Disusun oleh:
KELOMPOK II
Pranata Halasan Panjaitan 1806541041
Ni Luh Asri Pradnyani 1806541045
Nanda Marpaung 1806541057
Melani Jelita Tarigan 1806541059
Jencristy Gilberd Sitanggang 1806541063
Laras Setyaningrum 1806541067
I Made Wahyu Widia Putra 1806541093
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan karunia-Nya Paper Mata Kuliah Pertanian Ramah Lingkunganini dapat
terwujud tepat pada waktunya.Paper ini mengambil judul Penerapan PRL
Berbasis Zone Agroekoteknologi Dan Pertanian Konservasi Pada
SistemLEISA.Kejelasan akan sebuah materi dari suatu mata kuliah menjadi amat
penting untuk dipahami oleh setiap mahasiswa, karena hal itu akan mempengaruhi
hasil yang hendak dicapai dari materi itu sendiri. Perlu dilakukan adanya
praktikum lapang dan di laboratorium sebagai salah satu metode pembelajaran
yang dianggap lebih efektif karena mahasiswa akan langsung menerapkan ilmu
yang didapatkan di lapangan, namun dikarenakan pandemik Covid-19 belum usai
maka praktikum kali ini digantikan dengan paper yang bersumber daribeberapa
studi literatur.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. A.A.N. Supadma, MP.
selaku dosen pembimbing,serta semua pihak yang telah membantu dan membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini. Kami menyadari
laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun akankami nantikan demi kesempurnaan paper ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ..................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
secara ekologis, keberlanjutan secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes
(Reintjes, 1999).
1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui dan memahami sistem pertanian LEISA
• Untuk mengetahui hasil penerapan pertanian ramah lingkungan dalam
sistem LEISA
• Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem LEISA
1.4 Manfaat
• Kita menjadi tahu dan paham akan sistem pertanian LEISA
• Kita menjadi tahu akan penerapan pertanian ramah lingkungan dalam
sistem LEISA
• Kita menjadi tahu kelebihan dan kekurangan sistem LEISA
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tumpang sari. Jika kedua kegiatan ini bisa dilaksanakan secara bersama-sama
maka dapat diperkirakan bahwa prinsip-prinsip ekologi dasar pada teknologi
LEISA dapat terlaksana dan terpenuhi dengan baik.
4
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Metode LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal dengan
mengkombinasikan berbagai komponen sistem usaha tani (tanaman,
hewan, tanah, air, iklim dan manusia) sehingga saling melengkapi dan
memberikan efek sinergi yang besar.
2. Pemanfaatan input luar hanya dilakukan bila diperlukan untuk melengkapi
unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan sumber daya
biologi, fisik dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar ditekankan
pada maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.
Usaha pertanian pada saat ini telah banyak menggunakan input bahan
sintetik, baik pupuk maupun pestisida organik. Salah satu alternatif usaha
pertanian yang ramah lingkungan adalah Low External Input Sustainable
Agriculture (LEISA). LEISA merupakan suatu acuan pertanian untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal dengan kombinasi komponen
usaha tani yang sinergistik serta pemanfaatan input luar sebagai pelengkap untuk
meningkatkan efektivitas sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan
(Asandhi dll., 2005).Untuk meningkatkan produksi pertanian yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan perlu dilakukan dengan sistem LEISA.
Berikut ini beberapa usaha yang dapat diterapkan untuk mendukung pertanian
ramah lingkungan berbasis leisa :
• Pemanfaatan Pupuk Cair dan Pupuk Padat dalam menanaman Padi
Penggunaan pupuk organik selain lebih murah juga dapat meningkatkan produksi
pertanian sampai 2700 kg, karena menggunakan pupuk organik dapatmemperbaiki
unsur hara pada tanah sehingga dapat mencapai pertanian berkelanjutan.
Memelihara dan memperbaiki kualitas tanah adalah penting untuk meningkatkan
produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan kualitas lingkungan bagi generasi
yang akan datang. Karbon organik tanah merupakan indikator penting dari
kualitas tanah dan keberlanjutan agronomik, karena pengaruhnya terhadap
kualitas fisik, kimia dan biologi tanah. Produksi POP dan POC merupakan produk
olahan limbah ternak sapi, yakni feses dan urin yang kemudian dimasukkan ke
6
mesin digester, limbah padat dari mesin digester akan ditambahkan promi dan
sekam bakar untuk menghasilkan POP yang dapat siap digunakan sebanyak 3700
kg pupuk sedangkan POC membutuhkan penyaringan selama 3 atau 4 kali
kemudian disimpan dalam gentong yang berisi promi dan diputar menggunakan
turbin selama 21 hari untuk kemudian siap digunakan dapat menghasil 2400 liter.
• Pemanfaatan Jerami untuk Pakan Ternak Sapi
Adanya anggapan petani selama ini terhadap jerami sebagai limbah padi yang
mengganggu dalam pengolahan tanah dan penanaman padi sehingga jerami
seringkali dibiarkan membusuk dan harus disingkirkan dari petakan sawah dengan
cara yang praktis yaitu membakar. Dengan adanya kegiatan pengolahan limbah
sehingga dapat mengubah limbah menjadi pakan yang akan membantu
mengefesienkan biaya pada pengembangan sapi.Pakan ternak yang baik harus
mengandung 6-8% protein dari berat sapi, jerami yang belum diolah memiliki 2 -
3% kandungan protein sehingga perlu ditingkatkan dengan cara meng-
fermentasikan menggunakan bakteri tripoderma, jamur aspergillus niger dan
chrysosporium, urea, garam, molasses, untuk mencapai 6-8% protein tersebut.
Proses fermentasi pakan ternak yakni dengan menumpuk jerami disusun sampai
setinggi 20 cm kemudian menyiram cairan fermentasi kemudian menutupnya
dengan terbal, setelah itu ditumpuk kembali, maksimal 3-5 tumpukan keatas.
• Pemanfaatan Biogas untuk kebutuhan Sehari-hari
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan
salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan
gas alam. Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan gas elpiji 3
kg/minggu. Dengandemikian keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan
gas elpiji untuk memasak bisa menghemat penggunaan gas elpiji 3 kg/minggu.
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif sangat memungkinkan
untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga elpiji yang makin
mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya.
7
3.3 Penerapan Teknologi LEISA pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi
di Indonesia
8
Kombinasi jenis tanaman yang sering dilakukan petani pada pola tanam
tumpang sari cukup beragam. Sebagai contoh pada sentra produksi sayuran
dataran tinggi di Pangalengan, Jawa Barat, kombinasi yang paling sering dipilih
secara berurutan adalah (a) cabai + petsai (sawi), (b) tomat + petsai, (c) cabai +
siampo, (d) kubis + petsai, dan (e) cabai + kentang + petsai. Pola tanam yang
umumnya digunakan petani adalah relay cropping (tumpang gilir), di mana
tanaman kedua dan seterusnya ditanam setelah tanaman utama. T anaman kedua
dan seterusnya ditanam berkisar 7-30 hari setelah penanaman tanaman utama.
Pola tanam tumpang sari yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Gambar 2. Pola Tanam Tumpang Sari
10
Pengembangan sistem tumpang sari pada tanaman sayuran pada dasarnya
mengombinasikan antara tanaman yang menguntungkan. Selain itu, tercipta iklim
mikro yang lebih baik, ditinjau dari perkembangan hama, penyakit dan gulma,
dibandingkan dengan sistem monokultur. Hasil penelitian dengan perlakuan pola
tanam tumpang sari, 75% selada : 25 % tomat dan 50% selada : 50 % tomat pada
6 MST (minggu setelah tanam) mampu menekan bobot kering gulma total
dibandingkan dengan monokultur. Hal ini disebabkan karena pencapaian penutup
tanah yang sempurna pada pola tanam tumpang sari dapat mengurangi intensitas
cahaya yang sampai ke tanah dan menekan pertumbuhan gulma (Pujisiswanto,
2011).
Penggunaan pola tanam tumpang sari diketahui dapat mengurangi input
pupuk anorganik dan menekan populasi hama dan insiden serangan penyakit pada
tanaman sayuran. Hasil penelitian Setiawati et al. (2011) menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk berdasarkan serapan unsur hara (N 168 kg/ha + PO2O5 146.5
kg/ha + K2O 145 kg/ha) dan tumpang sari antara tomat dan kubis dapat menekan
populasi B. tabaci (kutu kebul) dan intensitas serangan penyakit virus kuning.
Sebaliknya, penggunaan pupuk yang tinggi sesuai dosis yang digunakan petani (N
210 kg/ha + PO2O5 183.125 kg/ha + K2O 181.25 kg/ha) dan tomat yang ditanam
secara monokultur meningkatkan insiden gejala dan intensitas serangan penyakit
virus kuning.
Penelitian lainnya yang dilakukan Soetiarso et al. (2010) pada tumpang
sari dua varietas cabai merah, yaitu Tanjung-2 maupun Hot Chili juga
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penanaman monokultur.
Tumpang sari antara varietas Tanjung-2 dengan kubis mampu menekan total
populasi trips sebesar 62.5% dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam
secara monokultur. Tumpang sari antara kedua varietas cabai merah dengan kubis
mampu menekan populasi B. tabaci (kutu kebul), M. persicae (kutu daun),
serangan lalat buah, serta menekan tingkat kerusakan akibat antraknos, masing -
masing sebesar 7.13% dan 18.75% dibandingkan dengan penanaman monokultur.
11
3.4 Kelebihan dan Kelemahan LEISA ( Low External Input Sustainable
Agriculture)
12
mengendalikan hama/penyakit tanaman, adalah metode yang dianjurkan.
Sedangkan, paham antroposentris berfokus pada kebutuhan manusia akan
pangan, papan, sandang yang harus dipenuhi dengan teknologi maju tanpa
perhatian terhadap kelestarian sumberdaya alam. Pada praktiknya, konsep eko -
antro (perpaduan persepsi ekosentris dan antroposentri) lebih baik untuk
diterapkan (Fagi, 2013).
13
tidak adanya unsur-unsur toksik. Suatu aturan pokok adalah bahwa dalam kondisi
yang memadai sepersepuluh kandungan bahan organik dalam tanah terdiri dari
hewan tanah. Jadi, lapisan setebal 10 cm pada suatu tanah seluas 1 ha dengan
kandungan bahan organik sebesar 1% kira-kira mengandung 1.500 kg fauna
tanah. Ini sama dengan berat 3-4 ekor sapi.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
15
LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun
untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang.
4.2 Saran
Melakukan penyuluhan yang lebih lanjut terhadap usaha tani ini baik
dengan konsep dan prinsipnya hingga peluang untung dan pendapatan yang tinggi
dari penerapannya merupakan hal yang sebaiknya lebih diperhatikan dan
dilakukan secara baik dan jelas. Begitu pula dengan dukungan yang lebih baik
oleh pemerintah terhadap petani sehingga tidak banyak petani yang beralih dari
peluang yang sebenarnya memiliki keuntungan yang besar dari usaha tani ini.
Begitu pula dalam rangka meningkatkan pendapatan pertanian, kesuburan
lahan jangka panjang dan berkelanjutan, maupun memanfaatkan limbah
peternakan ( 3R = Reduce, Reuse and Recycle) dan pertanian yang ramah
lingkungan, sebaiknya sistem pertanian LEISA dan pertanian organik segera
diaplikasikan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Febjislami, Shalati. (August 16, 2017 ). Penerapan Teknologi LEISA pada
Pertanian Sayuran Berkelanjutan di Dataran Tinggi. Diakses pada 27 Mei
2020, dari https://sayurankita.com/2017/08/16/penerapan-teknologi-leisa-
pada-pertanian-sayuran-berkelanjutan-di-dataran-tinggi/
Dea. (October 29, 2017). Kelebihan dan Kelemahan LEISA.docx. Diakses pada
27 Mei 2020, dari
https://www.scribd.com/document/362897316/Kelebihan-dan-Kelemahan-
LEISA-docx
18