Tugas Hivaids
Tugas Hivaids
HIV/AIDS
OLEH:
KELAS :B
SEMESTER :IV
KUPANG
2020
1. jelaskan pengertian terapi komplementer ?
jawab :
terapi komplementer adalah terapi yan dilakukan untuk menangani penyakit diluar
tindakan konvensional dari dokter.
2. berikanlah satu contoh terapi komplementer terkait terapi HIV/AIDS!
jawab :
10 Juni 2020
“HIV itu penyakit kronis. Karena itu kita berupaya mendukung orang-orang dengan
HIV agar tetap sehat dengan terapi komplementer,” kata Putu Oka Sukanta, yang
sekaligus Direktur Program Yayasan Taman Sringanis Putu Oka Sukanta pada diskusi
HIV/AIDS di Jakarta, Rabu (24/1).
Dia menjelaskan, terapi komplementer memang tidak untuk membunuh virus HIV,
melainkan untuk meningkatkan daya tahan hidup mereka yang mengidap HIV
sehingga tetap sehat dan produktif terutama sebelum berada pada fase AIDS.
Terapi komplementer diberikan dengan cara, antara lain, akupressure, olah napas,
meditasi, dan mengatur pola makan dengan mengonsumsi makanan sehat.
Menurut Putu Oka Sukanta, olah napas ini sangat penting bagi mereka dengan
HIV/AIDS karena terkait dengan CD4. CD4 adalah salah satu bagian dari antibodi
yang mempunyai fungsi ganda, yakni memberi “komando” kepada organ-organ tubuh
untuk melawan virus yang masuk sekaligus sebagai jalur “tempur”.
“CD4 ini bisa meningkat kalau kita melakukan latihan meditasi atau olah napas,” kata
Putu Oka Sukanta.
Ia menambahkan, saat kita menghirup napas secara normal, biasanya hanya 10 persen
oksigen yang bisa diserap sel-sel darah. Namun saat meditasi, dengan menghirup
napas dan menahan napas sementara waktu, 80 persen oksigen terserap sel-sel darah
kita dan meningkatkan CD4.
Sangat membantu Menurut Idong yang divonis terinfeksi HIV pada 7 Desember
2004, terapi komplementer ini sangat membantu dia dan teman-temannya yang
berada dalam satu komunitas.
Saat divonis, Idong mengaku merasa biasa-biasa saja, tidak terlalu terkejut. “Tapi
waktu malam saya berpikir, wow ternyata dalam diri saya ada virus yang belum ada
obatnya. Saya juga sempat depresi, tapi saya bangkit dan harus bisa memanfaatkan
sisa waktu saya sebaik mungkin,” kata Idong yang tetap beraktivitas penuh sepanjang
hari.
Ia hidup layaknya orang sehat dan tidak merasa sakit serta berupaya mengajak teman-
temannya sesama pengidap HIV/AIDS untuk menjalani terapi komplementer.
“Semula teman-teman tidak percaya kalau hasilnya bagus dan CD4 saya ada
kemajuan. Mereka minta bukti, padahal ini kan sesuatu yang abstrak dan susah untuk
dibuktikan. Tapi akhirnya mereka percaya dan mau mencoba terapi komplementer
seperti meditasi atau olah napas,” papar Idong yang menyesalkan sikap diskriminasi
dan stigmatisasi terhadap pengidap HIV/AIDS.
Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/25/humaniora/3266911.htm
Sedangkan cara pencegahan untuk penularan HIV Melalui hubungan seksual yang
berisiko dengan pasangan yang terinfeksi HIV disebutkan: Hindari hubungan
seksual sebelum menikah, Bersikap saling setia pada pasangan yang sah, Gunakan
kondom jika salah satu pasangan terinfeksi HIV atau infeksi menular seksual. Ini
juga mitos karena penularan HIV tidak terkait dengan sifat hubungan seksual.
Sesudah menikah pun tetap ada risiko tertular HIV jika dilakukan tanpa kndom di
dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang
sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial atau pelaku kawin-
carai.
Pada perspektif agama Katolik dan Kristen disebutkan melalui kontak darah
seperti pada facial wajah. Belum ada kasus penularan HIV melalui facial
wajah. Padahal, faktor risiko (mode of transmission) HIV secara nasional dan
global didominasi oleh hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.
Pertanyaannya adalah: Mengapa (anjuran) pencegahan tidak menukik ke faktor
risiko hubungan seksual?