Anda di halaman 1dari 23

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar
1. Definisi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata (Herdman, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra (Yusuf, 2015).
Halusinasi adalah gangguan persepsi yang dapat timbul pada klien
skizofrenia, psikosa, pada sindroma otak organik, epilepsi, nerosahisterik
atropin atau kecubung dan zat halusinogenik (Trimelia, 2011).
Jadi halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman.
Halusinasi pendengaran adalah suara-suara yang dirasakan tanpa ada
stimulasi eksternal. Halusinasi pendengaran (auditory) adalah mendengar
suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang
berbicara mengenai klien hingga klien berespon terhadap suara atau bunyi
tersebut (Trimeilia, 2011).
Halusinasi pendengaran lisan Auditory Verbal Halusinasi (AVH)
adalah suara-suara yang dirasakan tanpa ada stimulasi eksternal.
Prevalensi tertinggi fenomena ini adalah pada pasien yang didiagnosis
dengan skizofrenia yaitu 70 - 80%. Dimana cenderung dapat menyebabkan
9

perilaku destruktif, seperti bunuh diri dan pembunuhan, (Dellazizzo et al.,


2018).
Jadi halusinasi pendengaran adalah gangguan persepsi sensori dari
suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori
ini meliputi seluruh pancaindra terutama pada indra pendengaran dengan
mengengarkan suara-suara tanpa stimulasi dari luar.
2. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Prabowo (2014) menjelaskan faktor-faktor predisposisi dari
halusinasi adalah:
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu, misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasientidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya
neutransmitter otak.
d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
10

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh


Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh padapenyakit ini.
2) Faktor presipitasi
Prabowo (2014) menjelaskan faktor-faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi yaitu:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkanketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menamggapi stress.
d. Perilaku
Respons pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak. (Damaiyanti,
Mukhripah dan Iskandar, 2012) menjelaskan:
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalamwaktu yang lama.
11

b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi,
isi dari halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan
menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menjelaskan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tidak jarang akan
mengotrol semua perilaku pasien.
d) Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, pasien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Pasien asyik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman bagi dirinya atau orang lain
individu,tindakankeperawatan pasien dengan mengupayakan
suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan pasien
tidak menyendiri sehingga pasien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
12

e) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secaraspiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu.
3. Tanda dan gejala
Prabowo (2014) menjelaskan perilaku paisen yang berkaitan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
b) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon
verbal lambat
c) Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain
d) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata
e) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
f) Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g) Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) serta rasa takut
h) Sulit berhubungan dengan orang lain
i) Sulit membuat keputusan
j) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung dan marah
k) Tidak mampu mengikuti perintah
l) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik dan agitasi.
4. Macam - macam halusinasi
Macam - macam halusinasi menurut Herdman (2011):
a. Halusinasi penglihatan
Penderita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi
visual sering menimbulkan ketakutan yang hebat pada penderita.
13

b. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai katakata yang
jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap
antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.
c. Halusinasi penghidung
Penderita membau sesuatu yang tidak dia sukai. Halusinasi ini
merupakan gambaran dan perasaan bersalah penderitanya
d. Halusinasi pengecap
Halusinasi murni jarang dijumpai, tetapi sering terjadi bersama
sama dengan halusinasi olfaktorik.
e. Halusinasi perabaan
Halusinasi ini sering dijumpai pada pencandu narkotika dan obat
terlarang.
f. Halusinasi haptik
Suatu persepsi, seolah-olah bersentuhan dengan tubuh orang lain.
g. Halusinasi kinestetik
Merasa anggota tubuhnya terlepas dari tubuhnya, mengalami
perubahan bentuk, dan bergerak sendiri.
5. Rentang respon
Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses piker 1. Gangguan proses


tidak terganggu berfikir/waham
2. Persepsi akurat 2. Iustrasi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten dengan 3. Emosi tidak stabil 3. Kesukaran
pengalaman proses emosi
4. Perilaku cocok 4. Perilaku tidak biasa 4. Perilaku tidak
terorganisasi
5. hubungan sosoal harmonis 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Gambar 2.1 : Rentang respon neurobiologis (Yusuf, 2015)


14

Keterangan gambar:

1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma


sosial dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat,
dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang
meliputi:
a.Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan
dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan. 
b. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra
perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang
lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang
dihasilkan.
c.Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan
individual sesuaidengan stimulus yang datang.
d. Perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan
perannya.
e.Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah
dan tidak senang.
2) Respon transisi
a. Kadang-kadang proses pikir terganggu adalah sustu reflek yang
teratur dan hati-hati
b. Ilusi adalah pengamatan yang tidak sesuai dengan pengindraan
c. Emosi berlebihan adalah emosi yang tidak bias terkontrol
d. Perilaku yang tidak biasa adalah perilaku yang tidak bias diterima
oleh masyarakat pada umumnya
e. Menarik diri adalah suatu percobaan untuk menghindari interaksi atau
hubungan dengaan orang lain
3) Maladaptif
a. Waham adalah keyakinan tentang suatu proses fikir yang tidak sesuai
dengan kenyataan
15

b. Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa


ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
pncaindera terjadi pada saat kesadaran individu penuh/baik
c. Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah tidak biasa
mengeluarkan atau menyampaikan emosinya
d. Perilaku tidak terorganisasi adalah ketika individu tidak mampu
untuk lebih memanfaatkan apa yang ada
e. Isolasi sosial adalah kadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan tidak mampu untuk ber interaksi dengan
orang lain
6. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dengan orang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari
lingkungannya atau stimulus eksternal (Yosep, 2011). Selain dari faktor
lingkungan halusinasi dapat muncul karena faktor prediposisi yaitu pasien
yang mempunyai keluarga yang tidak harmonis akan mengakibatkan
hilagnya rasa percaya diri, mudah frustasi dan lebih rentan terhadap stress,
sedangkan individu yang di manja sejak kecil akan mengakibatkan
ketidakmampuan dalam hidup mandiri. Seseorang yang merasa tidak
diterima di lingkungannya akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak
percaya diri terhadap lingkungannya sehingga individu akan mengalami
stress yang berlebihan dan tidak memiliki rasa tanggung jawab sehingga
individu mudah terjerumus ke penyalahgunaan zat adiktif, hal ini
berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Halusinasi juga dapat di
sebabkan oleh pretisipasi yang meliputi adannya gangguan otak sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi stimulus yang
diterima, sumber koping mempengaruhi individu dalam menanggapi stress
dan mengalami ambang toleransi terhadap stress. Respon terhadap
halusinasi bisa berupa curiga, prasaan tidak nyaman, gelisah, dan tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan yang nyata
dan tidak nyata.
16

Terjadinya halusinasi berawal dari koping keluarga dan individu yang tidak
efektif sehingga dapat menyebabkan harga diri rendah, pasien harga diri
rendah lebih suka mengurung dan malu untuk bersosialisasi terhadap orang
lain sehingga menyebabkan isolasi sosial. Pasien isolasi sosial tidak
mempunyai teman untuk berinteraksi sehingga memunculkan persepsi
sendiri yang akan menyebabkan halusinasi. Pasien halusinasi beresiko
mencederai diri sendir, orang lain, dan lingkungan sehingga menimbulkan
perilaku kekerasan. Pasien halusinasi mengalami penurunan perawatan diri
sehingga mengakibatkan defisit perawatan diri.
17

7. Pohon masalah halusinasi

Perilaku kekerasan

Resiko mencederai diri,


orang lain dan
lingkungan

Defisit
Perubahan persepsi
perawatan diri
sensori: halusinasi

Ketidakefektifan Penurunan motivasi


Regimen terapeutik Isolasi sosial perawatan diri

Koping keluarga dan Harga Diri Rendah Waham


individu tidak efektif

Faktor predisposisi: faktor Faktor presipitasi:


perkembangan, Biologis, stress
sosiokultural, biokimia, lingkungan, sumber
psikologi, genetik dan pola koping individu,
asuh (koping keluarga tidak perilaku.
efektif)

Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


Sumber: Fitria, 2009; Wijayaningsih, 2015; Stuart, 2013.

8. Komplikasi
18

Dampak dari gangguan sensori persepsi: Halusinasi (Trimelia, 2013) yaitu:


a. Resiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cendurung untuk
marah-marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena perilaku klien yang sering marah – marah
dan resiko perilaku kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan
mengisolasi.
c. Harga diri rendah
Hal ini terjadi kerena klien menjauhi dan mengisolasi dari
lingkungan klien beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak
mampu.
d. Defisit perawatan diri : Kebersihan diri
Hal ini terjadi karena klien merasa tidak berguna dan tidak mampu
sehingga klien mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan
dirinya.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofernia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik atau ECT (Elekto Convulsive Therapi)
Terapi kejang listrik merupakan pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan meleawtkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada skizofernia yang tidak mempan
dengan neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Psikoterapi dan rehabilitas
19

Psikoterapo suportif individual atau kelompok sangat membantu,


seperti terapi modalitas yang terdiri dari:
1) Terapi aktivitas
a) Terapi musik
b) Terapi seni
c) Terapi menari
d) Terapi relaksasi
2) Terapi sosial
a) Terapi kelompok
b) Terapi lingkungan

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan terdiri dari pengumpulan data dari perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Pengkajian pada keperawatan gangguan jiwa
menurut Ridhyalla (2015) meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no rekam
medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara
sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan.
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan.
2) Adanya faktor genetik.
d. Faktor presipitasi
Merupakan faktor yang memicu pasien dirawat di RSJ.
e. Pemeriksaan fisik
20

Biasanya klien gangguan jiwa tidak mengalami keluhan fisik.


f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu,
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri: klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuha yang disukai maupun tidak disukai.
b) Identitas diri: klien biasanya mampu menilai identitasnya
c) Peran diri: klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran klien terganggu.
d) Ideal diri: klien tidak mampu menilai diri.
e) Harga diri: klien memiliki harga diri rendah sehubungan dengan
sakitnya.
f) Hubungan social: klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
g) Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan gangguan jiwa dipandang tidak
sesuai dengan norma agama dan budaya.
2) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah dirumah sebelumnya,
saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
h) Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau
cocok dan berubah dari biasanya.

2) Pembicaraan
21

Pembicaraan tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptive


seperti gangguan proses piker, halusinasi, kesukaran proses
emosi, serta isolasi social.
3) Aktifitas motorik
Aktivitas motorik dapat meningkat atau menurun, impulsive,
manarisme, stereobipik, katatonik.
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari factor
presipitasi misalnya sedih atau putus asa serta apatis.
5) Afek
Afek yang sering muncul yitu afek tumpul, datar, afek yang
tidak sesuai, reaklsi berlebihan serta ambivalen.
6) Interaksi selama wawancara
Selama interaksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri serta tidak berkaitan dengan
pembicaraan.
7) Persepsi
Data yang terkait dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran yaitu berbicara atau tertawa sendiri,
marah tanpa ada alasan yang jelas, mengarahkan telingan
kearah tertentu serta menutup telinga.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengoranisir dan menyusun
pembicaraan yang logis dan kohern, tidak berhubungan,
berbelit. Ketidakmampuan klien ini membuat lingkungan
takut dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya klien

10) Tingkat kesadaran


22

Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,


tempat dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek. Mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan
peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Ketidakmampuan mengorganisasi dan konsentrasi terhadap
realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar
berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan masalah
mengalihkan pembicaraan, mengalami masalah dalam
memberikan perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambuil
keputusan, menilai dan mengevalusi diri sendiri dan juga
tidak mampu melaksankan keputusan yang sudah disepakati.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian
terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana serta
keputusan, klien merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini
sering mempengaruhi motivasi dan inisiatif klien.
i) Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Pada keadaan berat, klien sibuk dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi dan cenderung tidak memperhatikan diri
termasuk tidak peduli terhadap makanan karena tidak
mempunyai minat dan kepedulian

2) BAB dan BAK


23

Penulis mengobservasi kemampuan klien dalam melakukan


BAB dab BAK serta kemampuan klien untuk
membersihkan diri.
3) Mandi: biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak
mandi sama sekali.
4) Berpakaian: biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak
ganti.
5) Istirahat
Penulis mengamati tentang lama dan waktu tidur siang dan
malam. Biasanya istirahat klien terganggu bila
halusinansinya kambuh.
6) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga,
dan sistem pendukung sangat menentukan.
7) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas didalam rumah
seperti menyapu dan mengepel.
j) Mekanisme Koping
1) Adaptif: merupakan respon neurobiologis dengan
menunjukan perilaku yang positif.
2) Maladaptif: merupakan respon neurobiologis dengan
menunjukan perilaku negatif
k) Masalah psiokososial dan lingkungan
1) Pengetahuan kurang merupakan informasi yang klien
ketahui mengenai masalah yang sedang klien alami.
2) Aspek medis
Obat yang diberikan pada pasien dengan gangguan pensepsi
halusinasi yaitu chlorpromazine (CPZ), halopenidol (HPL)
Trihexyphenidyl (THP).

2. Diagnose keperawatan
24

Diagnosa keperawatan menurut Prabowo (2014) adalah sebagai


berikut:
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
e. Defisit perawatan diri
3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran (Workshop UI, 2016):
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
a. Gangguan Setelah dilakukan tindakan SP I
Persepsi keperawatan selama ... x ... 1) Mengidentifikasi halusinasi: isi,
Sensori: pertemuan diharapkan frekuensi, waktu, situasi pencetus,
Halusinasi masalah Halusinasi perasaan, dan respon.
teratasidengan kriteria hasil: 2) Jelaskan cara mengontrol
1) Pasien mampu halusinasi dengan menghardik,
mengenali halusinasi minum obat,bercakap-cakap, dan
yang dialaminya melakukan kegiatan.
Pasien mampu mengontrol 3) Latih cara mengontrol halusinasi
halusinasi dengan menghardik.
Pasien mampu mengikuti 4) Masukan pada jadwal kegiatan
program pengobatan secara untuk menghardik.
optimal SP II
1) Evaluasi kegiatan menghardik,
beri pujian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi
dengan obat ( jelaskan 6 prinsip
benar obat).
3) Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik dan
minum obat.
SP III
1) Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum obat, beri
pujian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap
3) Masukan pada jadwal
kegiatanuntuk menghardik, minum
obat, dan bercakap-cakap.
SP IV
1) Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, minum obat, dan
25

bercakap-cakap, beri pujian.


2) Latih cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan harian
( mulai 2 kegiatan).
3) Masukan pada jadwal kegiatan
untuk menghardik, minum obat,
bercakap-cakap, dan kegiatan
harian.
SP V
1) Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, minum obat, -cakap,
dan melakukan kegiatan harian,
beri pujian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan
harian.
3) Latih kegiatan harian.
4) Milai kemampuan yang telah
dimiliki.
Nilai apakah halusinasi terkontrol.
SP untuk keluarga:
1. Diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
2. Berikan penjelasan kesehatan
meliputi: pengertian
halusinasi, jenis halusinasi,
tanda dan gejala halusinasi
dan proses terjadinya
halusinasi
3. Jelaskan dan latih cara
merawat anggota keluarga
yang mengalami
halusinasi:menghardik,
meminum obat, bercakap
cakap dan kegiatan harian
4. Evalusi kegiatan dalam
merawat pasien

b. Resiko Setelah dilakukan tindakan SP untuk pasien:


Perilaku keperawatan selama ... x ... SP I
Kekerasan pertemuan diharapkan 1) Identifikasi penyebab, tanda dan
masalah resiko perilaku gejala perilaku kekerasan, akibat
kekerasan teratasi dengan perilaku kekerasan.
kriteria hasil: 2) Menyebutkan cara mengontrol
1) Pasien mampu perilaku kekerasan.
mengidentifikasi 3) Latih cara mengontrol perilaku
penyebab, tanda dan kekerasan fisik 1 ( tarik nafas
gejala, perilaku kekerasan dalam) dan 2 (pukul bantal)
yang dilakukan, akibat 1. SP II
perilaku kekerasan 1) Evaluasi SP I dan beri pujian.
2) Pasien mampu mengontrol 2) Latih cara mengontrol perilaku
perilaku kekerasan dengan kekerasan dengan obat (jelaskan 6
tarik nafas dalam dan prinsip benar obat)
pukul bantal 3) Masukan pada jadwal kegiatan
26

3) Pasien mampu minum untuk latihan fisik dan minum


obat dengan bantuan obat.
minimal 4) SP III
4) Pasien mampu mengontrol 1) Evaluasi kegiatan SP I, dan II beri
perilaku kekerasan secara pujian.
verbal 2) Latih cara mengontrol perilaku
kekerasan secaraverbal
(mengungkapkan meminta, dan
menolak dengan benar).
3) Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik , minum obat,
dan verbal.
4) SP IV
1) Evaluasi kegiatan SP I, II, dan III
beri pujian.
2) Latih cara mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual.
3) Masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik, minum obat,
verbal, dan spiritual.
4) SP V
1) Evaluasi kegiatan SP I, II, III, dan
IV beri pujian.

SP untuk keluarga:
1. Menjelaskan masalah RPK:
mengidentifikasi masalah
keluarga dalam merawat pasien,
menjelaskan pengertian tanda
gejala dan proses terjadinya
RPK
2. Mendiskusikan masalah dan
akibat yang mungkin terjadi
pada RPK
3. Menjelaskan dan melatih
keluarga cara merawat klien
RPK: motivasi pukul bantal,
motivasi meminum obat,
motivasi verbal dan secara
spiritual
4. Menjelaskan dan melatih
keluarga menciptakan
lingkungan yang terapeutik bagi
klien
5. Menjelaskan cara
memanfaatkan fasilitas
keseatan untuk follow up
c. Isolasi Sosial: Setelah dilakukan tindakan SP I
Menarik Diri keperawatan selama ... x ... 1) Identifikasi penyebab isolasi sosial
pertemuan diharapkan klien.
masalah isolasi sosial: 2) Mengidentifikasi keuntungan
menarik diri teratasi dengan berinteraksi dengan orang lain.
kriteria hasil: 3) Mengidentifikasi kerugian tidak
1) Klien mampu mengenal berinteraksi dengan orang lain.
penyebab isolasi sosial 4) Melatih klien berkenalan dengan
27

2) Klien mampu satu otang.


menyebutkan keuntungan 5) Masukan ke dalam jadwal kegiatan
berhubungan soial dan harian klien.
kerugian dari isolasi social SP II
3) Pasien mampu berkenalan 1) Evaluasi latihan pada SP I, beri
dengan perawat atau pujian.
pasien lain 2) Melatih klien berkenalan dengan
4) Pasien mampu bercakap- dua orang atau lebih.
cakap dengan melakukan 3) Masukan ke dalam jadwal kegiatan
kegiatan harian harian klien.
SP III
1) Evaluasi SP I dan II, beri pujian.
2) Melatih pasien untuk berinteraksi
dengan kelompok.
3) Masukan ke dalam jadwal kegiatan
harian klien.
SP IV
1) Evaluasi SP I, II dan III, beri
pujian.
2) Menjelaskan cara mengontrol
menarik diri dengan minum obat
secara teratur.
3) Masukan ke dalam jadwal
kegiatan harian klien.

SP untuk keluarga
1. Menjelaskan masalah klien
isolasi sosial pada keluarga:
mengidentifikasi masalah,
menjelaskan tentang isolasi
sosial
2. Mendiskusikan maslah dan
akibat yang mungkin muncul
pada isolasi social
3. Menjelaskan dan melatih
keluarga cara merawat pasien
isolasi sosial: berkenalan,
bercakap cakap, melatih klien
berbicara, membimbing dan
memberi pujian.
d. Harga Diri Setelah dilakukan tindakan SP I
Rendah keperawatan selama …x… 1) Mendiskusikan kemampuan dan
pertemuan diharapkan aspek positif yang dimiliki pasien
gangguan konsep diri dapat 2) Bantu pasien memilih atau
teratasi dengan kriteria hasil: menetapkan kemampuan yang
1) Pasien dapat akan dilatih
mengidentifikasi 3) Latih kemampuan yang sudah
kemampuan dan aspek dipilih
positif yang dimiliki 4) Susun jadwal pelaksanaan
2) Pasien dapat menilai kemampuan yang telah dilatiih
kemampuan yang dapat SP II
digunakan 1) Latih pasien melakukan kegiatan
3) Pasien dapat menetapkan lain yang sesuai dengan
atau memilih kegiatan kemampuan pasien
yang sesuai kemampuan
28

4) Pasien dapat melatih SP untuk keluarga:


kegiatan yang sudah 1. Mendiskusikan masalah yang
dipilih dirasakan dalam merawat
5) Pasien dapat menyusun pasien
jadwal untuk melakukan 2. Menjelaskan pengertian, tanda
kegiatan yang sudah gejala, proses terjadinya HDR
dipilih dan mengambil keputusan
dalam merawat psien
3. Mendiskusikan kemampuan
atau aspek positif pasien yang
pernah dimiliki sebelum dan
dan sesudah sakit.
4. Melatih cara merawat HDR dan
berikan pujian
5. Melatih keluarga bertanggung
jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien serta
membimbing keluarga merawat
HDR dan beri pujian

e. Defisit Setelah dilakukan tindakan SP I


Perawatan keperawatn selama …x… 1) Diskusikan pentingnya kebersihan
Diri pertemuan diharapkan diri
masalah deficit perawatan diri 2) Latih pasien cara merawat
dapat teratasi dengan kriteria kebersihan diri
hasil: SP II
1) Pasien mampu melakukan 1) Latih pasien cara berdandan untuk
kebersihan diri secara laki-laki (berpakaian, menyisir
mandiri rambut, bercukur)
2) Pasienn mampu SP III
melakukan berhias atau 1) Latih pasien cara berdandan untuk
berdandan secara mandiri perempuan (berpakaian, mencukur
3) Pasien mampu melakukan rambut, berhias)
makan dengan baik SP IV
4) Pasien mampu melakkan 1) Latih pasien makan sendiri
BAK/BAB secara mandiri SP V
1) Ajarkan pasien melakukan
BAK/BAB secara mandiri
SP untuk keluarga:
1. Menjelaskan masalah klien
defisit perawatan diri
2. Menjelaskan dan melatih
keluarga cara merawatnklien
dengan defisit perawatan diri
3. Menjelaskan dan melatih
keluarga menciptakan
lingkungan yang terapeutik
bagi klien defisit perawatan diri
4. Menjelaskan cara
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk
follow up, cara rujukan
kesehatan klien mencegah
kekambuhan
C. Konsep Penerapan Intervensi berdasarkan hasil penelitian
29

a. Definisi
Teknik distraksi menghardik dengan spiritual merupakan tindakan
keperawatan pilihan untuk menurunkan halusinasi pasien. Salah satunya
yaitu dengan dzikir. Terapi dzikir adalah terapi yang menggunakan media
dzikir yang bertujuan untuk mengingat Allah SWT yang bertujuan untuk
menenangkan hati dan pikiran manusia. Spiritual dan budaya Islam harus
dihormati walaupun Islam didunia barat hanya minoritas karena pasien
skizofrenia yang muslim ditemukan ada kebutuhan psikososialnya yang
tidak terpenuhi saat pasien muslim sedang dalam perawatan (Rassool,
2018).
b. Tujuan
Menghardik dengan spiritual yaitu dzikir bertujuan untuk menurunkan
halusinasi, menenangkan hati dan pikiran manusia serta memingat kepada
Allah SWT (Townsend, 2014).
c. Manfaat
Terapi dzikir dapat memberikan stimulasi baik terhadap otak, ketika
seseorang mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dapat memberikan
respon rilek, tenang dan rasa nyaman.
d. Hasil Penelitian
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Nurlaili, Nurdin, Putri (2019)
Halusinasi merupakan salah satu dari gejala positif skizofrenia. Halusinasi
yang terjadi akan berpengaruh terhadap penurunan kognitif (Puri, et al,
2013). Sejalan dengan Ma et al. (2018) yang menemukan dari hasil
penelitiannya bahwa pasien yang mengalami halusinasi pendengaran akan
mengalami penurunan kognitif. Berdasarkan adanya perubahan kognitif
yang menurun dan gangguan konsentrasi mengingat hal yang baru dipelajari
dan sulit bagi pasien untuk menerapkannya. Akan tetapi, bila dilakukan
intervensi keperawatan dengan sesuatu yang telah diketahui dan
dikombinasikan dengan budaya yang dianut pasien sebagai kekuatan akan
mempermudah pasien mengenal halusinasi dan melaksanakan tindakan itu
tanpa paksaan sehingga terjadi penurunan halusinasi. Sesuai dengan
30

penelitian Rassool (2018), yaitu perawat jiwa berbasis rumah sakit dan
komunitas harus bekerja sama dengan pemuka agama Islam untuk
meningkatkan kesehatan jiwa yang sesuai dengan budaya pasien yang
mengalami halusinasi pendengaran. Intervensi keperawatan jiwa dengan
pendekatan spiritual dan budaya yang dianut pasien dapat menurunkan
halusinasi.
Hidayati, et.al., 2014; Gasril (2015); Suryani, et al, (2018); Sari &
Wijayanti (2014) masing-masing dalam penelitian tentang terapi spiritual
zikir dapat mengurangi halusinasi pasien. Zikir digunakan dalam kegiatan
sehari-hari untuk menentramkan hati (Akrom, 2010). Sejalan dibuktikan
oleh Sari & Wijayanti (2014); Suryani, et al, (2018); bahwa pasien
menggunakan kalimat zikir membantu menentramkan hati dan menurunkan
halusinasi. Spiritual dan budaya Islam terbukti mempunyai peranan yang
besar dalam memenuhi kebutuhan psikososial pada pasien muslim
walaupun mereka bermasyarakat dengan budaya yang mayoritas non
muslim (Rassool 2018). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tehnik
distraksi menghardik dengan spiritual dapat menurunkan halusinasi pasien.

Anda mungkin juga menyukai