Anda di halaman 1dari 42

1

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.T DENGAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
BIMA RSUD BANYUMAS

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh:
NUR RAHMAT DWI FATHONI
19.074
2

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.T Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang BIMA RSUD Banyumas“.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu saya sangat berharap adanya kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan laporan kasus ini. Semoga Alloh SWT
menilai karya ini sebagai amal ibadah.

Cilacap, 26 Maret 2019


3

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Tujuan Penulisan .........................................................................2
C. Manfaat Penulisan........................................................................3
D. Sistematika Penulisan .................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi..........................................................................................5
B. Etiologi..........................................................................................5
C. Manifestasi Klinik.........................................................................9
D. Rentang Respon..........................................................................10
E. Pohon Masalah............................................................................11
F. Penatalaksanaan..........................................................................11
G. Pengkajian Fokus........................................................................12
H. Diagnosa Keperawatan...............................................................16
I. Intervensi.....................................................................................17
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian..................................................................................22
B. Analisa data, Pohon Masalah, dan Diagnosa Keperawatan.......27
C. Intervensi, Implementasi, Evaluasi............................................28
BAB IV PEMBAHASAN
4

A. Pengkajian..................................................................................33
B. Analisa data dan Perumusan Diagnosa......................................35

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................39
B. Saran..........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
5

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan
jiwa, dan memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan
serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderita
gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang
menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa
sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita
gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).
Gangguan jiwa menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DEPKES RI (2012), gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan
global bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja. Ganggan jiwa yang
dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/ skizofrenia saja tetapi
kecemasan, depresi dan penggunaan Narkoba Psikotropika dan Zat adiktif
lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah gangguan jiwa. Resiko perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana saat ini tidak melakukan perilaku
kekerasan tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mempunyai
kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan tersebut (Keliat,
2009).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa
cukup banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/
6

skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728 orang. Adapun


proposi rumah tangga yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat
sebesar 1.655 rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedasaan,
sedangkan yang tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%. Selain itu prevalensi
gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di
Indonesia secara nasional adalah 6.0% (37. 728 orang dari subjek yang
dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi
adalah Sulawesi Tengah (11, 6%), Sedangkan yang terendah dilampung (1,2
%) (Riset Kesehatan Dasar, 20 13).
Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah (2012), mengatakan
angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300
orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini merupakan penderita yang
sudah terdiagnosa. Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab paling sering
timbulnya gangguan jiwa dikarenakan himpitan masalah ekonomi,
kemiskinan. Kemampuan dalam beradaptasi tersebut berdampak pada
kebingungan, kecemasan, frustasi dan perilaku kekerasan dan konflik batin
dan gangguan emosinal menjadi ladang subur bagi tumbuhnya penyakit
mental.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik
dan ingin memberikan asuhan keperawatan kepada pederita gangguan jiwa
khususnya bagi klien dengan resiko perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan
yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan secara holistik dan komunikasi
terapeutik yang bertujuan untuk mencegah resiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan dan munculnya gangguan jiwa yang lainnya, serta
meningkatkan kesejahteraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa Pada
Tn.T dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Bima RSUD Banyumas.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
7

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan secara nyata pada


pasien dengan gangguan jiwa resiko perilaku kekerasan di ruang Bima
RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyusunan laporan kasus ini bertujuan agar penulis
mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
b. Merumuskan diagnose keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Manfaat penulisan bagi mahasiswa untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan.
2. Bagi Akademi Keperawatan Serulingmas
Manfaat studi kasus untuk Akademik diharapkan dapat menambah
sumber dan bahan bacaan pada kepustakaan Institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
3. Bagi Rumah Sakit
Manfaat studi kasus bagi rumah sakit adalah dapat dijadikannya sebagai
bahan masukan agar dalam memberikan asuhan keperawatan lebih
optimal dan mencegah kemungkinan komplikasi dari resiko perilaku
kekerasan.
8

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Farida & Yudi, 2011).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, 2008).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontrol (Yosep, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan
suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada pasien gangguan
jiwa menurut Direja (2011) adalah:
9

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan
arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa
perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik
dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
10

mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak


dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.

c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional) dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan
hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan
adalah:
1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
11

merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan


timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat
erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe
XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak
kriminal (narapidana)
4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah :
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan adalah:
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
12

d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti


penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasan menurut Direja (2011)
adalah:
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
13

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,


dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.1 Rentang Respon Marah (Yosep, 2011)

1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang


lain dan memberikan orang lain ketenangan
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif
3. Pasif: perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan
sebagai suatu usaha dalam mempertahankan haknya
4. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman member kata-kata ancaman tanpa niat
melukai orang lain
14

5. Kekerasan: sering juga disebut dengan ganduh gelisah atau


amuk.perilaku kekerasan yang ditandai dengan menyentuh orang lain
secara menakutkan, member kata-kata ancaman melukai disertai melukai
pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak
secara serius

E. Pohon Masalah

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif
Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :
Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga Berduka Disfungsional


Tidak Efektif

Sumber : (Fitria, 2010)

F. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
15

1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

G. Pengkajian Fokus
Pengkajian untuk pasien halusinasi menurut Afnuhazi (2015) adalah:
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar dari proses
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah pasien.
Data yang dikumpulkn melalui data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat berupa
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
yang dimiliki pasien.
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis.
b. Alasan Masuk
16

Alasan pasien datang ke rumah sakit jiwa, biasanya pasien sering


berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa
tujuan, membanting peralatan rumah, menarik diri.
c. Faktor Predisposisi
1) Biasanya pasien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
3) Pasien dengan gangguan orientasi bersifat herediter
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu

d. Faktor Presipitasi
Merupakan faktor yang memicu pasien dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
e. Psikososial
1) Fisik
Mengukur tanda-tanda vital, TB, BB dan tanyakan apakan ada
keluhan fisik yang dirasakan.
2) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi pasien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh
3) Konsep Diri
a) Gambaran diri: pasien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai
b) Identitas diri: pasien biasanya mampu menilai identitasnya
c) Peran diri: pasien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran pasien terganggu
d) Ideal diri: tidak menilai diri
e) Harga diri: pasien memiliki harga diri yang rendah sehubungan
dengan sakitnya
17

4) Hubungan Sosial: pasien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga


5) Spiritual
a) Nilai dan Keyakinan
Biasanya pasien dengan sakit dipandang tidak sesuai dengan
norma agama dan budaya
b) Kegiatan Ibadah
Pasien hanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat
sakit ibadah menjadi terganggu atau sangat berlebihan

f. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri tidak rapih, tidak serasi atau cocok, dan
berubah dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptive seperti kehilangan,
tidak logis, dan berbelit-belit
3) Aktivitas Motorik
Meningkat atau menurun, impulsive, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal
4) Alam Perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari factor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis
5) Afek
Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen
6) Interaksi Selama Wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap pasien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan
7) Persepsi
18

a) Halusinasi apa yang terjadi dengan pasien


b) Data yang terkait dengan halusinasi lainnya yaitu berbicara
sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari
orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata,
tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan,
merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung
8) Proses Pikir
Biasanya pasien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan pasien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap pasien.

9) Isi Pikir
Keyakinan pasien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya pasien. Ketidakmampuan memproses stimulus
internal dan eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan
waham.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek.
Mudah lupa, pasien kurang mampu menjalankan peraturan yang
telah disepakati, tidak mudah tertarik, pasien berulang kali
menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan
dengan baik, permisi untuk satu hal.
12) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Kemampuan mengorganisasi dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
19

13) Kemampuan Penilaian


Pasien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa
yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
14) Daya Tilik Diri
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan
dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Pasien yang sama
sekali tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan inisiatif pasien.
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan
Keadaan berat, pasien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
2) BAK dan BAB
Observasi kemampuan pasien untuk BAK dan BAB serta
kemampuan pasien untuk membersihkan diri.
3) Mandi
Biasanya pasien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali.
4) Berpakaian
Biasanya tidak rapih, tidak sesuai dan tidak diganti.
5) Istirahat
Observasi tentang lama waktu tidur siang dan malam. Biasanya
istirahat pasien terganggu bila halusinasinya datang.
6) Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan pasien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
7) Aktivitas Dalam Rumah
20

Pasien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti


menyapu.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Harga diri rendah
4. Isolasi sosial

I. Intervensi

Diagno
N sa
Tujuan Intervensi
o Kepera
watan
1 Resiko Setelah dilakukan Intervensi pasien
Perilak tindakan keperawatan
u Sp 1
selama 3x pertemuan
Kekera 1. Bina hubungan saling percaya
san diharapkan pasien dapat
2. Identifikasi penyebab marah
mengontrol pk dengan
3. Identifikasi tanda dan gejala yang
kriteria hasil:
dirasakan
1. Wajah ceria dan
4. Identifikasi bentuk pk yang dilakukan
tersenyum
5. Identifikasi akibat dari pk
2. Mau menceritakan
6. Latih cara control pk dengan cara
penyebab marah
pertama (nafas dalam)
3. Mampu
SP II
mempraktekan cara
1. Evaluasi cara kontrol PK yang pertama
mengontrol marah
2. Bantu Klien cara kontrol PK dengan cara
4. Dapat minum obat
kedua (Pukul bantal/kasur)
dengan bantuan
3. Bantu klien memasukan cara control PK
minimal
ke dalam jadwal harian
SP III
21

1. Evaluasi cara control PK yang sudah


diajarkan
2. Ajarkan klien cara control PK dengan
meminum obat dengan teratur.
3. Anjurkan klien memasukan cara control
PK ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV
1. Evaluasi cara control PK yang sudah
diajarkan
2. Ajarkan cara control PK dengan cara
verbal (menolak, meminta, dan
mengungkapkan dengan baik).
3. Anjurkan klien memasukan cara
control PK ke dalam jadwal kegiatan
harian.
SP V
1. Evaluasi cara control PK yang sudah
dilakukan
2. Ajarkan control PK dengan cara
spiritual
3. Anjurkan pasien memasukan cara
kontrol PK ke dalam jadwal kegitan
harian
2 Gangguan Setelah dilakukan pertemuan SP I
persepsi selama ...hari diharapkan pasien
sensori : pasien dapat mengontrol 1. Identifikasi halusinasi : isi,
halusinasi halusinasi yang dialaminya frekuensi, waktu terjadi, situasi
pendengaran dengan kriteria hasil : pencetus, perasaan, respon.
1. Dapat membina 2. Jelaskan cara mengontrol
hubungan saling percaya halusinasi : hardik, obat,
2. Dapat mengenal jenis, bercakap – cakap, melakukan
isi, waktu dan frekuensi kegiatan.
halusinasi muncul, 3. Masukan pada jadwal kegiatan
respon terhadap untuk latihan menghardik.
halusinasi dan tindakan SP II
yang sudah dilakukan Pasien
serta keberhasilannya. 1. Evaluasi kegiatan menghardik.
3. Dapat menyebutkan dan Beri pujian.
mempraktekan cara 2. Latih cara mengontrol
mengontrol halusinasi. halusinasi dengan obat
4. Dapat minum obat ( jelaskan 6 benar : jenis, guna,
22

dengan bantuan dosis, frekuensi, cara,


minimal. kontinuitas minum obat ).
5. Ungkapkan halusinasi 3. Masukan pada jadwal kegiatan
sudah hilang atau untuk latihan menghardik dan
terkontrol. minum obat.
SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum obat.
Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap –
cakap saat terjadi halusinasi.
3. Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik,
minum obat, dan bercakap –
cakap.
SP IV
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, obat, dan
bercakap – cakap. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian ( mulai 2
kegiatan ).
3. Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik,
minum obat, bercakap – cakap,
dan kegiatan harian.
SP V
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan
mengahardik, obat, bercakap –
cakap, dan kegiatan harian. Beri
pujian.
2. Latih kegiatan harian.
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri.
4. Nilai apakah halusinasi

3. Isolasi Sosial Setelah dilakukan ....x SP I


pertemuan diharapkan klien Pasien
dapat berinteraksi dengan 1. Identifikasi penyebab isolasi
orang lain baik secara sosial, siapa yang serumah,
individu maupun secara siapa yang dekat, yang tidak
berkelompok dengan kriteria dekat dan apa sebabnya.
hasil : 2. Keuntungan punya teman dan
23

1. Klien dapat membina bercakap – cakap.


hubungan saling percaya 3. Kerugian tidak punya teman dan
2. Dapat menyebutkan tidak bercakap – cakap.
penyebab isolasi sosial. 4. Latih cara bercakap – cakap
3. Dapat menyebutkan dengan anggota keluarga dalam
keuntungan 1 kegiatan harian.
berhubungan dengan 5. Masukkan dalam jadwal untuk
orang lain. kegiatan harian.
4. Dapat menyebutkan SP II
kerugian tidak Pasien
berhubungan dengan 1. Evaluasi kegiatan bercakap –
orang lain. cakap ( beberapa orang ). Beri
5. Dapat berinteraksi pujian.
dengan orang lain secara 2. Latih cara bercakap –cakap
bertahap. dengan 2 orang lain dalam 2
kegiatan harian. Beri pujian
3. Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan bercakap – cakap
dengan 2 – 3 orang : tetangga
atau tamu, saat melakukan
kegiatan.
SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan bercakap –
cakap ( beberapa orang ) saat
melakukan 2 kegiatan harian.
Beri pujian.
2. Latih cara bercakap – cakap ( 4
– 5 orang ) dalam kegiatan
harian baru.
3. Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan bercakap – cakap
dengan 4 – 5 orang saat
melakukan 4 kegiatan harian.
SP IV
Pasien
1. Evauasi kegiatan bercakap –
cakap saat melakukan 4 kegiatan
harian. Beri pujian.
2. Latih cara bercakap – cakap
dalam kegiatan sosial : belanja
ke warung, meminta sesuatu,
menjawab pertanyaan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan bercakap – cakap
dengan > 5 orang, orang baru,
saat melakukan kegiatan harian,
dan sosialisasi.
24

SP V
Pasien
1. Evaluasi kegiatan bercakap –
cakap saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi. Beri
pujian.
2. Latih kegiatan harian.
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri.
4. Nilai apakah isolasi sosial
teratasi.

4. Harga Diri Setelah dilakukan tindakan SP I


Rendah keperawatan selama..hari Pasien
diharapkan pasien dapat 1. Identifikasi kemampuan
mandiri melakukan melakukan kegiatan dan aspek
perawatan diri dengan positif pasien ( buat daftar ).
kriteria hasil : 2. Bantu pasien menilai kegiatan
1. Klien dapat membina yang dapat dilakukan saat ini
hubungan saling percaya ( pilih dari daftar kegiatan ).
2. Dapat mengidentifikasi 3. Bantu pasien memilih salah satu
aspek positif individu, kegiatan yang dapat dilakukan
keluarga dan saat ini untuk dilatih.
masyarakat. 4. Latih kegiatan yang dipilih ( alat
3. Dapat menilai dan cara melakukannya ).
kemampuan yang 5. Masukan pada jadwal kegiatan
dimiliki untuk latihan dua kali per hari.
4. Dapat mengembangkan SP II
kemampuan yang telah Pasien
diajarkan. 1. Evaluasi kegiatan pertama yang
dipilih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan
kedua yang akan dipilih.
3. Latih kegiatan kedua ( alat dan
cara ).
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan : dua kegiatan
masing – masing dua kali per
hari.
SP III
Pasien
1. Evaluasi kegiatan pertama dan
kedua yang telah dilatih dan
berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan
ketiga yang akan dilatih.
3. Latih kegiatan ketiga ( alat dan
cara ).
25

4. Masukkan pada jadwal kegiatan


untuk latihan : tiga kegiatan,
masing – masing dua kali per
hari.
SP IV
Pasien
1. Evaluasi kegiatan pertama,
kedua, dan ketiga yang telah
dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan
keempat yang akan dilatih.
3. Latih kegiatan keempat ( alat
dan cara ).
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan : empat kegiatan,
masing- masing dua kali per
hari.
SP V
Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan dan
berikan pujian
2. Latihan kegiatan dilanjutkan
sampai tak terhingga.
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri.
4. Nilai apakah harga diri pasien
meningkat.

BAB III
26

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Telah dilakukan pengkajian tanggal 8 Januari 2020 pada pasien
bernama Tn. T seorang laki-laki, berumur 26 tahun, alamat Bumiayu,
sudah menikah, beragama Islam, bersuku bangsa Jawa Indonesia,
pendidikan terakhir SD. Pasien masuk di RSJ Banyumas pada tanggal 06
Januari 2020 dengan no RM : 00897xx
2. Alasan Masuk Sekarang
Paien datang ke IGD RSUD Banyumas diantar keluarganya karena
mengamuk, gelisah, berbicara ngelantur, berbicara sendiri, marah-marah.
3. Faktor Predisposisi
a. Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan sebelumnya tidak ada.
b. Keluarga pasien mengatakan ada riwayat patah tulang di bagian
telapak tangan retak.
4. Faktor Presipitasi
Pasien mengatakan baru menikah 1 bulan dan pasien tertekan dalam
pekerjaannya.
27

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tingakat Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15
c. Tanda-tanda Vital : TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, Suhu
36,5˚C, Respirasi 20x/menit.
d. Keluhan Fisik : Pasien mengatakan telapak tangan sebelah
kanan retak.
6. Psikososial
a. Genogram

Keterangan :

: Laki – Laki

: Perempuan

: Garis Pernikahan

: Garis keturunan

: Pasien

1. Klien merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara


2. Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu dan kakaknya

b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Pasien mengatakan menyukai semua organ tubuh dari ujung
ramut sampai ujung kaki.
28

2) Identitas Diri
Pasien mengatakan menyebutkan identitas diri seperti nama,
alamat, tanggal lahir. Sudah menikah dan umur 26th
3) Peran Diri
Pasien mengatakan sebelum sakit di rumah pasien melakukan
kegiatan seperti biasa dan setelah menikah pasien merasa
tertekan karna pekerjaan, suka marah-marah , berbicara
ngelantur, berbicara sendiri, mengauk..
4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpl dengan
keluarga yang baru. Pasien juga mengatakaningin segera
sembuh dan tidak ingin mengamuk lahi..
5) Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya, pasien
juga mengatakan dia mampu bekerja dengan baik, pasien
mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
c. Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti
pasien mengatakan orang yang berarti ialah istrinya
b) Peran serta dalam kegiatan masyarakat
pasien sering mengikuti kegiatan-kegiatan semasa lajangnya,
tetapi setelah menikah 1 bulan pasien merasa tertekan karena
pekerjaannya.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dengan orang lain.
d. Spiritual dan Religi
Pasien mengatakan beragama islam dan jarang melakukan ibadah
sholat.
29

7. Status mental
a. Penampilan fisik
Pasien nampak rapih , dan rambut rapih.
b. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan suara keras dan lancar..
c. Aktifitas motoric
Pasien Nampak kooperatif
d. Alam perasaan
Pasien mengatakan putus asa dengan pekerjaanya
e. Afek
Pasien tampak labil saat di wawancarai pasien kontak mata kurang
dan bermusuhan.
f. Interaksi selama wawancara
Pasien saat diajak berbicara kontak mata kurang dan bermusuhan,
respon cepat dengan nada keras.
g. Persepsi
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat dia
melamun, bunyi suara itu tentang pekerjaannya dan sering muncul.
h. Proses piker
Pasien mengatakan tertekan oleh pekerjaannya karena pasien merasa
mempunyai tanggung jawab yang besar.
i. Isi pikir
Pasien mengatakan ingin menjadi suami yang bertanggung jawab
dan mempunyai pekerjaan yang baik.
j. Tingkat kesadaran
Kesadaran pasien baik dan orientasi terhadap tempat dan waktu juga
baik.
k. Memori
a) jangka panjang : Paien mengatakan lahir pada tahun 1993
b) jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa RSJ
Banyumas yaitu keluarganya.
30

c) Jangka saat ini : Pasien masih ingat jika pagi makan dengan
nasi dan sayur.
l. Tingkat kesadaran dan konsentrasi berhitung
Pasien mampu berhitung sederhana yaitu 1-10.
m. Kemampuan penilaian
Pasien mengatakan lebih memilih mandi, makan, dan minum obat
n. Daya tilik diri
Pasien mengatakan tidak menyadari bahwa dirinya sakit.
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan/ Minum
Tidak ada diit khusus, makan 3 kali sehari, dan habis, minum mampu
mengambil sendiri.
b. BAB/ BAK
Klien mampu melakukan BAB dan Bak ditempatnya
c. Mandi
Pasien mampu mandi 2 kali sehari
d. Berpakaian/ Berdandan
Pasien mampu berpakaian dengan baik, rambut bersih dan rapih.
e. Istirahat dan Tidur
Pasien mampu beristirahat dan tidur di siang dan malam hari
f. Penggunaan Obat
Pasien mau dan mampu meminum obat dan juga mau diinjeksi
g. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien diharapkan setelah pulang nanti dapat melakukan kontrol
dengan rutin
h. Kegiatan di dalam rumah
Klien diharapkan mampu melakukan aktivitas didalam rumah
i. Kegiatan diluar rumah
Klien diharapkan dapat mandiri dalam beraktivitas sehari - hari
31

9. Mekanisme Koping
Pasien berbicara dengan keluarganya.
10. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Tidak ada masalah.
11. Pengetahuan kurang tentang
Pasien mengetahui tentang penyakitnya.
12. Aspek Medis
Terapi Medis :
a. Injeksi lodomer 1x5 mg
b. Injeksi diazepam 1x5 mg
c. Alpazolam 2x1mg
B. Analisa Data, Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
No Data Problem
1. DS : Klg pasien mengatakan setelah menikah Resiko Perilaku Kekerasan
1 bulan pasien sering melamun, marah-
marah, mengamuk
DO : pasien tampak gelisah
32

Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko Perilaku Kekerasan
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan
pasien dapat mengontrol pk dengan kriteria hasil:
1. Wajah ceria dan tersenyum
2. Mau menceritakan penyebab marah
3. Mampu mempraktekan cara mengontrol marah
4. Dapat minum obat dengan bantuan minimal
Intervensi:
SP I
1. Bina hubungan saling percaya
2. Identifikasi penyebab marah
3. Identifikasi tanda dan gejala yang dirasakan
4. Identifikasi bentuk pk yang dilakukan
5. Identifikasi akibat dari pk
6. Latih cara control pk dengan cara pertama (nafas dalam)
SP II
1. Evaluasi cara kontrol PK yang pertama
2. Bantu Klien cara kontrol PK dengan cara kedua (Pukul bantal/kasur)
3. Bantu klien memasukan cara control PK ke dalam jadwal harian
SP III
1. Evaluasi cara control PK yang sudah diajarkan
2. Ajarkan klien cara control PK dengan meminum obat dengan teratur.
3. Anjurkan klien memasukan cara control PK ke dalam jadwal kegiatan
harian.
33

SP IV
1. Evaluasi cara control PK yang sudah diajarkan
2. Ajarkan cara control PK dengan cara verbal (menolak, meminta, dan
mengungkapkan dengan baik).
3. Anjurkan klien memasukan cara control PK ke dalam jadwal kegiatan
harian.
SP V
1. Evaluasi cara control PK yang sudah dilakukan
2. Ajarkan control PK dengan cara spiritual
3. Anjurkan pasien memasukan cara kontrol PK ke dalam jadwal kegitan
harian
Implementasi:
Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
Rabu, 8 Januari 2020
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Mendiskusikan dengan pasien alasan masuk RS, penyebab marah, tanda
gejala, bentuk PK yang dilakukan dan akibat dari PK.
3. Menganjurkan pasien cara kontrol PK dengan tarik nafas dalam.
4. Memberi makan dan obat pada pasien
Kamis, 9 januari 2020
1. Melakukan evaluasi mengenai cara kontrol PK yang sudah dilakukan.
2. Mengajarkan klien car kontrol PK dengan cara pukul bantal/kasur.
3. Menganjurkan kepada untuk melakukan apa yang diajarkan jika sedang
marah.
4. Memberi makan dan obat pada Pasien.
Jumat, 10 Januari 2020
1. Melakukan evaluasi mengenai cara kontrol PK yang sudah diajrakan
2. Mengajarkan klien cara kontrol PK dengan cara meminum obat secara
teratur.
3. Menganjurkan klien untuk selalu minum obat secara Teratur
4. Memberikan makan dan obat pada pasien
34

Evaluasi
Diagnosa Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
Rabu, 8 Januari 2020
S: pasien mengatakan merasa tenang
Pasien mengatakan mau melakukan cara yang sudah diajarkan
O: Pasien kooperatif
Tatapan mata pasien masih tajam
A: Masalah RPK belum teratasi
P: Pertahankan SP I dan lanjutkan ke SP II
Kamis, 9 Januari 2020
S: Pasien mengatakan hari ini merasa senang,
Pasien mengatakan paham dengan yang diajarkan dan mau melakukan.
O: Pasien kooperatif
Pasien tenang, tatapan mata tajam
A: masalah RPK belum teratasi
P: Pertahankan SP II lanjutkan SP III
Jumat, 10 Januari 2020
S: Pasien mengatakan mau meminum obat dengan teratur, pasien
mengatakan paham dengan yang sudah diajrakan dan mau melakukanya.
O: Pasien kooperatif
Pasien ingat cara yang sudah diajarkan
Pasien masih nampak labil
A: Masalah RPK belum teratasi,
P: lanjutkan intervensi SP IV
35

BAB IV
PEMBAHASAN

Penulis akan membahas kesenjangan yang ada pada teori dengan kasus nyata
yang ada pada Tn.T dengan diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Bima
RSUD Banyumas. Penulis melakukan pengelolaan kasus selama 3 hari dari
tanggal 8 sampai 10 Januari 2020. Pembahasan yang akan penulis lakukan
meliputi pengkajian, analisa data, dan perumusan diagnosa keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus menerus tentang pasiennya yang merupakan langkah
awal pelaksanaan asuhan keperawatan. Untuk memperoleh data pengkajian
yang akurat sesuai dengan keadaan pasien, diharapkan perawat menggunakan
bahasa yang digunakan sehari-hari, lugas, dan sederhana (Suprajitno, 2012).
Metode yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan data antara lain
dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan dokumentasi (catatan medis).
1. Wawancara
Wawancara yaitu menanyakan atau membuat Tanya jawab yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi pasien, bisa juga disebut dengan
anamnesa. Wawancara berlangsung untuk menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi pasien dan merupakan suatu
komunikasi yang direncanakan (Dalami, dkk, 2011).
Pada saat melakukan wawancara atau anamnesa penulis sedikit
menemukan kesulitan karena pasien masih labil dan belum bisa
mengontrol marahnya dan saat pengkajian pasien menjawab pertanyaan
yang diajukan. Penulis melakukan interaksi dengan system personal
(individu) sesuai dengan pendapat menurut (Tomey & Alligood, 2006)
dimana menggunakan pendekatan model keperawatan interaksi King
yang dijabarkan oleh (Alligood, 2010) didalam system interaksi yang
36

dinamis terdiri dari tiga system saling berinteraksi, yaitu system personal
(individu), system interpersonal (kelompok) dan system sosial. Hasil dari
pengkajian di dapatkan Tn. T mengatakan saat ini perasaannya marah.
Pasien mengatakan sudah di rawat di RSUD Banyumas di instalasi jiwa
untuk yang pertama. Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit
dirinya sempat mengamuk, marah-marah, berbicara sendiri, dan
berbicara ngelantur, dari data pasien sesuai dengan yang disampaikan
(Stuart & Laraia, 2005; 2009) dimana perilaku kekerasan itu suatu bentuk
perilaku untuk melukai atau mencederai diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan secara verbal atau fisik.
Hasil pengkajian tersebut sesuai dengan pengkajian menurut
(Dermawan, 2013) tanda dan gejala dari Resiko Perilaku Kekerasan yaitu
mengepalkan tangan, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak,
mengancam secara verbal dan fisik, melempar atau memukul benda atau
orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan
mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan, tanda dan gejala yang ada
di teori juga ditemukan pada pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yaitu melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk
menentukan masalah kesehatan pasien (Dalami, dkk, 2011).
Hasil dari pemeriksaan fisik pada Tn.T dengan kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,50C, RR
20x/menit, nadi 88x/menit, keluhan fisik tidak ada, riwayat pengobatan
tidak ada, penyakit fisik telapak tangan sebelah kanan retak.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data pasien saat ini dan masa lalu yang dapat
menguatkan informasi tentang pola kesehatan dan pengobatan masa lalu
atau memberikan informasi baru yang digunakan perawat untuk
mengidentifikasi pola penyakit, respon terhadap pengobatan sebelumnya
dan metode koping masa lalu (Dalami, dkk, 2011)
37

Pada kasus Tn.T dokumentasi yang didapatkan oleh penulis adalah


identitas pasien dan diagnose penyakit sesuai kasus yang diangkat.
Identitas pasien, pasien bernama Tn. T seorang laki-laki, berumur 26
tahun, alamat Bumiayu, menikah, beragama islam, bersuku bangsa Jawa
Indonesia, pendidikan terakhir SD. Pasien masuk di RSUD Banyumas
pada tanggal 06 Januari 2020 dengan No CM: 00897XX dengan keluhan
pasien di rumah mengamuk, marah-marah, berbicara ngelantur, berbicara
sendiri, hal tersebut sesuai dengan pendapat (Townsend, 2009) perilaku
kekerasan merupakan ekspresi kekuatan fisik dengan menyerang diri
sendiri atau orang lain.

B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa


Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan
analisis data diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Diagnose keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat mengenai masalah kesehatan actual atau potensian
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman, perawat dapat
mengidentifikasikan dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah status kesehatan pasien
(Evania, 2013). Disini terdapat pendapat menurut (Keliat, 2003) menyebutkan
bahwa pemberian tindakan keperawatan generalis untuk perilaku kekerasan
menghasilkan kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara proses
terjadinya gangguan jiwa itu sendiri yang dihubungkan dengan perilaku
kekerasan.
Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan pohon masalah di konsep
teori muncul empat diagnosa keperawatan, yaitu Resiko Perilaku Kekerasan,
Gangguan persepsi Sensori: Halusinasi, Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah.
38

Pada kasus nyata penulis menemukan 1 diagnosa keperawatan dan diagnosa


keperawatan tersebut sesuai dengan konsep teori. Diagnosa keperawatan yang
muncul pada konsep teori tetapi tidak ditemukan pada kasus nyata yaitu
Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah.
1. Diagnosa keperwatan yang muncul pada kasus nyata dan sesuai konsep
teori, yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
Resiko perilaku kekerasan menurut pendapat Laraia (2005)
merupakan salah satu masalah kepeawatan yang sering ditemui pada
pasien yang dirawat di rumah sakit dan intervensi yang diberikan pada
pasien dapat berupa intervensi keperawatan dan intervensi medis.
Data yang menjadi alasan penulis untuk menegakan diagnose
tersebut adalah pasien pada saat pengkajian pada tanggal 4 februari
2019 pasien mengatakan jika perasaannya saat ini kesal dan bingung,
kemudian di lengkapi dengan data obyektif dari pasien yaitu ada kontak
mata tetapi mudah beralih, tampak bingung dan bicaranya ketus sesuai
dengan tanda gejala dari Resiko Perilaku Kekeasan yang disampaikan
oleh (Keliat & Akemat, 2006) bahwa tanda dan gejala pasien akan
melakukan perilaku kekerasan antara lain mengepalkan tangan,
mengatupkan tulang rahang dengan kuat, muka merah, dan ekspresi
wajah tegang, berbicara keras, berteriak dan menjerit. Penilis menarik
kesimpulan jika Resiko Perilaku Kekerasan sebagai core problem yang
sesuai dengan konsep teori, data tersebut sependapat dengan Laraia
(2005) bahwa resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu masalah
keperawatan yang sering ditemui pada pasien yang dirawat di rumah
sakit yang ditandai dengan gejala-gejala seperti yang terlihat pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan terdapat penilaian stressor
dimana suatu proses dari situasi stress yang komprehensif yang berada
pada beberapa tingkatan secara spesifik proses ini melibatkan respon
kognitif, respon afektif, respon fisiologis, respon perilaku dan respon
sosial..
39

2. Diagnosa yang tidak muncul pada kasus nyata tetapi ada dalam teori,
yaitu:
a. Isolasi Sosial
Isolasi sosial menurut pendapat Dalami (2009) adalah suatu
gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap suatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Terjadinya isolasi sosial menurut Direja (2011) dipengaruhi oleh
faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan social budaya.
Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri
sendiri, orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebh menyukai berdiam diri, menghindar dari orang
lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.
Alasan mengapa penulis tidak mengangkat diagnosa isolasi sosial
pada kasus nyata yang penulis kaji pada tanggal 4 Februari 2019 karena
penulis tidak menemukan data yang mendukung untuk di tegakannya
diagnosa isolasi sosial pada pasien Tn.S.
b. Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 2011).
Alasan mengapa penulis tidak mengangkat diagnosa harga diri
rendah pada kasus nyata yang penulis kaji pada tanggal 4 Februari 2019
karena penulis tidak menemukan data yang mendukung untuk di
tegakannya diagnosa harga diri rendah.
40

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Tn.T dengan Resiko Perilaku
Kekerasan, penulis dapat menyelesaikan masalah yang muncul pada pasien
sesuai dengan teori yang ada serta sesuai dengan proses yang sistematis dari
mulai pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi sampai dengan pendokumentasian.
1. Penulis sudah mendeskripsikan pengkajian pada Tn.T penulis
mendapatkan data yang diperoleh dari asil wawancara atau anamnesa
pada pasien, dan rekam medis sesuai dengan teori, tidak ada kesenjangan
antara data teori dengan data yang diperoleh pada kasus nyata.
2. Penulis sudah mendeskripsikan masalah keperawatan berdasarkan data
yang penulis peroleh dari hasil pengkajian pada Tn.T dengan Resiko
Perilaku Kekerasan, penulis menemukan 1 diagnosa, yaitu: resiko
perilaku kekerasan.
3. Penulis sudah mendeskripsikan perencanaan tindakan keperawatan atau
intervensi pada Tn.T dengan SP I sampai SP V. Selama merencanakan
intervensi atau tindakan keperawatan kepada Tn.T, penulis selalu sesuai
dengan masalah yang muncul.
4. Penulis sudah melakukan implementasi pada Tn.T dengan resiko perilaku
kekerasan, penulis mampu mengatasi masalah yang muncul pada pasien
sesuai dengan teori yang ada. Implementasi yang diberikan oleh penulis
dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau sesuai dengan
masalah keperawatan yang ada.
5. Penulis sudah melakukan evaluasi pada Tn.T di dapatkan satu hasil
diagnosa focus core problem dan dilakukan dengan intervensi pada Tn.T
dengan tiga SP, pada hari terakhir SP tersebut masih di optimalkan.
Karena butuh waktu lama lagi untuk teratasi sampai SP V.
41

6. Penulis sudah melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada


Tn.S dengan resiko perilaku kekerasan dengan di cantumkan pada asuhan
keperawatan tulis tangan yang dilampirkan di bagian lampiran.

B. Saran
1. Bagi RSUD Banyumas
Bagi rumah sakit agar dapat bekerja sama dengan baik antara pihak
kampus dan lembaga rumah sakit. Untuk mengajarkan kepada mahasiswa
tentang bagaimana cara melakukan tindakan keperawatan yang sesuai.
2. Bagi Akper Serulingmas
Bagi institusi pendidikan perlu ditingkatkan pembelajaran pada
mahasiswa tentang pembelajaran praktek yang sesuai dengan teori.
Untuk buku perpustakaan mohon untuk di perbaharui, sarana dan
prasarana penunjang seperti internet mohon untuk diperbaiki kualitasnya,
untuk memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan minat untuk
membaca, guna meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa
khususnya mahasiswa DIII Keperawatan.
3. Bagi Perawat
Bagi profesi keperawatan dalam melakukan pengkajian kepada pasien
hendaknya lebih teliti sehingga data yang didapat benar-benar sesuai
dengan yang diharapkan dan untuk menghindari kesalahan penentuan
diagnosa keperawatan. Dalam berkomunikasi perawat tidak hanya
memperhatikan komunikasi verbal yang dilakukan melalui kata-kata dan
ucapan.
42

DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridyalla. (2015). Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dermawan, Deden. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperwatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Direja, A.H. 2011. Buku Ajar AsuhanKeperawatanJiwa. Jogjakarta : NuhaMedika.

Farida, Yudi. (2011). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba.

Iyus, Yosep. (2007). Keperwatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Iyus, Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Iyus, Yosep. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Masalah Psikologi
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Workshop UI. 2016.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai