pada
pedoman transliterasi dari buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
1. Konsonan
2. Vokal
a. Vokal Tunggal
Tanda Huruf Latin
ﹷ a
ﹷ i
ﹷ u
b. Vokal Rangkap
Tanda dan Huruf Huruf Latin
ْٮَي ai
ْٮَو au
Contoh:
َ = كَحَبkataba
َعرِف
ُ = „urifa
َ = كَيْفkaifa
َ = حَوْلẖ aula
3. Mâdd (Panjang)
Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda
ٮَا â
ْٮِي î
ُْٮو û
Contoh:
َ = كَانkâna َقِيْم = qîla
= دَعَاda„â ل
ُ ْيَ ُقو = yaqûlu
4. Tâ’ Marbûţah
Tâ’ Marbûţah hidup transliterasinya adalah /t/.
Tâ’ Marbûţah mati transliterasinya adalah /h/.
Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbûţah diikuti
oleh katan yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah, maka Tâ‟ Marbûţah itu ditransilterasikan dengan /h/. Contoh:
= حديقة انحيوناتẖ adîqat al- ẖ ayawânât atau ẖ adîqatul ẖ ayawânât
= حمزﺓẖ amzah
5. Syaddah
Syaddah /tasydîd diteransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh:
ُ =اَنْمَدal-maddu = ُيكَرِ ُرyukarriru
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah diteransilterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung.
Contoh: ُ = اَنّصَهَاﺓaş-şalâtu
b. Kata sandang diikuti oleh huruf qamariyah diteransliterasikan sesuai
dengan bunyinya.
Contoh: ق
ُ َ = اَنْفَهal-falaqu
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif. Contoh:
ث
ُ ْ = أَكَهakaltu
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof. Contoh:
َ = جَأْ ُكُهونta‟kulûna
ٌ = شَيْءSyai‟un
8. Huruf Kapital
Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh:
= اَنْمَدِيْنَ ُة انْ ُمنَوَرَ ُﺓal-Madînatul Munawwarah
ْ = اَنْمَسْ ُعوْدِيal-Mas‟ûdî
Lampiran 6
RENCANAAN PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Disusun oleh:
Povi Maspupah
I. Materi Pelajaran :
a. Puisi
b. Gaya Bahasa
c. Menyunting
J. Metode Pembelajaran :
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
c. Penugasan
K. Strategi Pembelajaran : Cooperative Learning
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1. Guru menyampaikan pemaparan terkait dengan pembahasan yang
akan disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru dan siswa melakukan tanya jawab.
3. Guru menugaskan siswa untuk membuat sebuah puisi berdasarkan
peristiwa yang dialami
Elaborasi
1. Siswa mengerjakan tugas membuat puisi dengan menggunakan
gaya bahasa.
2. Guru memantau dan mengarahkan kegiatan siswa.
3. Guru menunjuk beberapa siswa untuk membacakan hasil kerjanya.
Konfirmasi
1. Guru dan siswa memberikan apresiasi terhadap keberhasilan siswa
dalam mengerjakan tugas
2. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan hasil kerja
siswa.
c. Kegiatan Penutup
1. Guru menunjuk beberapa siswa untuk menyimpulkan materi
pelajaran yang telah disampaikan
2. Guru memberikan apresiasi dan umpan balik terhadap kesimpulan
yang yang disampaikan siswa.
3. Guru menegaskan kembali kesimpulan secara jelas kepada siswa.
4. Guru memberikan tugas individu kepada siswa.
5. Siswa mengumpulkan hasil pekerjaannya pada pertemuan
selanjutnya.
6. Guru menginformasikan materi pertemuan selanjutnya.
7. Guru menutup pembelajaran dengan doa dan mengucapkan salam.
O. Penilaian
1. Prosedur Penilaian
a. Penilaian Proses
Menggunakan format pengamatan dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran sejak dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir.
b. Penilaian Hasil Belajar
Menggunakan instrumen penilaian hasil belajar dengan tes tulis
berbentuk esai (terlampir).
2. Instrumen Penilaian
a. Penilaian Proses: Penilaian sikap individu
b. Penilaian Hasil Belajar : Esai atau uraian
Jakarta, 08 Februari
2016
Mengetahui
a. Penilaian Proses
Penilaian Sikap Individu
Aspek
No Nama Peserta Jumlah Nilai
Didik
Tekun Aktif Teliti Rasa Ingin
Tahu
Keterangan Skor:
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
Skor Maksimal = 16
Nilai = Skor Perolehan X 100
Skor Maksimal
b. Penilaian Hasil Belajar
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan tepat!
1. Buatlah sebuah puisi tentang pengalaman pribadi dengan menggunakan
gaya bahasa yang telah dipelajari!
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis gaya bahasa yang ditemukan dalam
puisimu!
3. Carilah contoh gaya bahasa metafora dalam Alquran terjemahan bahasa
Indonesia! Jelaskan!
4. Carilah contoh gaya bahasa simile dalam Alquran terjemahan bahasa
Indonesia! Jelaskan!
5. Carilah contoh gaya bahasa personifikasi dalam Alquran terjemahan
bahasa Indonesia! Jelaskan!
Keterangan Skor:
Skor maksimal= 20
Jumlah Skor Maksimal= 100
Perhitungan nilai akhir dalam skala 0-100 adalah sebagai berikut:
Nilai = Perolehan Skor X 100
Jumlah Skor Maksimal
Lampiran 7
BIODATA PENULIS