Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
5. Bagaiman aplikasi konsep & prinsip transkultural nursing sepanjang daur
kehidupan manusia ?
6. Bagaimana penerapan konsep kultur lainnya ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami bagaimana aplikasi transkultural
nursing sepanjang daur kehidupan manusia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan pengertian transkultural
b. Menjelaskan peran dan fungsi perawat
c. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya
d. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya
e. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing sepanjang
daur kehidupan manusia
f. Menjelaskan penerapan konsep kultur lainnya
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang daur
kehidupan manusia
2. Bagi Pembaca
Memberikan Wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang
daur kehidupan manusia, serta dapat meningkatkan wawasan pengetahuan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transkultural
3
budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring
semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya
4
Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh
kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan
bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai
dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya.
Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu
area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai –
nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada
seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.
Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan
untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah
kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah
laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi
praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau
maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger
berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan
kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan
perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
5
komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik
individual, keluarga, komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk
mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat
menerapkan kesamaan budaya (Leininger dan MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai
dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi
sosial, dan keterampilan bahasa sertamenayakan penyebab penyakit atau
masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat
secaratradisional baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah,
suci untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini dilakukan untuk
pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang
berguna dalam mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit
dari leininger menggambarkankeberagaman budaya dalam kehidupan sehari-
hari dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara
komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya
dan dimensi struktur sosialmasyarakat, konteks lingkungan, bahasa dan riwayat
etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu(Potter dan perry,
fundamental keperawatan ed 7, 187)
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan
demografik populasi pada lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan
data sensus. Data sensus didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta
laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya perawta menggunakan
teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan kontras untuk mendorong klien
menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan
budayanya( Spradley, 1979).
Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin
hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi.
Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu
hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan.
6
D. Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
7
pasien secara verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap
klien yang harus ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak
menimbulkkan rasa ketidak nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang
personal yang harus menjadi pertimbangan tetapi juga mengenai waktu
,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic ada yang memprioritaskan
pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini akan
membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan perawtan klien
juga menjadi factor kajian, di sini perawat harus melihat bagai mana keyakinan
dan praktik pengobatan tradisional yang dipercai pasien dlam proses
penyembuhannya apakah dapat membantu atau memperparah penyakitnnya.
Dan factor kajian terakhir yang mempengaruhi adalah pengalam an propesional
perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau dalam member asuhan
keperawatan itu.
8
hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir
pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya
sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya
dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos
tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini
masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam
menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan
bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan,
bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan
yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang
sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari
peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat
adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk
menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan
brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan
dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang
menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh
perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu
oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya
adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun
bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut
balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan,
sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh
diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi
bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui
proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula
9
yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi
budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata
berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun
harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian,
sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur
unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang
sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun
bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin,
umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau
pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi,
kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis
saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan
pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan
kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan,
wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya,
penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta
perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami
kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut
untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan
komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat
etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta
pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang
dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi
waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap
warisan budaya keluarganya.
10
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa
transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut
serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan
budaya, perawat harus paham dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya
pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi
transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu
dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak
sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima)
sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
Pertama,sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak
tumbuh dan berkembang yang meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah
dan lingkungan sekitar tetangga.
Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro
sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di
dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan
teman sebaya.
Ketiga,sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam
setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh
langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan
media massa.
Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup,
seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
Kelima,sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis
transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus
mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai
potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,pola pembelajaran,
11
pola pergaulan termasuk penggunaan media massa,dan pola kebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
a) Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum
terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang
berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya.
Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan
anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut
“two persons system”.
b) Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal
lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan
dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase
adaptasi,karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan
dan bimbingan orangtuanya.
c) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam
sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik
atas rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah
memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah
laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari
lingkungannya.
d) Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak
lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk
mendapatkan penghargaan,tapi sudah menjadi bagian dari karakter
yang menyatu dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah
mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di
sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam
tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh
budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan
pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku
perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan
12
kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping dengan
membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat
juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan
sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas
perkembngan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara
kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang
budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan
psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan
sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang
berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak
yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan
anak.
13
tidak biasa. Penyembuhannya adalah berdasarkanpengetahuan secara gaib atau
supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Penyembuhan dapat
melalui seorang dukun atau “ wong tuo “.Ada beberapa kategori dukun pada
masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing – masing :
1) Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak
melahirkan.
2) Dukun pijat/tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang
sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat.
3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna.
4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
5) Dukun hewan : khusus mengobati hewan.
Sedangkan konsep naturalistik,penyebab penyakit bersifat natural dan
mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun,
bisa, kuman atau kecelakaan . Di samping itu ada unsur lain yang
mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh, misalnya dingin, panas, angin
atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini disebut dengan penyakit biasa.
Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan ,
artinya dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali .
Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak
terlepas dari tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :
1) Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.
2) Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut ,
diperas dan airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat
ditambah sedikit gula batu dan dapat juga digunakan sebagai penambah
nafsu makan.
3) Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis
4) Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yakni dengan
dikeringkan terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum
seperlunya.
14
5) Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam
panas, dan penambah nafsu makan.
6) Jagung muda (yang harus merupakan hasil curian = berhubungan
dengan kepercayaan) berguna untuk menyembuhkan penyakit cacar
dengan cara dioleskan dibagian yang terkena cacar.
7) Daun sirih untuk membersihkan vagina.
8) Lidah buaya untuk kesuburan rambut.
9) Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal.
10) Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.
11) Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.
12) Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu
diminum ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki
13) Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning
yaitu dengan cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging kelapa muda
dapat dimakan sekaligus , tidak boleh kelapa yang sudah tua.
Budaya Sunda
a) Sakit Demam
Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal – pegal, menggigil,
kadang – kadang bibir biru. Penyebab demam adalah udara kotor,
menghisap debu kotor, pergantian cuaca, kondisi badan lemah,
kehujanan, kepanasan cukup lama, dan keletihan. Pencegahan demam
adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap, makan teratur,
olahraga cukup, tidur cukup, minum cukup, kalau badan masih
panas/berkeringat jangan langsung mandi, jangan kehujanan dan
banyak makan sayuran atau buah. Pengobatan sendiri demam dapat
dilakukan dengan obat tradisional, yaitu kompres badan dengan
tumbuhan daun melinjo, daun cabe atau daun singkong, atau dapat juga
dengan obat warung yaitu Paramek atau Puyer bintang tujuh nomor 16.
b) Keluhan Batuk
15
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut,
batuk biasa, dan batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking
dengan gejala tenggorokan gatal, terkadang hidung rapet, dan kepala
sakit. Penyebab batuk TBC adalah karena orang tersebut menderita
penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah
menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi
salah satu makanan, makanan basi, masuk angin, makan makanan yang
digoreng dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak
makanan/keselek. Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan
agar jangan kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan
minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan, atau
menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan
obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt
minum obat tradisional yaitu air perasan jeruk nipis dicampur kecap,
daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau
rebusan jahe dengan gula merah.
c) Sakit Pilek
Keluhan pilek ringan, yaitu hidung tersumbat atau berair, dan pilek
berat yaitu pilek yang disertai sakit kepala, demam, badan terasa pegal
dan tenggorokan kering. Penyebab pilek adalah kehujanan menghisap
debu kotor, menghisap asap rokok, menghisap air, pencegahan pilek
adalah jangan kehujanan, kalau badan berkeringat jangan langsung
mandi, apabila muka terasa panas, jangan mandi langsung minum obat,
banyak minum air dan istirahat. Pengobatan sendiri, pilek dapat
dilakukan dengan obat warung yaitu mixagrib diminum 3x sehari
sampai keluhannya hilang. Dapat juga digunakan obat tradisional untuk
mengurangi keluhan , misalnya minyak kelapa dioleskan di kanan dan
kiri hidung.
d) Sakit Panas
Sakit panas adalah sakit yang menyebabkan sekujur tubuh seseorang
terasa panas biasanya yang disertai. Untuk mengobatinya, orang sunda
16
biasa dengan menggunakan labu yang diparut, kemudian dibungkus
kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang sakit panas tersebut
hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan
kompres air dingin.
Budaya Batak
Bagi orang batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa tipe spesifik
penyakit supernatural, yaitu :
a) Jika mata seseorang bengkak,orang tersebut diyakini telah melakukan
perbuatan yang tidak baik (mis : mengintip). Cara mengatasinya agar
matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.
b) Nama tidak cocok dengan dirinya (keberatan nama) sehingga membuat
orang tersebut sakit. Cara mengobatinya dengan mengganti nama
tersebut dengan nama yang lain, yang lebih cocok dan didoakan serta
diadakan jamuan adat bersama keluarga.
c) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim Misalnya : seorang bapak
menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut
tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi
sakit.
d) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut
dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan
dalam pergaulan masyarakat.
Di samping itu, dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan”
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada,
mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan. Obat-obatan
tersebut antara lain:
1) Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan
2) Dappol Siburuk (obat urut dan tulang)
3) Biji sirintak (Untuk mengobati sakit mata)
17
4) Tawar mulajadi (Mengobati penyakit kulit yang sampai
membusuk)
e) Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara
pengobatannya dengan menggunakan belau.
f) Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam )
biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut /
kain yang tebal
Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka . Dami
dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Menurut Dami ada tiga jenis
penyakit yang dikeluhkan para pasien : Pertama, jenis penyakit nonmedis atau
santet/guna – guna. Kedua, penyakit medis seperti jantung koroner, tumor,
kanker, dll. Ketiga, sakit psikologis mis : banyak utang, stress, dll. “Dami
mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang sehat.
Sebaliknya, pikiran yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru memicu
munculnya penyakit dalam tubuh manusia”
Dami mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit :
1) Berdoa.
2) Air
3) Kapsul ajaib
4) Pijat refleksi
5) Suntik.
6) Telur ayam ( kampung ) dan gelas
7) Operasi / bedah
a) Bawang merah : untuk mengobati batuk , yakni dengan cara dihancurkan
(dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain , kemudian ditempelkan
di tenggorokan . Cara ini baik diterapkan pada waktu sebelum tidur
malam.
b) Daun sirih :untuk mengobati orang yang mimisan , yaitu dengan digulung
kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah.
18
c) Daun papaya yang masih muda : untuk menghentikan keluarnya darah dari
bagian tubuh yang luka , yaitu dengan dikunyah sampai halus kemudian
ditempelkan di bagian yang luka tersebut.
19
Analisa Kasus
A. Pengkajian
1. Indetitas
a. Indetitas klien
Nama : Ny, N
Usia : 22 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung Kerta Sukamantri
Diagnose Medis : Post Natal 1 hari (G0P2A0)
20
mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian atas perut, minum
air kelapa muda tetepi bayi tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian
dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien
dibawa ke puskesmas yang jarkanyan 50 km (1jam perjalan
menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setalah dirangsang bayi
keluar pukul 22:00 di Puskesmas. Keluarga memaksa pulang bayi dan
ibu yang baru melahirkan karena menurutnya bayi tidak boleh berada
terlalu lama di luar rumah.
3. Factor teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan
melahirkan disana. Sebelum kehamilan klien tidak pernah
menggunakan alat kontrasepsi dan setalah melahirkan klien dan suami
berencana mengguanakan alat KB tradisional yaitu dengan minum
bunga pohon jati yang telah direbus.
21
5. Factor social dan keterikatan keluarga
Hubungan kekeraban masih sangat kuat terutama dari keluarga
perempuan. Ibu dari pihak wanita, uwak (kakak orang tua wanita), bibi
( adek dari orang tua) akan menginap dan mendukung anak wanitanya
yang baru saja melahirkan sampai dengan bayi berusia 1 minggu.
Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Biasayan pasangan
akan menayakan terlebih dahulu kepada orang tua masing – masing
bagaimana yang terbaik. Tetepi keputusan tetep diambil oleh suami.
Selama proses setlah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan
tinggal dipihak suami.
22
saudara muda yang akan mendapingi bayi dalam keadaan suka dan
duka.
8. Factor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki –
laki, berkerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk berdagang,
kehadiran mertua dan ibu dari pihak wanita sangat membantu ibu
dalam perawatan bayi. Biaya persalinan ditanggung bersama – sama
antar keluarga perempuan dan laki – laki.
9. Factor pendidikan
Pendidikan keduanyan adalah SD, meraka tidak mengetahui adanya
Kontrasepsi moderan karena selam pendidikan belum pernah
mendengar alat kontrasepsi moderan. Keluarga tidak punya biaya
untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat
jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat
ke sekolah.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko ketidak
patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sisitem nilai yang diyakini.
23
C. Perencanaan dan Pelaksanaan
Berdasarkan data – data yang ada dimana ibu melahirkan anak ke dua,
anak pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan
yang harus dilakukan adalah :
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Indetitas perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
2) Bersikap tenang dan tidak terburu – buru saat berinteraksi dengan
klien.
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat.
b. Cultural care accommodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
2) Jelakan tentang pentingnya makan – makanan yang mengandung
protein. Ikan dan telur boleh saja tidak makan tetepi harus diganti
dengan temped an tahu, kalau bias sekali- kali makan daging ayam
untuk memenuhi kebutuhan protein hawani baik kepada orang tua
maupun keluarga klien.
3) Libatkan keluarga dalam perancanaan perawatan.
c. Cultural care repartening/recodtruction
1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum
untuk meningkatkan pertahanan tubuh bayi.
2) Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive
sampai dengan 6 bulan, tanpa pemberian makanan lain, hanya ASI
3) Gunakan gambar – gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien.
4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua
akan sangat membahayakan kesahatan percernaan bayi dan berikan
contoh – contoh dimana bayi yang baru lahir makan pisang dapat
mengakibatkan kematian.
24
5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya.
6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok.
7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke
tahap SMA atau pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepada
desa sebagai pemimpin di daerah tersebut.
8) Terjemahkan terminologigejala pasein ke dalam bahasa kesehtan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua.
9) Berikan informasi pada klien tenteng saranan keshatan yang dapat
dugunakan misalnya imunisasi di Puskesmas untuk melindungi
bayi dari berbagai penyakit mematikan.
D. Evaluasi
1. Makan – makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein
hewani selain ikan dan telur misalnya daging ayam.
2. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu
tidak lagi membuang ASI Colostrumnya tetapi justru memberikan kepada
bayi.
3. Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut
menangis. Makanan yang diberikan hanyalah ASI sampei dengan 6 bulan
(ASI exclusive)
PEMBAHASAN
25
proses kesehatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal
berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi
selama hidupnya (Iyer et al, 1996).
Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks
budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen
proses keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006).
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Sehingga
didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan keperawatan
transkultural.
Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien pasca
melahirkan. Kasus ini pada umumnya menggunakan format pengkajian pasca
melahirkan. Penggunaan format pengkajian ini pada umumnya hanya melihat
kebutuhan fisik pada ibu melahirkan. Penggunaan pengkajian aspek budaya
pada saat ini dianggap penting karena bila perawat tidak melihat konteks
budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh perawat
tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya
pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila
hal ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai.
A. Pengkajian
26
kekerabatan keluarga, 4)Nilai budaya dan gaya hidup, 5) faktor ekonomi ,6)
faktor pendidikan,7) faktor politik dan peraturan yang berlaku.
1. Faktor teknologi
Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak
mengetahui konteks budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam
mengambil keputusan. Keputusan yang dianggap penting adalah ibu dan
27
suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan ibu yang paling berperan
dalam pengambilan keputusan melainkan suamidan pihak dari keluarga suami.
Sehingga tindakan yang diberikandapat dilaksanakan dengan dukungan dari
keluarga.
Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada
nampak sangat bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas dilihat dari
dibuangnya ASI pertama karena dapat menyebabkan kematian, pemberian
pisang pada hari-hari pertama bayi lahir karena dianggap bayi lapar.
Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak diberikan makanan lain selain
ASI justru dillaksanakan oleh pasien(ibu). Untuk mengatasi hal tersebut maka
harus ada tindakan yang mengubah pola pandang keluarga berkaitan dengan
budaya yang diyakini. Tetapi tentu aja pelaksanaanini harus dilaksanakan
dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan ketidaksesuainkepada
perawat.
B. Diagnosa Keperawatan
28
ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan system nilai yang
diyakini . diagnosa yang diangkat berdasarkan data yaitu ASI (colostrum) tidak
diberikasn kepada bayi, diberikannya pisang pada hari hari pertama bayi lahir
dan ibu tidak diperbolehkan makan makaan protein hewani yang berbau amis
misalkan ikan. Data-data tersebut lebih cenderung kepada diagnosa
ketidakpatuhan pengobatan karena system nilai yang dimiliki pasien sangat kuat.
Untuk mengatasi budaya klien dimana dimana klien tidak diperbolehkan makan
makanan protein hewani yang berbau amis misalkan telur dan ikan, tindakan
yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan.
Intervensi yang diberikan adalah mengganti protei nabati atau hewan yang tidak
berbau amis misalnya daging ayam. Sedangkan budaya yang merugikan
kesehatan bayiyaitu dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka
perawat harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja dalampelaksanaan
tindakanya tidak dapat langsung menyalahkan teteapi dengan dukungan, dengan
pemberian informasi yang adekuat dan dengan penuh kesabaran serta
menggunakan pihak ke3 yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dari daerah
tersebut.
D. Evaluasi
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
30