Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang didapatkan dari ruang NICU RSUP NTB, dari 2004 BBL

yang dirawat selama periode 1 Januari s/d Desember tahun 2009, jumlah yang menderita

BBLR yaitu sebanyak 558 bayi, yang memiliki tingkat sebaran atau distribusi angka kejadian

yang akan disajikan pada tabel dan diagram dibawah ini.

4.1 Kejadian BBLR Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi

Tabel 4.1 Jumlah BBL yang menderita BBLR berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah n Persentase %


Laki-laki 300 53,8

Perempuan 258 46,2


Total 558 100,0
Sumber : Data catatan laporan pasien di ruang NICU RSUD Mataram

900
800
700
600
500
Laki
400 Perempuan
300
200
100 Perempuan

0
BBLR Laki
Non-BBLR

Berdasarkan tabel diatas dari total sampel sebanyak 558 BBL yang menderita BBLR

selama periode tahun 2009 didapatkan bahwa 558 sampel yang memiliki data jenis kelamin.
Dari hasil ini maka, sampel yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 300 kasus (53,8 %)

sedangkan untuk perempuan sebanyak 258 kasus (46,2 %).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki angka

kejadian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan. Hasil ini

tidak sesuai dengan literatur atau sumber yang ada. Menurut sebuah sumber bahwa yang

berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan mempunyai angka kejadian yang sama yaitu

1:1(10).

4.2 Kejadian BBLR Berdasarkan Faktor Ibu

4.2.1 Umur Kehamilan Ibu

Tabel 4.2.1 Jumlah BBL yang menderita BBLR berdasarkan umur kehamilan ibu

Usia Kehamilan Jumlah n Persentase %


Preterm 354 63,4

Aterm 200 35,8

Posterm 4 0,7
Total 558 100,0
Sumber : Data catatan laporan pasien di ruang NICU RSUD Mataram

Umur Kehamilan Ibu


4

200

Preterm
Aterm
Posterm

354
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dari total sampel sebanyak 558 BBL yang

menderita BBLR selama periode tahun 2009 didapatkan bahwa sampel yang mempunyai

keterangan tentang umur kehamilan sebanyak 558 pasien. Dengan demikian maka untuk

umur kehamilan preterm sebanyak 354 kasus (63,4%), aterm sebanyak 200 kasus

(35,8%). Sedangkan untuk yang jenis posterm adalah 4 kasus (0,7%). Dari hasil ini

didapatkan bahwa jenis preterm yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis usia

kehamilan yang lain. Dikatakan bahwa bayi kurang bulan (preterm) Adalah bayi lahir

dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Hal ini

yang menyebabkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan bayi dengan

ukuran badan kecil yang tidak sesuai untuk masa kehamilannya. Kejadian ini disebabkan

oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya keadaan umum ibu

atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan dari bayinya sendiri.

Kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) bervariasi antara 3 sampai 10%,

tergantung pada populasi, geografi dan definisi yang digunakan. Sekitar duapertiga PJT

berasal dari kelompok kehamilan risiko tinggi (seperti hipertensi, perdarahan

antepartum, penderita penyakit jantung atau ginjal, kehamilan multiple, dsb); sedangkan

sepertiga lainnya berasal dari kelompok kehamilan yang tidak diketahui mempunyai

risiko. (3,4,5)

Angka mortalitas perinatal akibat PJT meningkat 3-8 kali dibandingkan bayi berat

lahir normal. Sekitar 26% kejadian lahir mati ternyata ada kaitannya dengan PJT.

Pertumbuhan janin terhambat juga disertai morbiditas perinatal yang tinggi, terutama

menyangkut masalah perkembangan neurologik dan mental. Sebagian kelainan yang

diakibatkan PJT bersifat permanen. (5,6,7)

4.2.2 Umur Ibu


Tabel 4.2.3 Jumlah BBL yang menderita BBLR berdasarkan Umur IBu

Umur ibu Jumlah n Persentase %


< 20 tahun 128 22,9
20 – 35 tahun 369 66,1
>35 tahun 61 10,9
Total 558 100,0
Sumber : Data catatan laporan pasien di ruang NICU RSUD Mataram

Grafik Batang Umur Ibu Terhadap Angka Kejadian BBLR

400
350
300
250 Grafik Batang Umur Ibu
200 Terhadap Angka Kejadian BBLR
369
150
100 128
50
0
61
< 20 tahun
20-35 tahun
> 35 tahun

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa sebagian besar umur ibu dari pasien

penderita BBLR adalah 20 – 35 tahun yang berjumlah 369 orang (66,1%). Untuk ibu yang

berusia <20 tahun berjumlah 128 orang (22,9%), sedangkan untuk ibu yang berusia >35

tahun berjumlah 61 orang (10,9%). Di kalangan kesehatan baik di tingkat pelayanan dasar

sampai rujukan, maupun dari hasil-hasil penelitian terdahulu, umur ibu <20 dan >35 tahun

dikenal sebagai kelompok ibu resiko tinggi sebagai salah satu batasan kelompok beresiko

yang dapat melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah. Ibu yang berumur <20 tahun

dianggap beresiko karena organ reproduksi dianggap belum begitu sempurna ataupun siap

digunakan untuk menerima kehamilan, disamping secara kejiwaan ibu muda relatif belum

siap untuk hamil. Sedangkan bagi ibu di atas 35 tahun, dianggap terlalu tua, sehingga secara
fisik sudah lemah untuk menanggung beban kehamilan, ditambah apabila ibu sudah paritas

banyak, secara mental penghargaan terhadap kehadiran anak agak berkurang(1,2,11).

4.2.3 Karakteristik Pendidikan Ibu

Tabel 4.2.3 Jumlah BBL yang menderita BBLR berdasarkan pendidikan ibu

Pendidikan ibu Jumlah n Persentase %


Tidak Sekolah 68 12,2

SD 262 47,0

SMP 80 14,3

SMA 102 18,3

Sarjana 46 8,2
Total 558 100,0
Sumber : Data catatan laporan pasien di ruang NICU RSUD Mataram

800

700

600

500

400 BBLR
Non-BBLR
300

200

100

0
Tidak Sekolah SD SMP SMA Sarjana

Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa tiingkat pendidikan ibu

sebagian besar adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 262 orang (47,0%), dan tingkat

pendidikan ibu yang terndah adalah Sarjana yaitu sebanyak 46 orang (8,2%). Kejadian BBLR
ini lebih banyak terjadi pada ibu yang pendidikan terakhirnya adalah SD, diikuti oleh ibu

yang tingkat pendidikannya SMA dan SMP yang berada diurutan yang ke tiga. Tingkat

pendidikan juga akan mempengaruhi pola pikir, pola kehidupan, pola asuh serta pola

pencarian pengobatan. Dari penelitian yang di lakukan jajaran Departemen Kesehatan RI,

mendapatkan bahwa terdapat hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR ini

sendiri hal ini di karenakan kurangnya informasi yang didapatkan ibu dengan pendidikan

yang rendah. (6)

Namun pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR, hal ini di sebabkan karena hampir seluruh

lapisan masyarakat bisa mendapatkan informasi dari berbagai macam sumber. Oleh karena

itu tidak menutup kemungkinan bahwa seorang ibu yang tidak sekolah maupun ibu-ibu

dengan tingkat pendidikan terakhir mereka Sarjana untuk mendapatkan informasi yang tepat

dari kader-kader kesehatan pada waktu melakukan kunjungan Ante Natal Care (ANC) yang

berada di Puskesmas maupun Rumah Sakit di sekitar lingkungan meraka. Sedangkan untuk

ibu-ibu yang tingkat pendidikannya SMA menduduki peringkat ke dua untuk kejadian BBLR

ini, hal ini dapat dikarenakan karena ibu-ibu dengan tingkat pendidikan SMA kurangnya

informasi yang didapatkan ibu atau kurangnya kepatuhan ibu untuk melaksanakan ANC.

4.2.4 Karakteristik Paritas Ibu

Tabel 4.2.4 Jumlah BBL yang menderita BBLR berdasarkan paritas ibu

Paritas Jumlah n Persentase %


Primipara (anak I) 306 54,8

Multipara (anak 2-5) 243 43,5

Grande multipara (anak > 5) 9 1,6


Total 558 100,0
Sumber : Data catatan laporan pasien di ruang NICU RSUD Mataram

Jumlah Anak

243 Anak 1
Anak 2-5
Anak >5
306

Berdasarkan tabel dan diagram di atas dapat disimpulkan bahwa

4.3 Mortalitas BBLR

Berdasarkan data yang didapatkan dari ruang NICU RSU Provinsi NTB, kematian BBLR
periode Januari – Desember 2009 sebanyak 139 kasus dari 558 kasus BBLR yang dirawat
atau 25 %.

Pie Chart 4.4 Mortalitas BBLR


Mortalitas BBLR Januari-Desember 2009
25%

Hidup
Meninggal

75%

Penyebab kematian terbanyak disebabkan oleh sindroma gawat napas, diikuti asfiksia,
kemudian sepsis, pneumonia dan disebabkan oleh penyebab lain

Pie Chart Penyebab Kematian BBLR


14%
RDS
1%
Asfiksia
6% Sepsis
Pneumonia
51% Lain-lain

26%

Secara tradisional, berat badan telah digunakan sebagai indikator yang kuat akan resiko
kematian neonatus.

Anda mungkin juga menyukai