Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

KEPERAWATAN ANAK

“Kurangnya Optimalisasi Fungsi Konseling di Poli MTBS Sebagai Salah Satu Faktor
Penyebab dari MP-ASI Dini”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Keperawatan Anak

ANALISIS JURNAL

Disusun oleh :

Firman Sugiharto (220110170007)

Kelompok Tutor A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
JUNI 2019
ABSTRAK
Abstrak : Kejadian Pemberian MP-ASI dini di Indonesia masih sangat banyak dilakukan
oleh orang tua. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2013 masih jauh dari target yaitu sebesar
54,3%. Salah satu penyebabnya karena kurangnya optimalisasi fungsi konseling pada poli
MTBS di setiap Puskesmas. Dibuktikan dengan skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang
terendah adalah konseling (25,8%) dan tertinggi adalah asesment diare (73,8%). Konseling
adalah suatu bentuk komunikasi dua arah antara konselor dengan klien yang bertujuan untuk
membantu klien dalam mengatasi masalah klien dan membantu mengambil keputusan untuk
memecahkan masalah klien. Tujuan penulis membuat Analisis jurnal ini adalah untuk
mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kejadian pemberian MP-ASI dini di
masyarakat dan membandingkan dengan fungsi konseling pada MTBS, serta sebagai bahan
tugas laporan kuliah lapangan Matakuliah Keperawatan Anak. Metode penulisan yang
digunakan dalam penulisan analisis jurnal ini yaitu metode deskriptif dan tinjauan pustaka
sistematis, sumber yang digunakan berupa artikel elektronik, dan informasi relevan lainnya
yang bersumber dari internet. Berdasarkan data-data literatur yang sudah penulis dapatkan,
faktor pendukung utama yang menyebabkan orang tua memberikan MP-ASI dini yakni ;
Dukungan keluarga, Sosial budaya, Dukungan Petugas Kesehatan. Faktor pendukung lain
yakni ; Rendahnya Pendidikan dan pengetahuan, pekerjaan orang tua, dan kebiasaan orang
tua dalam mengasuh anak.
Kata Kunci : MP-ASI Dini, Konseling MTBS, Evaluasi MTBS, Asi Eksklusif, Faktor
MP-ASI
Bahan Bacaan : 15 Artikel (2012-2018).

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Depkes RI (2009), Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Di Indonesia sendiri
sudah banyak layanan kesehatan yang didirikan untuk menunjang kesehatan masyarakat yang
optimal. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakah salah satu contoh dari fasilitas
kesehatan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memeriksa status kesehatannya
(Depkes RI, 2011). Hampir di setiap daerah di Indonesia sudah memiliki puskesmas, salah
satunya di kabupaten sumedang kecamatan jatinangor.
Puskesmas jatinangor merupakan pusat layanan yang ada di jatinangor yang setiap
hari memiliki pasien yang tidak sedikit. Mulai dari bayi, anak-anak, sampai orang tua.
Puskesmas jatinangor memiliki beberapa poli pemeriksaan khusus di setiap bidang dan
umurnya. Salah satunya adalah Poli MTBS.
Poli MTBS merupakan poli yang mengupayakan untuk mengantisipasi penyakit-
penyakit yang menyebabkan kematian bayi dan balita. Poli MTBS ini bisa dikatakan
pemeriksaan yang lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif, perbaikan
gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Praktik MTBS memiliki 3 komponen khas yang
menguntungkan, yakni :
1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana baita sakit;
2. Memperbaiki sistem kesehatan (program integrasi di MTBS);
3. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit.
Seharusnya, hal diatas menjadi bahan acuan untuk diterapkan di Poli MTBS di setiap
puskesmas, namun karena suatu lain hal poli MTBS di puskesmas jatinangor menurut hasil
observasi masih belum menerapkan komponen-komponen tersebut. Sehingga hasil yang
diharapkan masih belum maksimal. Terutama dalam hal konseling, Konseling dalam
manajemen terpadu balita sakit (MTBS) berarti mengajari atau menasehati ibu yang
bertujuan untuk membantu memecahkan masalah, pemenuhan kebutuhan maupun perubahan
tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan yang bertugas di Poli MTBS Jatinangor rata-rata adalah seorang
bidan yang sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun. Poli MTBS menangani masalah
kesehatan pada bayi dengan usia kurang dari 2 bulan dan balita dengan usia 2 bulan sampai 5
tahun.
Menurut hasil observasi pada tangal 02 Mei 2019, sekitar kurang lebih ada 15 pasien
dengan keluhan bermacam-macam yakni batuk, pilek, demam, dan mual muntah. Semua
pasien memiliki perlakuan yang sama pada saat diperiksa oleh bidan, dengan urutan sebagai
berikut :
a. Bidan R memanggil nama pasien sesuai dengan urutan nomor antrian;
b. Pasien kemudian memasuki ruangan dengan didampingi orang tua;
c. Bidan R melakukan anamnesis tanpa informed consent;
d. Bidan R mulai memeriksa TTV, Antropometri, dan memeriksa keadaan umum
pasien tanpa cuci tangan;
e. Bidan R menuliskan resep obat kemudian menganjurkan ibu dan pasien ke bagian
farmasi
Bidan R tidak melakukan pemeriksaan yang lengkap pada pasien, Bidan R hanya
melaksanakan prosedur kuratif (pengobatan) saja, tidak dibarengi dengan konseling dan
pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pendidikan kesehatan sangat penting untuk orang tua
karena hal ini bisa menjadi pedoman dan pengingat orang tua dalam pencegahan dan
penanganan balita sakit. Bidan R juga tidak melakukan anamnesa dengan detail, terbukti
Bidan R tidak menanyakan terkait alasan orang tua pasien memberikan makanan selain ASI
sebelum usia 6 bulan. Hal ini seharusnya dapat di cegah melalui fungsi konseling dan
pendidikan kesehatan yang ada di Poli MTBS. Konseling sangat penting diberikan, dengan
memberikan konseling diharapkan pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita,
cara penanganan anak di rumah, memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga
ibu tau kapan anak harus segera di bawa ke pelayanan kesehatan serta diharapkan
memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya.
Menurut hasil Penelitian (Suparmi, Iram Barida Maisya, et al.) pada tahun 2018, skor
kepatuhan tata laksana MTBS pada balita di puskesmas dalam hal ini konseling paling
kurang dilaksanakan yaitu 25,8%, dibandingkan tata laksana batuk, demam, dan diare yang
mencapai 72,2%.
Hal ini harus diperhatikan oleh seluruh petugas kesehatan yang bekerja di poli MTBS
terutama bidan dan perawat untuk melaksanakan fungsi konseling dan memberikan
pendiidkan kesehatan yang tidak kalah pentingnya. Banyak sekali dampak yang bisa saja
ditimbulkan akbikat dari fungsi konseling yang tidak dilakukan. Salah satunya adalah
pemberian MP-ASI dini.

2
BAB II
ANALISIS JURNAL

2.1 Hasil Analisis Artikel Pentingnya Fungsi Konseling di MTBS


Naskah Publikasi (Skripsi) 1
 Judul : Pengaruh Konseling Tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Terhadap Perilaku Perawatan Anak Demam Oleh Ibu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kasihan Ii Bantul
 Penulis : Divika Ariftya Dewi
 Tahun Terbit : 2015
 Latar Belakang : Perlakuan dan penanganan demam merupakan hal yang penting,
jika perlakuan dan penanganan yang salah, lambat, dan tidak tepat akan
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita serta
dapat membahayakan keselamatan jiwanya. Pengetahuan yang lengkap berkaitan
dengan demam pada balita wajib dikuasai dengan baik oleh para orang tua
khususnya ibu. Salah satu cara untuk mengetahui cara penanganan balita sakit
dengan konseling tenaga kesehatan kepada orangtua di Puskesmas.
 Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental
dengan non equivalent control group design. Desain ini memiliki kelompok
kontrol, namun tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel
luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.
 Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah 1.440 ibu-ibu yang mengantar anak
usia balita mengalami demam ke klinik MTBS selama satu tahun dan tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul yang dibagi menjadi dua Desa yaitu
Tirtonirmolo dan Ngestiharjo.
 Sampel : Besar sampel pada penelitian ini mengacu pada rumus Jacob Cohen
(1988) for two-tailed test. jumlah sampel pada penelitian ini adalah 33 pada
kelompok kontrol dan 33 pada kelompok eksperimen. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara teknik accidental sampling.
Alat ukur atau instrument penelitian pada penelitian ini menggunakan kuesioner.
Uji analisa yang digunakan adalah statistik parametris untuk menguji hipotesis
dengan independent sample t-test.
 Hasil Penelitian :

3
a. Perilaku ibu dalam melakukan perawatan anak demam pada kelompok
kontrol sebelum mendapatkan konseling tentang manajemen terpadu balita
sakit sebagian besar adalah kurang dan setelah diberikan konseling, perilaku
ibu dalam melakukan perawatan anak demam sebagian besar masih kurang.
b. Perilaku ibu dalam melakukan perawatan anak demam pada kelompok
eksperimen sebelum mendapatkan konseling tentang manajemen terpadu
balita sakit sebagian besar adalah kurang dan setelah diberikan konseling,
perilaku ibu dalam melakukan perawatan anak demam sebagian besar
diketahui meningkat menjadi sedang.
c. Hasil uji Wilcoxon dan Mann Whitney-U menunjukkan adanya pengaruh
konseling tentang manajemen terpadu balita sakit (MTBS) terhadap
peningkatan perilaku perawatan anak demam oleh ibu di wilayah kerja
Puskesmas Kasihan II Bantul.

Naskah Publikasi (Skripsi) 2


 Judul : Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) Di Puskesmas Wilayah Jakarta
 Penulis : Nurul Husna
 Tahun Terbit : 2012
 Latar Belakang : Masalah kurang gizi dapat disebabkan oleh kebiasan pemberian
MP-ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibi tentang cara pemberian ASI yang
benar. Untuk itu diperlukan konseling, konseling adalah suatu komunikasi dua arah
antara konselor dan klien yang bertujuan membantu klien untuk memutuskan apa
yang akan dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien.
 Metode Penelitian : Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desai deskriptif eksploratif.
 Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menhetahui
pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI di Puskesmas
wilayah Jakarta.
 Populasi : Tidak dicantumkan di naskah.
 Sampel : Sampel sebanyak 15 petugas, pengambilan sampel dilakukan dengan cara
sampling jenuh. Pegumpulan data untuk pelaksanaan konseling pemberian
makanan pendamping ASI menggunakan wawancara pada petugas, pbservasi

4
dengan lembat check list, dan evaluasi pelaksanaan komseling pemberian MP-ASI
kepada orang tua dengan kuesioner dengan lembar check list.1
 Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini menggambarkan kategori cukup dalam
pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 13 petugas
dan kategori baik dalam pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping
ASI sebnayak 2 petugas, dan evaluasi peaksanaan konseling makanan konseling
makanan pendamping ASI terhadap orang tua balita menunjukkan kategoti baik
dalam evaluasi sebanyak 6 petugas, kategori cukup dalam evaluasi sebanyak 7
petugas, dan kategori kurang dalam evaluasi sebanyak 2 petugas.

Jurnal Artikel 3
 Judul : Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Puskesmas di
Regional Timur Indonesia
 Penulis : Suparmi, Iram Barida Maisya, et al
 Tahun Terbit : 2018
 Latar Belakang : Kematian balita merupakan salah satu indikator penting yang
menunjukkan derajat kesehatan masyarakat. Secara global, kematian balita
mengalami penurunan sebesar 59% sejak tahun 1990 ke 2013 dengan rerata
penurunan sebesar 2,8%. Indonesia memiliki kemajuan yang lebih pesat dalam
penurunan kematian balita dengan rerata penurunan sebesar 4,4%.
 Metode Penelitian : Dilakukan asesment kelengkapan pengisian dari 200 formulir
MTBS balita yang pernah datang ke puskesmas dalam kurun waktu seminggu
sebelum survei. Infomasi terkait dengan ketersediaan peralatan untuk mendukung
pelayanan MTBS dikumpulkan melalui observasi secara langsung di 20 puskesmas
terpilih dibantu dengan formulir check list
 Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan
MTBS di 10 Kabupaten/Kota terpilih di regional timur, dengan jumlah sampel 20
puskesmas yang dipilih secara acak.
 Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah semua puskesmas di lokasi terpilih.
Subjek penelitian adalah 20 puskesmas yang dipilih secara acak dari 10
kabupaten/kota terpilih. Pada masing-masing puskesmas, dipilih dua orang pasien
balita yang datang ke pelayanan MTBS. Secara keseluruhan, diperoleh 40 balita

1
Note : Kata kunci yang digunakan : Konseling MTBS, MTBS Puskesmas, Evaluasi MTBS.
Menggunakan Google Scholar
5
yang diobservasi. Selanjutnya, fasilitator MTBS melakukan pengamatan terhadap
tenaga kesehatan untuk menilai kesesuaian dengan tata laksana MTBS. Fasilitator
MTBS adalah tenaga kesehatan berpengalaman yang melatih dalam pelatihan
MTBS nasional. Selain itu, tim peneliti juga melakukan penilaian terhadap sepuluh
formulir MTBS yang telah terisi dari pasien yang datang ke puskesmas dalam
kurun waktu seminggu sebelum pengumpulan data berlangsung
 Sampel : jumlah sampel 20 puskesmas yang dipilih secara acak. Secara total, 40
pasien balita diobservasi pada saat mendapatkan pelayanan MTBS di puskesmas.
 Hasil Penelitian : Hasil observasi pada saat pelayanan MTBS pada balita
menunjukkan, skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang terendah adalah konseling
(25,8%) dan tertinggi adalah asesmen diare (73,8%). Hasil observasi pengisian
formulir MTBS menunjukkan, skor terendah pada pengisian pemberian makan
(30,4%) dan kunjungan ulang (30,8%). Sementara itu, fasilitas rehidrasi oral untuk
diare dilaporkan belum memadai, karena hanya tersedia di 50% puskesmas. Perlu
adanya monitoring dan supervisi terhadap kepatuhan petugas serta peningkatan
ketersediaan peralatan dan sarana/prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS.

2.2 Hasil Analisis Artikel Pemberian MP-ASI Dini


Jurnal 1
 Judul : Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ibu Dalam Pemberian Makanan
Pendamping Asi Terlalu Dini Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang
Kecamatan Bajenis Kota Tebingtinggi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
 Penulis : Novianti Damanik, Erna Mutiara, Maya Fitria
 Tahun Terbit : 2015
 Latar Belakang : Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan menunjukkan
bahwasanya masih tingginya angka pemberian MP-ASI secara dini di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang hal ini juga ditunjang oleh data pemberian
MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang sebesar
67,8%. Menurut laporan kesehatan di Puskesmas Teluk Karang Tahun 2013
bahwasanya dari 10 masalah penyakit terbesar di wilayah kerja Puskesmas Teluk
Karang penyakit diare terdapat diposisi kedua setelah ISPA. Dan menurut laporan
bulanan pada bulan Januari tahun 2014 bahwasanya diare juga berada di posisi
kedua dimana pasien diare sekitar 65,5% adalah balita. Hal ini juga sebagai data

6
penunjang bahwasanya penyakit diare merupakan salah satu dampak dari
pemberian MP-ASI terlalu dini.
 Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional yakni
penelitian dilakukan dengan observasi atau pengamatan tanpa memberikan
intervensi pada variabel yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan
secara cross sectional atau potong lintang (Notoatmodjo, 2010).
 Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI terlalu dini di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
 Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak bayi
usia 7-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota
Tebing Tinggi, yaitu sebanyak 106 orang pada bulan Januari 2015 dan seluruhnya
dijadikan sampel.
 Sampel : Sampel dalam penelitian ini sebanyak 106 orang pada bulan Januari 2015
 Hasil Penelitian :
a. Sebagian responden memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan
sebanyak 95 orang (89,6%).
b. Berdasarkan hasil penjelasan pegawai Puskesmas Teluk Karang bagian gizi
bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2013 di wilayah kerjanya
sekitar 45% (dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 45 bayi yang mendapat ASI
eksklusif) hal ini memang diakui oleh pegawai puskesmas belum mencapai
target pemerintah, disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor ibu
bekerja, faktor dukungan tenaga kesehatan (tenaga kesehatan yang tidak pro
ASI dikarenakan bekerjasama dengan produk susu formula), faktor dukungan
keluarga, faktor sosial budaya (bayi menangis berarti lapar sehingga harus
diberi makanan tambahan padahal dalam ilmu kesehatan makanan pendamping
ASI diberikan pada saat usia bayi telah mencapai lebih dari 6 bulan karena
dianggap sistem pencernaan bayi telah siap untuk menerima makanan selain
ASI dan bayi telah membutuhkan zat gizi selain ASI).
c. Faktor pemungkin responden dalam pemberian MP-ASI terlalu dini adalah
sosial budaya dan dukungan keluarga. Sosial budaya berpengaruh dalam
pemberian MP-ASI terlalu dini. Ibu dengan sosial budaya yang berkembang
akan mempunyai kemungkinan 13,367 kali akan memberikan MP-ASI terlalu
dini dibandingkan ibu dengan sosial budaya yang tidak berkembang.

7
Dukungan keluarga berpengaruh dalam pemberian MP-ASI terlalu dini. Ibu
dengan dukungan keluarga akan mempunyai kemungkinan 20,520 kali akan
memberikan MP-ASI terlalu dini dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga.
d. Faktor dominan yang berpengaruh dalam pemberian MP-ASI terlalu dini
adalah dukungan keluarga dengan nilai koefisien B = 3,021.

Jurnal 2
 Judul : Pemberian MPASI dini pada bayi ditinjau dari pendidikan dan
pengetahuan ibu
 Penulis : Lolli Nababan, Sari Widyaningsih
 Tahun Terbit : 2018
 Latar Belakang : Tingginya pemberian MP-ASI pada balita umur kurang dari 6
bulan.
 Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional.
 Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan
pendidikan dan pengetahuan ibu dengan pemberian MPASI dini pada bayi usia
kurang dari enam bulan.
 Populasi : Populasi dan sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang memiliki bayi
usia kurang dari enam bulan yang datang ke posyandu sebanyak 59 orang
 Sampel : Jumlah sampel 59 ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan
diambil dengan teknik consecutive sampling. Teknik pengambilan sampel secara
consecutive sampling yaitu ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan
yang datang ke posyandu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner pengetahuan, dan analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
dengan uji statistik chi-square.
 Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan ibu memiliki tingkat pengetahuan
baik namun memberikan MPASI dini pada bayinya. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor budaya setempat, tradisi keluarga, tanggapan bahwa
ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, sehingga memutuskan
untuk memberikan MPASI ketika usia bayi kurang dari 6 bulan. Dari 59 ibu yang
memiliki bayi usia kurang dari 6 bulan sebagian besar atau sebanyak 32 (54,2%)
memiliki tingkat pendidikan dasar dan 27 (45,8%) yang memiliki pengetahuan
baik. Dari 59 bayi, sebagian besar atau sebanyak 32 (54,2%) mendapatkan MPASI

8
usia ≤ 6 bulan dan sebanyak 27 (45,8%) mendapatkan MPASI usia >6 bulan. Ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pengetahuan dengan pemberian
MPASI dini pada bayi usia kurang dari enam bulan.

Jurnal 3
 Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan
Pendamping ASI Dini
 Penulis : Eko Heryanto
 Tahun Terbit : 2017
 Latar Belakang : Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI
dini oleh ibu. Faktorfaktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan
ibu, iklan MP-ASI, petugas kesehatan, budaya dan sosial ekonomi. Pengetahuan
ibu yang masih kurang terhadap manfaat pemberian ASI eksklusif sangat erat
kaitannya dengan pemberian MP-ASI dini. Faktor penghambat keberlanjutan
pemberian ASI adalah pengetahuan dan keyakinan ibu bahwa bayi tidak akan
cukup memperoleh zat gizi jika hanya diberi ASI sampai umur 6 bulan.
 Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dimana
variabel independen dan variabel dependen diobservasi sekaligus pada saat yang
sama..
 Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemberian MPASI dini.
 Populasi : Populasi seluruh ibu yang mempunyai bayi berusia 7-12 bulan di Desa
Negeri Agung pada periode Januari – Maret 2017 yang berjumlah 51 orang
 Sampel : Sampel diambil total populasi periode bulan Agustus – Oktober 2017
yang berjumlah 51 orang.
 Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pemberian MPASI dini dengan pengetahuan,
pekerjaan, dan dukungan keluarga di Desa Negeri Agung Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Buay Sandang Aji Kabupaten OKU Selatan.
2

BAB III
2
Note : Kata kunci yang digunakan : MP-ASI Dini, Faktor MP-ASI Dini, Gambaran MP-ASI
dini , Menggunakan Google Scholar
9
PEMBAHASAN ANALISA JURNAL

3.1 Implikasi Masalah Keperawatan


Fenomena yang terjadi setelah mengobservasi di Poli MTBS puskesmas Jatinangor
salah satunya adalah pemberian MP-ASI terlalu dini yakni pemberian MP-ASI dibawah
umur 6 bulan. MP-ASI merupakan makanan atau minuman yang mengandung gizi yang
diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan
gizinya (Depkes, 2006). Dengan pemberian MP-ASI terlalu dini, ASI Eksklusif gagal
diberikan, karena dilihat dari Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang
pemberian Air Susu Ibu Esklusif menyebutkan bahwa ASI eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain (Presiden RI, 2012).
Padahal banyak sekali manfaat dari pemberian ASI secara Eksklusif, yakni
diantaranya : Meningkatkan daya tahan tubuh, Nutrisi yang ideal bagi bayi, dan
meningkatkan kecerdasan. Manfaat lain yang dirasakan oleh ibu setelah memberikan ASI
secara Eksklusif yakni : Menjarangkan kehamilan, Mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, Ibu lebih cepat kembali ke BB semula, dan ASI sangat ekonomis dan
menghemat waktu (Rahwawati, 2014). Namun tidak menutup kemungkinan jika anak
tidak diberikan ASI secara Eksklusif tidak mendapatkan manfaat tersebut, namun akan
ada perbedaan baik dari sekti kognitif maupun perkembangan anak.
Secara umum praktik pemberian ASI eksklusif masih rendah dari target
pencapaian. Hanya 35% bayi di dunia dan 39% di Negara berkembang yang
mendapatkan ASI eksklusif. Rata-rata pemberian ASI eksklusif di wilayah Asia
Tenggara hanya 45%. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif 6 bulan di
Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38% (Helmi & Lupiana, 2011).
Pemberian MP-ASI dini sangat berdampak kepada kesehatan bayi, kebiasaan
pemberian makan yang tidak tepat, salah satunya pemberian makanan terlalu dini pada
bayi usia kurang dari 6 bulan. Hal ini akan berdampak pada gangguan sistem pencernaan
bayi, seperti diare, muntah, sulit BAB, menyebabkan banyak infeksi terutama ISPA
(Batuk dan Pilek), kenaikan badan berlebih, dan alergi terhadap salah satu zat gizi
makanan (cott, 2003; Pudjiadi, 2003). Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab
orang tua memberikan MP-ASI terlalu dini, yakni : Pekerjaan, pengetahuan, sosial
budaya, dukungan keluarga, ketidakcukupan produksi ASI, kurangnya konseling dalam
pelayanan kesehatan, dan pengalaman ibu dalam merawat anak.

10
3.2 Hubungan Fenomena dengan Evidence Based Practice
Pemberian MP-ASI di bawah usia enam bulan di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) cakupan ASI eksklusif di
Indonesia pada tahun 2013 masih jauh dari target yaitu sebesar 54,3%. Ini berarti
pemberian MPASI dini atau tidak ASI eksklusif masih tinggi. Di propinsi Bengkulu
tahun 2014 jumlah bayi yang tidak ASI eksklusif sebesar 61%, pada tahun 2013 sebesar
31,3% dan pada tahun 2012 sebesar 51,5% (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2015).
Hal demikian disebabkan karena berbagai faktor, banyak faktor yang mendukung
ibu untuk memberikan MP-ASI dini kepada anaknya. Faktor pendukung yang pertama
adalah Dukungan Keluarga. Menurut hasil penelitian (Novianti et al, 2015) Ibu dengan
dukungan keluarga akan mempunyai kemungkinan 20,520 kali akan memberikan
MPASI terlalu dini dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga.
Tingginya peran keluarga dalam mendukung pemberian MP-ASI terlalu dini terutama
peran suami, orangtua, mertua dan kerabat terdekat. Peran keluarga dalam melarang
pemberian MP-ASI terlalu dini sangat dibutuhkan, terutama apabila kultural di daerah
sangat kental akan kebiasaan MP-ASI dini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lula winona pada tahun 2015 yang mengatakan bahwa dukungan
keluarga mempengaruhi pemberian MP-ASI secara dini.
Faktor pendukung kedua, yaitu sosial budaya. Faktor budaya sangat berpengaruh
terhadap pemikiran orang tua dalam memberikan makanan pada anaknya, faktor sosial
budaya seperti ketika bayi menangis berarti lapar sehingga harus diberi makanan
tambahan, tanggapan bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi,
sehingga memutuskan untuk memberikan MPASI ketika usia bayi kurang dari 6 bulan.
Padahal dalam ilmu kesehatan makanan pendamping ASI diberikan pada saat usia bayi
telah mencapai lebih dari 6 bulan karena dianggap sistem pencernaan bayi telah siap
untuk menerima makanan selain ASI dan bayi telah membutuhkan zat gizi selain ASI.
Pemikiran ini menjadi tantangan bagi petugas kesehatan untuk merubah pandangan dari
sisi sosial budaya sehingga tidak terjadi masalah serius dan dampak MP-ASI yang terlalu
membahayakan bagi bayi.
Faktor pendukung ketiga, yaitu peran tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus
bisa merubah pandangan masyarakat terkait pemberian makanan MP-ASI dan
memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan terkait pemberian makanan pada bayi
sesuai usia bayi. Dukungan tenaga kesehatan (tenaga kesehatan yang tidak pro ASI
dikarenakan bekerjasama dengan produk susu formula), hal ini mencerminkan rendahnya

11
dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian makanan pada bayi dengan baik dan
benar. Perawat atau petugas kesehatan sebagai “educator” peran ini dilaksanakan dengan
membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, sehingga terjadi
perubahan tingkah laku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Wahid Iqbal,
2009). Mengingat pentingnya pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI sesuai usia
maka petugas kesehatan terutama bidan harus memberikan penyuluhan kepada ibu dan
keluarga. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan ketika orang tua datang ke pelayanan
kesehatan terutama di Poli MTBS Puskesmas yang mana melalui fungsi konselingnya.
Fungsi konseling di poli MTBS masih sangat rendah dan jarang dilakukan oleh petugas
kesehatan khususnya bidan. Menurut (Suparmi, et al , 2018), Hasil observasi pada saat
pelayanan MTBS pada balita menunjukkan, skor kepatuhan pelaksanaan MTBS yang
terendah adalah konseling (25,8%) dan tertinggi adalah asesment diare (73,8%).

Hal ini mungkin bisa disebabkan karena kurangnya pengawasan dari kepala
puskesmas maupun dinas kesehatan, kurang jelasnya reward dan punishmen yang
menyebabkan rendahnya motivasi dan kepatuhan petugas dalam menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya, kurangnya pemahaman petugas tentang pentingnya kelengkapan
dan pengkajian menyeluruh, dan yang paling sering adalah banyaknya pasien dan
kegiatan yang harus ditangani oleh petugas sehingga petugas tidak memiliki cukup
waktu untuk mengisi formulir dan melakukan pengkajian secara menyeluruh (Suparmi,
et al , 2018).
Untuk itu perlu adanya optimalisasi program pemberdayaan perempuan dan
pembinaan atau konseling tentang pemberian MP-ASI yang tepat dan benar bukan hanya

12
pada perempuan namun juga pada keluarga dan kerabat ibu guna untuk meminimalisir
kejadian MP-ASI dini.
Faktor pendukung lain yang menjadi penyebab orang tua memberikan MP-ASI
dini kepada anaknya yakni : Pendidikan, pengetahuan, dan Pekerjaan. Pengetahuan
seseorang akan sangat berpengaruh pada pola pikir terhadap sesuatu hal yang akhirnya
akan mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang, maka ia akan lebih cenderung memperhatikan masalah kesehatan baik untuk
dirinya maupun untuk keluarganya, sehingga dapat pula diartikan apabila pengetahuan
ibu semakin tinggi maka semakin kecil kecenderung ibu tersebut untuk memberikan MP-
ASI pada bayi usia ≤6 bulan (Notoadmodjo, 2010). Selain itu, faktor pekerjaan juga
berpengaruh, dimana faktor pekerjaan adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas
ibu setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya
yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat
maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan tambahan
dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah
terbiasa (Heryanto, 2017). Status pekerjaan yang semakin baik dan sosial ekonomi
keluarga yang meningkat menyebabkan ibu mudah untuk memberikan susu formula dan
MP-ASI pada anak (Mubarak, 2009).
3.3 Peran Perawat Dalam Menangani Masalah MP-ASI Dini
Menurut Penelitian Maryasti pada tahun 2015, Peran petugas kesehatan di Wilayah
Puskesmas yakni, memberikan penyuluhan baik pada ibu hamil maupun ibu menyusui
tentang ASI Ekslusif. Petugas kesehatan bertanggung jawab dalam gizi bayi dan
perawatan kesehatan, petugas kesehatan mempunyai posisi unik yang dapat
mempengaruhi fungsi pelayanan kesehatan ibu, baik sebelum, selama maupun setelah
kahamilan dan persalinan. Petugas kesehaatan lebih meningkatkan dan mempertahankan
fungsi pelayanannya kepada masyarakat, bertanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan
bayi.
3.4 SOP Pemberian MP-ASI
Air Susu Ibu (ASI) bila diberikan dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik
untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
dalam bentuk yang mudah dicerna dan sesuai kebutuhan bayi. Bayi diberi ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain (ASI Eksklusif) sampai berumur 6 bulan. Selanjutnya selain
ASI diberikan tambahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

13
Pola Pemberian ASI dan MP – ASI

Cara mempersiapkan makanan untuk bayi berumur 6 bulan ke atas:


a. PISANG/PEPAYA
Pilih buah yang masak, dicuci, dikupas, dikerik halus dengan sendok teh.
b. TOMAT
Pilih tomat yang masak, dicuci, direndam dalam air mendidih, dibuang kulitnya,
disaring, diencerkan dengan air matang yang sama banyaknya dan diberi sedikit gula.
c. JERUK
Pilih jeruk yang manis lalu cuci, belah menjadi 2 potong kemudian diperas dan
disaring. Bila perlu tambahkan sedikit gula pasir.
d. BISKUIT
Rendam biskuit dengan sedikit air matang.
e. BUBUR SUSU
Campurkan tepung beras 1-2 sdm dan gula pasir 1-2 sdm menjadi satu , tambahkan
susu/santan 5 sdm yang sudah dicairkan dengan air 200 cc sedikit-sedikit aduk
sampai rata , kemudian masak di atas api kecil sambil diaduk-aduk sampai matang.
f. NASI TIM CAMPUR
Buat bubur dari beras dan lauk hewani/nabati. Tambahkan sayur cincang, garam, dan
sedikit santan. Masak sampai matang.

14
Frekuensi dan Jumlah Umur 7 – 8 bulan
Pemberian MP-ASI  Jam 06.00 : ASI (sekehendak)
 09.00 : Buah / Sari buah
 12.00 : Bubur Susu
 15.00 : Buah / Sari buah
 18.00 : ASI
 21.00 : ASI dst
Umur 8 – 9 bulan
 Jam 06.00 : ASI
 09.00 : Buah / Sari buah
 12.00 : Bubur Susu
 15.00 : Biskuit
 18.00 : Tim Saring
 21.00 : ASI dst
Umur 9 – 10 bulan
 Jam 06.00 : ASI
 08.00 : Bubur Susu
 10.00 : Buah / Sari buah
 13.00 : Tim Saring
CONTOH MENU SEHARI
 15.00 : Biskuit
Umur 0 – 6 bulan
 18.00 : Tim Saring
 ASI Sekehendak
 21.00 : ASI dst
Umur 6 – 7 bulan
Umur 11 – 12 bulan
Jam
 Jam 06.00 : ASI
 06.00 : ASI (sekehendak)
 08.00 : Nasi Tim
 09.00 : Buah / Sari buah
 10.00 : Buah / Sari buah
 12.00 : ASI
 13.00 : Nasi Tim
 15.00 : Buah / Sari buah
 15.00 : Biskuit
 18.00 : ASI
 18.00 : Nasi Tim
 21.00 : ASI dst
 21.00 : ASI dst

15
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Fenomena yang terjadi setelah mengobservasi di Poli MTBS puskesmas
Jatinangor salah satunya adalah pemberian MP-ASI terlalu dini yakni pemberian MP-
ASI dibawah umur 6 bulan. MP-ASI merupakan makanan atau minuman yang
mengandung gizi yang diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes, 2006). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, Berdasarkan data-data literatur yang sudah penulis dapatkan, faktor pendukung
utama yang menyebabkan orang tua memberikan MP-ASI dini yakni ; Dukungan
keluarga, Sosial budaya, Dukungan Petugas Kesehatan. Faktor pendukung lain yakni ;
Rendahnya Pendidikan dan pengetahuan, pekerjaan orang tua, ketidakcukupan produksi
ASI, kurangnya konseling dalam pelayanan kesehatan, dan pengalaman ibu dalam
merawat anak.

Peran perawat dalam mengatasi hal ini yakni dengan mengoptimasi fungsi
konseling yang sudah seharusnya ada di Poli MTBS, memberikan pendidikan kesehatan
melalui fungsi konseling dan promosi kesehatan kepada masyarakat, bukan hanya ibu-
ibu namun seluruh anggota keluarga, karena faktor dukungan keluarga didapakan sangat
tinggi yang menyebabkan MP-ASI dini dilakukan oleh ibu. Sehingga, petugas kesehatan
mampu untuk merubah pandangan terkait kultural dan adat kebiasaan yang sudah
melekat pada masyarakat.

4.2 Saran
Petugas kesehatan di seluruh pelayanan kesehatan terutama yang bekerja pada
poli MTBS agar bisa meningkatkan kinerja dan harus memperhatikan penatalaksanaan
yang lebih baik. Terutama dalam hal pengkajian menyeluruh, informed consent, dan
optimalisasi fungsi konseling di Poli MTBS di setiap fasilitas kesehatan.

16
BAB V

LAMPIRAN

17
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, N., Pambudi, J., Wiryawan, Y., Putro, G., Edi, N., Soekotjo, W., … No, N. (2018).
Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) pada Puskesmas di Regional
Timur Indonesia, (Imci), 271–278.

Balita, T., Mtbs, S., & Puskesmas, D. I. (2015). Analisis faktor pelaksanaan manajemen
terpadu balita sakit (mtbs) di puskesmas, XI(1), 112–117.

Darmawan, F. H., Nur, E., & Sinta, M. (2015). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Dengan Perilaku Pemberian Mp-Asi Yang Tepat Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Jurnal
Bidan “ Midwife Journal ” Volume 1 , No . 2 , Juli 2015, 1(2), 32–42.

Depkes RI, (2010). Ibu Berikan ASI Eksklusif Baru Dua Persen.Jakarta

Divika, A. (2015). Pengaruh Konseling Tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS )
Terhadap Perilaku Perawatan Anak Demam.

Heryanto, E. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan


Pendamping ASI Dini, 2(2), 141–152.

Husna, N, & Syarif, N. (2012). Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( Mp-Asi ) Di
Puskesmas Wilayah Jakarta.

Nababan, L., & Widyaningsih, S. (2018). Pemberian MPASI dini pada bayi ditinjau dari
pendidikan dan pengetahuan ibu Early Breastfeeding Supplemental Food In Baby
Viewed From Maternal Education and Knowledge, 14(1), 32–39.

Penelitian, A., & Sabati, M. R. (2015). Peran petugas kesehatan terhadap keberhasilan
pemberian asi eksklusif, 1–21.

Pertumbuhan, D., & Perkembangan, D. A. N. (2017). Hubungan riwayat pemberian asi dan
mp-asi dengan pertumbuhan dan perkembangan balita usia 24-36 bulan di bogor shelvi
sasmita.

Wahyuningsih, S., Raodhah, S., Basri, S., & Kunci, K. (2014). Infeksi Saluran Pernafasan
Akut ( ISPA ) pada Balita di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar
Kabupaten Bima.

18

Anda mungkin juga menyukai