Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN KEPERAWATAN DASAR MANUSIA

PENYAKIT APENDISITIS

Oleh :

PHITA INDRIANINGSIH 2820173030

2A

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan
dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendiks yang juga disebut sebagai umbai cacing, istilah usus
buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus
buntu sebenarnya adalah sekum dan bukan apendiks. Organ yang tidak
diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan.
Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih
tinggi. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi apendiksitis
2. Untuk mengetahui etiologi apendiksitis
3. Untuk mengetahui patofisiologi apendiksistis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis apendiksitis
5. Untuk mengetahui komplikasi apendiksitis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan apendiksitis.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang ± 10 cm (4inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks memiliki lumen sempit di
bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Appendiks adalah
tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau berbentuk kantung buntu
di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum.
(Sandi, 2013)
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di
umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan,
tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering
memerlukan tindakan bedah kedaruratan, apendisitis merupakan
keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Apendiks
vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal dengan
nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat
pada sekum. (Nurfaridah, 2015)
Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

B. Etiologi

Menurut Sjamsuhidayat (2010), berbagai hal yang dapat


menyebabkan terjadinya obstruksi pada apendiks antara lain:

1. Batu
2. Makanan
3. Mukus
4. Apendiks yang terangulasi
5. Parasit
6. Tumor pada apendiks atau sekum
7. Endometriosisi
8. Hiperplasia limfoid

C. Patofisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Apendisitis akut
terjadi karena berlaku obstruksi atau sumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan
berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
dapat menyebabkan terjadinya distensi pada kantung apendiks.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia
dan menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh
darah intramural (dinding apendiks). Kemudian terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdominal
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal
3. Nafsu makan menurun
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak
5. Demam

E. Pemeriksaan penunjang
1. Uji Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap (complete
bloodcount,CBC)–leukositosis, neutrofilia, tanpa eosinofil
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendiks al serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
3. Urinalisis: untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih dan di
saluran kemih,ginjal dan ureter.
F. Komplikasi
1. Infeksi luka
2. Abses intra abdomen (pelvis , fosa iliaka kanan, subfrenikus)
3. Aktinomikosis abdomen
4. Piemia porta

G. Penatalaksanaan
1. Apendisitis akut: apendisektomi, terbuka atau laparoskopik
2. Massa apendiks: cairan IV, antibiotik, observasi tertutup. Jika
gejala membaik: apendistomi interval setelah beberapa bulan .
Jika gejala berlanjut: apendisrktomi segera
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, E. (2014). Jurnal Ilmu keperawatan Vol 2 nomor 1 : Deteksi


Penyakit Apendistis dari Hasil Ultrasonnografi (USG) Menggunakan

Metode Tresholding dan Edge detection (Canny).

Nurfaridah, V. (2015). E- Journal (E. Kep) Vol. 7 No. 2 : Penurunan


Tingkatan Nyeri Post Operasi Appendistis dengan Teknik distraksi
Nafas Ritmik.

Pierce A. Grace & Neil R. Borely. 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi 3.

Jakarta : Erlangga

Riwanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta:EGC hal 755-62

Sandi, W. (2013). E- Journal Keperawatan ( E-Kep) Fakultas Kedokteran


UI : Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Nyeri Post Operasi Lapartomi
Apendiks E.T Causa Appendisistis Perforasi di RSUP Fatmawati.
Jakarta: Universitas Indonesia.

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai