Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PERAWATAN PREVENTIF PASIEN DEWASA

DEPARTEMEN IKGMP

Oleh :
Ending Suryani M.
170160100111029

Instruktur Klinik :
drg. Trining Widodorini, M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................ 2
BAB 2 Landasan Teori................................................................................... 3
2.1 Caries Risk Assessment............................................................................ 3
2.2 Perawatan Preventif pada Pasien Dewasa................................................ 5
2.3 Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien.......................................................10
2.4 Menyikat Gigi.............................................................................................11
2.5 Penggunaan Benang Gigi.........................................................................11
2.6 Diet Nutrisi Untuk Kesehatan Gigi dan Mulut.............................................16
BAB 3 Hasil Pemeriksaan..............................................................................18
3.1 Keadaan Gigi Geligi...................................................................................18
3.2 Keadaan Saliva..........................................................................................18
3.3 Kebiasaan Sehari-hari................................................................................19
BAB 4 Rencana Perawatan............................................................................21
4.1 Macam Rencana Perawatan......................................................................21
4.2 Alasan Dipilihnya Perawatan......................................................................21
BAB 5 Prosedur Tindakan.............................................................................23
5.1 KIE dan DHE..............................................................................................23
5.1 KIE dan DHE..............................................................................................23
5.2 PRR Tipe A Gigi 16, 17, 24, 25, 35, dan 45...............................................23
5.3 Fissure Sealent Gigi 27..............................................................................24
5.3 Topikal aplikasi Fluoride RA dan RB..........................................................25
BAB 6 Hasil Evaluasi.....................................................................................27
6.1 Keadaan Gigi Geligi...................................................................................28
6.2 Keadaan Saliva..........................................................................................28
6.3 Kebiasaan Sehari-hari................................................................................28
6.4 Kesimpulan Hasil Evaluasi.........................................................................29
Daftar Pustaka................................................................................................31
Lampiran.........................................................................................................33

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan karena merupakan bagian integral dari kesehatan secara
keseluruhan. Kesehatan gigi dan mulut yang rendah dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan secara keseluruhan (Nurhidayat, 2012). Adanya kerusakan
pada gigi atau jaringan pendukung gigi dapat mempengaruhi aktivitas seseorang.
Rasa sakit yang timbul karena hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
Selain itu beberapa penyakit gigi dan mulut dapat memberikan dampak secara
sistemik. Oleh karena itu penanganan penyakit gigi dan mulut ini perlu dicegah
dan ditangani sedini mungkin sebelum menjadi lebih parah agar tidak
mengganggu kondisi kesehatan dan aktivitas seseorang (Yazdani, 2009)
Masyarakat di Indonesia belum begitu memperhatikan kesehatan gigi dan
mulut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
perilaku masya¬rakat yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut. Hal ini terlihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional (RIKESDAS) 2018, prevalensi masalah gigi dan mulut penduduk
Indonesia adalah sebesar 57,6%. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling
banyak dikeluhkan adalah karies atau gigi berlubang. (RISKESDAS, 2018).
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email
gigi, hingga menjalar ke dentin (Soebroto, 2009).Menurut Hurribut (2011), upaya
kuratif karies dilakukan dengan merestorasi gigi setelah dilakukan pembuangan
jaringan yang karies. Namun, restorasi gigi membutuhkan prosedur pergantian
berulang sepanjang masa, yang berakibat pada meningkatnya ukuran restorasi
atau bahkan prosedur yang lebih invasif ke depannya, seringkali juga didapatkan
karies sekunder di sekitar restorasi tersebut yang menunjukkan bahwa penyebab
dan faktor risiko karies yang sebenarnya tidak teratasi dengan tepat (Amalia,
2015). Untuk itu, perlu dilakukan suatu tindakan preventif yang dapat mengurangi
tingkat prevalensi penyakit karies. Upaya preventif ini mendapat prioritas utama
karena merupakan tindakan yang paling murah dan paling kecil risikonya tetapi
berdampak besar untuk pencegahan karies gigi.

1
Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Hugh Roadman Leavell dan
E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia
membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas 3 yaitu pencegahan
primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan pelayanan untuk
mencegah timbulnya penyakit. Pencegahan sekunder dilakukankan pada tahap
awal patogenesis untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak
berkembang atau kambuh lagi. Pencegahan tersier ditujukan pada akhir dari
patogenesis penyakit untuk mencegah gigi kehilangan fungsi (Rethman, 2000).
Tindakan pencegahan yang dilakukan harus melihat faktor mana yang
menjadi penyebab utama (Angela, 2005). Misalnya, kontrol plak yang tidak baik
maka dokter gigi lebih memperhatikan mengenai kebersihan mulut seperti cara
menyikat gigi yang benar, penggunaan pasta gigi fluor. Jika gigi memiliki pit dan
fissure yang dalam serta rentan terkena karies, perlu dilakukan perlindungan
terhadap gigi seperti penutupan fissure menggunakan sealant dari bahan
komposit flow, sedangkan pada gigi geligi yang sehat tanpa karies, perlu
diberikan perawatan pencegahan berupa aplikasi topikal fluoride secara
menyeluruh. Pemberian fluoride secara topikal adalah dengan mengoleskan
langsung larutan fluoride dalam konsentrasi tertentu pada email, setelah gigi
dibersihkan dan dikeringkan dengan semprotan udara. dan dibiarkan mengering
selama beberapa menit,

1.2 TUJUAN
Tujuan dari laporan ini adalah sebagai laporan kasus pelaksanaan
perawatan preventif pada pasien dewasa di Rumah Sakit Universitas Brawijaya.

2
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Caries Risk Assessment


Mempelajari tentang konsep keseimbangan/ ketidakseimbangan karies
dapat menggambarkan faktor yang menentukan karies, interaksi dinamis dari
biofilm terhadapat rongga mulut yang akan menyebabkan remineralisasi atau
demineralisasi, serta mengumpulkan informasi dari pasien tentang riwayat
kesehatannya. Keseluruhan proses ini merupakan sebuah penilaian risiko karies
atau Caries Risk Assessment (Amalia, 2015).
Salah satu metode unruk melaukan pemeriksaan resiko karies adalah
CAMBRA (Caries Management by ris Assessment). Filosofi CAMBRA
mengidentifikasi Sembilan faktor resiko (Tabel 1) yang merupakan hasil
pengukuran dari resiko bagi karies pada saat ini dan dimasa depan, dan setiap
faktor tersebut dibuktikan melalui penelitian.12 Faktor resiko karies
menggunakan singkatan yang disebuk “BAD” untuk menggambarkan tiga faktor
resiko yang dinyatakan dalam literature sebagai penyebab dari karies dental,
yaitu: Bad Bacteria, ini merupakan bakteri kariogenik; Absence of saliva,
hiposalivasi; kemudian Destructive lifestyle habits, kebiasaan dari gaya hidup
yang merusak, seperti diet yang tidak bergizi, seringnya konsumsi karbohidrat
yang mudah difermentasi, penggunaan obat-obatan, dll.

3
Indikator karies menggambarkan riwayat gigi yang pernah mengalami karies
dan aktivitas karies dalam rongga mulut yang dilihat secara klinis (Amalia, 2015).
Featherstone menggunakan singkatan “WREC” untuk menggambarkan keempat
indikator karies, yang terdiri dari: White spots yang terlihat pada permukaan
halus; Restoration yang dilakukan dalam 3 tahun terakhir; Enamel approximal
lesions (terbatas pada email) yang terlihat pada pemeriksaan radiografik; dan
Cavitation dari lesi karies pada radiograf yang sampai mengenai dentin. Jika
terdapat respon positif dalam salah satu dari 4 indikator tersebut, maka pasien
dalam kondisi risiko karies yang tinggi, kecuali telah dilakukan intervensi dan
perkembangannya dihentikan.

4
Faktor risiko karies yang dilakukan penilaian yaitu faktor-faktor biologis serta
faktor patologis yang berkontribusi dalam terjadinya karies. Faktor risiko karies
dapat digunakan untuk penentuan perawatan saat sudah terjadi penyakit.
Terdapat tiga faktor risiko yang dikatakan sebagai penyebab karies yaitu Bad
bacteria atau bakteri kariogenik; Absence of saliva atau hiposalivasi; dan
Destructive lifestyle habits atau kebiasaan gaya hidup yang dapat merusak
seperti diet tidak bergizi, konsumsi karbohidrat yang mudah difermentasi.
Faktor pelindung karies merupakan faktor biologis ataupun perawatan yang
dapat secara bersamaan dapat mengimbangi suatu kondisi patologis yang
muncul akibat dari faktor risiko karies. Semakin parah risiko karies, semakin
tinggi intensitas faktor pelindung yang diperlukan untuk menyeimbangkan kondisi
rongga mulut pasien atau untuk mengembalikan proses karies yang telah terjadi
(Amalia, 2015).
Menurut Hurribut (2015) seperti yang dikutip oleh Amalia (2015), penilaian
caries risk assessment (CRA) adalah komponen penting dalam manajemen
karies dan harus dipertimbangkan sebagai standar untuk perawatan dan
diikutsertakan sebagai bagian dari pemeriksaan dental. Ini penting dalam
pembuatan keputusan untuk membimbing dokter gigi dalam menentukan
diagnosis, prognosis, dan rencana perawatan bagi setiap pasien. Menggunakan
pemeriksaan risiko karies ini menyediakan efektifitas biaya dan kesuksesan
perawatan yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan yang lebih
tradisional dimana perawatan yang diterapkan pada setiap pasien identik dan
tidak mempertimbangkan faktor risiko mereka.

2.2 Perawatan Preventif pada Pasien Dewasa


llmu kedokteran gigi pencegahan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
“Preventive Dentistry”. Sebenarnya khusus untuk bidang ini adalah bahwa ingin
mencegah, bahwa pengobatan itu perlu. Sebagai konsep pencegahan
membatasi diri tidak hanya pencegahan penyakit, malah sekaligus bertujuan
mencegah keparahan penyakit dan membatasi akibatnya.
2.2.1 Ruang lingkup Preventif Dentistry
Ilmu pencegahan penyakit gigi dan mulut dibagi atas :
1. Pencegahan Primer
2. Pencegahan Sekunder

5
3. Pencegahan Tersier

1. Pencegahan Primer
Adalah pencegahan penyakit dan dengan demikian terjadi apabila kliennya
sehat. ini dapat diarahkan pada masyarakat, kelompok dan individu.
pencegahan primer diarahkan kepada :
1. Kelompok kecil atau besar
2. Individu

1. Pencegahan primer untuk kelompok kecil atau besar kebanyakan


merupakan penyuluhan, meskipun dapat juga diambil pengaturan lain
yaitu contohnya flouridasi air minum dan aplikasi fluoride secara
individual. Penyuluhan ada 2, yaitu prnyyuluhan secara umun dan
individu. Penyuluhan umum mempunyai judul-judul umum contohnya :
tentang pemilihan makanan, serta menjaga kesehatan secara umum.
Penyuluhan terarah mempunyai judul khusus, contohnya : Perlunya
menghilangkan karang gigi atau pembatasan makan makanan kecil
(Hiranya dkk, 2008)
2. Pencegahan primer untuk individu dapat banyak macamnya, contohnya:
- keinginan pembatasan makan makanan kecil
- pemeriksaan periodic
- pemberian instruksi tentang kesehatan mulut
- penghilangan karang gigi dan memoles.
-
2. Pencegahan Sekunder
Ini dapat terjadi bila kesehatan terganggu dan meliputi diagnosis dan
perawatan dini. Pencegahan sekunder merupakan tindakan yang dilakukan
untuk menghentikan perkembangan penyakit pada tahap insipien (tahap yang
baru dimulai) dan mencegah terjadinya komplikasi.
a. Early Diagnosis
Semakin dini penyakit didiagnosis dan diobati maka semakin baik
prognosisnya dan dapat membantu mencegah lebih banyak terjadinya
kasus.
b. Prompt Treatment

6
Upaya pencegahan sekunder untuk menahan proses penyakit, memulihkan
kesehatan dan mengobatinya sebelum perubahan patologis yang tidak
dapat diubah terjadi, serta mencegah penyebaran penyakit menular.
Contoh tindakan prompt treatment dalam kedokteran gigi adalah restorasi
gigi pada gigi dengan karies di satu titik (PRR/Preventif Resin Restorasi)
atau pada gigi dengan pulpitis reversibel. Hal ini dilakukan untuk mencegah
karies mencapai lapisan pulpa dan gigi menjadi non vital.

3. Pencegahan Tersier
Semua tindakan untuk mengurangi atau membatasi kerusakan, dan gangguan
kesehatan serta rehabilitasinya.
a. Disability Limitation
Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mencegah atau menghentikan
transisi proses penyakit dari gangguan ke cacat yang dapat mengakibatkan
terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
b. Rehabilitation
Gabungan koordinasi dari tindakan medis, sosial, pendidikan, dan kejuruan
untuk melatih kembali individu ke tingkat kemampuan fungsional tertinggi
agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang
menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial.

Dalam kedokteran gigi jelas ada hubungan yang sangat erat antara
prevensi primer, sekunder, dan tersier. Peran prevensi didalam kedokteran gigi
kuratif dan restorative adalah memasukkan cara berfikir,perilaku dan filosofi
dasar tentang kesehatan gigi dan mulut untuk pada pasien. Suatu perilaku
preventif membuat bahwa seseorang pada setiap perawatan menyadari bahwa
ia harus membantu demi kesehatan pasien seluruhnya dan bahwa perawatan
harus membantu sehingga elemen gigi dan gigi geligi secara keseluruhan
menajdi lebih lama, sehat atau fungsional. Jadi prevensi adalah bagian dari
setiap perawatan.

7
2.2.2 Menurut Roberson dkk dalam Putri dkk (2010) terdapat 6 metode
pencegahan dan perawatan karies dalam konteks medis, yaitu :
1. Membatasi Substrat
Metode pencegahan karies ini diindikasikan untuk pasien yang sering terpajan
sukrosa dan kualitas diet yang tidak baik. Tujuan dari perawatan pencegahan ini
untuk mengurangi jumlah, durasi, dan intensitas serangan asam, serta
mengurangi diet S. mutans. Cara yang dilakukan pada metode pencegahan ini
adalah menginstruksikan pasien untuk tidak makan sukrosa antara waktu makan
utama dan mengurangi atau menghilangkan sukrosa dari diet.
2. Modifikasi Bakteri
Indikasi pada perawatan ini adalah jumlah S.mutans dan lactobacillus yang
tinggi. Perawatan dengan anti mikroba yang intensif untuk mengurangi bakteri
kariogenik dalam mulut. Bisa dilakukan dengan menginstruksikan pasien untuk
kumur dengan chlrohexidine, pemberian fluoride topikal serta terapi antibiotik
(vancomycin, tetrasiklin).
3. Menghilangkan Plak
Perawatan pencegahan pada metode ini diindikasikan untuk pasien yang
memiliki indikasi plak yang tinggi, pasien dengan keadaan gingivanya lunak dan
kemerahan, serta pasien dengan skor perdarahan di gusi yang tinggi. Tujuan dari
perawatan ini adalah untuk mencegah pembentukan plak, mengurangi masa plak
dan meningkatkan buffering. Cara yang dapat dilakukan adalah mengedukasi
pasien bagaimana cara menyikat gigi dan penggunaan dental floss yang benar.
4. Memodifikasi Permukaan Gigi
Diindikasikan untuk lesi insipien dan gigi yang memiliki permukaan kasar
dengan tujuan untuk meningkatkan resistensi terhadap demineralisasi serta
mengurangi retensi plak. Cara yang dapat dilakukan pada metode pencegahan
ini antara lain dengan pemberian fluoride sistemik, fluoride topikal, dan
menghaluskan permukaan gigi.
5. Menstimuli Aliran Saliva
Pencegahan pada metode ini diindikasikan untuk mulut yang kering karena
jumlah saliva berkurang, mukosa merah, serta penggunaan obat-obatan yang
dapat mengurangi aliran saliva. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk
meningkatkan aksi pembersihan substrat dan asam, serta meningkatkan
buffering. Derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dapat
mempengaruhi proses demineralisasi dan remineralisasi (Merinda dkk, 2013).

8
Perawatan pencegahan yang dilakukan pada kasus tersebut adalah dengan cara
makan diet non-kariogenik yang butuh pengunyahan seperti permen karet non-
sukrosa karena dapat mengangkat sisa-sisa makanan yang sulit dibersihkan dan
memacu peningkatan saliva, serta mengkonsumsi obat-obatan yang menstimuli
aliran saliva.
6. Merestorasi Permukaan Gigi
Perawatan pecegahan pada metode ini diindikasikan pada lesi dengan
kavitas, pit dan fisur yang dalam, serta restorasi yang rusak. Tujuan dari
perawatan ini adalah untuk menghilangkan tempat infeksi S. mutans dan
Lactobacillus serta menghilangkan habitat S. mutans yang dapat menimbulkan
reinfeksi. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan
pencegahan pada metode ini, yaitu dengan cara perawatan fissure sealant atau
menutup pit dan fisur yang dalam menggunakan suatu bahan serta memperbaiki
semua kerusakan pada restorasi misalnya tepi tambalan yang tidak rata atau
terdapat overhang di bagian proksimal.

2.2.3 Menurut Drummond dalam Buku Handbook of Pediatric Dentistry


(Ramayanti, 2013)
1. Pencegahan Primer
a. Modifikasi Diet
a) Memperbanyak konsumsi makanan kariostatik, seperti lemak, protein,
dan fluor. Lemak dapat meningkatkan pH saliva setelah mengonsumsi
karbohidrat. Lemak harus dikonsumsi sebelum mengonsumsi makanan
yang manis. Protein meningkatkan urea saliva yang dapat menetralisir
asam. Mengkonsumsi makanan tinggi protein setelah makan karbohidrat
dapat mengembalikan pH menjadi 7 dengan cepat. Fluor dapat
mencegah terjadinya karies. Fluor secara alami terdapat dalam jumlah
yang kecil pada teh dan makanan laut. Fluor mempunyai efek antibakteri
dan antiplak.
b) Mengganti gula
c) Menurut Sroda (2010) seperti yang dikutip oleh Ramayanti (2013), xylitol
merupakan pengganti gula yang paling baik karena bakteri plak tidak
bias memetabolisme xylitol dan dapat mengurangi Streptococcus
mutans pada mulut.
d) Mengurangi konsumsi makanan manis dan asam

9
e) Mengkombinasikan makanan mentah dan renyah yang dapat
menstimulasi saliva.
b.Pemakaian Fluor
Menurut Brown (2008) seperti yang dikutip oleh Ramayanti (2013), fluor
berfungsi menghambat enzim pembentukan asam oleh bakteri,
menghambat kerusakan email lebih lanjut, serta membantu remineralisasi
pada lesi awal karies. Fluor dapat diberikan dalam bentuk fluoridasi air
minum, pasta gigi, obat kumur, dan tablet fluor.
c. Pit dan Fissure Sealant
Pit dan fissure sealant adalah penutupan pit dan fisur yang dalam yang
berisiko terhadap karies.
d. Pengendalian Plak
Pengendalian plak dapat dilakukan dengan tindakan secara mekanis, yaitu
dengan penyikatan gigi, scaling root planning, dan penggunaan alat-alat
bantu lain, seperti benang gigi dan sikat interdental.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pengobatan dan
perawatan gigi mulut (penambalan pada gigi berlubang).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan cara perawatan pulpa (akar gigi) atau
melakukan pencabutan gigi.

2.3 Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien


Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter/dokter gigi-pasien merupakan
salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter/dokter gigi. Pemberian
informasi kepada pasien merupakan suatu pendidikan non formal yang diberikan
pada pasien dan bertujuan dapat menambah pengetahuan mengenai kesehatan
gigi dan mulut, meningkatkan sikap dan motivasi kedisiplinan terhadap
kesehatan gigi dan mulut serta meningkatkan keterampilan menyikat gigi.
Dampak komunikasi yang baik antara dokter dan pasien adalah rasa senang
pasien saat komunikasi berlangsung. Dengan munculnya rasa senang ini akan
timbul ingatan dan dari ingatan ini akan muncul pula perubahan perilaku
(Dwiatmoko, 2011).
Komponen komunikasi terdiri atas empat komponen, yaitu: (1) pemberi
pesan (komunikator) yaitu dokter gigi; (2) pesan yang disampaikan yaitu berupa

10
nasehat, bimbingan, dorongan, informasi perawatan; (3) bantuan media leaflet,
booklet, model, dan poster. Pesan disampaikan secara tatap muka atau personal
dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan konseling; (4) penerima
pesan (Dwiatmoko, 2011).
Menurut Rusmana (2009), empat keinginan pasien yang harus dipenuhi
untuk membangun hubungan yang baik antara dokter dan pasien adalah
(Fourianalistyawati, 2011):
1. Merasa ada jalinan dengan dokter dan mengetahui bahwa pasien
memperoleh perhatian penuh dari dokter.
2. Mengetahui bahwa dokter dapat fokus pada setiap tindakan pengobatan
dan interaksinya.
3. Merasa rileks dan bebas dari kekhawatiran pada suasana ruang praktek.
4. Mengetahui bahwa dokternya dapat diandalkan.
Berdasarkan hasil Konsil Kedokteran Indonesia (2006), yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien
adalah (Fourianalistyawati, 2011):
1. Sikap profesional dokter, sikap yang menunjukkan kemampuan dokter
dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai peran dan fungsinya, mampu
mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, dan mampu menghadapi
berbagai tipe pasien, serta mampu bekerjasama dengan profesi
kesehatan yang lain. Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap
profesional penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya
pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi
secara efektif.
2. Pengumpulan informasi, yang di dalamnya terdapat proses anamnesis
yang akurat dan sesi penyampaian informasi.
3. Penyampaian informasi yang akurat.
4. Proses langkah-langkah komunikasi, yang terdiri dari salam, ajak bicara,
menjelaskan, dan mengingatkan pasien.

2.4 Menyikat Gigi


2.4.1 Definisi Menyikat gigi
Menyikat gigi adalah metode mekanik yang efisien dalam mengkontrol
plak yang dapat mengurangi jumlah plak secara signifikan. Kontrol plak baik

11
secara mekanik maupun secara kimiawi dapat mencegah timbulnya gingivitis dan
karies (Srivastava, 2013).

2.4.2 Alat dan Bahan Menyikat Gigi


Sikat gigi adalah alat yang paling umum digunakan untuk membersihkan gigi. Di
pasaran dapat ditemukan berbagai macam sikat gigi, baik manual maupun
elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk. Walaupun banyak jenis sikat gigi di
pasaran harus diperhatikan keefektifan sikat gigi untuk membersihkan gigi dan
mulut, seperti:
a. Kenyamanan bagi setiap individu meliputi ukuran dan tekstur bulu sikat
b. Mudah digunakan
c. Mudah dibersihkan dan cepat kering sehingga tidak lembab
d. Awet dan tidak mahal
e. Bulu sikat lembut agar tidak merusak jaringan lunak tapi cukup kuat
atau kaku. Kekakuan medium adalah yang dianjurkan
f. Kepala sikat jangan terlalu besar. Untuk anak-anak 15-24mm x 8mm.
jika gigi molar kedua sudah erupsi maksimal 20mm x 7mm. sedangkan
untuk balita 18mm x 7mm (Megananda, 2011).
Fluoride adalah bahan yang penting dalam menghambat pertumbuhan
karies. Fluoride dapat digunakan secara sistemik (ditelan) ataupun topikal
(diaplikasikan di permukaan gigi). Pasta gigi adalah salah satu jenis dari fluoride
topikal. Kontak langsung fluoride dengan enamel saat menyikat gigi terbukti
dapat menurunkan resiko karies 19-27%. Hal ini karena kemampuan fluoride
untuk melakukan proses remineralisasi pada enamel. Pasta gigi dengan
konsentrasi sebesar 1000 – 1500 ppm diketahui sebagai sumber fluoride yang
paling efektif. (Maldupa dkk, 2012).

2.4.3 Waktu menyikat gigi yang tepat


Frekuensi menyikat gigi yang tepat dilakukan minimal sebanyak dua kali sehari,
yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Lama
penyikatan gigi yang dianjurkan adalah 2 – 3 menit (Ozdemir, 2014)

2.4.4 Keterampilan menyikat gigi


Menurut Krishna dan Dasar (2010), dalam menyikat gigi yang harus diperhatikan
adalah:

12
a. Cara penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua permukaan gigi dan
gingiva secara efisien terutama daerah interdental
b. Pergerakan dari sikat tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan atau
abrasi gigi.
c. Cara penyikatan harus sederhana, tepat dan efisien dalam hal waktu
Beberapa teknik menyikat gigi diantaranya (Popovic, 2012):

a. Teknik vertical
Menggerakkan sikat ke atas dan ke bawah dengan posisi geligi rahang atas dan
bawah oklusi
b. Teknik horizontal
Adalah keterampilan yang paling sering digunakan. Kepala sikat diletakkan tegak
lurus permukaan gigi lalu disikat dengan arah horizontal
c. Teknik roll atau modifikasi stillman
Kepala sikat diletakkan dengan sedikit tekanan pada gingiva dengan sudut 45
derajat lalu digerak-gerakkan perlahan, setelah itu lakukan gerakan melengkung
dari jaringan ke arah mahkota
d. Teknik charter
Kepala sikat diletakkan 45 derajat di permukan gigi dengan arah bulu sikat
menghadap permukaan oklusal lalu sikat digerakkan dengan gerakan lingkaran-
lingkaran kecil
e. Teknik bass
Kepala sikat diletakkan dengan sudut 45 derajat di bagian sulkus gingiva lalu
sikat digerakkan bolak-balik dari arah sulkus ke permukaan gigi
f. Teknik modifikasi bass
Adalah kombinasi antara teknik bass dan teknik modifikasi stillman

Menurut banyak penelitian teknik modifikasi bass adalah teknik menyikat gigi
yang paling efektif. Teknik ini dinilai paling baik dalam membesihkan debris di
antara gigi dan gingival (sulcus gingival) juga bagian permukaan gigi (Srivastava
dkk, 2013). Berdasarkan teknik ini cara menyikat gigi adalah sebagai berikut,
a. Meletakkan bulu sikat di bagian sulkus gingiva (sebagian menyentuh
permukaan gingiva dan sebagian menyentuh permukaan gigi) dengan
arah bulu sikat membentuk sudut 45 derajat terhadap permukaan gigi
b. menekan bulu sikat pada sulkus gingiva dengan tekanan ringan.

13
c. menggerakkan sikat dengan gerakan maju mundur kecil tanpa
memindahkan sikat dari sulkus.

Gambar 2.1 Meletakkan Bulu Sikat di Sulkus


d. setelah melakukan gerakan maju mundur kecil, bulu sikat disapukan dari
bagian sulkus ke arah permukaan gigi hingga ujung bagian oklusal.
Gerakkan ini akan membuang kotoran dari sulkus gingival

Gambar 2.2 Menggerakkan Sikat dari Permukaan Sulkus ke Permukaan Gigi


e. untuk bagian lingual dan palatal anterior sikat dipegang dengan arah
vertikal lalu digerakkan dari sulkus ke permukaan gigi.

Gambar 2.3 Menyikat Gigi Anterior Gambar 2.4 Menyikat Gigi Anterior
Palatal Lingual
f. Untuk bagian oklusal, bulu sikat diletakkan tegak lurus terhadap
permukaan oklusal dan sikat digerakkan maju mundur.
g. Melakukan penyikatan terhadap permukaan lidah dari arah belakang ke
depan.

14
Bagian-bagian gigi yang harus di sikat adalah bagian bukal (bagian luar
gigi), bagian lingual dan palatal (bagian dalam gigi), bagian oklusal (permukaan
kunyah) dan lidah. Hal yang sering terlupakan ketika menyikat gigi adalah
menyikat bagian lingual dan palatal (bagian dalam gigi) serta menyikat lidah. Hal
ini karena bagian dalam gigi adalah bagian yang sulit untuk dijangkau, tidak
terlihat dan tidak berpengaruh terhadap penampilan sehingga sering terabaikan
ketika menyikat gigi. Padahal bagian dalam gigi dapat menumpuk 40 persen plak
dari total plak keseluruhan di dalam mulut. Selain itu menyikat lidah juga perlu
dilakukan karena penumpukan kotoran di permukaan lidah (tongue coating)
dapat menyebabkan halitosis (Muhammad dan Lawal, 2010).

Penggunaan benang gigi


Diet Nutrisi , kariogenik dan non kariogenik

2.5 Penggunaan Benang Gigi (Dental Floss)


Menurut Howink (1993) seperti yang dikutip oleh Muharomah (2018),
penggunaan benang gigi (flossing) sangat dianjurkan dalam menunjang
kebersihan gigi dan mulut. Tujuan dari flossing adalah untuk membersihkan sela-
sela gigi atau daerah interdental yang sulit dijangkau oleh sikat gigi terutama
pada susunan gigi yang tidak rata (crowding). Flossing dilakukan sama halnya
pada saat melakukan sikat gigi, yaitu 2 kali sehari sebelum menyikat gigi.
Menurut Srigupta (2004), salah satu cara menggunakan benang gigi adalah
dengan merentangka benang tersebut di antara ibu jari telunjuk atau di antara
dua jari telunjuk dan lewatkan benang pada sela-sela gigi dengan lembut
kemudian gerakkan dengan kuat ke belakang dan ke depan. Pada saat benang
masuk ke daerah gigi bagian dalam, gerakan benang ke atas dengan kuat
sepanjang gigi hingga daerah yang bersentuhan dan gerakan ke bawah dengan
lembut ke dalam lekukan (Eka, 2018).

15
2.6 Diet Nutrisi Untuk Kesehatan Gigi dan Mulut
Tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah atau setidaknya
menjaga kesehatan gigi dan mulut, adalah dengan mengurangi makanan yang
banyak mengandung karbohidrat terutama sukrosa. Jenis makanan yang dapat
mempengaruhi terjadinya karies yaitu:
a. Jenis Makanan yang Bersifat Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang mempunyai ciri-ciri PH
rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Adapun jenis makanan
yang mempunyai PH rendah adalah sebagai berikut:
1. Sukrosa/gula Sukrosa adalah gabungan dua macam gula yaitu
glukosa dan fruktosa, dan mudah dipecah menjadi kedua unsur
tersebut di dalam unsur sebelum di serap oleh tubuh. Terdapat
berbagai bentuk putih atau coklat. Sukrosa lebih berbahaya bagi gigi
karena memproduksi lebih banyak pelekat glukosa dan membuat plak
dalam mulut semakin tebal dan lengket. Sukrosa adalah gula yang
terbanyak dan paling di sukai sebagai bahan tambahan pada pabrik
makanan di seluruh dunia.
2. Glukosa Gula ini banyak terdapat di alam, juga ditambah pada
sejumlah makanan dan minuman. Glukosa tidak semanis sukrosa
(lebih kurang 70 %), tetapi di gunakan untuk memperkuat rasa buah-
buahan pada minuman ringan dan selai.
3. Fruktosa Gula ini ditemukan pada buah-buahan dan sayursayuran
tertentu, dan dalam madu. Rasanya 1,7 kali lebih manis dari sukrosa

16
dan juga sebagai penambahan rasa pada selai, minuman, buah-
buahan dan lain-lain. Hubungan Konsumsi Makanan
b. Jenis Makanan yang Bersifat Non-Kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang banyak mengandung
protein dan lebih sedikit karbohidrat dan tidak lengket. Secara alami
terdapat dalam beberapa buah-buahan masak (cherry, pir, dan apel).
Proses penyerapan di dalam usus berlangsung tidak sempurna dan
sangat lambat. Saat ini sorbitol dianggap kurang bersifat merusak gigi
(kariogenik karena bebas gula, kecuali bila di konsumsi berulang kali).
1. Manitol (Gula Manna)
Jenis manitol terdapat didalam labu, bawang, seledri dan zaitun.
Manitol mempunyai rasa manis separuh dari sukrosa. Kandungan
utamanya adalah manna, seperti manitol juga diserap perlahan-lahan
dan tidak sempurna didalam usus dan relatif aman bagi gigi dan
kesehatan umum.
2. Xilytol
Xilytol banyak terdapat di alam, misalnya dalam roseberry, plum
kuning dan sejenis kol. Hasil dari penelitian terus-menerus
menunjukkan bahwa xilytol tidak menghasilkan asam sama sekali
pada plak, sehingga sangat aman sekali pada gigi (Besford, 2006).

17
BAB 3
HASIL PEMERIKSAAN

3.1 Keadaan Gigi Geligi


Keadaan gigi geligi saat pasien pertama kali datang di departemen
konservasi gigi (30 Juli 2018) adalah sebagai berikut:

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

D3 D3 D3 D4 D5 KS D5 D3 D3 D4 TE

TE D4 SA D3 MP MP MP MP D3 SA D3 D3

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan:
D3: Lesi email (terbuka)
D4: Lesi dentin terbatas
D6: Lesi mencapai pulpa
TE: Tidak/Belum erupsi
MP: Malposisi
I: Impaksi

OHI-S:
Hasil pemeriksaan OHI-S 30 Juli 2018
Indeks debris Indeks kalkulus
RA RB RA RB
EL B L EL B L EL B L EL B L
16 1 37 1 16 0 37 1
11 1 31 1 11 0 31 1
26 1 47 1 26 0 47 1
OHI-S = DI-S + CI-S = 6/6 + 3/6 = 1,5 (kebersihan rongga mulut sedang)

3.2 Keadaan Saliva


Viskositas saliva : Berbusa (tidak normal)
Kondisi tidak normal termasuk berbusa dan kental.

18
pH saliva : Tidak diperiksa
Kondisi normal pada rentang 7-8; tidak normal pada rentang 4-6.5

3.3 Kebiasaan Sehari-hari


Saat pertama kali pasien datang (30/07/2018) :
a. Pembersihan gigi dan mulut
Toothbrushing : 2x sehari (mandi pagi dan mandi sore)
Flossing :-
Obat kumur :-
b. Perawatan pencegahan karies
Intake fluoride : sikat gigi menggunakan pasta gigi dan dari
air minum
Penutupan pit dan fisur :-
c. Snacking
Gula dan cemilan diantara waktu makan : Ya, >1x/hari
Minuman asam tinggi : <2x/hari
Minuman kafein : >2x dalam seminggu
Asupan air : <2L sehari
Konsumsi makanan/minuman berbahan dasar susu : -
Konsumsi permen karet xylitol :-

Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan Faktor Risiko Gigi dan Mulut (sebelum)

19
Gambar 6.2 Hasil Pemeriksaan Perawatan non Invasif (sebelum)

20
BAB 4
RENCANA PERAWATAN

4.1 Macam Rencana Perawatan


1. Pro Periodonsia: SRP
2. Pro Konservasi Gigi:
- PSA dan onlay gigi 14
- PSA dan DCC gigi 11
- pulp capping dan & tumpatan direk komposit gigi 21
- tumpatan direk komposit gigi 26, 47
3. Pro Bedah Mulut: ekstraksi sisa akar gigi 36, 46
4. Pro Prosto setelah sisa akar diekstraksi
5. Pro Ortodonti: Piranti ortodonti cekat (tidak dikerjakan)
6. Pro IKGMP
a. KIE dan DHE
b. Fissure sealant gigi 27
c. PRR tipe A gigi 16, 17, 24, 25, 35, 37, dan 45
d. Topikal aplikasi fluoride

4.2 Alasan Dipilihnya Perawatan (IKGMP)


1. KIE dan DHE
a. Pasien perlu mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya
perawatan preventif kesehatan gigi dan mulut agar kesadaran dirinya
meningkat
b. Pasien dapat mengetahui bagaimana penyakit gigi dan mulut terjadi
c. Pasien dapat mengetahui bagaimana cara melakukan pencegahan
serta menghilangkan atau mengurangi penyakit gigi dan mulut
d. Pasien dapat mengetahui cara merawat kesehatan gigi dan mulut
yang baik dan benar.
e. Pasien memahami akibat yang akan timbul bila lalai dalam menjaga
kesehatan gigi dan mulut.
2. PRR tipe A: Menghilangkan jaringan karies superfisial pada enamel,
mencegah kerusakan gigi lebih lanjut, dan melakukan restorasi pada gigi
tersebut.

21
3. Topikal aplikasi fluoride: Meningkatkan resistensi gigi terhadap karies.

22
BAB 5
PROSEDUR TINDAKAN

6.1 KIE dan DHE


1. Mempersiapkan alat dan bahan DHE kit.
2. Melakukan DHE dengan DHE kit tentang proses terjadinya karies,
perawatan dan pencegahan karies, proses terjadinya plak dan karang
gigi, terjadinya radang gusi dan jaringan penyangga, akibat bila lalai
dalam menjaga kesehatan gigi dan muut, cara menyikat gigi yang benar,
penggunaan dental floss yang benar, dan nutrisi atau makanan yang baik
untuk kesehatan gigi dan mulut.

5.2 PRR Tipe A di gigi 16, 17, 24, 25, 35, 37, dan 45
1. Aplikasi disclosing agent.
2. Pulas menggunakan brush dengan pumice.
3. Menghilangkan karies dengan menggunakan high speed round bur.

4. Mengeringkan dan isolasi daerah kerja.

5. Aplikasi etsa 15 detik lalu dibilas dan dikeringkan.

6. Reisolasi daerah kerja.

23
a. Aplikasi bonding agent dan light curing selama 20 detik.

7. Aplikasi komposit flow dan light curing selama 40 detik.

8. Cek oklusi dan poles.

Gambar prosedur

1.3 Fissure Sealent Gigi 27


1. Isolasi gigi dengan gulungan kapas disertai saliva ejector
2. Keringkan gigi
3. Aplikasi etsa 15 detik lalu dibilas dan dikeringkan.

4. Reisolasi daerah kerja.


5. Aplikasi bonding agent dan light curing selama 20 detik.

24
6. Aplikasi komposit flow dan light curing selama 40 detik.

7. Cek oklusi dan poles.

Gambar prosedur

5.3 Topikal Aplikasi Fluoride RA RB


1. Aplikasi disclosing agent ke seluruh gigi RA dan RB.

25
2. Pulas menggunakan brush dengan pumice hingga bersih.

3. Mengeringkan dan isolasi daerah kerja.

4. Aplikasi NaF pada gigi secara bertahap per regio dan didiamkan selama 3
– 5 menit.

5. Instruksi pasien untuk tidak makan dan minum selama 30 menit untuk
memperpanjang kontak fluor dengan permukaan gigi.

Gambar prosedur

26
BAB 6
HASIL EVALUASI

6.1 Keadaan Gigi Geligi


Keadaan gigi geligi saat pasien pertama kali datang di departemen IKGMP
(5 Februari 2020) adalah sebagai berikut:

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
DC
D3 D3 D3 RK On RK D3 D3 RK TE
C
TE RK H D3 MP MP MP MP D3 H D3 D3

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan:
D3: Lesi email (terbuka)
D4: Lesi dentin terbatas
D6: Lesi mencapai pulpa
RK: Resin komposit (telah dikerjakan di departemen konservasi gigi)
On: Onlay (telah dikerjakan di departemen konservasi gigi)
DCC : Dowel Cast Crown (telah dikerjakan di departemen konservasi gigi)
MP: Malposisi
H : Hilang
TE : Tidak Erupsi

OHI-S:
Hasil pemeriksaan OHI-S 5 februari 2020
Indeks debris Indeks kalkulus
RA RB RA RB
EL B L EL B L EL B L EL B L
16 1 37 1 16 0 37 1
11 0 31 1 11 0 31 1
26 1 47 1 26 0 47 0

OHI-S = DI-S + CI-S = 5/6 + 2/6 = 1,1 (kebersihan rongga mulut baik)

27
6.2 Keadaan Saliva
Viskositas saliva : berbusa (tidak normal)
Kondisi tidak normal termasuk berbusa dan kental.
pH saliva : tidak diperiksa
Kondisi normal pada rentang 7-8; tidak normal pada rentang 4-6.5

6.3 Kebiasaan Sehari-hari


a. Pembersihan gigi dan mulut
Toothbrushing : 2x sehari (setelah sarapan, sebelum tidur malam)
Flossing :-
Obat kumur :-
b. Perawatan pencegahan karies
Intake fluoride : sikat gigi menggunakan pasta gigi
berfluoride dan dari air minum
Penutupan pit dan fisur :-
c. Snacking
Gula dan cemilan diantara waktu makan : Ya, >1x/hari
Minuman asam tinggi : <2x/hari
Minuman kafein : 1x dalam seminggu
Asupan air : >2 L sehari
Konsumsi makanan/minuman berbahan dasar susu : -
Konsumsi permen karet xylitol :-
Lembar pemeriksaan Faktor risiko dicopy , diisi sesuai kasus

Gambar 6.1 Hasil Pemeriksaan Faktor Risiko Gigi dan Mulut (evaluasi)

28
Gambar 6.2 Hasil Pemeriksaan Perawatan non Invasif (evaluasi)

6.4 Kesimpulan Hasil Evaluasi


Pasien mau mengubah sikap dan perubahan sikap didapatkan setelah
dilakukan upaya promotif dan preventif. Hal ini dapat terlihat dalam:
1. penurunan skor OHI-S dari 1,5 menjadi 1,1. Yang artinya kriteria OHI-S
pasien berubah dari kriteria sedang menjadi kriteria baik.
2. Pasien menyikat gigi pada waktu yang tepat yaitu pagi hari setelah sarapan
dan malam hari sebelum tidur.
3. Konsumsi kafein pasien berkurang dimana saat kunjungan pertama
>2x/minggu menjadi 1x/minggu.
4. Terdapat peningkatan asupan air dimana saat kunjungan pertama <2L/hari
menjadi >2L/hari.
5. Pertama kali pasien datang ke departemen konservasi gigi (30 Juli 2018),
pasien diperiksa dan diberikan informasi mengenai keadaan gigi geliginya,
diagnosis, rencana perawatan, dan diberikan DHE dan KIE. Pasien mau
mengubah sikap dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya (skala 3) dan
sesuai hasil pemeriksaan awal, didapatkan penyakit/karies aktif pada
beberapa giginya (skala A). Pada pemeriksaan awal yang dilakukan sebelum
perawatan preventif di departemen IKGMP (13 Februari 2020), didapatkan
skala yang sama yaitu A3 (masih terdapat penyakit/karies aktif dan pasien
mau mengubah sikap). Karies aktif yang tersisa (pada gigi 16, 17, 24, 25, 35,
37, dan 45) dilakukan perawatan PRR tipe A di departemen IKGMP. Selain
itu, di departemen IKGMP, dilakukan perawatan preventif lainnya yaitu
fissure sealant pada gigi 27 dan topikal aplikasi fluoride di seluruh gigi
sehingga diharapkan pada akhir perawatan, sikap pasien berada pada skala

29
A1 (pasien bersedia menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan benar dan
tidak ada karies aktif).
6. Hasil penilaian resiko karies pasien saat pertama kali datang didapatkan
indikator karies yang cukup tinggi, dilihat dari adanya beberapa gigi dengan
kedalaman karies yang bervariasi, dari lapisan enamel, dentin, hingga pulpa.
Hal tersebut didukung dengan adanya faktor resiko karies berupa kebiasaan
menjaga kebersihan gigi dan mulut masih kurang, seperti cara dan waktu
menyikat gigi yang belum tepat, konsumsi air yang kurang, serta konsumsi
kafein tanpa diimbangi faktor pelindung karies yang adekuat, seperti fissure
sealant dan konsumsi nutrisi yang mengandung kalsium (produk susu dan
olahannya).
Setelah perawatan IKGMP selesai, diharapkan terjadi perbaikan pada
penilaian resiko karies pasien. Hal ini dapat terjadi karena gigi-gigi dengan
karies aktif telah dilakukan perawatan berupa preventif resin restorasi (PRR)
tipe A, tumpatan direk komposit, dan perawatan saluran akar (PSA). Selain
itu, telah dilakukan perawatan preventif berupa pemberian DHE dan KIE,
aplikasi fissure sealant, dan topikal fluoride. Sedangkan faktor resiko karies
juga berkurang karena pasien telah mengurangi konsumsi kafein dan
makanan manis juga meningkatkan konsumsi airnya setiap hari.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A.R., Mochamad, Heriandi. An Indonesian Version of Caries


Management by Risk Assessment (CAMBRA) for Children Aged 0-5 Years:
Assesing Validity and Reliability. Journal of International Dental and
Medical Research, 2017, 11 (1), 90-99.
.
Angela, A. Pencegahan Primer pada Anak yang Berisiko Karies Tinggi. Jurnal
Kedokteran Gigi Dentin, 2005, 38 (3), 130-134.

Depkes. 208. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitan dan Pengembangan


Kesehatan, Jakarta, hal. 150.

Dwiatmoko S, Kristiana D. Pengaruh komunikasi kesehatan secara lisan dan


tulisan terhadap pengetahuan, sikap dan kebersihan gigi tiruan para
pemakai gigi tiruan lepasan. Dentika dental journal. 2011 Jul 6;16(1):14-7.

Eka Kusumasari Np. Description Of Knowledge Level Of Dental Health Care And


Oral Hygiene On Midwifery In Puskesmas I Melaya 2018 (Doctoral
Dissertation, Politeknik Kesehatan Denpasar).

Erry HW, Ardinansyah A, Umniyati H. Pencegahan Karies Gigi Permanen


Dengan Aplikasi Bahan Pit And Fissure Sealant Pada Siswa Sekolah
Dasar. Info Abdi Cendekia. 2019 Jun 30;1(1).

Featherstone JDB, Gansky SA, Hoover CI R-, Hilo M, Weintraub JA WR et al. A


randomized clinical trial of caries management by risk assessment. Caries
Res.2005;39:295.

Fourianalistyawati E. Komunikasi Yang Relevan Dan Efektif Antara Dokter Dan


Pasien. Jurnal Psikogenesis. 2012;1(1):82-7.

Ismail AI, Sohn W, Tellez M, Amaya A, Sen A, Hasson H PN. The International
Caries Detection and Assessment System (ICDAS): an integrated system
for measuring dental caries. Community Oral Epidemiol. 2007;35(3):170–
178.

Hiranya, Megananda, dkk. 2008. Buku Ajar Preventive Dentisttry. Forum


Komunikasi Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan – Depkes Ri.

Hiranya, Megananda, dkk. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Maldupa, Ilze, dkk. 2012. Evidence Based Toothpaste Classification, According


to Certain Characteristics of Their Chemical Composition. Departement of
Therapeutic Dentistry, Institute of Stomalogy, Riga Stradins University,
Latvia. Hal. 13-16.

Marya, C.M. A Textbook of Public Health Dentistry. Jaypee, New Delhi, 2011. 13-
205.

31
Merinda, W. Hubungan Ph dan Kapistas Buffer Saliva terhadap Indeks Karies
Siswa SLB-A Bintaro Jember. SRA- Medica, 2013.
Muhammad, S., Lawal, T. 2010. Oral Hygiene and The Use of Plants. Scientific
Research and Essays Vol. 5(14), Academic Jounals. Hal. 1789.
Muharomah YM. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi Dan Flossing Serta Pola
Makan Kariogenik Dengan Kejadian Gingivitis Pada Pengguna Orthodontik
(Studi Kasus di Klinik Gigi drg Ariani Tandu Kota Semarang 2018) (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
Ozdemir, Dogan. 2014. Dental Caries and Preventive Strategies. Journal of
Educational And Instructional Studies In The World, Vol. 4. Hal. 22.
Putri, H., Herijulianti, Nurjannah. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. 2010. EGC, Jakarta
Ramayanti S, Purnakarya I. Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies Gigi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2013 Mar 1;7(2):89-93.

Soebroto. 2009. Ilmu Pencegahan Karies Gigi Cetakan I. Medan : USU Press

Srivastava, N., Vaslshat, A., Gupta, G., Rana, V. 2013. A Comparatie Evaluation
of Efficacy of Different Teaching Methods of Tooth Brushing in Children
Contributors. Subharti Dental College and Hospital, Uttar Pradesh, India.
Hal. 1.

32
LAMPIRAN

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai