Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan diantara aliran-aliran
kalam adalah masalah perbuatan tuhan dan perbuatan manusia, serta kehendak
mutlak dan keadilan tuhan. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan
ulama’ kalam mengenai Iman. Ketika ulama’ menyoroti siapa saja yang masih
dianggap beriman dan siapa yang kafir, diantara pelaku tahkim, para ulama’ kalam
secara tidak langsung harus mencari jawaban atas pertanyaan yang kemudian
muncul, berupa; siapa sebenarnya yang mengeluarkan perbuatan manusia, apakah
Allah sendiri?, ataukah manusia dengan sendirinya?, atau kerjasama antara
keduanya. Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam fatalis
(predestination) yang diwakili oleh Jabariyah, dan free –will yang diwakili oleh
Qodariyah dan mu’tazilah. Adapun Asy’ariyah dan Maturidiyah mengambil sikap
tengah (Awsath).
Persoalan ini kemudian meluas pembahasan dan perdebatannya, hingga
mencapai titik kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan. Perbandingan inilah
yang kemudian menjadi objek kajian dalam mata kuliah ilmu kalam yang kita
pelajari dan kita kaji sekarang ini.

B. Fokus Pembahasan
Beranjak dari latar belakang diatas, fokus pembahasan dalam kajian yang
kami angkat ialah sebagai berikut:
- Apa dan bagaimanakah perbuatan tuhan serta manusia dari setiap aliran ilmu
kalam?
- Bagaimanakah perbandingan tentang kehendak tuhan dan keadilan mutlak dari
setiap aliran ilmu kalam?
- Apa dalil yang memperkuat kedua pembahasan tersebut dari setiap alirannya?

1
2

C. Tujuan Pembahasan
Dengan fokus pembahasan kajian tersebut, maka tujuan pembahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Mendeskripsikan serta menerangkan perbuatan tuhan serta manusia dari setiap
aliran ilmu kalam.
- Mendeskripsikan perbandingan tentang kehendak tuhan dan keadilan mutlak
dari setiap aliran ilmu kalam.
- Menerangkan dasar dalil yang memperkuat pembahasan-pembahasan dari
setiap aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
(Perbandingan Pemikiran Aliran Ilmu Kalam)

A. Perbandingan Antar Aliran Perbuatan Tuhan Dan Perbuatan Manusia

1. Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan
melakukan perbuatan. Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari
dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.

a. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, aliran ini berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun ini
tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk, karena Ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Didalam Al-qur’an pun jelas
dikatakan bahwa Tuhan Tidaklah berbuat dzalim.
“ ‫ْس بِظَاَّل ٍم لِّ ْل َعبِ ْي ِد‬
َ ‫… َواَ َّن هللاَ لَي‬.”
Yang artinya:“Dan sesunggunya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-
hamba-Nya ”
(Q.S. Ali Imron [3] : 182)
Ayat Al-qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung
pendapatnya diatas ialah surat Al-Anbiya’ [21] ayat 23 ,dan surat Ar-Rum [30]
ayat 8.
Qadi Abd Al-Jabar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari
perbuatan yang buruk.

3
4

Sedangkan ayat kedua menurut Al-jabar menganduung petunjuk bahwa


Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk.
Dengan perasionalan
Andaikata Tuhan melakukan perbuatan buruk, pernyataan bahwa Ia menciptakan
langit dan bumi serta segala bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak
benar atau berita bohong.
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan tuhan yang
berjalan dengan sejajardengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan
kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa
tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia.
Kewajiban-kewajiban tersebut dapat disimpulkan dalam satu hal yaitu
Kewajiban berbuat baik bagi manusia. Faham kewajiban Tuhan berbuat baik
bahkan yang terbaik (As-Shalah wa Al-ashlah) mengonsekuensikan Mu’tazilah
memunculkan faham kewajiban Allah sebagai berikut:
1. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
2. Kewajiban mengirimkan Rasul
3. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id)

b. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, faham tuhan berkewajiban berbuat baik dan
terbaik bagi manusia seperti yang dikatakan faham mu’tazilah tidak dapat
diterima dan bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Hal ini ditegaskan oleh Al-ghozali ketika mengatakan Tuhan tidak berkewajiban
berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran asy’ariyah tidak
menerima faham Tuhan memiliki kewajiban, Tuhan dapat mberbuat sekehendak
hati-Nya.
Karena percaya pada kekuasaaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran asy’ariyah menerima faham
pemberian beban diluar kemampuan manusia. Al-asy’ari sendiri mengatakan
dengan tegas dalam kitab Al-luma, bahwa Tuhan dapat meletakkan bebanyang tak
dapat dipikul pada manusia. Al-ghozali pun mengatakan hal ini dalam Al-iqtisad.
Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Kalau tuhan menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam faham aliran ini tidak
berbuat untuk kepentingan manusia.
c. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara
Maturiidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah
Samarkand berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal
yang baik saja. Dengan demikian juga pengiriman Rasul dipandang Maturidiyah
Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan sama dengan
Asy’ariyah mengenai faham Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun,
sebagimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya. Seperti
memeberi upah kepada orang yang bebuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja
membatalkan ancaman bagi orang-orang yang berbuat dosa besar. Adapun
pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman Rasul sesuai dengan
pemahaman mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidak lah
bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
Mengenai memberikan beban kepada manusia diluar bats kemampuannya
(Taklif ma la Yutaq) aliran maturidiyah Bukhara menerimanya. Al-Badzawi
berkta tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-kewajiban yang tak dapat
dipikulnya atas diri manusia. Sebaliknya aliran maturidiyah Samarkand
mengambil posisi yang dekat dengan dengan mu’tazilah, Menurut Al-fiqh Al-
Akbar, Almaturidi tidak setuju dengan pendapat aliran Asy’ariyah dalam hal ini‫و‬
karena Alqur’an mengatakan bahwa Tuhan tidak membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiaban yang tak terpikul.

2. Perbandingan Antar Aliran Dalam Segi Perbuatan Manusia


Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang
dilakukan oleh kelompok jabariyah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin
shafwan) dan kelompok Qadariyah (pengikut ma’bad al-jauhani dan ghilan ad-

5
6

dimasyqi) yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih dalam oleh
aliran mu’tazilah, asy’ariyah, dan maturidiyah.

a. Aliran Jabariyah
Terdapat perbedaan pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah
moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Jahm bin
shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim mengatakan bahwa manusia tidak
mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Adapun Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik yang jahat maupun yang baik, tetapi manusia mempunyai
peranan didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang kemudian dikenal dengan Kasab
(Acquisition). Menurut faham Kasab, manusia tidaklah mujbar (dipaksa oleh
Tuhan, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula
menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang
diciptakan Tuhan.

b. Aliran Qadariyah
Aliran qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian
takdir yang dipakai oleh bangsa arab ketika itu, menurut bandgsa arab dalam
perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah
ditentukan semenjak azali terhadap dirinya. Adapun dalam faham Qadariyah
takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan oleh- Nya untuk alam semesta
beserta isinya, semenjak ajal, yaiitu hukum yang dalam istilah Al-qur’an adalah
sunnatullah.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat
menyandarkan segala perbuatan manusia kepada kepada perbuatan Tuhan.
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri.
Banyak ayat Alquran yang mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat Al-
Kahfi [18] : 29

" ... ْ‫ فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُر‬..."


Artinya:
“ Barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir
biarlah ia kafir ”
Dalam surat Ar-Ra’d [13] : 11 disebutkan:
" ‫" اِ َّن هللاَ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَى يُ َغيِّرُوْ ا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ْم‬
Artinya:
“ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu bangsa, kecuali jika mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri. “

c. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan
bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau Free Will.
Menurut Al-juba’I bin Abd Al-Jabbar, Manusia lah yang menciptakan perbuatan-
perbuatanya baik yang baik maupun yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada
Tuhan adalah atas kehendak dan kemauan nya sendiri. Daya (Al-Istitha’ah) untuk
mewujudkan kehendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.
Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari
manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya
perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Dengan faham
ini mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia
berperan dengan pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.

7
8

Kalangan mu’tazilah tidak mengingkari ilmu azali, Allah yang


menengetahui segala apa yang akan terjadi dan diperbuat manusia. Pendapat
inilah yang membedakannya dari penganut Qodariyah murni
d. Aliran Asy-ariyah
Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asy-ari pendiri aliran Asy-‘ariyah,
memakai teori Al-Kasb Asy-ari dapat dijelaskan sebagai berikut. Segala sesuatu
terjadi dengan perantara daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan yang
muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan perbuatan. Sebagai
konsekuensi dari teori kasb ini, manusia kehilangan keaktifan, sehigga manusia
bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.
Argumen yang diajukan oleh Asy-Ari untuk membela keyakinannya
adalah firman Allah:

) 96:‫َوهللاُ خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملوْ نَ (الصافات‬


rtinya:
“Tuhan menciptakan menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.
Wa ma ta’malun pada ayat diatas diartikan Al-Asy’ari dengan apa yang
kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Dengan demikian, ayat ini
mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatnmu. Dengan
kata lain, dalam faham Asy’ari, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia
sebenarnya adalah tuhan sendiri.
e. Aliran Maturidiyah
Kelompok pertama lebih dekat dengan faham Mu’tazilah , sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan Asy‘Ariyah. Kehendak dan daya berbuat
pada diri manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya
manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaanya
dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan
sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian
porsinya lebih kecil daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh
karena itu, manusia dalam faham Al- Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam
Mu’tazilah.
Maturidiyah Bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah
Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya.
Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya tuhanlah yang
dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah
diciptakan tuhan baginya.

B. Perbandingan Antar Aliran: Kehendak Mutlak Tuhan Dan Keadilan Tuhan


Adanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai
kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan
manusiatelah memunculkan pula perbedaan pendapat tentang kehendak mutlak
dan keadilan tuhan.
Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan anusia cenderung
memahami keadilan tuhan dari sudut kepentingan, sedangkan aliran kalam
tradisional yang memberi tekanan pada ketidak bebasan manusia ditengah
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, cenderung memahami keadilan tuhan dari
sudut tuhan sebagi pemilik alam semesta.
Disamping faktor-faktor diatas, perbedaan aliran-aliran kalam dalam
persoalan kehendak mutlak dan keadilan tuhan ini didasari pula oleh perbedaan
pemahaman terhadap kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran yang
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang besar, kekuasaan tuhan pada
hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya.
Adapun aliran yang berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa kekuasaan
dan kehendak tuhan tetap bersifat mutlak.1

1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah yang berperinsip keadilan tuhan mengatakan bahwa tuhan itu
adil dan tidak mungkin berbuat dzalim dengan memaksakan kehendak kepada
hambanya kemudian mengharuskan hambanya itu untuk menanggung akibat

1
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press .Jakarta, 1974, hlm. 118

9
10

perbuatannya. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk


melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari tuhan.
Secara lebuh jelas, aliran mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan tuhan
sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan tuhan itu disebabkan
oleh kebebasan yang diberikan tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam
yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah.
Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak
mutlak tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar ditengah alam
semesta. Itulah sebabnya Mu’tazilah mempergunakan ayat 62 surat Al-Ahzab(33)
Selanjutnya, Aliran Mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Abd Al-Jabbar, bahwa keadilan tuhan mengandung arti tuhan tidak berbuat
dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajibannya kepda
manusia, dan segala perbuatannya adalah baik. Jalan pikiran ini tidak
menghendaki sifat dzalim dalm menghukum, memberi beban yang tidak patuh
bagi Allah. Dengan kata lain tuhan dalam pandangan mu’tazilah, mempunyai
kewajiban-kewajiban yang ditentukannya sendiri bagi dirinya.
Dari uraian tersebut, dapat diambil pengertian bahwa semua perbuatan
yang timbul dari tuhan, dalam hubungannya dengan hambanya, ditentukan oleh
kebijaksaan atas dasar kemaslahatan.
2. Aliran Asy’ariyah
Kaum Asy-‘ariyah, karena percaya pada kemutlakan kekuasaan
tuhan,berpendapat bahwa perbuatan tuhan tidak mempunyai tujuan. Mereka
mengartikan keadilan dengan menempatkan sesutau pada tempat yang
sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadapharta yang dimiliki serta
mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian, keadilan
tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap
mahluknya dan berbuat sekendaknya.
Al-Asy’ari sendiri menjelaskan bahwa Tuhan tidak tunduk kepada
siapapun dan tidak satu dzat lain diatas tuhan yang dapat membuat hukum serta
menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan sandaran oleh aliran Asy-Ariyah untuk
memperkuat pendapatnya adalah ayat 16 surat Al-Buruj[85]2, ayat 99 surat yunus
[10]3
3. Aliran Maturidiyah
Dalam memahami kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan, aliran ini
termisah menjadi dua, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara.
Pemisah ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan
akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan.karena menganut
faham free will dan free act serta adnya batasan bagi kekuasaan mutlak tuhan.
Kaum Maturidiyah Samarkand mempunyai posisi lebih dekat kepada Mu’tazilah,
tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan
lebih kecil dari pada yang diberikan aliaran Mu’tazilah.

2
‫( فَ َعا ُل لِ َما يُ ِر ْي ُد‬Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendakinya)
3
َ َ‫ض ُكلِ ِه ْم َج ِم ْي ًعا اَفَا َ ْنتَ تَ ْك ُرهُ الن‬
َ‫اس َحتَى يَ ُك ْونُ ْوا ُمؤْ ِمنِيْن‬ ِ ‫َولَ ْو شَا َء َربُ َك اَل من َمنْ فِي ْاالَ ْر‬
(Dan Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang dimuka bumi ini
seluruhnya.maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya)

11
12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sekian Aliran kalam yang ada, keseluruhan berpandangan bahwa


Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis
dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. ada Aliran yang
berpendapat bahwa Tuhan adalah pencipta yang maha suci, tanpa ada keterkaitan
dengan makhluqnya Adapula yang berpendapat bahwa tuhanlah yang melakukan
segalanya, dengan manusia tak ayalnya bagaikan wayang.
Mengenai perbuatan manusia yang tidak bisa di jauhkan dari pembahasan
tersebut pemakalah kemudian mengklarifikasi secara besar pokok intinya dengan
tiga pembahasan yakni faham Free Will (Bebas), Faham Paksa (mujbar), dan
faham toleran moderat (bertawasuth)

B. Kritik dan Saran

Dari pembuatan tugas makalah ini, kami dari penyusun mengharapakan


makalah ini bermanfaat dan bisa menambah ilmu bagi para pembaca. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu
kami mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Salim,Agus. 2006. Studi Islam Masa Kini, Solo: Kartasura Press.

As-siddiqy, Ahmad. 2010. Akhlaq Mulia Muslim, Palembang: Pujiasih Post.

Jabir, Moh.Ali. 2000. Studi Bagi Muslim, Yogyakarta: Kartosolo Press.

13

Anda mungkin juga menyukai