Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TYPHOID

Pembimbing : Supardi., S. Kep. Ns., M.Sc

Disusun Oleh :

Nama : Sakka Fafarach Edysri Putri

Nim : (1702076)

Kelas/Prodi : IIB/DIII Keperawatan

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

Tahun Ajaran 2018/2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dalam menyelesaikan tugas ini, saya
mendapaykan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pembimbing dan teman-teman semua yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki. Untuk itu saya memerlukan saran dan kritik
yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Semoga makalah ini bias menjadi manfaat bagi pembaca semua dalam mempelajari serta
memahami tentang materi dalam makalah ini.

Klaten, 17 November 2018

Daftar Isi

2
Kata Pengantar.............................................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
Pendahuluan................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
Pembahasan.................................................................................................................................................5
A. Thypoid...........................................................................................................................................5
1. Pengertian.................................................................................................................................5
2. Etiologi.....................................................................................................................................5
3. Patofisiologi..............................................................................................................................6
4. Manifestasi Klinik....................................................................................................................6
5. Komplikasi...............................................................................................................................7
6. Penatalaksanaan........................................................................................................................7
7. Pencegahan...............................................................................................................................8
8. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................................8
Uji Widal.....................................................................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................13
Asuhan Keperawatan.................................................................................................................................13
A. Pengkajian.....................................................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................................13
C. Perencanaan..................................................................................................................................13
Typhoid Abdominalis................................................................................................................................17
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................28

3
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksut dengan Thypoid?

2. Tindakan apa yang akan dilakukan seorang perawat dalam menangani penyakit Thypoid?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan apa itu Thypoid

2. Tindakan apa yang akan dilakukan perawat tentang kasus dalam Thypoid itu sendiri

3. Management apa yang akan dilakukan dalam penyakit Thypoid

4
BAB II

Pembahasan

A. Thypoid

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang
dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

5
3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari


a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

6
5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. Penatalaksanaan

a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol

7
4) Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,


yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia

8
berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi


dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien

9
sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang

tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat

menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya


pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung
hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi
karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama,
sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies
yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa
daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari
strain lain.

9.  Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan


dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan
berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex

10
sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan
sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan
irama dan keleluasaan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi

11
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi :


a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan
dan dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

12
BAB III

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar
oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui
makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur.
Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas,
tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.

b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau


informasi yang tidak adekuat.

C. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan


keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa 1

13
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan :

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil :

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi :

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada
waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi
lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat

Tujuan :

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil :

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising


usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan
membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi :

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien
makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antiemetik seperti (ranitidine).

14
Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan :

Hipertermi teratasi

Kriteria hasil :

Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi :

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas,
anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan :

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil :

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.

Intervensi :

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari


klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-
barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
vitamin sesuai indikasi.

15
Diagnosa 5

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan :

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.

Intervensi :

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau


informasi yang tidak adekuat

Tujuan :

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil :

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.

Intervensi :

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk
bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan
tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan
tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan
pada klien

16
Evaluasi :
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan
gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi,
kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-
hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

Typhoid Abdominalis

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan
salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis,
(Syaifullah Noer, 1998)

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak
menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas
usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999)

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999)

B. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai
sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
- antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
- antigen H(flagella)
- antigen V1 dan protein membrane hialin
b) Salmonella parathypi A
c) salmonella parathypi B
d) Salmonella parathypi C

17
e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi
berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal
tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala 
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999)

Menyusul gejala klinis yang lain :

18
1. DEMAM

Demam berlangsung 3 minggu
• Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari
• Minggu II : Demam terus
• Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur

2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN

Misalnya :
• Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor
• Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
• Terdapat konstipasi, diare

3. GANGGUAN KESADARAN
• Kesadaran yaitu apatis – somnolen
• Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit)
(Rahmad Juwono, 1996)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia
• Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit
• Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
 1/200³- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai   4 kali antara masa akut dan
konvalesene mengarah³atau peningkatan  kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).

F. Penatalaksanaan
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :

19
1) Perawatan
• Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Kurang lebih 2 jam untuk mencegah dekubitus

• Posisi tubuh harus diubah setiap 


• Mobilisasi sesuai kondisi.

2) Diet
• Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-
makanan biasa)
• Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
• Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung
banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas. 

3) Obat
• Antimikroba
Kloramfenikol
  Tiamfenikol
  Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)ü
• Obat Symptomatik
Antipiretikü
Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.
Supportif : vitamin-vitamin.
  Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).

G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
  Perforasi usus
  Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal.

20
  Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan
tromboflebitie. 
  Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitikü
  Paru : pneumoni, empiema, pleuritis
  Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis
  Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
  Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis
Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
  Pada anak-anak denganü demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering t
erjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien
kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996)

H. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene.
(Mansjoer, Arif 1999).

21
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.

2. Keluhan Utama
Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun,
panas dan demam.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah
menderita penyakit lainnya.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor),
gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.

4. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala
yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan 
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.

22
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa
pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.

3) Pola aktifitas dan latihan


Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

4) Pola tidur dan aktifitas


Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat,
sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.

5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

6) Pola reproduksi dan sexual


Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.

7) Pola persepsi dan pengetahuan 


Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan
kemampuan dalam merawat diri.

8) Pola persepsi dan konsep diri


Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

9) Pola penanggulangan stress


Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

10) Pola hubungan interpersonil

23
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran
serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan
takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia,
mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah,
fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri
tekan.
4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat
akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit

24
thypoid.

B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare/muntah).

C. Intervensi dan Implementasi 


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh 
Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
Turgor kulit membaik
Intervensi :
  Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh agar klien dan
keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat untuk menjaga agar klien merasa
nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
Batasi pengunjung agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
 Observasi TTV tiap 4 jam sekali tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien 2,5 liter / 24 jam± Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
Memberikan kompres dingin untuk membantu menurunkan suhu tubuh. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
untuk menurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat

25
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi :
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Timbang berat badan klien setiap 2 hari untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat
badan.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun
menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hanga untuk meningkatkan asupan makanan karena
mudah ditelan.
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering untuk menghindari mual dan muntah.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral antasida mengurangi rasa mual
dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest


Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal.
Miring kanan, miring kiri) agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang
bedrest.
Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum) untuk mengetahui sejauh mana
kelemahan yang terjadi.
Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya untuk mempermudah pasien dalam melakukan
aktivitas.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang untuk menghindari kekakuan
sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang
berlebihan (diare/muntah)

26
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga untuk
mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan untuk mengetahui keseimbangan cairan.
 2,5 liter / 24 jam.± Anjurkan pasien untuk banyak minum untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
Observasi kelancaran tetesan infuse untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya
odem.
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral) untuk pemenuhan kebutuhan
cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

D. Evaluasi
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
  Dx : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.

Dx : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.

Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest


Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.

Dx : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran


cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi

27
Daftar Pustaka

Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.


Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai