Anda di halaman 1dari 21

BAB II

A. TINJAUAN TEORI

1. Post Partum

a. Definisi Post Partum

Post partum merupakan keadaan dimana dimulainya setelah plasenta lahir

dan berakhir ketika organ kandungan kembali seperti keadaan semula dan

sebelum hamil yang berlangsung sekitar 6 minggu (Rini, Kumala, 2016).

Masa postpartum dimulai setelah kelahiran dari plasenta dan akan berakhir

saat alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula sebeloum hamil. Masa

postpartum di mulai 2 jam sejak melahirkan sampai 6 minggu pasca melahirkan

atau 42 hari (Risa, Rika, 2014).

Masa post partum atau puerperium berasal dari kata puer yang artinya bayi

dan parous yang artinya melahirkan, jadi puerperium adalah masa dimana setelah

bayi dilahirkan. Masa puerperium adalah masa pemulihan di mulai dari selesai

persalinan hingga alat-alat kandungan kembali seperti prehamil. Masa ini

berlangsung selama 6 minggu, dan puerperium terbagi 3 periode yaitu :

1) Puerperium dini merupakan masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan

berdiri dan berjalan

2) Puerperium intermediet merupakan masa pemulihan menyeluruh dari alat-

alat genital
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pemulihan dan

sehat sempurna, terutama pada saat masa kehamilan dan persalinan

terdapat komplikasi.

2. Perubahan fisiologis pada ibu post partum

a. Perubahan pada sistem reproduksi

1) Involusi uteri

Involusi uteri merupakan proses berkurangnya ukuran uterus setelah

lahirnya plasenta yang disebabkan karena adanya kontraksi dan

mengecilnya sel-sel miometriumoleh proses autolysis yang dipecah dalam

bentuk sederhana kemudian diabsorbsi

2) Kontraksi uterus

Kontaksi uterus yang baik apabila uterus menjadi bundar/bulat dan keras

seperti batu, sebaliknya bila uterus berbentuk lembek menjadi tinggi dari

tempat semula, menunjukkan jika uterus kurang baik. Peristiwa seperti ini

biasanya dialami oleh ibu hamil multipara karena oto-otot uterusnya tidak

dapat mempertahankan retraksi yang tetap karena penurunan tonus dari

persalinan sebelumnya

3) Lochea

Lochea adalah cairan scret yang keluar dari kavum uteri dan vagina

selama masa nifas, lochea mempunyai bau amis, meskipun tidak terlalu

menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya

berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah persalinan

4) Servik dan segmen bawah uterus


Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis

berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Pada beberapa

minggu, segmen bawah diubah dari struktur yang jelas cukup besar untuk

membuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi ishmus uteri

hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus di atas dan os

interna servik di bawah.

5) Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta penegangan yang angat

besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-

8 minggu post partum. Penurunan hormon estrogen pada masa post

partum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.

Rugae akan terlihat kembali setelah minggu ke empat (Reeder & Martrin,

2012).

b. Perubahan pada sistem pencernaan

Setelah keluarnya plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron,

sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati dan konstipasi, terutama dalam

beberapa hari pertama. Motilitas dan tonus system gastrointestinal kembali

normal dalam waktu 2 minggu stelah melahirkan. Kebanyakan wanita sangat

haus pada 2 sampai 3 hari pertama karena adanya perpindahan cairan antara

ruang intertinal dan sirkulasi akibat dieresis (Reeder & Matrin, 2012).

c. Perubahan sistem perkemihan

Diuresis dapat terjadi setelah 2 sampai 3 hari post partum. Diuresis terjadi

karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi akan kembali normal


setelah 4 minggu post partum. Pada awal post partum, kandung kemih akan

mengalami edema, kongesti dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya

overdistensi pada saat kala 2 persalinan dan saat pengeluaran urin yang

tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan adanya

trauma saat persalinan berlangsung dan trauma dapat berkurang setelah 24

jam post partum (Reeder & Martrin, 2012).

d. Perubahan endokrin

1) Hormon plasenta

Selma periode setelah melahirkan terjadi perubahan hormon yang besar.

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon

yang diproduksi pleh plasenta. Hormon plasenta turun dengan cepat

setelah persalinan.

2) Hormon oksitosin

Hormon oksitosin merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus

dan di sekresikan oleh dorsal (posterior) lobus kelenjar pituitari pada

kedua jenis kelamin, tetapi pada wanita efeknya ditingkatakan dan

diperluas karena kadar estrogen yang lebih tinggi. Adanya estrogen

meningkatkan jumlah reseptor oksitosin dan merangsang produksi

oksitosin. Oksotosi juga diproduksi di ovarium dan testis serta dinding

pembuluh darah dan jantung. Hal ini dianggap neurotransmitter, sama

seperti serotonin atau dopamin, akan tetapi setelah dibebsakan dari

kedalaman aliran darah tidak dapat masuk kembali otak itu sendiri, karena

darah – otak. Sebaliknya, efek neurologis yang diduga disebabkan oleh


rilis dari neuron tertentu kedalam tubuh, yang pada gilirannya

mempengaruhi respon neurologis tertentu ( Mitayanti, 2011).

Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin bekerja pada otot uterus

dan jaringan payudara berperan dalam pelepasan plasenta dan

mempertahankan kontrasi sehingga dapat mencegah perdarahan. Isapan

bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat

membantu involusi uteri (Rukiyah, dkk, 2011).

3) Perubahan ekstrogen dan progesteron

Volume darah normal selama kehamilan akan meningkta. Hormon

estrogen yang tinggi akan memperbesar hormon anti diuretic yang dapat

meningkatkan volume darah. Sedangkan untuk mengurangi hormon

progesteron dapat mempengaruhi otot halus yang mengurangi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini memperngaruhi

saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan

vulva serta vagina ( Rukiyah, dkk, 2011).

3. Pijat Oksitosin

a. Definisi Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang

tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan

usaha untuk merangsang hormon prolactin dan oksitosin setelah melahirkan

Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormone oksitosin yang dapat

menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis keluar (Delima, dkk, 2016).
Penurunan produksi ASI pada hari pertama melahirkan dikarenakan

kurangnya rangsangan hormon proolaktin dan oksitosin yang berperan dalam

produksi dan pengeluaran ASI, salah satunya adalah dengan perawatan payudara

dengan teknik pijat oksitosin. Perawatan payudara dapat dilakukan setelah

melahirkan . dengan dilakukan perawatan payudara dapat merangsang otot-otot

payudara yang dapat membantu merangsang hormon prolaktin untuk di produksi

ASInya. Pijat oksitosin adalah sebuah stimulus yang digunakan merangsang

pengeluaran ASI. Pijatan ini memberikan rasa nyaman pada ibu setelah

mengalami proses persalinan, pijat oksitosin dapat dilakukan selama 15-20 menit.

Pijat oksitosin merupakan suatu tindakan untuk mengatasi ketidaklancaran

produksi ASI dengan cara pemijatan pada tulang belakang (vetebra) sampai

tulang kosta ke lima dan keenam dan pijatan ini juga merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan hormon oksitosin setelah ibu melahirkan

( Dewi, Sofia Rhosma, 2014).

b. Tujuan pijat oksitosin

1) Mengurangi stres sehari-hari

2) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

3) Mempercepat proses involusi uteri sehingga tidak terjadi perdarahan

4) Meningkatkan produksi ASI

5) Memfasilitasi proses penyembuhan luka, oksitosin mempercepat proses

penyembuhan tubuh sebagian dengan membantu untuk meremajakan

selaput lendir dan mendorong produksi reaksi anti inflamasi (Rini Yuli

Astuti, 2014).
c. Langkah-langkah cara pijat oksitosin

1) Mencuci tangan

2) Menstimulir puting susu : menarik puting susu dengan pelan-pelan dan

memutar puting susu denan perlahan dengan jar-jari.

3) Mengurut atau mengusap ringan payudara dengan ringan menggunakan

ujung jari

4) Ibu duduk, bersandar kedepan, melipat lengan diatas meja didepannya dan

meletakkan keplanya diatas lengannya. Payudara tergantung lepas tanpa

baju handuk dibentangkan diatas pangkuan pasien. Perawat mengosok

kedua sisi tulang belakang dengan menggunakan kepala tinju, kedua

tangan dan ibu jari menghadap kearah atas atau depan. Perawat menekan

dengan kuat, membentuk dengan lingkaran kecil dengan menggunakan

kedua ibu jarinya. Perawat menggosok kearah bawah kedua sisi tulang

belakang, pada saat yang sama, dari leher kearah tulang belikat, selama

15-20 menit.

5) Amati respon ibu selama tindakan ( Rahyu, Anik Puji, 2016).

4. Produksi ASI

a. Definisi

Asi adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi.

ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk tumbu kembang bayi dan

sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian, tidak semua ibu mau menyusui

bayinya karena berbagai alasan, sebagi contoh : takut gemuk, sibuk, payudara

kendor, dan sebagainya. Pada lain pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui
bayinya, tetapi mengalami kendala. Biasanya ASI tidak mau keluar atau

produksinya kurang lancar. ( Dewi,dkk, 2013).

Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon : yaitu

prolaktin dan oksitosin. Prolaktin memengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan

oksitosin memengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan

nutrisi ibu, semakin asupan nutrisinya baik, maka produksi yang dihasilkan juga

banyak. Namun demikian untuk mengeluarkan ASI diperlukan hormon oksitosin

yang kerjanya dipengaruhi oleh proses isapan bayi. Semakin sering puting susu

diisap oleh bayi, maka semakin banyak pula pengeluaran ASI. Hormon oksitosin

sering disebut sebagai hormon kasih sayang. Hal ini disebabkan karena kadarnya

sangat dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa aman,

ketenangan, dan relaks (Dewi, dkk, 2013).

b. Fisiologi Pengeluaran ASI

Produksi ASI/ pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat

kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormon

(Nanny vivian, dkk, 2013).

Menurut Nanny vivian, dkk, (2013) Pengaturan hormon terhadap

pengeluara ASI, dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut :

1) Pembentukan kelenjar payudara

Pada permulaaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus

yang baru, percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh

hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-hormon yang ikut


membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta,

karionik gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratoroid,

dan hormon pertumbuhan.

Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/hipofisis

anterior mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang

disebut kolostrum.pada masa ini, pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh

estrogen dan progesteron, tetapi jumlah prolaktin meningkat, hanya aktivitas

dalam pembuatan kolostrum ditekan.

Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang

untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon

terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa

seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan di mana bayinya

meninggal, tetap keluar kolostrum.

2) Pembentukan air susu

Pada ibu menyusui memiliki dua refleks yang masing-masing berperan

sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai berikut :

a) Refleks Prolaktin

Pada akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang peranan untuk

membuat koostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas

prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya

memang tinggi. Setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang

berfungsinya korpus luteum membuat estrogen dan progesteron

sangnat berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang


merangsang puting susu dan kalang payudara yang akan merangsang

ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula

spinalis hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor

yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang

pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-

faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis

anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel

alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal pada tiga

bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat

tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi,

namun pengeluaran air susu tetap berlangsung.

Pada ibu yang melahirkan anak, tetapi tidak menyusui, kadar

prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke-2 sampai ke-3. Pada

ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti :

stres atau pengaruh psikis, anastesi, operasi, dan rangsangan puting

susu.

b) Reflek let down

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke

hipofisis posterior (neurohipofisis) yang kemudian dikeluarkan

oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini diangkat menuju uterus yang

dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi

daro organ tersebut. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang

telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus,

selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masukke mulut bayi.

Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah sebagai

berikut :

a) Melihat bayi

b) Mendengarkan suara bayi

c) Mencium bayi

d) Memikirkan untuk menyusui bayi

Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah stres,

seperti keadaan bingung/pikiran kacau, takut, dan cemas.

3) Pemeliharaan pengeluaran air susu

Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur

kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormo ini sangat perlu

untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama

menyusui. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya

sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui. Hal

ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup diperlukan untuk mempertahankan

pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama kelahiran.


Menurut Asih Yusari, dkk (2016) komposisi ASI dibedakan menjadi 3

yaitu :

a) Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum

inidisekresi oleh kelenjar payudra pada hari pertama sampai hari ke empat

pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan viskositas kental,

lengket dan berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung tinggi protein,

mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang

tinggi daripada ASI matur. Selain itu, kolostrum masih mengandung

rendah lemak dan laktosa. Protein utama pada kolostrum adalah

imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM), yang digunakan sebagai zat antibodi

untuk mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit.

Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran kita,

tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas

lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-

300ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk

membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan

mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi makanan yang

akan datang.

b) ASI transisi/Peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua
minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna serta

komposisinya. Kadar imunoglobulin dan protein menurun, sedangkan

lemak dan laktosa menngkat.

c) ASI matur

ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur

tampak berwarna putih. Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak

menggumpal bila dipanaskan.

Air susu yang mengalir pertama kali atau saat 5 menit pertama

disebut foremilk. Foremilk lebih encer. Foremilk mempunyai kandungan

rendah lemak dan tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air.

Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindmilk. Hindmilk membuat bayi

akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan

keduanya, baik foremilk maupun hindmilk.

Menurut Nanny Vivian, dkk (2013) hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI :

Pada ibu normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari,

jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Makanan

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila

makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan

mempengaruhi ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang

cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenuhi
jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu

dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari.

Bahan makanan yang dibatasi untuk ibu menyusui :

a. Yang merangsang, seperti : cabe, merica, jahe, kopi,alkohol.

b. Yang membuat kembang, seperti : ubi, singkong, kool, sawi dan daun

bawang.

c. Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.

2. Ketenangan jiwa dan pikiran

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan pikiran

harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan

menurunkan volume ASI.

3. Penggunaan alat kontrasepsi

Penggunaan alat kontasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar

tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa digunakan

adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui, atau suntuk hormonal 3 bulanan.

4. Perawatan payudara

Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara sehingga

memengaruhi hipofisis untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin.

5. Anatomi payudara

Jumlah lobus dalam payudara juga memengaruhi produksi ASI. Selain itu,

perlu diperhatikan juga bentuk anatomi papilla mammae atau puting susu ibu.
6. Faktor fisiologis

ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin yang

menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.

7. Pola istirahat

Faktor istirahat memengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila

kondisi ibu teralu capek, kurang istirahat, maka ASI juga berkurang.

8. Faktor isapan anak atau frekuensi penyusunan

Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan

pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusunan pada

bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa pada produksi

ASI bayi prematur akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari

selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi

prematur belum dapat menyusu. Sementara itu, pada bayi cukup bulan frekuensi

penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan,

berhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Oleh karena itu,

direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali per hari pada periode awal

seelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan

stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

9. Berat lahir bayi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI

yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir norml (>2.500 gr). Kemampuan

menghisap ASI yang lebigh rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusunan
yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan memengaruhi

stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

10. Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir memengaruhi produksi ASI. Hal ini

disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)

sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI

lebih rendah daripada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan

menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan

belum sempurnanya fungsi organ.

11. Konsumsi rokok dan alkohol

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu

hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi

pelepasan adrenalin di mana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin.

Meskipun minuman alkohol dosis rendah satu sisi dapat membuat ibu merasa

lebih relaks sehinnga membantu proses pengeluaran ASI, namun di sisi lain etanol

dapat menghambat produksi oksitosin.

Menurut Asih, Yusari dan Risneni (2016) Pengeluaran ASI dapat

dilakukan dengan dua cara :

1) Pengeluaran dengan tangan :

a. Ibu diminta untuk mencuci tangan sampai bersih

b. Ibu atau keluarga menyiapkan cangkir/gelas bertutup yang telah dicuci

dengan air mendidih


c. Ibu melakukan mesase/pemijatan payudara dengan telapak tangan dari

pangkal ke aerola

d. Minta ibu mengulangi pemijatan ini pada sekeliling payudara secara

merata

e. Pesankan pada ibu untuk menekan daerah areola

f. Peras areola dengan ibu jari dan telunjuk, jangan memijat/menekan

puting karena dapat menyebabkan lecet/rasa nyeri

g. Minta ibu untuk mengulang tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas. Pada

mulanya ASI tak keluar, jangan berhenti lanjutkan sehingga ASI akan

keluar.

2) Pengeluaran dengan pompa payudara tangan :

a. Letakkan bola karet untuk mengeluarkan udara

b. Letakkan ujung lebar tabung pada payudara dengan puting susu tetap

di tengah, dan tabung benar-benar melekat pada kulit

c. Lepas bola karet, sehingga puting areola tertarik ke dalam

d. Tekan dan lepas beberapa kali sehingga ASI akan keluar dan

tertampung pada lekukan penampung pada sisi tabung

e. Cucilah alat dengan bersih, gunakan air mendidih setelah selesai

dipakai

Menurut Asih, Yusari dan Risneni (2016) upaya memperbanyak

ASI diantaranya :

a. Tingkatkan frekuensi menyusui/memompa/memeras ASI. Jika anak

belum mau menyusu karena masih kenyang, perahlah/pmpalah ASI.


Ingat, produksi ASI prinsipnya based on demand sama seperti prinsip

pabrik. Jika makin sering diminta (disusui/dipers/dipompa) maka

makin banyak ASI yang diproduksi

b. Kosongkaan payudara setelah anak selesai menyusui. Makin sering

dikosongkan, maka produksi ASI juga makin laancar

c. Ibu harus dalam keadaan relaks. Kondisi psikologi ibu menyusui

sangat menentukan keberhasilan ASI ekslusif. Menurut hasil

penelitian, < 80% lebih kegagalan ibu menyususi dalam memberikan

ASI ekslusif adalah faktor psikologis ibu menyusui. Ingat : 1. Pikiran

“aduh ASI peras saya cukup gak ya?” maka pada saat bersamaan

ratusan sensor pada otak akan memerintahkan hormon oksitosin

(produksi ASI) untuk bekerja lambat. Dan akhirnya produksi ASI

menurun.

d. Hindari pemberian susu formula. Terkadang karena banyak orangtua

merasa bahwa ASInya masih sedikit atau takut anak tidak kenyang,

banyak yang segera memberikan susu formula. Padahal pemberian

susu formula itu justru akan menyebabkan ASI semakin tidak lancar.

Anak relatif malas menyusu atau malah bingung puting terutama

pemberian susu formula dengan dot. Begitu bayi diberikan susu

formula, maka saat ia menyusu pada ibunya akan kekenyangan.

Sehingga volume ASI makin berkurang. Makin sering susu formula

diberikan semakin sedikit ASI yang diproduksi.


e. Hindari penggunaan DOT atau empeng. Jika ibu ingin memberikan

ASI peras/pompa (ataupun memilih susu formula) berikan ke bayi

dengan menggunakan sendok, bukan dot. Saat ibu memberikan dengan

dot, maka anak dapat mengalami bingung puting (nipple confusion).

Kondisi dimana bayi hanya menyusu di ujung putinh seperti ketika

menyusu dot.

f. Datangi klinik laktasi. Jangan ragu untuk menghubungi atau konsultasi

dengan klinik laktasi.

g. Ibu menyusu mengkonsumsi makanan bergizi.

h. Lakukan perawatan payudara : massage/pemijatan payudara dan

kompres air hangat dan dingin bergantian.

Berikut ini adalah persiapan yang perlu dilakukan untuk

memperlancar pengeluaran ASI :

a. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga

epitel yang lepas tidak menumpuk.

b. Puting susu di tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk

memudahkan isapan bayi

c. Bila puting susu belum menonjol, dapat menggunakan pompa

susu atau dengan jalan operasi.


B. Kerangka Teori

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Pengeluaran ASI Ibu


Ibu Post Partum Produksi ASI
Post Partum

Pijat Oksitosin
C. Kerangka Konsep

Pijat Oksitosin

Produksi ASI
Pijat Oksitosin

Anda mungkin juga menyukai