Ilmu Kalam
Ilmu Kalam
PENDAHULUAN
B. Fokus Pembahasan
Beranjak dari latar belakang diatas, fokus pembahasan dalam kajian yang
kami angkat ialah sebagai berikut:
- Apa dan bagaimanakah perbuatan tuhan serta manusia dari setiap aliran ilmu
kalam?
- Bagaimanakah perbandingan tentang kehendak tuhan dan keadilan mutlak dari
setiap aliran ilmu kalam?
- Apa dalil yang memperkuat kedua pembahasan tersebut dari setiap alirannya?
1
2
C. Tujuan Pembahasan
Dengan fokus pembahasan kajian tersebut, maka tujuan pembahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Mendeskripsikan serta menerangkan perbuatan tuhan serta manusia dari setiap
aliran ilmu kalam.
- Mendeskripsikan perbandingan tentang kehendak tuhan dan keadilan mutlak
dari setiap aliran ilmu kalam.
- Menerangkan dasar dalil yang memperkuat pembahasan-pembahasan dari
setiap aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
(Perbandingan Pemikiran Aliran Ilmu Kalam)
1. Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan
melakukan perbuatan. Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari
dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
a. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, aliran ini berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun ini
tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk, karena Ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Didalam Al-qur’an pun jelas
dikatakan bahwa Tuhan Tidaklah berbuat dzalim.
“ ْس بِظَاَّل ٍم لِّ ْل َعبِ ْي ِد
َ … َواَ َّن هللاَ لَي.”
Yang artinya:“Dan sesunggunya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-
hamba-Nya ”
(Q.S. Ali Imron [3] : 182)
Ayat Al-qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung
pendapatnya diatas ialah surat Al-Anbiya’ [21] ayat 23 ,dan surat Ar-Rum [30]
ayat 8.
Qadi Abd Al-Jabar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari
perbuatan yang buruk.
3
4
b. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, faham tuhan berkewajiban berbuat baik dan
terbaik bagi manusia seperti yang dikatakan faham mu’tazilah tidak dapat
diterima dan bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Hal ini ditegaskan oleh Al-ghozali ketika mengatakan Tuhan tidak berkewajiban
berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran asy’ariyah tidak
menerima faham Tuhan memiliki kewajiban, Tuhan dapat mberbuat sekehendak
hati-Nya.
Karena percaya pada kekuasaaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran asy’ariyah menerima faham
pemberian beban diluar kemampuan manusia. Al-asy’ari sendiri mengatakan
dengan tegas dalam kitab Al-luma, bahwa Tuhan dapat meletakkan bebanyang tak
dapat dipikul pada manusia. Al-ghozali pun mengatakan hal ini dalam Al-iqtisad.
Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Kalau tuhan menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam faham aliran ini tidak
berbuat untuk kepentingan manusia.
c. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara
Maturiidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah
Samarkand berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal
yang baik saja. Dengan demikian juga pengiriman Rasul dipandang Maturidiyah
Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan sama dengan
Asy’ariyah mengenai faham Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun,
sebagimana dijelaskan oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya. Seperti
memeberi upah kepada orang yang bebuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja
membatalkan ancaman bagi orang-orang yang berbuat dosa besar. Adapun
pandangan Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman Rasul sesuai dengan
pemahaman mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidak lah
bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
Mengenai memberikan beban kepada manusia diluar bats kemampuannya
(Taklif ma la Yutaq) aliran maturidiyah Bukhara menerimanya. Al-Badzawi
berkta tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-kewajiban yang tak dapat
dipikulnya atas diri manusia. Sebaliknya aliran maturidiyah Samarkand
mengambil posisi yang dekat dengan dengan mu’tazilah, Menurut Al-fiqh Al-
Akbar, Almaturidi tidak setuju dengan pendapat aliran Asy’ariyah dalam hal iniو
karena Alqur’an mengatakan bahwa Tuhan tidak membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiaban yang tak terpikul.
5
6
dimasyqi) yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih dalam oleh
aliran mu’tazilah, asy’ariyah, dan maturidiyah.
a. Aliran Jabariyah
Terdapat perbedaan pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah
moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Jahm bin
shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim mengatakan bahwa manusia tidak
mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Adapun Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik yang jahat maupun yang baik, tetapi manusia mempunyai
peranan didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang kemudian dikenal dengan Kasab
(Acquisition). Menurut faham Kasab, manusia tidaklah mujbar (dipaksa oleh
Tuhan, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula
menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang
diciptakan Tuhan.
b. Aliran Qadariyah
Aliran qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian
takdir yang dipakai oleh bangsa arab ketika itu, menurut bandgsa arab dalam
perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah
ditentukan semenjak azali terhadap dirinya. Adapun dalam faham Qadariyah
takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan oleh- Nya untuk alam semesta
beserta isinya, semenjak ajal, yaiitu hukum yang dalam istilah Al-qur’an adalah
sunnatullah.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat
menyandarkan segala perbuatan manusia kepada kepada perbuatan Tuhan.
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri.
Banyak ayat Alquran yang mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat Al-
Kahfi [18] : 29
c. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan
bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau Free Will.
Menurut Al-juba’I bin Abd Al-Jabbar, Manusia lah yang menciptakan perbuatan-
perbuatanya baik yang baik maupun yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada
Tuhan adalah atas kehendak dan kemauan nya sendiri. Daya (Al-Istitha’ah) untuk
mewujudkan kehendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.
Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari
manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya
perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Dengan faham
ini mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia
berperan dengan pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.
7
8
1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah yang berperinsip keadilan tuhan mengatakan bahwa tuhan itu
adil dan tidak mungkin berbuat dzalim dengan memaksakan kehendak kepada
hambanya kemudian mengharuskan hambanya itu untuk menanggung akibat
1
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press .Jakarta, 1974, hlm. 118
9
10
2
( فَ َعا ُل لِ َما يُ ِر ْي ُدMaha Kuasa berbuat apa yang dikehendakinya)
3
َ َض ُكلِ ِه ْم َج ِم ْي ًعا اَفَا َ ْنتَ تَ ْك ُرهُ الن
َاس َحتَى يَ ُك ْونُ ْوا ُمؤْ ِمنِيْن ِ َولَ ْو شَا َء َربُ َك اَل من َمنْ فِي ْاالَ ْر
(Dan Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang dimuka bumi ini
seluruhnya.maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya)
11
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13