Anda di halaman 1dari 55

ARAB MASA PRA-ISLAM

Sebelum agama islam datang, bangsa Arab


telah mempunyai berbagai macam agama,
adat istiadat, akhlak, dan peraturan-peraturan
hidup.

A. Kondisi Geografis Jazirah Arab

Jazirah Arab terletak di Benua Asia


bagian barat, tepatnya di Timur Tengah yang
berbatasan langsung dengan benua Afrika dan
dekat dengan benua Eropa. Wilayah Jazirah
Arab (semenanjung Arab) 1.745.900 km2,
dihuni oleh sekitar empat belas juta jiwa. Arab
Saudi dengan luas daratan sekitar 1.014.900
km2 (tidak termasuk al-Rabb al-Kali).

Jazirah Arab berbentuk empat persegi


panjang, sebelah utara berbatasan dengan
daerah-daerah yang terkenal dengan “Bulan
Sabit yang subur” (Fertile Crescent) yaitu
daerah Mesopotamia, Syria, dan Palestina,
dengan tanah perbatasan yang berpadang
pasir; sebelah timur dan selatan dibatasi oleh
Teluk Parsi dan Samudera Hindia; sebelah
barat dibatasi Laut Merah.

Pada zaman dahulu, Jazirah Arab terbagi


kedalam enam bagian yaitu: Hijaz, Yaman,
Najd, Tihamah, Ihsa, dan Yamamah (Arudh).
Memiliki karakter masing-masing yaitu
sebagai berikut.

1. Hijaz, terletak disebelah tenggara dari


Thursina di tepi Laut Merah. Letaknya
kota yang terkenal dengan nama Makkah
atau Bakkah, Yastrib atau Madinah, dan
Thaif.

2. Yaman, terletak disebelah selatan Hijaz.


Dinamakan Yaman karena daerah itu
letaknya disebelah kanan Ka’bah bila kita
menghadap ke Timur.

3. Hadhramaut, terletak di sebelah Timur


derah Yaman dan di tepi Samudra
Indonesia.
4. Muhram, terletak disebelah timur
daerah Hadhramaut.

5. Oman, terletak di sebelah utara


bersambung dengan Teluk Persia dan di
sebelah tenggara dengan Samudra
Indonesia.

6. Al-Hasa terletak di pantai Teluk Persia


dan panjangnya sampai ke tepi sungai
Eufrat.

7. Najd, terletak di tengah-tengah antara


Hijaz, al-Hasa, Sahara negeri Syam, dan
negeri Yamamah. Daerah ini merupakan
dataran tinggi.

8. Ahqaf, terletak di daerah Arab sebelah


selatan dan di sebelah barat daya dari
Oman. Daerah ini merupakan dataran
rendah.

Secara garis besar, wilayah Jazirah Arab


terbagi dua bagian yaitu bagian tengah dan
bagian tepi. Bagian tengah terdiri dari tanah
pegunungan yang jarang terjadi turun hujan,
penduduknya disebut kaum Badui (penduduk
gurun/padang pasir), terdiri dari kaum
pengembara yang selalu berpindah-pindah.
Bagian tengah Jazirah Arab terbagi dua
bagian: bagian utara disebut Najed dan bagian
selatan disebut Al-Ahqaf. Bagian selatan
penduduknya sangat sedikit, sehigga dikenal
dengan nama ar-Rab’ul Khali (tempat yang
sunyi). Bagian tepi merupakan sebuah pita
kecil yang melingkari Jazirah Arab yang di
pertemuan Laut Merah dengan Laut Hindia
pita itu agak lebar. Pada bagian tepi ini, hujan
turun teratur dan penduduknya hidup menetap
yang disebut Ahlul Hadhar (penduduk negeri).

Menurut Ahmad Amin yang dikutip Badri


Yatim , bahwa sebagian besar daerah Jazirah
Arab merupakan padang pasir Sahara yang
dibagi menjadi tiga bagian.

1.     Sahara langit memanjang 140 mil


dari utara ke selatan dan 180 mil dari barat
ke timur, isebut juga sahara nufud. Oase
dan mata air sangat jarang, tiupan angin
seringkali menimbulkan kabut debu yang
mengakibatkan daerah sukar ditempuh.
2.    Sahara selatan yang membentang
penyambung sahara langit kea rah timur
sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya
merupakan dataran keras, tandus dan pasir
bergelombang. Daearah ini juga disebut
dengan al-Rub’ al-Khali (bagian yang
sepi).
3.    Sahata Harrat, suatu daerah yang
terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam
bagaikan terbakar. Gugusan-gugusan batu
hitam itu menyebar keluasan sahara ini,
seluruhnya mencapai 29 buah.

Jazirah Arab terkenal dengan padang pasirnya


(gurun), dengan keadaan alamnya yang gurun
(padang pasir) penduduknya memiliki
keistimewaan tersendiri, yaitu mereka
mempunyai nasab murni, karena Jazirah Arab
tidak pernah dimasuki orang asing. Bahasa
mereka pun murni dan terpelihara dari
kerusakan bahasa yang disebabkan oleh
percampuran dengan bangsa-bangsa lain.

Sifat yang menonjol dari penduduk padang


pasir adalah pemberani, yang ditimbulkan
oleh keadaan mereka yang sering sendirian di
pesawangan atau padang pasir. Mereka juga
selalu mengganggu dan menyerang penduduk
negeri yang disebabkan sulitnya kehidupan di
padang pasir. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun
yang dikutip Syalabi menyatakan bahwa
penduduk padang pasir dipandang sebagai
orang-orang biadab yang tidak dapat
ditalukkan atau dikuasai oleh penduduk
negeri. Dengan sifat-sifatnya itu, mereka tidak
dikenal oleh kaum pelancong dan penulis-
penulis.
B. Sitem Politik dan Kemasyarakatan

Bangsa Arab termasuk rumpun bangsa


Smit, yaitu keturunan Sam ibnu Nuh,
serumpun dengan bangsa Babilonia, Kaldea,
Asyuria, Ibrani, Phunisia, dan Habsy. Para
sejarawan Arab membagi bangsa Arab
menjadi dua kelompok besar, yaitu Arab
Baidah dan Arab Baqiyah. Arab Baidah
adalah bangsa Arab yang sudah punah jauh
sebelum islam lahir. Riwayatnya tidak banyak
diketahui kecuali yang termaktub di dalam
kitab-kitab suci agama Samawi, semisal kaum
‘Ad dan Tsamud. Adapun Arab Baqiyah
terbagi dua, yaitu Arab Aribah dan Arab
Musta’ribah. Arab Aribah dinamakan
Qathaniyah yang dinisbatkan kepada Qathan,
moyang mereka. Bangsa Arab meyakini
bahwa dari bahasa Qathan inilah asal bahasa
mereka. Sementara Arab Musta’ribah adalah
keturunan Ismail as ibnu Ibrahim as, dan
mereka dinamakan pula Ismailiyyah.
Sistem politik Jazirah Arab pra-islam
sudah terwujud, yaitu dengan adanya kabilah-
kabilah. Kabilah atau suku sebagai ikatan
darah (keturunan) atau ikatan kesukuan,
berkewajiban melindungi warganya dan
orang-orang yang menggabungkan diri atau
meminta perlindungan. Sebuah kabilah
dipimpin oleh seorang Syaikh al-Qobilah,
yang biasanya dipilih dari salah seorang
anggota yang usianya paling tua. Apabila
salah seorang warga atau pengikutnya
dianiaya atau dilanggar haknya maka
kewajiban kabilan atau suku itu menuntut
bela. Karenanya, sering terjadi peperangan
antar suku yang kadang kadang berkelanjutan
samapai beberapa turunan.

Sementara itu, penduduk negeri (Ahl al-


hadhar) telah mendirikan kota-kota dan
kerajaan-kerajaan, seperti: yaman, negeri
tempat tumbuh kebudayaan paling di jazirah
arab pra-islam. Kerajaan ini berada disebelah
seselatan Jazirah Arab. Kerajaan-kerajaan
yang pernah berdiri di Yaman adalah kerajaan
main (berdiri tahun1200 SM.); kerajaan
Qutban (berdiri tahun 1000 Sm.) sebagai
pengawas selat el Mandep; kerajaan Saba
(berdiri tahun 950-115 SM.) terkenal dengan
ratu Bilqis dan bendungan Ma’rib, yang
membendung air diantara dua gunung, serta
bangsa Arab menjadi penghubung
perdagangan antar Eropa dan dunia timur
jauh; kerajaan Himyar (115 SM-abad ke-5M),
yang terkenal dengan kekuatan armada niaga
yang berlayar mengarungi India, Cina
(tiongkok), Somali, dan Sumatera.

Hirah dan Ghassan, dua kerajaan yang


berada di sebelah utara Jazirah Arab,
merupakan kerajaan protektorat yang
didirikan untuk kepentingan kerajaan Romawi
dan Persia. Hal ini disebabkan karena kafilah-
kafilah Romawi dan Persia sering diganggu
oleh suku-suku Arab yang merampas dan
merampoknya. Kerajaan Hirah berada di
bawah perlindungan Persia dan kerajaan
Ghassan di bawah perlindungan Romawi.

Kerajaan Hirah (Manadzirah) berdiri sejak


abad III M sampai lahirnya islam. Kerajaan ini
dianggap sebagai penyiar ilmu pengetahuan di
Jazirah Arab karena mereka menyiarkan
kepandaian menulis dan membaca disamping
berniaga di seluruh Jazirah Arab. Raja-raja
yang terkenal: Umru ul Qais Nu’man ibnu
Umru ul Qais (pendiri istana Khaarnaq dan
istana Sadir awal abad V M), Mundzir ibnu
Ma’is Sama’, Amr ibnu Hind, dan Mundzir
ibnu Nu’man ibnul Mundzir, sebagai raja
terakhir yang menggabungkan ke dalam
pemerintahan islam setelah diperangi Khalid
ibnul Walid.

Kerajaan Ghassan (Shasasinah) diambil


dari nama mata air di Syam yang disebut
Ghassam. Kaum Ghasasinah menganut agama
Masehi yang diterimanya dari bangsa Romawi
dan memasukkannya ke Jazirah Arab. Raja-
rajanya yang mashur antara lain: Jafnah ibnul
‘Amr, Arkam ibnu Tsa’labah, dan Jabalah
ibnul Aiham sebagai raja terakhir yang masuk
islam.

Hijaz tidak pernah dijajah, diduduki, atau


dipengaruhi oleh bangsa lain. Mungkin karena
faktor ketandusan dan kemiskinan negerinya
yang menyebabkan negara-negara lain enggan
untuk menjajah dan mendudukinya. Hijaz
telah dipimpin oleh suku Amaliqah sebelum
nabi Ismail dilahirkan. Pada zaman nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail, didirikan bangunan
super monumental berupa Ka’bah yang kini
menjadi kiblat umat islam.

Ka’bah pada masa itu banyak dikunjungi


oleh orang-orang Yahudi yang bermukim
disekitarnya. Ikatan politiknya dipegang oleh
sebuah suku, dikepalai kepala suku yang
berfungsi mengamankan para peziarah yang
datang ke kota itu. Selanjutnya didirikan suatu
pemerintahan yang pada mulanya berada
ditangan dua suku Yang berkuasa, yaitu
Jurhum (pengusir suku Amaliqah) sebagai
pemegang kekuasaan politik dan peperangan
serta Ismail (keturunan Nabi Ibrahim as)
sebagai pemegang atas kekuasaan Ka’bah dan
urusan keagamaan.1

Kekuasaan politik selanjutnya berpindah


ke tangan suku Khuza’ah pada tahun 207 SM.,
dan akhirnya ke suku Quraisy dibawah
pimpinan Qushai pada tahun 440 M. Qushai
mendirikan Darun Nadwah, tempat untuk
bermusyawarah bagi penduduk Mekah
dibawah penguasaannya. Menurut Syalabi,
Qushai juga mengatur urusan-urusan yang
berhubungan dengan pemeliharaan Ka’bah,
yaitu:

1. As-Siqayah, menyediakan air minum.


Air diletakkan didalam bak-bak dan

1
A. Syalabi, op. cit., h. 48.
dicampuri sedikit buah kurma dan anggur
kering agar terasa manis.

2. Ar-Rifadah, menyediakan makanan


bagi jamaah haji yang kurang mampu.

3. Al-Liwa, bendera. Menyeru untuk


berperang dengan memasang bendera
diatas tombak di depan pimpinan lascar.

4. Al-Hijabah, penjaga pintu Ka’bah dan


memegang anak kuncinya.

Selain jabatan tersebut, Haikal yang


dikutip Jaih Mubarok2 menambahkan dua
jabatan lagi yang dipegang Qushai ibnu Qilab,
yaitu:

1. Nadwat, petugas yang harus memimpin


rapat tahunan.

2. Qiyadat, pemimpin pasukan apabila


hendak berperang.

2
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2004, h. 14.
Mengenai kepemimpinan dalam suku
Quraisy dipegang oleh putra-putranya silih
berganti, hingga akhirnya dipegang oleh
Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad
SAW.3

C. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan

Dalam kepercayaan (akidah), bangsa Arab


pra-Islam percaya kepada Allah sebagai
pencipta. Mereka sudah memahami keesaan
Allah dan mengikuti agama yang menuhankan
Allah sebelum Nabi Muhammad SAW diutus.
Nabi-nabi utusan Allah yang datang dan
berdakah kepada bangsa Arab diantaranya
adalah Nabi Hud diutus untuk kaun ‘Ad dan
Nabi Shaleh diutus untuk kaum Tsamud.
Mereka tidak mau menerima seruan para nabi
Allah itu hingga diutusnya Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail.

3
Munawar Chalil, op. cit, h. 16-18
Menurut Munawar Chalil,3 mereka
percaya dan yakin bahwa Tuhan itu ada dan
Tuhan itu Maha Esa. Akan tetapi, dalam
menyembah (beribadah) kepadanya, mereka
membuat atau mengadakan berbagai
perantara, dengan tujuan untuk mendekatkan
diri mereka kepada Tuhan.

Sebagian bangsa Arab pra-Islam adalah


penyembah berhala. Setiap kabilah memiliki
patung sendiri, sehingga ada 360 buah patung
berada didalam dan disekeliling Ka’bah ketika
Nabi Muhammad SAW melakukan Futuh
Makkah pada tahun delapan hijriah. Empat
patung yang terpenting di Jazirah Arab pada
masa itu adalah Hubal di Ka’bah, Latta di
Thaif, ‘Uzza di Hijaz, dan Manat di Yastrib.
Menurut Jah Mubarok,4 mereka pada
4
umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan
tidak pula percaya kepada kebangkitan setelah
kematian. Walaupun sebagian besar bangsa

4
Jaih Mubarok, op. cit., h.15
Arab melakukan penyimpangan, namun masih
ada yang mempertahankan paham al-
Hanifiyyah, ajaran Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismail as (QS. Ali Imran:67), diantaranya
‘Umar ibnu Nufai dan Zuhair ibnu Abi Salma.

Mengenai kebudayaan, penduduk padang


pasir (Ahl al-Hadhlar), mereka telah
berbudaya dan sejarahnya dapat diketahui
1200 tahun sebelum masehi. Menurut Badri
Yatim, 5mereka selalu mengalami perubahan
sesuai dengan kondisi dan situasi yang
mengitarinya. Mereka mampu membuat alat-
alat dari besi hingga mendirikan kerajaan-
kerajaan. Bendungan Ma’rib dikerajaan Saba
Yaman, istana Khawarnaq dan istana Sadir di
kerajaan Hirah merupakan bukti hasil
kebudayaannya dan juga mereka mahir
menggubah syair. Syai-syair itu biasanya
dibacakan, semacam pagelaran pembacaan

5
Badri Yatim, op. cit., h. 12.
syair di pasar-pasar syair seperti Ukaz,
Majinah, dan Zul Majaz.

D. Kehidupan Sosial Masyarakat Jazirah


Arab

Disamping sebagai suatu bentuk kesenian,


syair dapat menggambarkan kehidupan, budi
pekerti, dan adat istiadat bangsa Arab pra-
islam yang terkenal dengan Zaman Jahilia.
Menurut Charis Waddy,6 ungkapan
“jahilia”mempunyai konotasi barbarisme,
tidak beradab, kasar, buas, dan tidak
berbudaya. Kebiasaan mereka sudah sangat
menyesatkan, seperti membunuh anak-anak
perempuan karena dianggap membawa sial
dalam keluarga, berperang terus menerus antar
kabilah, minum khamar, berjudi, dan berzina.6

Syair sangat dihargai dan dimuliakan oleh


bangsa Arab, sehingga seorang penyair
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi

6
Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, cet. 4,
h. 247-248
dalam masyarakat. Membela dan
mempertahankan kabilah dengan syair-syair,
melebihi seorang pahlawan yang membela
kabilahnya dengan pedang dan tombak. Syair
sangat berpengaruh bagi bangsa Arab (seperti
kisah Abdul ‘Uzza ibnu ‘Amir yang hidup
melarat dan banyak anak, dipuji oleh penyair
Al-A’sya sehingga menjadi masyhur, dan
penghidupannya menjadi baik) dan dapat
7
menghinadinakan seseorang yang tadinya
mulia (seperti kisah penyair Hassan ibnu
Tsabit yang mencela sekumpulan manusia
sehingga menjadi hina dina).

Menurut Musthafa Sa’id al-Khinn dalam


buku Dirasat Tarikhiyyat li al-Fiqh wa
Ushulih wa al-Ittijahat ak-Lati Zhaharat
Fihima yang dikutip Jaih Mubarok,8bahwa
bangsa Arab pra-islam menjadikan adat
sebagai hokum dengan berbagai bentuknya.

7
Charis Wadi, Wanita dalam Sejarah Islam. Terjemahan oleh
Faruk Zabidi. Jakarta: Pustaka Jaya, 1987, h. 30.
8
Jaih Mubaro, op. cit. h. 15.
Dalam perkawinan, mereka mengenal
beberapa macam, diantaranya adalah

1. Istibdla, yaitu seorang suami meminta


kepada istrinya supaya berjimak dengan
laki-laki yang dipandang mulia atau
memiliki kelebihan tertentu, seperti
keberanian atau kecerdasan. Selama istri
“bergaul” dengan laki-laki tersebut, suami
menahan diri dengan tidak berjimak
dengan istrinya sebelum terbukti bahwa
istrinya hamil. Tujuan perkawinan
semacam ini adalah agar istri melahirkan
anak yang memiliki sifat yang dimiliki
oleh laki-laki yang menyetubuhinya yang
tidak dimiliki sang suami.

2. Poliandri, yaitu beberapa lelaki


berjimak dengan seorang perempuan.
Setelah perempuan itu hamil dan
melahirkan anak, perempuan tersebut
memanggil semua laki-laki yang pernah
menyetubuhinya untuk berkumpul di
rumahnya. Setelah semuanya hadir,
perempuan tersebut memberitahukan
bahwa ia telah dikaruniai anak hasil
hubungan dengan mereka, kemudian
perempuan tersebut menunjuk salah
seorang dari semua laki-laki dan yang
ditunjuk tidak boleh menolak.

3. Maqthu, yaitu seorang laki-laki


menikahi ibu tirinya setelah bapaknya
meninggal dunia. Jika seorang anak ingin
mengawini ibi tirinya, dia melemparkan
kain ke ibu tirinya sebagai tanda bahwa ia
menginginkannya, sementara ibu tirinya
tidak memiliki kewenangan untuk
menolak. Jika anak laki-laki tersebut
masih kecil, ibu tiri diharuskan menunggu
sampai anak itu dewasa. Setelah dewasa,
anak tersebut berhak memilih untuk
menjadikannya sebagai istri atau
melepaskannya.
4. Badal, yaitu tukar-menukar istri tanpa
bercerai terlebih dahulu dengan tujuan
untuk memuaskan hubungan seks dan
menghindari dari kebosanan.

5. Shighar, yaitu seorang wali


menikahkan anak atau saudara
perempuannya kepada seorang laki-laki
tanpa mahar.

Disamping tipe perkawinan


tersebut, Abdul Karim Khalil9 mengemukakan
analisis Fyzee yang mengutip pendapat Abdur
Rahim dalam buku Kasf al-Ghumma, bahwa
beberapa perkawinan lain yang terjadi pada
bangsa Arab pra-Islam adalah berikut.

1. Bentuk perkawinan yang diberi sanksi


oleh islam, yakni seseorang meminta
kepada orang lain untuk menikahi
saudara perempuan atau budak dengan
bayaran tertentu (mirip kawin kontrak).

9
Abdul Karim Khalil, Hegemoni Quraisy: Agama, Budaya,
Kekuasaan. Yogyakarta: LKiS, 2002, h. 58.
2. Prostitusi sudah dikenal. Biasanya
dilakukan kepada para pendatang atau
tamu di tenda-tenda dengan cara
mengibarkan bendera sebagai tanda
memanggil. Jika wanitanya hamil, maka
ia akan memilih diantara laki-laki yang
mengencaninya itu sebagai bapak dari
anak yang dikandungnya.

3. Mut’ah adalah praktik yang umum


dilakukan oleh bangsa Arab sebelum
islam. Meskipun pada awalnya, Nabi
Muhammad SAW menoleransi, namun
akhirnya melarang. Hanya kelompok
Syi’ah Itsa ‘Ashariah yang mengizinkan
perkawinan tersebut.

Subhi Mahmashsani sebagaimana dikutip


Jaih Mubarok100 mengatakan bahwa dalam
bidang mu’amalat, diantara kebiasaan mereka
adalah kebolehan transaksi mubadalat
(barter), jual beli, kerja sama pertanian

10
Jaih Mubarok, ibid.
(muzara’at), dan riba. Selain itu, terdapat jual
beli yang bersifat spekulatif seperti bay al-
Munabadzat. Diantara ketentuan hukum
keluarga Arab pra-islam adalah kebolehan
berpoligami dengan perempuan dalam jumlah
tanpa batas, serta anak kecil dan perempuan
tidak dapat menerima harta pusaka atau harta
peninggalan.

Posisi Muhammad dalam merubah


tradisi masyarakat Mekkah

Fase Makkah

Setelah Rasulullah dimuliakan oleh Allah


dengan nubuwwah dan risalah,kehidupan
beliau dapat di bagi menjadi 2 fase yang
masing-masing dari fase tersebut memiliki
cerita dan keistimewaan tersendiri secara total,
yaitu:
1. Fase Makkah (fase ini berjalan
kurang lebih selama 13 tahun)
2. Fase Madinah (fase ini berjalan
selama 10 tahun)
Masing- masing dari fase di atas
memiliki beberapa tahapan dan
karakteristik yang berbeda,adapun
Fase Makkah terbagi menjadi 3
tahapan,yaitu:
1. Tahapan dakwah sirriyah (dakwah
secara sembunyi-sembunyi)
berlangsung selama 3 tahun
2. Tahapan dakwah jahriyyah (dakwah
secara terang-terangan) kepada
penduduk Makkah dari tahun ke-4
kenabian hingga Rasulullah hijrah
ke Madinah
3. Tahapan dakwah di luar Makkah
dan peyebarannya di kalangan
penduduk luar Makkah (di awali
dari tahun ke-10 kenabian hingga
akhir hayat Rasulullah,termasuk
juga dakwah di kota Madinah.

Dibawah naungan kenabian dan


kerasualan

Di Gua Hiro’

Ketika beliau hampir berusia 40 tahun dan


renungan-renungannya terdahulu telah
memperluas jurang pemikiran antara diri
beliau dengan kaumnya,beliau mulai suka
mengasingkan diri. Dan salah satu tempat
yang ia jadikan tempat mengasingkan diri
(uzlah ) untuk beribadah, berfikir mengenai
pemandangan alam sekitarnya dan
permasalahan kaumnya yang masih
terbelenggu oleh kemuysrikan, tepatnya di
dalam Gua Hiro’ yang berada di Jabal Nur,
hampir 12 mil dari Makkah,panjangnya 4
hasta ,lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran zira’
al-Hadid (hasta ukuran besi) .
Berdiam dirinya beliau atau merenungnya
beliau di dalam Gua Hiro’ adalah salah satu
skenario Allah terhadap beliau dan menjadi
pilihan beliau sendiri untuk menjauhi hiruk
pikuk duniawi,dan juga untuk mempersiapkan
diri untuk menghadapi urusan besar yang
sudah menantinya agar siap mengemban
amanah yang agung.
Uzlah yang telah di atur oleh Allah terjadi
menjelang 3 tahun sebelum kerasulan Nabi
Muhammad ,beliau menjalani uzlah selama
sebulan yakni pada bulan Ramadhan, dengan
semangat hidup dan merasakan keghaiban
yang bersembunyi dibalik kesunyian hingga
tiba saatnya beliau berinteraksi dengan Allah
hingga Ia memperkenankannya.11

1. Tahapan dakwah Sirriiyyah (secara


rahasia)selama 3 tahun

11
Kisah aslinya dapat dilihat di Shahih al-Bukhori,Jld.III;Sirah
Ibnu Hisyam,Op.Cit,I/235-236
Sebagai mana diketahui,kota Makkah
merupakan pusat agama bagi bangsa Arab. Di
sana terdapat pengabdi berhala serta patung-
patung yang di anggap suci oleh seluruh
bangsa Arab. Sehingga utuk mencapai tujuan,
yaitu melakukan perubahan di kota
Makkah,akan lebih sulit dan sukar apabila di
bandingkan yang lainnya. Karenanya, dakwah
membutuhkan tekad baja yang tak mudah
tergoyahkan oleh beruntutnya musibah dan
bencana yang menimpa. Maka Rasulullah
secara bijak menghadapi hal ini dengan
memulai dakwah secara sirriyyah (sembunyi-
sembunyi)agar penduduk Makkah tidak
dikaetkan dengan hal yang (bisa saja)
memancing emosi.
Merupakan hal yang wajar bila yang
pertama-tama yang dilakukan Nabi saw adalah
menawarkan islam kepada orang –orang yang
hubungannya dekat dengan beliau, keluarga
serta sahabat-sahabat karib beliau. Beliau juga
mendakwahi setiap orang yang memiliki sifat
baik dari mereka yang beliau kenal dan yang
mengenal beliau. Beliau mengenal mereka
sebagai orang-orang yang mencintai Allah dan
kebaikan,sedangkan mereka mengenal
Rasulullah sebagai sosok yang selalu
menjunjung tinggi nilai kejujuran dan
keshalihan. Hasilnya banyak diantara mereka
yang tidak sedikitpun digerayangi oleh
keraguan terhdap keagungan,kebesaran jiwa
Rasulullah serta kebenaran berita yang
dibawanya. Dalam sejarah islam mereka
dikenal sebagai as-Sabiqun al-Awwalun
(orang-orang yang paling dahulu masuk
Islam). Mereka adalah Khadijah binti
Khuwailid(istri Rasulullah) ,Zaid bin Haritsah
(mantan budak),Ali bin Abi Thalib(keponakan
Nabi) dan Abu Bakar As-Siddiq.12
Di antara orang-orang pertama lainnya
yang masuk islam adalah Bilal bin Rabbah al-
Habasyi, kemudian diikuti oleh Abu Ubaidah.
Selanjutnya menyusul keduannya Abu
12
Lihat, terjemah rahiqul makhtumur,h.90
Salamah bi Abdul Asad ,al-Arqam bin Abil
Arqam (keduanya berasal dari suku
Makhzum) Usman bin bin Mazh’un dan kedua
saudaranya ;Qudamah dan Abdullah Ubaidah
bin al Harits serta banyak lagi yang lainnya.
Mereka terdiri dari semua marga Quraisy yang
ada, bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya
lebih dari 40 orang .13
Mereka semua masuk islam secara
sembunyi-sembunyi. Dan cara yang sama pun
dilakukan Rasulullah dalam pertemuan dan
pengarahan agama yang beliau berikan,karena
dakwah ketika itu masih bersifat individu dan
sembunyi-sembunyi. Sementara wahyu sudah
turun berkesinambungan dan memuncak
setelah turunnya permulaan surah Al-
Mudadtsir. Ayat-ayat dan penggalan surat
yang turun pada fase ini merupakan ayat-ayat
penek; yang berakhirkan indah dan
kokoh,berintonasi menyejukkan dan
memikat,serta tertata bersama suasana yang
13
Lihat, Sarah Ibnu Hisyam,Op.cit,I/245-262
begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut
berbicara tentang memperbaiki penyucian diri.
Meskipun dakwah yang dilakukan pada
tahap ini secara sembunyi-sembunyi,pada
akhirnya pun diketahui dan didengar oleh
kaum Quraisy, tetapi mereka belum
mempermasalahkan dakwah Rasulullah
dikarenakan mereka beranggapan bahwa
Rasulullah tidak menyinggung agama mereka
ataupun tuhan-tuhan mereka. Tiga tahun pun
berlalu dengan damai,tetap dengan dakwa
Nabi yang secara sembunyi-sembunyi dan
individu. Dalam lama waktu itu terbentuklah
kelompok kaum muslimin yang
berdasar/berpondasikan ukhuwwah
(persaudaraan) dan ta’awun (solidaritas).
Hingga turunlah firman Allah yang
memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah
secara terang-terangan (Jahriyyah),perintah
untuk menghapus dan menentang kebatilam
kaum Quraisy dan menghancurkan berhala-
berhala mereka.
2. Perintah pertama untuk menampakkan
dakwah
Sehubungan dengan hal ini,ayat pertama yang
turun adalah;

َ‫يرتَكَ اأْل َ ْق َربِين‬


َ ‫َوأَ ْن ِذرْ ع َِش‬

Dan berilah peringatan kepada kerabat-


kerabatmu yang terdekat, (QS. Asy-Syuara :
214)

Sebelumnya terdapat alur cerita yang


menyinggung kisah Musa As dari permulaan
kenabiannya hingga hijrahnya bersama Bani
Israil,lolosnya mereka dari kejaran Fir’aun
dan kaumnya serta tenggelamnya Fir’aun
beserta kaumnya. Kisah ini mengandung
semua tahapan yang di lalui oleh Musa AS
dalam dakwahnya terhadap Fir’aun dan
kaumnya agar menyembah Allah.

Seakan-akan rincian ini semata-mata


dipaparkan seiring dengan perintah kepada
Rasulullah saw umtuk berdakwah kepada
Allah secara terang-terangan, agar dihadapan
beliau dan para sahabatnya terdapat contoh
atas pendustaan dan penindasan yang akan
mereka alami nantinya manakala mereka
melakukan dakwah tersebut secara terang-
terangan. Demikian pula,agar mereka
mengetahui resiko dari hal itu semenjak awal
memulai dakwah mereka tersebut.

Selain itu surat tersebut (As-Syuara’)


menyebutkan tentang nasib yang di alami oleh
para pendusta para Rasul terdahulu
diantaranya kaum Nabi Nuh, Nabi ibram,Nabi
Lith, Nabi Syu’aib dan juga Fir’aun beserta
kaumnya. Semua itu dimaksudkan untuk
memberi tahu kepada mereka yang akan
melakukan pendustaan supaya menyadari apa
yang akan terjadi kepada mereka dan siksaan
Allah yang akan mereka alami jika mereka
terus melakukan pendustaan. Dan juga sebagai
peringatan kepada kaum Mukminin bahwa hal
baik akan berpihak kepada mereka,bukan
kepada para pedusta.14

Tatkala ayat َ ‫يرتَكَ اأْل َ ْق‬


َ‫^^^ربِين‬ َ ^^^‫ َوأَ ْن^^^ ِذ ْ^ر ع َِش‬turun,
Rasulullah mendakwahi mereka sesekali
secara umum, sesekali juga bersifat khusus.
Beliau berkata,“Wahai kaum Quraisy!
Selamatkanlah kalian dari api neraka. Wahai
Bani Ka’b! Selamatkanlah kalian diri kalian
dari api neraka. Wahai Fathimah binti
Muhammad!selamatkanlah dirimu dari api
neraka. Demi Allah! Sesungguhnya aku tidak
memiliki sesuatu apapun (untuk
menyelamatkan kalian) dari azab Allah,hanya
saja kalian memiliki hubungngan kerabat
(denganku) yang senantiasa akan aku
sambung.”15

Teriakan keras yang di lakukan Rasulullah


tersebut merupakan esensi penyampaian
dakwah Rasulullah yang di lakukan beliau

14
Lihat terjemah Rahiqul Makhtumur,h.95-96
15
Lihat Shahih Muslim,II/702,734.Riwayat tersebut juga termuat
dalam Shahih Muslim,I/114
secara optimal,di mana Rasulullah
menjelaskan kepada orang-orang yang
memiliki hubungan dekat dengan beliau
bahwa membenarkan risalah yang di bawa
beliau adalah bentuk kemanfaatan semua
hubungan antara beliau dan mereka. Demikian
juga untuk melelehkan fanatisme kekrabatan
yang dibudidayakan oleh orang-orang Arab di
dalam panasnya peringatan yang datang dari
Allah.

Menyampaikan Al-Haq secara terang-


terangan dan sikap kaum musyriki
terhadapnya

Teriakn lantang yang dipekikkan oleh


Rasulullah saw tersebut masih terasa
gaungannya di seluruh penjuru Makkah.
Puncak nya saat turunnya firman Allah SWT

َ‫فَٱصْ َد ْ^ع بِ َما تُ ْؤ َم ُ^ر َوأَ ْع ِرضْ ع َِن ْٱل ُم ْش ِر ِكين‬


Maka sampaikanlah olehmu secara terang-
terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
yang musyrik.(Al-Hijr:94)

Lalu Rasulullah saw melakukan dakwah islam


secara terang-terangan di tempat-tempat
berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin.
Beliau membacakan Kitabullah kepada
mereka dan menyampaikan ajakan yang selalu
disampaikan oleh para Rasul terdahulu kepada
kaum mereka “Wahai kaumku! Sembahlah
Allah. Kalian tidak memiliki Tuhan
selainNya.16
Dakwah yang dilakukan beliau semakin
mendapatkan sambutan sehingga banyak
orang yang masuk ke dalam Agama Allah satu
persatu. Namun kemudian antara mereka
(yang sudah memeluk islam) dan keluarga

16
Rajaz,hajaz,qaridh,maqbudh dan mabsuth adalah beberapa
jenis syai Arab (pent).
mereka yang belum masuk islam menjadi
gap;saling membenci dan saling menjauh.
3. Berbagai pelecehan terhadap Rasulullah
Semenjak munculnya dakwah
Islamiyyah di lapangan. Memang ,sungguh
sulit merubah skap yang terbiasa dengan
kebengisan dan kesombongan untuk berlama-
lama bersabar,maka dari itu, mereka mulai
mengulurkan tangan permusuhan terhadap
Rasulullah saw. Sebagai
implementasinya,mereka melakukan berbagai
bentuk ejekan,hinaan,pencemaran nama
baik,pengaburan,keusilan dan lain sebagainya.
Tentuya sudah lumrah bila yang menjadi
garda terdepa dan ujung tombaknya adalah
Abu Laha, sebab dia adalah salah satu seorang
pemuka Bani Hasyim. Dia tidak pernah
memikirkan pertimbangan apapun
sebagaimana yang selalu dipertimbangkan
oleh tokoh-tokoh Quraisy lainnya. Dia adalah
musuh bebuyutan islam dan para pemeluknya.
Sejak pertama, dia sudah menghadang
Rasulullah saw sebelum kaum Quraisy
berkeinginan melakukan hal itu. Telah kita
ketahui bagaimana perilaku Abu Lahab
terhadap Nabi saw di majelis Bani Hisyam
dan di bukit Shafa. 17
Merupakan suatu hikmah(hal yang baik)
dalam menyikapi penindasan-penindasan yang
di alami Rasulullah saw,Rasulullah melarang
kaum muslimin memproklamirkan keislaman
mereka, baik dalam bentuk perkataan maupun
tindakan serta tidak mengizinkan mereka
bertemu beliau secara terbuka ,maka tidak di
ragukan lagi kaum musyrikin akan membatasi
ruang gerak beliau sehingga keinginan beliau
untuk mentazkiyah(menyucikan diri) kaum
Muslimin dan mengajarkan mereka al Kitab
dan as Sunah akan terhalangi. Dan tidak
tertutup kemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya benturan antara kedua belah
pihak,bahkan hal itu benar-benar terjadi pada
tahun ke-4 kenabian,yaitu ketika sahabat-
17
Lihat rohiqul makhtumur,h.113
sahabat Nabi berkumpul di lereng-lereng
perbukitan tempat mereka melakukan sholat
secara rahasia. Tiba-tiba, hal itu terlihat oleh
beberapa kaum Quraisy,lalu mencaci-maki
dan memerangi kaum Muslimin. Hal ini
mengakibatkan Sa’ad bin Abi Waqqosh
memukul salah satu dari mereka sehingga
mengalirkan darahnya ketika itu.dan inilah
darah pertama yang mengalir dalam islam.18

Kisah sujudnya Kaum Musyrikin bersama-


sama Kaum Muslimin dan kembalinya
parsa sahabat yang berhijrah
Pada bulan Ramadhan di tahun yang
sama, Rasulullah pergi ke Masjidil Haram.
Disana banyak berkumpul kaum
Quraisy,terdiri dari para pemuka dan tokoh-
tokoh mereka. Beliau(Rasulullah) kemudian
berdiri di tengah mereka dan mendadak

18
Ibnu hisyam,Op.cit,h.263
membaca surah an Najm. Orang-orang kafir
tersebut, sebelumnya tidak pernah
mendengarkan Kalamullah secara langsung
,karena program yang mereka lancarkan
secara kontinyu adalah mereka melakukan
apa yang saling mereka nasihatkan satu sama
lain. Sebagaimana diabadikan oleh Allah
dalam firmanNya

‫ان َو ْٱل َغوْ ۟ا فِي ِه لَ َعلَّ ُك ْم‬ ^۟ ‫ُوا اَل تَ ْس َمع‬


ِ ‫ُوا لِ ٰهَ َذا ْٱلقُرْ َء‬
۟ ‫َوقَا َل ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬

َ‫تَ ْغلِبُون‬

“Dan orang-orang yang kafir berkata:


Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-
sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-
pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat
mengalahkan mereka”.(fushilat:26)

Maka,manakala secara mendadak,beliau


membacakan surat tersebut kepada mereka
dan Kalam Ilahi yang demikian indah
menawan yang tidak dapat diungkapkan
dengan kata kata keindahan dam sempat
menegetuk gendang telinga mereka,maka
seakan mereka mengesampingkan apa yang
selama ini mereka lakukan dan setiap orang
terkonsentrasi untuk mendengarkannya
sehingga tidak ada yang terlintas di hatinya
selain kalam itu. Lalu sampailah beliau pada
akhir surat ini, berupa ketukan-ketukan yang
membawa hati terbang melayang,beliau
membaca firmanNya

“maka bersujudlah kepada Allah dan


sembahlah Dia”(An-Najm:62)

Kemudianbeliau pun sujud. Melihat


pemandangan itu,tak seorang pun dari mereka
yang dapat menahan dirinya untuk tidak suju,
sehingga merekapun sujud bersama Nabi saw.
Sebenarnya keindahan menawan al Haq telah
meluluh lantakkan kebatuan yang meliputi
jiwa yang takabbur dan suka mengejek ;
mereka tak sanggup menahannya bahkan
bersimpuh sujud kepada Allah19

PERIODE MADINAH (MUHAMMAD


SEBAGAI PEMIMPIN AGAMA DAN
PEMERINTAHAN)

Periode Madinah bagi Nabi adalah


masa ketika beliau berada di kota Madinah
sejak hijrah sampai beliau wafat. Masa antara
hijrahnya Nabi pada hari Jum’at tanggal 12
Rabi’ul Awwal 1 H (tahun ke-13 dari
19
Lihat bab:Sajdatun Najm,I/146
kenabian) sampai beliau wafat pada hari Senin
tanggal 12 Rabiul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M
adalah 10 tahun. Hijrah Nabi Muhammad dari
Mekah ke Madinah, bukanlah karena beliau
merasa takut terhadap ancaman 0rang-orang
Quraisy, tetapi sebagai strategi pengembangan
islam.

Ada beberapa faktor yang


menunjukkan bahwa Madinah sebagai
alternative terpilih dalam rangka
mengembangkan Islam secara mondial dan
universal, diantaranya: (1) Madinah tanahnya
subur, sehingga memungkinkan secara
finansial dan material harta umat islamnya
menjadi infrastrukturnya, (2) adanya
dukungan sahabat penolong (Anshar) yang
secara meyakinkan siap berkorban jiwa dan
raga mereka demi pengembangan islam, (3)
adanya hasrat kuat suku-suku Aus dan
Khazraj yang merupakan mayoritas warga
Madinah yang selama ini selalu berperang
saling memusnahkan satu sama lain ingin
berdamai, sehingga mereka berkeinginan
mengangkat seorang hakam (juru damai),
yang bukan dari warga Madinah, namun
sangat adil, yang pada gilirannya mereka
dapat memperoleh kedamaian secara lestari.11

Pada periode Madinah, Nabi


berperan sebagai kepala agama dan kepala
pemerintahan. Peran kepala agama dan kepala
pemerintahan. Peran kepala agama telah
beliau sandang sejak diangkat menjadi Rasul
Allah ketika menerima wahyu yang pertama
di gua Hira Mekah. Sementara itu, peran Nabi
sebagai kepala Negara baliau emban sejak
kedatangannya ke Madinah ketika hijrah dari
Mekah. Adapun proses pengangkatan Nabi
sebagai kepala negara, diawali dari

1
1 Arnold, Thomas W., The Preaching of Islam. Ter. H.A Nawawi
Rambe. Jakarta: Widjaja, 1979, h. 19.
12 Arnold, Thomas W. op. cit., h. 29.
13 Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2004, h. 29-30.
14 Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press,
1993, h. 10-15
permintaan kesediaan oleh para wakil suku-
suku Aus dan Khazraj yang berjumlah 73
orang dalam Baiat Aqabah II, yang pada
akhirnya diaklamasikan kepada semua warga
Madinah bahwa dia (Nabi Muhammad) adalah
hakam mereka.

Berkenaan dengan difungsikannya


Nabi sebagai hakam, secara teoritis, sama
dengan menjadikannya sebagai “embrio”
kepala negara.12 langkah-langkah yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam
membangun masyarakat Islam di Yatsrib
adalah. 13 (1) mengubah nama Yatsrib menjadi
Madinah (Madinat al-Rasul, Madinat al-Nabi,
atau Madinat al-Munawwarat) yang
menggambarkan cita-cita Nabi membentuk
sebuah masyarakat yang tertbib, maju, dan
berperadaban, (2) mendirikan masjid, selain
tempat shalat juga menjadi sarana
musyawarah untuk mempersatukan kaum
Muslimin dan merundingkan masalah-masalah
yang dihadapi serta sebagai pusat kegiatan
pemerintahan, (3) membentuk kegiatan
persaudaraan (mu’akhat), yaitu
mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan
kaum Anshar yang diharapkan dapat mengikat
kaum muslimin dalam satu persaudaraan dan
kekeluargaan, (4) membentuk persahabatan
dengan pihak-pihak lan yang tidak beragama
islam, dan (5) membentuk pasukan tentara
untuk mengantisipasi gangguan-gangguan
yang dilakukan oleh musuh.

Menurut Munawir Sadzali,14 belum


cukup dua tahun Nabi tinggal di Madinah,
beliau mengumandangkan Piagam Madinah
yang mengatur kehidupan dan hubungan
antara komunitas-komunitas yang merupakan
komponen-komponen masyarakat yang
majemuk di Madinah. Piagam Madinah
tersebut dianggap oleh para pakar ilmu politik
Islam sebagai konstitusi atau undang-undang
dasar bagi negara islam pertama yang
didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di
Madinah. Naskah piagam Madinah…

Negara Madinah yang dibangun


oleh Nabi Muhammad SAW mempunyai
tujuan Negara seperti yang tertera dalam Al-
Qur’an, yaitu membentuk Negara yang baik
dan memperoleh ridha Allah SWT. Serta
ampunan-Nya. Dari sisi sifat-sifat seorang
kepala negara, Nabi mempunyai sifat-sifat
yang sangat layak untuk menduduki jabatan
kepala Negara, antara lain berikut ini.

1. Knowledge (keilmuan). Dalam hal


keilmuan, Nabi mempunyai sumber ilmu yang
menjadikannya sangat cakap dalam
menjalankan roda pemerintahannya
sebagaimana tertera dalalm Al-Qur’an surah
an-Nisa ayat 113.15

1
5 Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan
telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.
Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.
16 Al-Sibay, Musthafa, Al-Isytirakiyah al-Islamiyah. Terj. H.A.
Malik Ahma, Jakarta: Mulya, 1963, h. 31-40
2. Skill (kecakapan mengoperasionalkan
seluruh teori-teori yang ada). Ini juga
disebabkan oleh adanya posisi Nabi yang
secara khusus dijadikan oleh Tuhan sebagai
prototipe atau foto model mengenai
bagaimana meragakan sebuah ayat suci Al-
Qur’an.

3. Attitude (sikap mental yang mulia). Nabi


adalah manusia yang banyak dipuji oleh
kawan maupun lawan, semua itu karena
Muhammad adalah orang yang sangat
mencintai dan menyayangi makhluk Tuhan,
bukan hanya manusia, sekaligus dia adalah
manusia yang sangat santun lagi lemah lembut
pada musuh, amanah dalam perjanjian, benar
dalam kata dan perbuatan.

Adapun pembangunan yang


dilakukan oleh Muhammad Rasulullah SAW.
Sebagai berikut.

1. Pembangunan internal umat beragama,


antara lain: (a) Mempersaudarakan antar
sesama muslim, dari yang bersifat perorangan
sampai yang bersifat kelompok antar umat
islam al-Muhajirin dan Anshar, (b)
membentuk Bait al-Maal (kas negara) yang
dapat dijadikan sebagai jaminan sosial. Beliau
membuat undang-undang seperti: Zakat, infak,
wakaf, wasiat, waris, harta ganimah, hasil
penggalian bumi, nazar, kafarat, kurban,
aqiqah, perbendaharaan umum, dan undang-
undang tanggung jawab sosial.16 Nabi juga
merinci golongan-golongan tertentu yang
memperoleh jaminan social diantaranya: fakir
misikin, orang-orang sakit, orang-orang buta,
orang-orang lumpuh, orang-orang jompo, para
musafir anak gelandangan, tawanan, gharim,
orang yang membunuh orang yang tidak
disengaja, orang yang putus biaya dalam
perantauan, tamu peminta-minta, pembuatan
sarana sehari-hari, Negara dalam bahaya,
anggota keluarga yang jatuh pailit dan
sebagainya, (c) membentuk angkatan
bersenjata, (d) membentuk tim-tim spionase/
mata-mata/ intelijen, (e) memberlakukan tata
administrasi Negara yang formal, dengan
membuat stempel cincin diatasnya dituli
Muhammad Rasullullah, (f) menata dan
mengembangkan aspek-aspek teologi, sosial,
dan budaya.

2. Pembangunan antarumat beragama, yaitu


membuat fakta perjanjian antara kaum
muslimin dengan orang-orang Yahudi dan
yang lainnya, menangani tawanan-taanan
perang secara baik, mengirim para diplomat,
dan menerima para diplomat. Perjanjian itu
antara lain adalah perjanjian Hudaibiyah pada
tahu ke 6 H.

3. Ekspansi, yaitu memberikan perlawanan


pada kekuatan luar (berperang) seperti futuh
Makkah pada tahun 8 H, menginvasi daerah-
daerah yang secara teoritis akan
membahayakan perkembangan Islam, dan
mengadakan pengintaian-pengintaian dan
ekspedisi.
Respon Positif atas Peran Muhammad Sebagai Revolusioner Masyarakat

Ziaul Haque mengatakan bahwa tujuan dari misi dan revolusi para Nabi
revolusioner adalah menyuarakan kebenaran dan membangun masyarakat
kebenaran, dalam arti harus terjadi perubahan total atas struktur social lama yang
terbagi dalam kelas sosial yang bertentangan. Revolusi yang terinspirasi dari
wahyu Tuhan menjadi tonggak dasar gerakan revolusi ini, perjuangan
Muhammad saw. menemukan momentumnya ketika formasi social pra-kapitalis
dan pra industri, perjuangan Muhammad saw hadir di saat semua realitas
kehidupan itu dapat dilihat dari kaca mata religi. Gerakan revolusi atau
perubahan yang dibawa oleh Muhammad saw dikemas dalam bingkai
keagamaan, yang merealitas dalam bentuk perilaku, pemikiran sensitivitas emosi
dan moral, hal ini juga diperkuat oleh penelitian Ziaul Haque, bahwa “perubahan
social yang dibawa para nabi Revolusioner, terjadi dalam bingkai keagamaan,
katagori pemikiran, bentuk perilaku, serta sensitivitas emosi dan moral yang
kesemuanya dikesankan dan dikondisikan dalam mentalitas dan karakter
keagamaan.”

Muhammad saw di utus untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-


wenangan yang dilakukan masyarakat Mekah, Muhammad saw adalah manusia
pilihan yang berdiri di jalan kebenaran, keadilan dan egalitas sosial, membangun
masyarakat berdasarkan keimanan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa,
persaudaraan dan egalitas sosial. Muhammad saw membawa wahyu Tuhan
untuk membebaskan manusia dari kegelapan akhlak moral dan berbagai
kesesatan dan kemusrikan di dunia ini.

Muhammad saw menjadi ikon masyarakat Mekah yang sudah terbuka hatinya
untuk menerima kebenaran wahyu Allah, kepribadiannya yang menawan
membuat sebagian masyarakat Mekah yang masuk Islam terkesima dan salut
terhadap akhlak beliau, meskipun demikian Muhammad Saw tidak pernah
merasa bangga dan angkuh terhadap keistimewaan yang ada pada dirinya,
Muhammad saw tidak pernah merasa tersanjung bahkan melarang umatnya
untuk mengkultuskan dirinya.

Muhammad Saw tidak ingin umatnya terjebak dalam kultus yang


menjerumuskan umatnya dalam kemusrikan. Muhammad Saw tidak ingin
penganutnya menjadi pemeluk agama yang memandang tokoh pendirinya atau
tokoh pembawa agama tersebut, sebab Islam memang tidak didirikan oleh
Muhammad Saw, tetapi Islam adalah dari Allah sedangkan Muhammad Saw
adalah manusia biasa yang di pilih Allah umtuk membawa dan menyampaikan
wahyu kepada manusia.

Meskipun demikian, umat Islam tetap menghormati Nabi Muhammad saw


layaknya manusia biasa, tetapi perbedaannya hanya pada keyakinan bahwa Nabi
Muhammad Saw adalah pilihan Allah untuk menyampaikan wahyu, yang
terbebas dari dosa(maksum), Muhammad saw sebagai manusia biasa yang
menikah, sakit, makan, minum, tidur, dan meninggal, tetapi dibalik kesamaan
dalam sifat kemanusiaannya, Muhammad saw tetap manusia pilihan yang punya
keistimewaan dibanding manusia lainnya.

Sebagai Nabi terakhir Muhammad terlahir dari keluarga biasa, yang pernah
mengembala domba, berdagang, pernah dianiaya, dari keluarga biasa yang
menjaga martabat dan disegani karena kepribadiannya, sehingga masyarakat
Mekah waktu itu memberi gelar “Al-Amin” terpercaya, kepercayaan inilah yang
menjadikan beliau disegani dipercayai untuk menyelesaikan berbagai masalah
social yang tidak dapat dipecahkan oleh pemuka masyarakat Mekah kala itu.
Bahkan bila ada penduduk Mekah yang ingin bepergian jauh, mereka selalu
menitipkan barangnya kepada Muhammad saw.

Tetapi nabi Muhammad saw tidak pernah memanfaatkan harta titipan tersebut
untuk kepentingan diri sendiri, meskipun ada kesempatan untuk itu, di sini
kelihatan jelas bahwa nabi Muhammad saw benar-benar manusia terpercaya
sejati yang tidak pernah terbetik dihatinya untuk berkhianat dan memanfaatkan
kesempatan dan kepopulerannya. Meskipun Muhammad Saw dalam kesusahan
dan hidup dalam keluarga yatim, tetapi Muhammad tidak pernah berubah untuk
konsekuen dalam jalan kebenaran.

Muhammad saw sebagai nabi terkhir memngentaskan manusia dari kegelapan


menuju peradaban yang gemilang dan berperikemanusiaan,”yang membacakan
kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan supaya Dia mengeluarkan orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan
kepada cahaya,”(QS. At-Thalaq: 11). Muhammad saw sebagai Nabi revolisioner
dihadapkan kepada kondisi masyarakat yang carut-marut, penindasan,
perbudakan, kesenjangan social, masyarakat yang berperadaban pagan, penindas
dan keji dan tidak berperasaan. Meskipun Muhammad saw hidup dan tinggal
dalam masyarakat seperti itu, Ia tidak ikut larut meskipun Beliau juga manusia
biasa, inilah salah satu yang membedakannya dengan orang lain, beliau selalu
terjaga dari sifat tercela dan dosa.

Ziaul Haque dalam buku,”Revolusi Islam” mengatakan sebagai berikut,”Ia


(Muhammad) juga disebut sebagai nabi Revolisuoner pertama pada masa
modern, karena dialah yang pertama kali melihat secara jelas pertentangan
berkepanjangan antara kebijakan dan kebathilan yang ada dalam formasi social-
ekonomi, perjuangan kelas, perlawanan antara kaum tertindas dan penindasan,
tertekan dan penekan, budak dan majikan, pekerja tanah dan tuan tanah, dan
antara yang kuat dengan yang lemah.” Penjelasan ini makin memperjelas bahwa
misi Muhammad saw selain membawa wahyu Allah, juga membawa misi
kemanusiaan universal yang bebas dari penindasan dan kezaliman.

Walaupun sebagai Nabi revolusioner, Muhammad saw tidak pernah memaksa


manusia untuk mengikuti ajarannya, bahkan beliau termasuk manusia paling
sabar di dunia, paling santun di jagad ini, beliau bersifat lembut, santun dan
ramah kepada kawan maupun lawan. Tidak pernah ditemukan dalam sejarah
hidupnya beliau menggunakan senjata untuk memaksa seseorang masuk agama
Islam. Ketika Muhammad saw menaklukkan Mekah, beliau tidak menggunakan
senjata, ketika beliau telah secara pasti menang beliau berkata,”Pergilah kalian
ke mana saja yang kalian sukai! Kalian tetap hidup bebas!” Islam sangat
mendorong umatnya untuk berlaku ramah dan santun serta lembut dalam dalam
menyelesaikan masalah.”Sesungguhnya Allah menyukai kelembutan dalam
setiap urusan,”(HR. Bukhari). Dalam hadis lain dikatakan,”Siapa yang tidak
diberi kelembutan sungguh telah dihalangi dari mendapatkan kebaikan,”(HR.
Muslim).

Dengan ajaran kelembutan dan kasih sayang Muhammad saw sebagai Nabi
revolusioner mengangkat derajat perempuan, perempuan disejajarkan setara
dengan laki-laki, tetapi pensejajaran ini tidak menghilangkan sifat
keperempuanan seorang wanita, sebuah emansipasi benilai keislaman yang
melindungi hak-hak perempuan yang menjaga kehormatan dan kemuliannya
sebagai seorang perempuan. Emansipasi yang memberi peluang sama bagi para
perempuan untuk mencapai ridha Allah, punya kesempatan dan waktu yang
sama untuk mendapat pahala dan kemuliaan di sisi Allah.

Para penguasa Mekah, baik saudagar kaya, dan para konglomerat mencibir dan
menghina Muhammad yang berasal dari keluarga miskin, gembel, yatim dan
buta huruf tampil menjadi seorang manusia pilihan dan mengaku sebagai Nabi
Allah. Mereka tidak mempercayai Muhammad sebagai Nabi pilihan Allah, para
pemuka Mekah berharap yang menjadi Nabi adalah dari kalangan mereka juga,
yaitu dari para pembesar, kongklomerat Mekah, mereka merasa lebih pantas
untuk smenjadi pilihan karena mereka merasa terhormat kaya dan terpandang
dari segi fisik dan harta benda.

Meskipun begitu, Muhammad saw selalu tabah dan sabar, Ia terus menjalankan
dakwahnya meski harus dicaci-maki, dihina dan dianggap gila,”Maka tetaplah
memberi peringatan(hai Muhammad), dan kamu, dengan nikmat Tuhanmu,
bukanlah seorang tukang tenung atau orang gila. Bahkan mereka berkata, Ia
adalah seorang penyair yang kami harapankan kecelakaan menimpanya,”(Qs.
Ath-Thur:29-30). Ketabahan dan keuletan beliau dalam berdakwah juga
dilatarbelakangi akan tugas suci yang beliau pikul, Ziaul Haque mengatakan
Nabi revolusioner mempunyai tugas sebagai berikut: Supremasi hukum,
pembebasan kaum lemah dan tertindas, membangun komunitas atas dasar
egalitas social, cinta kasih, keadilan dan persaudaraan.

Untuk mewujudkan hal di atas, Muhammad Saw berusaha mengambil hati


umatnya dengan akhlak yang baik, dan ajaran-ajaran yang disampaikan sesuai
dengan tingkat pemahaman dan dapat diterima oleh akal manusia, maka tidak
heran jika Allah menerangkan bahwa Muhammad saw sebagai Nabi
Revolusioner pembawa rahmat.”Tidaklah kami mengutus engkau(wahai
Muhammad), melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam,”(QS. Al-ahzab:
21). Rahmat ini bukan saja dinikmati oleh orang yang percaya kepada beliau
tetapi juga bagi mereka yang tidak mempercayainya, Nurcholish Madjid dalam
buku,”Pesan-pesan Takwa”, mengatakan,” Maka kalau Muhammad Rasulullah
saw itu disebut sebagai rahmat bagi seluruh alam, dengan sendirinya manfaat
serta hikmah dari kehadiran beliau tidak hanya dinikmati oleh mereka yang
kebetulan percaya kepada beliau, dalam bahasa Al-Quran selalu diindentifikasi
sebagai orang-orang yang beriman. Tetapi, diakui atau tidak beliau juga
membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.

Revolusi yang dilakukan Nabi Muhammad saw adalah revolusi menyeluruh


yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia, beliau berusaha merubah
perilaku jahat menjadi perilaku baik, dari pertentangan menuju kesepakatan, dari
perbudakan menjadi persaudaraan, dari kecurangan menuju kepercayaan dari
kesewenang-wenang menuju keadilan, mengkikis habis penindasan terhadap
kaum perempuan dan menyuruh manusia hidup bebas dalam bingkai kepatuhan
terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, mengentaskan manusia dari
penghambaan terhadap thogut, budak harta dan nafsu.

Sebuah revolusi tanpa darah, air mata dan nyawa, sebuah revolusi damai,
menyejukkan, memberi harapan dan kebahagiaan bagi seluruh manusia, bahkan
seluruh makhluk yang ada di bumi ini. Muhammad saw adalah revolusioner
sejati yang membawa manusia kepada jati diri yang memberi arti bagi
kemanusiaan dan peradaban dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarakfuri,Syafiyyurrahman.(2008).Rahiqul Makhtumur.
India:Darussalam.

Shahih al¬-Bukhori,Muhammad bin Ismail al-Bukhori(256 H),al-Maktabah ar-


Rahimiyyah,Dyuband,India,1384-1387 H.

Hitti, Philip k. 2002. HISTORY OF THE ARABS. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai