Anda di halaman 1dari 8

Berikut adalah kasus yang terjadi  di Pinrang, Sulawesi Selatan.

Pada hari Kamis, 10


Agustus 2006. Kasus tersebut bertema :
“ SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS “
Batu Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda
Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani
proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39 tahun tersebut terpaksa
melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher
putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40 tahun sangat sedih dan
terpuruk..Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir dengan cara
yang sangat memprihatinkan.
Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis tebal tersebut menjelaskan, istrinya
Selasa sore mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda melahirkan, Muhaimin
membawa istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia pulang untuk shalat. Muhaimin mengaku tidak
punya firasat apa-apa sebelum peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya
akan melahirkan normal dan tidak punya firasat apa-apa.
Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai. Pasalnya, Nunuk masih terbaring
lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur
Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius malam harinya.
Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika melihat bayinya tanpa kepala dengan
ceceran darah di leher. Dia merasa antara percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia
sedikit lega bisa melihat anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi
itu sangat mungil dan cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. Muhaimin lalu
mencium dan mengusap bayinya sambil menangis.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima
dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke
yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok
bidan yang berpengalaman dan senior yang sudah berusia 60 tahun. Dia sudah praktik
puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar kabar
mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi
Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata
dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan
melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus
mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. Dan suami korban meminta kepada polisi
agar segera mengusut kasus ini bahkan meminta agar izin praktek bidan tersebut dicabut dan
di hukum seadil-adilnya.

C.    Pemecahan Masalah
Bagi keluarga korban yang akan melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan sebagai
terdakwa yang telah melakukan ciminal malpractice, harusnya dapat membuktikan apakah
perbuatan tenaga bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidana yakni :
1.      Apakah perbuatan (positif act  atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela.
Berdasarkan  kasus di atas, bidan Linda Handayani hanya berniat untuk menolong, namun
pada pertolongan kasus ini bukanlah kewenangan bidan, melainkan kewenangan dokter
obgyn.
2.      Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan  kasus di atas masih kurang jelas apakah pada
kasus tersebut ada unsur sengaja atau tidak sengaja. Jadi bidan tersebut hendaknya
menjelaskan pada proses keadilan tentang hal sebenarnya. Selanjutnya apabila keluarga 
menuduh bidan tersebut telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien
meninggal dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal malpractice yang
bersifatnegligence (lalai)  pembuktianya dapat dilakukan dengan :
1.      Cara langsung  : Membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4D yakni : 
a.      Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian bidan Linda Handayani dengan pasien
Nunuk Rahayu, bidan Linda Handayani haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi
medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi, sudah ada informed
consent. Berdasarkan point – point  di atas penggugat harus mengkaji lebih lanjut untuk
didapatkan bukti yang  jelas  apakah bidan Linda Handayani telah memenuhi tindakan yang
seharusnya dilakukan oleh seorang bidan atau tidak.
b.      Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus diatas bidan
Handayani telah memenuhi point ini, menolong persalinan sungsang bukanlah kewenangan
dari bidan sehingga melalui point ini bidan Handayani dapat dipersalahkan/digunakan
sebagai berkas tuntutan dari keluarga ke bidan Handayani.
c.       Direct Causation  (penyebab langsung)
d.      Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada
peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.
Hasil (outcome)  negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga bidan. Berdasarkan
teori ini yang dihubungkan dengan kasus maka, hasil negative dari kasus ini yang berupa
putusnya leher bayi dan meninggalnya bayi tidak dapat digunakan langsung sebagai dasar
menyalahkan bidan Handayani, perlu dilakukan pengkajian oleh penggugat mengenai
hubungan langsung antara penyebab dan kerugian yang diderita oleh penggugat (keluarga ibu
Nunuk) untuk didapatkan bukti yang jelas untuk pengajuan tuntutan.
2.      Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni
dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan bidan (doktrin
res ipsa loquitur). Dalam kasus ini hasil layanan bidan adalah putusnya leher bayi dari ibu
Nunuk.  Dalam hal ini dadapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga bidan tidak lalai, fakta itu terjadi memang
berada dalam tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien
dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
Bagi bidan yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas tuduhan kepada
bidan yang merupakan criminal malpractice adalah  :
1.      Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Dalaminformal defence ini hendaknya bidan Handayani  menjelaskan apa yang terjadi
sebenarnya, apakah itu merupakan kesengajaan, atau resiko medik atau hal-hal yang lain.
2.      Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Dalaminformal defence ini hendaknya bidan Handayani menjelaskan, apakah hal ini
merupakan pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani dapay membebaskan diri atau tidak
dalam pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani harus memperjelas apa yang terjadi
sebenarnya sehingga layak untuk mendapat hukuman atau tidak.
3.      Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4.      Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5.      Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6.      Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7.      Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya
D.    PEMBAHASAN
Pelayanan yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat memuaskan pasien.
Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar
merupakan tingakat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal. Standard pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu
yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan
kesehatan.
Seorang bidan atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melakukan profesinya
menurut ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang bidan yang memberikan pelayanan di bawah standar
merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik
adalah merupakan suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan
standard, kode etik profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat
kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka kasus
diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh karena kurangnya pegetahuan
pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran sehingga menyebabkan
bidan  yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan
masyarakat umum tentang etika kebidanan sangat terbatas sehingga kadang-kadang terjadi
ada kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan sebelum ditangani Majelis
Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis ( MP2EPM ). Namun bila pelanggaran etika tidak murni, dibahas dulu di
Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis ( MP2EPM sebelum diteruskan kepada penyidik. Jadi awalnya
penanganan kasus-kasus tersebut tidak perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada saat proses
persalinan merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (bidan)
sehingga menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang dialami oleh sang
buah hatinya yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk
ditindak lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat ijin
prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan khusus menangani yang sudah menjadi
bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh
kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Kasus

Diesebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kuran lbih selama satu
tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama Ny. J usia kehamilan 38 minggu dengan
keluhan perutnya terasa kenceng-kenceng dan terasa sakit sejak 5 jam yang lalu. Setelah
dilakukan VT, didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin dalam keadaan letak
sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan agar di rujuk ke rumah sakit untuk melahirkan
secara operasi SC. Namun keluarga klien terutama suami menolak untuk di rujuk dengan
alasan tidak punya biaya untuk membayar operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk
memberi penjelasan bahwa tujuan di rujuk demi keselamatan janin dan juga ibunya namun
jika tetap tidak mau di rujuk akan sangat membahayakan janin maupun ibunya. Tapi keluarga
bersikeras agar bidan menolong persalinan tersebut. Sebenarnya dalam hal ini bidan tidak
yakin akan berhasil menolong persalinan dengan keadaan letak sungsang karena pengalaman
bidan dalam hal ini masih belum begitu mendalam. Selain itu juga hal ini bukan kewenang
bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak sungsang. Karena keluarga tetap
memaksa, akhirnya bidan mengikuti kemauan klien serta keluarga. Proses persalinan berjalan
sangat lama karena kepala bayi yang tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah
meninggal. Dalam hal ini keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja secara
profesional dan dalam masyarakatpun juga tersebar bahwa bidan tersebut dalam melakukan
tindakan sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.

         Konflik
Keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke rumah sakit dan melahirkan secara
operasi SC dengan alasan tidak punya biaya untuk membayar operasi

         Issue
Dimata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan tindakan tidak sesuai
prosedur dan tidak profesional.

         Dilema
Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk menolong persalinan
resiko tinggi. Dalam hal ini letak sungsang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan
sendiri dengan keterbasan alat dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh dokter,
tetapi diputuskan untuk menolong persalinan dengan alasan desakkan dari keluarga klien
sehingga dalam hatinya merasa kesulitan untuk memutuskan.
Issue Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat

1. Pengertian
Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai benar dan
salah yang dianut suatu organisasi atau masyarakat
         Konflik
moral
Suatu proses ketika 2 pihak atau lebih berusaha memaksakan tujuannya dengan cara
mengusahakan untuk menggagalkan tujuan yang ingin dicapai pihak lain. (Setiawan,2010).
         Dilema
moral
Situasi yang menghadapkan individu pada dua pilihan, dan tidak satupun dari pilihan
itu dianggap sebagai jalan keluar yang tepat.
         Issue etik
Topic yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga mayoritas individu akan
mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai dengan asas ataupun nilai yang
berkenaan dengan akhlak, niali benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Contoh Issue Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat.

Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua orang bidan
yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama – sama memiliki BPS dan ada persaingan di antara
duabidantersebut. Pada suatu hari datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan
“B” yang lokasinya tidak jauh dengan BPS bidan “A”. Setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak sungsang dan
bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut meskipun mengetahui bahwa hal
tersebut melanggar wewenang sebagai seorang bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk
bersaing dengan bidan “A”. Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika bidan “B”
tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan “A” akan melaporkan bidan “B” untuk
menjatuh kan bidan “B” karena di anggap melanggar wewenang profesi bidan.
1. Issu moral
Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal.
2. Konflik moral
Menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan pasien demi persaingan atau
dilaporkan oleh bidan “A”.
3. Dilema moral
         Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang tersebut namun bidan
kehilangan satu pasien.
         Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan “A” dengan di
laporkan ke lembaga yang berwenang

Anda mungkin juga menyukai