Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH IMUNOSEROLOGI

DETEKSI TRYPANOSOMIASIS SECARA IMUNOSEROLOGIS

Dosen Pengampu : Budi Setiawan,

Disusun oleh:

INDAH SARI PRIFIANINGRUM


NIM. P07134217017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Trypanosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Trypanosoma.
Trypanosomiasis atau Penyakit surra merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit darah
trypanosoma evansi. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit ternak yang penting dan
dapat menular dari hewan satu ke hewan lainnya (Adiwinata & Dachlan. 1969).
Trypanosoma evansi adalah parasit protozoa darah yang menyebabkan penyakit surra pada
ternak. Parasit ini hidup dalam darah ternak dan ditularkan oleh vektor lalat seperti Tabanus.
Trypanosoma evansi memiliki persebaran yang luas meliputi daerah Asia, Amerika Tengah,
Amerika Selatan,dan Afrika. Trypanosoma evansi dapat bersifat zoonosis atau menular dari
hewan terinfeksi ke manusia. Kejadian Trypanosomiasis akibat infeksi Trypanosoma evansi
pertama kali dilaporkan terjadi di negara India oleh Joshi et al (2005). Penyakit surra
merupakan penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronis (Evans. 1880). Gejala yang
dapat ditimbulkan dari penyakit ini lesu, kurus, anemia, adanya odema di bagian dada dan
bawah perut, ataupun kelumpuhan yang berakibat kematian. Terkadang penyakit ini tidak
menimbulkan gejala klinis.
Kejadian penyakit surra memiliki pola persebaran yang merata dan bersifat sporadik
di Indonesia. Pada tahun 2010 hingga 2011, lebih dari 1.000 ternak mati di Pulau Sumba,
Nusa Tenggara Barat. Kematian terjadi karena ternak menderita anemia berat sebagai
dampak dari infeksi Trypanosoma evansi (Subekti et al., 2013). Pada tahun 2010 penyakit ini
ditemukan pada beberapa ternak besar di Wilayah Sumba Timur dan menyebar disebanyak
enam kecamatan yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidas, Nggaha Ori Angu, Katala Hamulingu,
Tabundung, Wulla Waijelu dan kecamatan Ngadu Ngala, kejadian ini telah ditetapkan
sebagai Kejadian Luar Biasa. Pada Mei 2013 kejadian surra ditemukan diwilayah Banten
yang meliputi Desa Pagelaran, Pandeglang, Desa Calung Bungur, dan Lebak. Pada
September 2013, terjadi di Desa Bojong Leles, Lebak, dan pada November 2013, kasus Surra
di Kabupaten Pandeglang menyebar semakin merambah ke beberapa desa diantaranya Jiput,
Pagelaran, Menes, dan Cimanuk. Di Kota Serang, Surra menuju Desa Curug Manis, dan
Pageragung. Sementara pada Maret-April 2014, kasus Surra terjadi di Desa Pagelaran, Desa
Abuan, Mones, Kabupaten Pandeglang.
BAB II
ISI

Metode Diagnosis

1. Uji Parasit
Uji ini sangat bergantung pada jumlah parasit trypanosoma yang beredar
dalam sirkulasi darah. Dengan demikian, teknik ini paling baik digunakan pada
infeksi akut saat terjadi parasitemia tinggi.
Preparat Darah Segar. Satu tetes darah diletakkan pada gelas objek.
Kemudian ditempelkan gelas penutup (cover glass) sehingga darah akan tersebar
merata pada gelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop
cahaya (200x) untuk melihat pergerakan (motilitas) trypanosoma yang masih hidup.
2. Preparat Ulas Darah Tebal
Dilakukan dengan cara meletakkan tetesan darah (dua atau tiga tetes) pada
gelas objek, kemudian dioleskan dengan menggunakan tusuk gigi atau gelas objek
yang lain sehingga terbentuk luasan 1,0 – 1,25 cm2. Preparat dikeringkan pada suhu
ruang selama minimal satu jam. Selanjutnya preparat diwarnai dengan Giemsa selama
25 menit. Setelah dicuci dengan aquades, pengamatan dapat dilakukan menggunakan
mikrokop cahaya (500–1000x).
Kelebihan dari preparat ulas darah tebal adalah bahwa teknik ini dapat
membuat endapan darah pada area yang kecil sehingga waktu yang diperlukan untuk
mendeteksi parasit menjadi lebih singkat.
Kelemahan teknik ini adalah bahwa agen T. evansi dapat menjadi rusak
selama proses pengerjaan preparat sehingga teknik ini tidak direkomendasikan untuk
identifikasi spesies trypanosoma pada kasus infeksi campuran (mixed infections).
3. Preparat Ulas Darah Tipis
Sebanyak satu tetes darah diletakkan pada gelas objek kemudian
diulas/digesekkan dengan ujung gelas objek yang lain. Preparat kemudian difiksasi
dengan methanol (methyl alcohol) selama dua menit, dikeringkan dan diwarnai
dengan Giemsa selama 25 menit. Preparat dicuci, dikeringkan dan diwarnai dengan
pewarna May–Grünwald selama 2 menit. Kemudian ditambahkan PBS (pH 7,2) dan
dibiarkan selama 3 menit. Setelah itu dilarutkan dalam pewarna Giemsa selama 25
menit, preparat dicuci dan akhirnya dikeringkan. Pengamatan dilakukan dengan
mikroskop cahaya (400–1000x) untuk melihat morfologi secara detail dan untuk
kepentingan identifikasi spesies trypanosoma. Sebagai alternatif, pewarnaan preparat
dapat dilakukan dengan menggunakan pewarnaan cepat (rapid staining techniques).
4. Biopsi Limfonodus
Sampel biopsi diambil dari limfonodus prescapularis atau precruralis
(subiliacus). Sampel biopsi limfonodus diletakkan pada gelas objek, ditutup dengan
cover glass dan diamati dengan mikroskopik.
5. Pemeriksaan Haematologi
Kondisi anemia merupakan salah satu gejala yang berkaitan dengan infeksi
trypanosoma walaupun bukan gejala yang khas (patognomomis). Pada hewan yang
mengalami infeksi subklinis misalnya, dapat terjadi parasitemia tanpa ditemukan
gejala anemia. Anemia pada hewan terinfeksi T. evansi dapat diketahui dengan
menghitung volume sel darah (packed cell volume). Teknik ini dapat digunakan untuk
pengamatan/surveilans penyakit Surra dengan basis populasi. Prosedur pengujian
sama dengan prosedur pada sentrifugasi hematokrit . Sampel darah pada tabung
kapiler diamati dan hasil uji dipresentasikan dalam bentuk persentase sel darah merah
terhadap volume total darah.
6. Uji Serologis
Metode yang digunakan untuk mendeteksi antibodi humoral spesifik terhadap
antigen T. evansi antara lain card agglutination tests (CATT), enzyme-linked
immunosorbent assay(ELISA), dan latex agglutination tests. Sensitifitas uji serologis
lebih tinggi daripada uji parasit, namun diperlukan standarisasi terutama berkaitan
dengan interpretasi hasil dan prosedur pengujian di laboratorium.
7. Uji Molekuler
Metode polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi agen T.
evansi di dalam darah host yang terinfeksi dan dalam darah (blood meal) pada lalat
Tabanus. Teknik PCR memiliki sensitifitas uji yang hampir sama dengan teknik
inokulasi pada hewan percobaan (MIT). Hasil uji PCR negatif palsu (false negative)
dapat terjadi pada kondisi parasitemia yang sangat rendah misalnya pada infeksi
kronis.
8. Latex agglutination tests
Pengujian dilakukan dengan mereaksikan partikel lateks yang dilapisi antigen
T. evansi RoTat 1.2 (antigen-coated latex particles) dan sampel serum darah hewan
inang pada test card. Perubahan pada test card dapat diamati di akhir waktu inkubasi.
Reaksi aglutinasi terhadap partikel lateks akan tampak pada sampel serum darah yang
mengandung agen T. evansi.
9. Card agglutination tests (CATT)
Telah diketahui bahwa trypanosoma mampu menampilkan berbagai variasi
antigen permukaan (variable antigen types / VAT). Hal ini menjadi dasar untuk
pengujian dengan metode card agglutination test (CATT). Metode CATT
menggunakan VAT trypanosoma yang dikenal sebagai RoTat 1.2. Antigen
permukaan, baik yang dapat berubah bentuk (variable) maupun yang tidak
(invariable), berperan dalam reaksi aglutinasi. Hasil uji akan tampak berupa reaksi
aglutinasi dimana granul berwarna biru akan terlihat sebagai tanda positif reaksi.
Metode CATT terutama digunakan untuk pengujian serologis dengan basis
populasi, bukan individual. Metode CATT dapat digunakan untuk pengujian serologis
pada fase infeksi subklinis atau kronis.
10. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Sensitifitas metode ELISA diketahui lebih baik daripada metode CATT. Pada
pengujian ELISA dengan basis individual, diperlukan kehati-hatian saat melakukan
interpretasi hasil uji dan lebih baik jika ditunjang dengan uji parasit. Metode ELISA
sangat bermanfaat untuk surveilans/pengamatan pada populasi hewan yang besar.
Teknik ELISA bekerja dengan cara mendeteksi antibodi spesifik terhadap
trypanosoma . Hal ini dapat dilakukan melalui reaksi antara enzim bertaut anti
immunoglobulin (enzyme-linked anti-immunoglobulins) dan antigen terlarut pada
ELISA plate. Enzim yang digunakan antara lain peroxidase, alkaline phosphatase atau
enzim lain yang sesuai. Konjugat enzim akan berikatan dengan kompleks antigen-
antibodi dan kemudian bereaksi dengan substrat sehingga menghasilkan perubahan
warna. Perubahan warna tersebut terjadi akibat adanya ikatan dengan substrat atau
karena penambahan indikator (chromogen). Antigen yang digunakan untuk melapisi
ELISA plates diperoleh dari darah tikus yang mengalami parasitemia tinggi.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Penyakit surra merupakan penyakit yang disebabkan oleh trypanosome evansi dan
dapat menyerang hewan vertebrata jenis apapun. Penyakit ini tergolong PHMS atau penyakit
hewan menular strategis dan sangat berbahaya karena bersifat akut dan kronis, juga tidak
memiliki gejala yang spesifik. Penyebaran penyakit ini sendiri tergantung pada vector
penyebarannya. Epidemiologi dari penyakit ini telah meyebar mulai dari afrika, asia tengahm
selatan dan tenggara, dan juga amerika selatan. Morfologinya sendiri berbentuk runcing di
kedua ujungnya dengan ukuran 23 – 25 µm. ditengahnya terdapat karsioma yang terletak
hampir di sentral. Siklus hidupnya sendiri dapat beberapa fase leismania. Leptomonas,
kritidia dan trypanosome. Siklus penularannya terjadi karena 2 vektor yaitu vekto mekanik
yang melalui perantara lalat dan biologis melalui perantara daging dan darah.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari infeksi trypanosome evansi ini berbeda
beda setiap hospes tetapi tidak memiliki gejala yang amat spesifik. Umumnya gejalanya
berupa demam tinggi berulang yang diikuti dengan gejala sekunder berupa anorexsia,
kelemahan, aborsi, kekurusan dan penurunan produksi. Diagnose yang dapat dipakai untuk
mendeteksi adanya trypanosome ialah dengan melakukan uji serologi dapat dilakukan dengan
metode card agglutination test for trypanosomes (CATT). Pencegahan tentunya
mengendalikan factor lingkungan dan security kandang. Sedangkan pengobatan dapat
diberikan antrycide secara sub cutan, suramin secara intra vena, diminazeneacceturat secara
intra musculara, dan isometadium secara intra muscular.

SARAN

Adapun saran ialah untuk selalu menjaga bio security dari kandang untuk
mengendalikan penyakit surra maupun penyakit lainnya mengingat sangat berbahayanya
peyakit surra ini. Karena kita tahu mencegah lebih baik dari mengebati.
DAFTAR PUSTAKA

http://bbpkhcinagara.bppsdmp.pertanian.go.id/2016/08/02/metode-diagnosa-
penyakit-surra/

http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/4/

http://alitbudiartawan.blogspot.com/2015/03/penyakit-surra-atau-
trypanosomiasis.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai