Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“Aktivity Based Costing ”

Dosen Pembimbing :
Rita Yuniarti, Dr., S.E., M.M., Ak., C.A.

Disusun Oleh :
Bella Intan Sarah Soraya 1619103004
Meko Nanda Tejakesuma 1619103012
Dessy Novianti 1619103015

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
TAHUN 2019
BAB I

1. VOLUME-BASED COSTING SYSTEM CENDERUNG MENDISTORSI


BIAYA PRODUKSI
Penentuan biaya produksi dengan metode traditional costing dapat menimbulkan
distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena metode tersebut hanya mempergunakan
satu macam basis pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap sumber
daya yang berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula. Untuk
mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem biaya
yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing, yang didasari oleh
asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Dengan
demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas yang dilakukan untuk
membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka dengan metode Activity Based
Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap proporsional terhadap volume produk,
melainkan proporsional terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-aktivitas yang
dilakukan dalam membuat produk tersebut.
Sistem alokasi biaya berbasis volume tradisional hanya menggunakan variasi secara
langsung dengan volume produk yang dihasilkan, seperti gaji tenagakerja langsung, jam kerja
langsung, atau jam mesin - cenderung secara sistematismendistorsi biaya produk. Biaya dapat
bervariasi tidak hanya berkenaan dengan volume produksi tetapi juga, misalnya, dengan
kegiatan yang berhubungan dengan batch (misalnya penggantian, persiapan, dan inspeksi
item pertama dari produksi) dan jumlah produk (misalnya, bahan penjadwalan Penerimaan
dan peningkatan produk). Juga, distorsi biaya cenderung lebih besar dengan perbedaan yang
lebih besar antara proporsi sumber daya tidak langsung yang digunakan oleh objek
biayakarena penetapan biaya tradisional berdasarkan ukuran terkait volume tidak
secaraakurat mencerminkan perbedaan ini.
Sistem penetapan biaya produk tradisional berbasis volume kemungkinan besar akan
mendistorsi biaya produk dalam dua kondisi berikut:
1. Biaya tidak langsung dan dukungan tinggi, terutama bila melebihi biayadasar
alokasi itu sendiri (seperti biaya tenaga kerja langsung); Dan
2. Keanekaragaman produk tinggi: produk menghasilkan volume tinggi danvolume
rendah, produk standar dan khusus, dan produk yang kompleksdan sederhana.
Kombinasi kedua kondisi ini akan memperbesar distorsi yang timbul karena
sistem biaya produk berbasis volume tidak secara akurat mencerminkan perbedaan pengguna
an sumber daya non-volume terkait di seluruh produk atau objek biayalainnya.

2. IDENTIFIKASI AKTIVITAS
Identifikasi aktivitas merupakan bagian penting dari proses Activity Based
Costing. Dalam tahap identifikasi aktivitas ini, aktivitas yang luas dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori aktivitas, yaitu:
a. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan
setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh
jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan
jam listrik (energi) digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.
b. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali
suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh
jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam
kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas
pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi.
c. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk
mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini
mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk
diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah
aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi
produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
d. Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses
pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau
kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini
tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Contoh
aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan,
keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan
(PBB), serta depresiasi pabrik.
3. Pengelompokkan aktivitas berdasarkan process, level dan driver

LANGKAH – LANGKAH SISTEM ABC (Activiy Based Costing)

Berikut ini merupakan tiga tahap pengaplikasian sistem ABC berdasarkan langkah
petama.

1. Mengidentifikasi biaya sumber daya dan akivitas

Tahap pertama adalah melakukan analisis aktivitas untuk mngidentifikasi biaya


sumber daya dan aktivitas di perusahaan. Kebanyakan perusahaan, pencatatan biaya sumber
daya dilakukan pada rekening – rekening yang spesifik dalam sistem akuntansinya.
Umumnya, pencatatan beberapa biaya aktivitas dicatat dalam satu rekening biaya tunggal
atau sebaiknya, biaya dari satu aktivitas dicatat pada beberapa rekening yang berbeda.
Brerdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pemisahan atau penggabungan biaya – biaya yang
berasal dari satu aktivitas yang sama.

Setelah aktivitas diidentifikasi dan diketahui biayanya, sering kali didapatkan


aktiivitas yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Oleh karena itu, untuk memudahkan
dalam pengelolaan termasuk dalam perhitungannya, aktivitas – aktivtas yang di anggap
memiliki karakteritik konsumsi sumber daya yang sama akan dijadikan satu kelompok
aktivitas yang disebut sebagai poo.

2. Pengelompokan Aktivitas Berdasarkan Proces, Level, dan Driver

Identifikasi biaya sumber daya untuk berbagai macam aktvitas dapat dilakukan
dengan cara membedakan aktivitas berdasar cara aktivitas mengkonsumsi sumber daya.
Dengan cara ini aktivitas dikelompokan menjadi lima level aktivitas sesuai dengan tingkatan
yang dilakukan aktivitas tersebut :

1. Units produced (Unit diproduksi)

2. Direct labor hours (Jam kerja langsung)

3. Direct labor dollars (Dolar tenaga kerja langsung)

4. Machine hours (Jam mesin)

5. Direct material dollars (Dolar bahan langsung)

Penggerak tingkat unit meningkat karena unit yang diproduksi meningkat.


Jadi,penggunaannya hanya berbasis unit driver untuk menetapkan biaya overhead untuk
produk mengasumsikan bahwa semua biaya overhead dikonsumsi oleh produk sebanding
dengan jumlah unit yang diproduksi. Sejauh ini asumsi itu valid, sistem penetapan biaya
berbasis fungsional dapat menghasilkan biaya produk yang akurat informasi. Tarif overhead
pabrik atau departemen yang telah ditentukan sebelumnya digunakan untuk menetapkan atau
menerapkan biaya overhead untuk produksi ketika aktivitas produksi aktual dibuka. Total
overhead ditugaskan untuk produksi aktual pada suatu titik waktu disebut overhead yang
diterapkan. Terapan overhead dihitung menggunakan rumus berikut:

Overhead yang diterapkan = Overhead rate × Penggunaan driver aktual

Dalam pendekatan tingkat pabrik, semua biaya overhead yang dianggarkan


diakumulasikan menjadi satu kumpulan biaya pabrik (penugasan biaya tahap pertama).
Tingkat seluruh pabrik kemudian dihitung menggunakan driver unit-level tunggal, seperti
jam kerja langsung. Akhirnya, biaya overhead ditetapkan untuk produk dengan mengalikan
tarif dengan jam kerja langsung aktual yang digunakan oleh setiap produk (penugasan tahap
kedua). Langkah-langkah ini diilustrasikan dengan contoh. Suncalc, Inc., menghasilkan dua
yang unik, produk bertenaga surya: kalkulator saku dan penerjemah mata uang yang
digunakan untuk mengkonversi mata uang asing ke dalam dolar AS dan sebaliknya. Suncalc
menggunakan tarif berbasis pabrik berdasarkan mengarahkan jam kerja untuk menetapkan
biaya overhead.

Perusahaan memiliki estimasi berikut dan data aktual untuk tahun mendatang.
Bervariasinya sumber daya yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk, maka
perusahaan pun harus dapat menggunakan sumber daya tersebut dengan lebih efektif dan
efisien dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Perhitungan biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan suatu produk pun haruslah akurat, sehingga
perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif di pasar global ini.
Manajemen sering kali mengabaikan perhitungan biaya produksi secara akurat yang
dapat  mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing di pasaran. Oleh karena itu,
manajer suatu perusahaan membutuhkan suatu informasi mengenai biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk secara akurat. Pembebanan setiap biaya
produksi yang dikeluarkan untuk satu unit produk dengan suatu metoda dapat membantu
manajemen memperoleh informasi mengenai biaya produksi satu unit produk dengan lebih
akurat. Metoda ini didalam akuntansi manajemen dinamakan sebagai metoda Activity
Based Costing (ABC) System.
Metode Activity Based Costing (ABC) System menghitung setiap biaya pada masing-
masing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk masing-masing aktivitas. Banyak
perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mengadopsi metode ini dalam penghitungan
biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap produk. Umumnya metode yang digunakan
oleh perusahaan yang berada di Indonesia adalah pemerataan biaya secara umum untuk
masing-masing produk. Padahal masing-masing produk tersebut kenyataannya tidak
menggunakan sumber daya dalam jumlah yang sama.
Metode manajemen biaya yang canggih seperti Activity Based Costing (ABC) banyak
diterapkan pada perusahaan – perusahaan dunia. ABC membantu perusahaan mengurangi
distorsi yang disebabkan oleh sistem penentuan harga pokok tradisional, sehingga dengan
ABC dapat diperoleh biaya produk yang lebih akurat. ABC menyediakan pandangan yang
jelas bagaimana perusahaan membedakan produk, jasa dan aktivitas yang memberikan
kontribusi dalam jangka panjang. Sistem ABC telah dikembangkan dan diimplementasikan
pada banyak perusahaan seperti Hewlett-Packard, General Electric, Merck,
AT&T, dan American Express.
 Activity-Based Costing
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang
mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang
mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan
produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
 Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
 Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead
pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
 Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.

 Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:


 Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap
produksi
 Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau
hanya dengan volume produksi.
 Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead
yang berbeda beda.
Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya overhead dialokasikan secara arbitrer 
kepada harga pokok produk. Hal ini akan menghasilkan harga pokok produk yang tidak
akurat atau terjadinya distorsi penentuan harga pokok produk per unit sehingga tidak bisa
diandalkan dalam mengukur efisiensi dan produktivitas.
Penentuan harga pokok per unit yang lebih akurat penting bagi manajemen sebagai dasar
untuk pembuatan keputusan. Manajemen dapat dipermudah dalam membuat berbagai
keputusan, antara lain:
 menentukan harga jual
 mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
 memantau realisasi biaya
 menghitung laba/rugi tiap pesanan
 menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan
disajikan di neraca.
Agar tidak terjadi distorsi penentuan harga pokok per unit, banyak perusahaan yang
mengadopsi penggunaan sistem penentuan harga pokok (costing) berbasis aktivitas (ABC)
dengan harapan manajemen melakukan analisis profitabilitas, mendorong perbaikan proses,
mengembangkan ukuran kinerja yang lebih inovatif, dan dapat berpartisipasi dalam
perencanaan strategis.
Perbandingan Sistem Tradisional dan ABC
Metode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan secara
memadai pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan oleh cost
driver berdasarkan unit adalah biaya yang dalam metode tradisional disebut sebagai biaya
variabel.
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk dengan
mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam proporsi untuk berubah
selain berdasarkan volume produksi. Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya
tersebut meningkat dan menurun, biaya tersebut dapat ditelusuri ke masing-masing produk.
Hubungan sebab akibat ini memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi
biaya produk yang dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen 
dan  Mowen, 2004: 157-158).
Digambarkan dalam tabel, perbedaan antara penentuan harga pokok produk tradisional dan
sistem ABC, yaitu:
Perbedaan Metode Activity Based Costing dengan Tradisional
 

Metode Penentuan Harga Pokok Metode Activity Based


Produk Tradisional Costing
Tujuan Inventory level Product Costing
Tahap desain, produksi,
Lingkup Tahap produksi
Tahap pengembangan
Biaya bahan baku, tenaga kerja
Fokus Biaya overhead
langsung
Periode Periode akuntansi Daur hidup produk
Teknologi yang
Metode manual Komputer telekomunikasi
digunakan

Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional


Hal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada manajemen
banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada manajemen pada saat
harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem tersebut hanya
memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biaya dikeluarkan dan tidak
ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.
Sistem biaya tradisional memang memperhatikan biaya total perusahaan, akan tetapi mereka
mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan, distribusi, riset, dan
pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini tidak dibebankan ke pasar,
pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang  berbeda. Banyak manajer yang
percaya bahwa biaya-biaya ini adalah tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line” ini
diperlakukan secara sama dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal, sekarang
ini beberapa pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan dengan yang lain dan
sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22).
Dengan berkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak
mampu menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena lingkungan global
menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional,
antara lain:
1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga
pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif
sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.
2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada
distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi
pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena
seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume
produk atau jam kerja langsung.
4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi
sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan
keunggulan perusahaan.
5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung
serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya
volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut
menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
6. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusat-
pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek.
7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitungan selisih
biaya pusat-pusat pertanggungjawaban tertantu dengan menggunakan standar.
8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alat-alat dan teknik-
teknik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan teknologi
maju.
9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk.
Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas-
aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biaya-biaya tersebut diperlakukan
sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup
produk.
 Keunggulan Metode ABC
 Keunggulan ABC adalah sebagai berikut:
1. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus
mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya mereka
dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada mengurangi
biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses
manufakturing, yang pada akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi proses,
memperbaiki mutu dan mengurangi biaya.
2. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
3. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
4. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang
lebih akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break even atas produk
yang bervolume rendah.
5. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai
merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih
efisien dan lebih tinggi.

Konsep-Konsep Dasar dan Syarat Penerapan Sistem Activity-Based Costing


Activity Based Costing Sistem adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada
aktivitas-aktifitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa.  Activity Based
Costing menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau
transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor
penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik
perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke
produk. System ABC mengasumsikan bahwa aktivitas aktivitaslah, yang mengkonsumsi
sumber daya dan bukannya produk.
Dalam penerapannya, penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem ABC
menyaratkan tiga hal:
a.  Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi
Sistem ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa macam produk atau
lini produk yang diproses dengan menggunakan  fasilitas yang sama. Kondisi yang demikian
tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan biaya ke masing-masing produk.
b.  Tingkat persaingan industri yang tinggi
Yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau sejenis.
Dalam persaingan antar perusahaan yang sejenis tersebut maka perusahaan akan  semakin
meningkatkan persaingan untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan
maka semakin penting peran informasi tentang harga pokok dalam mendukung pengambilan
keputusan manajemen.
c.  Biaya pengukuran yang rendah
Yaitu bahwa biaya yang digunakan system ABC untuk menghasilkan informasi biaya yang
akurat harus lebih rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling
dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan
menjual produk digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:
1. Facility sustaining activity cost: biaya yang berkaitan dengan aktivitas
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya
asuransi, biaya gaji pegawai kunci
2. Product sustaining activity cost: biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan
pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat
dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk
3. Bacth activity cost: biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang
diproduksi. Misalnya biaya set-up mesin
4. Unit level activity cost: biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit
produk yang dihasilkan. Misalnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
5. Penggolongan aktivitas menjadi empat ketegori diatas disebut cost hierarchy (struktur
biaya).
 Langkah-langkah ABC sistem:
1. Tahap pertama pengelompokan biaya overhead ke dalam kelompok biaya yang
homogen. Kelompok biaya homogen merupakan kumpulan overhead yang variasinya
dapat dijelaskan oleh satu faktor penyebab (cost driver). Untuk menentukan mana
kelompok biaya yang homogen, dapat melihat biaya yang mempunyai rasio konsumsi
sama untuk seluruh produk.
2. Tahap kedua alokasi biaya overhead pabrik:
Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan yang dikonsumsi
Pembebanan Biaya Overhead pada Activity Based-Costing
Pada  Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan
produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat
biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar
pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan
akuntansi biaya tradisional.
Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan
dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional. Sebelum sampai pada
prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal
sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya.  Cost Driver merupakan
faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan
suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas
aktivitas selanjutnya.
2. Rasio konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap
produk,  dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu
produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari  overhead yang variasi
biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu
kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus
berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.

Cost Driver
Landasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah dengan
mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yang tidak
tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada pengklasifikasian biaya, sehingga
menimbulkan dampak bagi manajemen dalam mengambil keputusan.
Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead yang terjadi
ditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini menyebabkan jumlah overhead 
yang ditimbulkan oleh masingmasing jenis produk harus diidentifikasi melalui cost driver.
Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya 
overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktifitas yang akan
menyebabkan biaya dalam aktifitas.
Ada dua jenis cost driver, yaitu:
- Cost Driver berdasarkan unit
Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk melalui
penggunaan  tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
- Cost Driver berdasarkan non unit
Cost Driver berdasarkan non unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit yang
menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver berdasarkan unit pada perusahaan jasa
adalah luas lantai, jumlah pasien, jumlah kamar yang tersedia. Aktivitas yang ada dalam
perusahaan sangat kompleks dan banyak jumlahnya. Oleh karena itu perlu pertimbangan
yang matang dalam menentukan pemicu biayanya atau cost driver.
 Penentuan jumlah cost driver yang dibutuhkan
Penentuan banyaknya cost driver yang dibutuhkan berdasarkan pada keakuratan
laporan product cost yang diinginkan dan kompleksitas komposisi output perusahaan.
Semakin banyak cost driver yang digunakan, laporan biaya produksi semakin akurat. Dengan
kata lain semakin tinggi tingkat keakuratan yang diinginkan, semakin banyak cost
driver yang dibutuhkan.
 Pemilihan cost driver yang tepat.
Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan:
 Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan cost
driver (cost of measurement).  Cost driver yang membutuhkan biaya pengukuran lebih
rendah akan dipilih.
 Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver terpilih
dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya 20 (degree of correlation). Cost driver yang
memiliki korelasi tinggi akan dipilih.
 Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effect). Cost
driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih.
4. Menghitung Tarif POOL

Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang bersama
dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool digunakan untuk mempermudah
manajemen dalam membebankan biaya-biaya yang timbul. Cost pool berisi aktivitas yang
biayanya memiliki korelasi positif antara cost  driver dengan biaya aktivitas. Tiap-
tiap cost pool menampung biaya-biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin
tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan, semakin
sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya
yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan sebab-akibat antara
biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost  pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya
overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif
kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu
dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada
output yang secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya
konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. 
Cost  driver merupakan dasar yang digunakan untuk membebankan biaya yang
terkumpul pada cost  pool kepada produk. Identifikasi cost driver adalah komponen yang
penting dalam pengendalian biaya tak bernilai tambah. Jika kinerja individual dipengaruhi
oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya tak bernilai tambah, maka
pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dapat mempengaruhi
perilaku para individu. Jika cost driver biaya untuk biaya setup yang dipilih adalah waktu
setup, maka insentif harus diciptakan bagi pekerja agar mereka dapat mengurangi
waktu setup.

5. Cara Menghitung Biaya Produksi per Unit dan Contohnya

Untuk menghitung biaya produksi atau harga pokok produksi (HPP) per unit barang
atau jasa, ada 2 komponen pokok yang perlu diperhitungkan yaitu:

#1: Komponen waktu

Waktu (time) yang dimaksudkan di sini adalah bisa jam kerja pegawai atau mesin
produksi.
Perhatikan 3 hal yang termasuk dalam komponen waktu per jam tenaga kerja langsung, yaitu:

 Upah langsung, termasuk tunjangan-tunjangan dan bonus.


 Biaya-biaya yang berhubungan dengan pekerjaan tidak langsung, seperti gaji
pengawas, penyusutan, asuransi, bahan-bahan tidak langsung dan sebanding dengan
jam.
 Laba yang diinginkan per waktu tertentu, misalnya per jam.

#2: Komponen Bahan

Ada 2 cara menghitung biaya bahan baku yang termasuk dalam komponen bahan per jam,
yaitu :

 Persentase laba dari harga faktur bahan.


 Persentase dari bahan tidak langsung atau yang dibebankan.
Contoh biaya produksi ini adalah gaji manajer, bahan, pengawas, asuransi, handling, atau
biaya yang berhubungan dengan pengelolaan bahan.

Dari 2 komponen tersebut, maka bisa dilakukan perhitungan biaya produksi per unit waktu,
misalnya per jam sebagai berikut:

Contoh: perhitungan biaya per unit


 

B. Contoh Perhitungan Biaya Produksi

Perhatikan contoh perhitungan biaya produksi per unit waktu dan bahan beriktu ini:
PT Sukses Penuh Keberkahan mengelola bisnis jasa peralatan armada truk. Marjin laba
perusahaan turun terus menerus selama beberapa tahun terakhir. Pengelola perusahaan telah
melakukan analisis sederhana bahwa tarif waktu dan bahan yang digunakan untuk
menentukan harga jual sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Perusahaan
menentukan target laba Rp. 2,5 per jam kerja pelayanan reparasi dan menentukan target laba
10% dari faktur bahan yang digunakan. Perusahaan mempertimbangkan untuk
mempertahankan persediaan dalam jumlah besar agar dapat memberi pelayanan reparasi ke
pelanggan dengan cepat. Biaya yang berhubungan dengan pekerjaan reparasi dan dengan
persediaan bahan periode sebelumnya adalah sebagai berikut:

Tabel biaya produksi tahun lalu


Perusahaan mempekerjakan 10 tukang ahli reparasi yang bekerja 40 jam per minggu dan 50
minggu dalam satu tahun. Dalam periode sebelumnya perusahaan meminta imbalan kerja
pelayan reparasi sebesar Rp. 16,50 per jam. Dan menambahkan ongkos beban bahan 35%
dari bahan yang digunakan setiap kali reparasi dilakukan.

Pertanyaannya adalah berapa besar biaya yang seharusnya dibebankan per jam kerja
pelayanan dan  biaya bahan yang harus digunakan?

Berapa besar biaya yang seharusnya dibebankan ke suatu pekerjaan 2,5 jam dan bahan Rp
70?

Perhatikan cara penyelesaian contoh soal akuntansi biaya (cost accounting) –  perhitungan
biaya produksi berikut ini:
#1. Biaya Langsung per Jam Kerja :

=Tukang ahli reparasi + Tunjangan (Pensiun & Asuransi) : Jam Kerja

= Rp 180.000 + ((15% x Rp 180.000)+(5% x Rp 180.000)) : (10 x 40 x 50)


= Rp. 216.000 : 20.000 jam
= Rp. 10,80 per jam

#2. Biaya Reparasi per Jam Kerja

= (Total biaya reparasi – biaya langsung) : Jam Kerja

= (Rp. 320.000 – Rp. 216.000) : 20.000


= Rp. 104.000 : 20.000
= Rp. 5,2 per jam

#3. Laba per jam yang ditentukan:

= Rp. 2,5 per jam

#4. Biaya Bahan :

= Laba dari bahan = 10% (target)= Persentase bahan lainnya :

= (Total biaya bahan – Harga Pokok Bahan) : Harga Pokok Bahan


= (Rp. 273.000 – Rp. 210.000) :  Rp. 210.000
= 30 %

Jadi persentase total biaya bahan adalah = 10% + 30% = 40%

Dari perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa biaya pelayanan per jam adalah
sebagai berikut:
Contoh perhitungan biaya per unit
Bila suatu pekerjaan memerlukan pelayanan selama 2,5 jam dengan bahan yang digunakan
sebanyak Rp. 70, maka total biayanya adalah:

= (waktu pelayanan x biaya produksi per unit waktu)+(Biaya bahan+(bahan yang digunakan
x % total biaya bahan))
= (2,5 jam x Rp. 18,50) + (Rp. 70 + (Rp. 70 x 40%))
= Rp. 46,25 + Rp. 98 = Rp. 144,25

3. Masalah yang Diangkat

Melayani beragam kebutuhan pelanggan sambil menentukan harga item menu yang akan
dicapai tingkat profitabilitas yang memadai di restoran bergaya Tunisia "a` la carte".
Sebagian besar biaya model yang digunakan pada 1980-an dikembangkan jauh lebih awal di
abad ini pada saat tenaga kerja adalah faktor terpenting dalam produksi dan variasi produk
dan jasa terbatas (Douglas, 2005). Misalnya, dalam operasi restoran, operasi tidak
terdistribusi pengeluaran, seperti tenaga kerja dan biaya tetap, mewakili persentase besar dari
a struktur biaya total restoran (Bell, 2002). Biaya tetap ini sebagian besar diabaikan ketika
harga menu ditetapkan (Schmidgall, 1997). Jadi, penggunaan biaya informasi berdasarkan
“model biaya” tradisional mendistorsi fakta ekonomi dan mengarah ke pengambilan
keputusan yang tidak tepat dan tindakan yang tidak efektif (Douglas, 2005). Di restoran
industri, harga ditetapkan dengan membuat persentase biaya variabel, dengan intuisi, atau
oleh metode coba-coba (Raab et al., 2009). Seperti yang sering dilakukan manajer restoran
tidak tahu keuntungan sebenarnya dari berbagai item menu mereka (Raab dan Mayer, 2007;
Raab et al., 2010), manajer tidak lagi mampu menentukan harga berdasarkan menu mereka
menandai biaya produk variabel mereka. Mereka mungkin perlu menggunakan pendekatan
baru di untuk bertahan hidup dan berkembang. Suatu pendekatan yang dapat membantu
restoran untuk menganalisa mereka profitabilitas adalah biaya berdasarkan aktivitas (ABC)
(Raab dan Mayer, 2007). Peneliti merekomendasikan menggunakan ABC untuk mendukung
proses perbaikan (Turney, 1991) dan mengembangkan desain produk yang hemat biaya
(Cooper dan Turney, 1989). ABC juga disarankan sebagai alat yang tepat untuk memandu
dan mengarahkan proses perbaikan (Waeytens dan Bruggeman, 1994). Lebih lanjut,
kemanjuran ABC telah dikaitkan dengan kemampuannya untuk mencerminkan proses
produksi nyata (Turney, 1989); kuantifikasi penggunaan sumber daya (Turney, 1992);
pertimbangan dari saling ketergantungan antara kegiatan (McNair, 1990) dan pengaruhnya
terhadap manajer ' perilaku (Cooper dan Turney, 1989).

Meskipun, sistem ABC paling sering terkait dengan penggunaan oleh perusahaan
manufaktur, mereka dapat diterapkan ke semua jenis organisasi (Rotch, 1990; Tanju dan
Helmi, 1991), termasuk industri restoran (Cooper, 1989; Raab, 2003; Raab dan Mayer, 2007;
Vaughn et al., 2010). Dalam penelitiannya, Cooper (1989) mengusulkan menggunakan model
ABC dan Raab (2003) mengadaptasi model ini untuk restoran dan menunjukkan bahwa itu
adalah cara yang layak untuk mendapatkan wawasan terperinci ke dalam margin keuntungan
operasi dari masing-masing item menu. Dalam hal ini, restoran ABC model diuji di restoran
bergaya prasmanan di Hong Kong (Raab et al., 2004, tetapi Studi mengkonfirmasi bahwa
model restoran ABC (Raab, 2003) juga dapat diterapkan jenis restoran lainnya. Salah satu
masalah dengan penerapan pendekatan penetapan biaya berbasis aktivitas adalah kurangnya
keahlian dalam identifikasi dan analisis kegiatan (Ben Mzoughia dan Bejar-Ghadhab, 2004).
Selanjutnya, Reeve (1996) menegaskan bahwa manajer sering meninggalkan proses
penerapan ABC karena biaya penyebaran ABC tinggi. Roberts dan Silvester (1996)
mengaitkan ditinggalkannya implementasi ABC untuk kompleksitas pengumpulan data.
Boisvert (1998) mengusulkan pendekatan fungsional, ekonomi, dan multidisiplin berdasarkan
manajemen nilai (VM) dan mengadaptasinya untuk implementasi ABC. VM memungkinkan
suatu organisasi untuk mencapai kemajuan terbesar menuju sasaran yang dinyatakan dengan
menggunakan minimum sumber daya (Pedoman Manajemen Nilai, 2001). Studi saat ini
berupaya menentukan apakah penerapan pendekatan ABC digabungkan dengan pendekatan
VM (ABC / VM) dapat membantu menganalisis profitabilitas restoran "a` la carte".
Melihat produk, yang dalam kasus restoran adalah makanan yang ditawarkan, dan
kegiatan restoran seperti melayani pelanggan, membersihkan restoran, dll. Makalah ini
mengusulkan model ABC / VM, yang menggabungkan pendekatan ABC dan VM dan
memungkinkan manajer untuk mengambil nilai terbaik menggunakan kepuasan pelanggan
dan biaya produk. Pertama, gambaran umum konsep ABC dan VM disajikan. Kedua, tiga
fase model ABC / VM dikembangkan. Akhirnya, kertas menyajikan studi kasus restoran
untuk menggambarkan bagaimana model ABC / VM dapat meningkat keputusan bisnis.
BAB III

Tinjauan Literatur
Dalam literatur akuntansi manajemen, terdapat konsensus bahwa semua perusahaan
menghadapi situasi pengambilan keputusan yang heterogen. Informasi akuntansi dihasilkan
dalam konteks akuntansi tertentu untuk mendukung proses pengambilan keputusan
(Hopwood, 1996). Anderson (2005) menganggap manajemen biaya strategis sebagai
pengambilan keputusan yang disengaja yang bertujuan untuk menyelaraskan struktur biaya
perusahaan dengan strategi dan mengevaluasi efisiensi organisasi dalam menyampaikan
strategi. Dia menyatakan bahwa manajemen biaya strategis terdiri dari dua aspek: biaya
struktural manajemen yang berfokus pada pembentukan struktur biaya yang kompetitif dan
bersifat eksekutif manajemen biaya yang berfokus pada pelaksanaan strategi yang hemat
biaya. Namun, kedua bentuk manajemen biaya strategis fokus pada peningkatan kinerja dari
hanya perspektif perusahaan, mengabaikan pentingnya peningkatan nilai co-creation
perusahaan dan pelanggan (Gersch et al., 2010). Anderson (2005) mengklaim itu manajemen
akuntansi penelitian hampir mengabaikan biaya pengelolaan dalam porsi rantai nilai yang
menghubungkan perusahaan dengan pelanggan akhir
Literatur riset akuntansi manajemen juga hanya mencurahkan perhatian terbatas untuk
profitabilitas pelanggan (Foster dan Gupta, 1994; Guilding et al., 2001). Berdasarkan literatur
pemasaran, kami menganggap bahwa peran utama dari profitabilitas pelanggan penilaian
adalah untuk memberikan informasi yang membantu manajer dalam pengambilan keputusan
mereka alih-alih mengurangi masalah divergensi tujuan (Davila dan Wouters, 2006).
Manajer memerlukan informasi tertentu untuk meningkatkan efisiensi manajemen.
Mereka juga butuh jawaban untuk dua pertanyaan yang sangat penting: apa saja sumber
keuntungannya? dan bagaimana kinerja terbaik ditingkatkan (Blagoje dan Ljilja, 1999)?
Manajer tidak dapat membuat keputusan yang andal tanpa informasi biaya lengkap, yang
menekankan kebutuhan untuk menghitung biaya berbasis aktivitas untuk setiap produk.
Noone and Griffin (1997)
mengeksplorasi teknik biaya potensial untuk aplikasi analisis profitabilitas pelanggan
dan mengusulkan penetapan biaya berbasis aktivitas sebagai metode penetapan biaya yang
tepat dan efektif untuk berlaku dalam analisis profitabilitas pelanggan. Pendekatan ABC
memperlakukan pelanggan sebagai objek analisis biaya, sejajar dengan analisis "biaya
kepemilikan" untuk pemasok (Niraj et al., 2001; Narayanan dan Sarkar, 2002; Anderson,
2005). Penekanannya adalah pada mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku
biaya tidak langsung dan dengan demikian menemukan apa menimbulkan biaya overhead,
mengubah seiring waktu langkah-langkah rantai nilai. ABC literatur mendefinisikan suatu
kegiatan sebagai tugas diskrit yang dilakukan organisasi menjadikan atau mengirimkan
produk atau layanan dan pendorong biaya sebagai faktor yang menyebabkan atau mendorong
biaya suatu kegiatan (Ittner, 1999). Dengan demikian, sistem ABC dirancang dan diterapkan
pada premis bahwa produk mengkonsumsi aktivitas, aktivitas mengkonsumsi sumber daya,
dan sumber daya menghabiskan biaya (Sprow, 1992)
Namun, implementasi penetapan biaya berbasis aktivitas sering disertai oleh banyak
masalah (Sartorius dan Eitzen, 2007; Cohen et al., 2005). Cohen et al. (2005) pertimbangkan
itu, dalam memilih, merancang, dan memelihara model ABC yang optimal (Ploughman,
2005), ketidakpedulian manajemen puncak dan / atau resistensi dari karyawan dan
manajemen dan sifat kompleks ABC adalah di antara kesulitan utama saat menerapkan ABC
Penetapan biaya berdasarkan aktivitas ditambah dengan manajemen nilai adalah
upaya untuk menghadapinya masalah-masalah ini. Ini dapat membantu menentukan produk
atau layanan mana yang menguntungkan, pelanggan mana yang paling berharga, apakah
proses itu nilai tambah atau tidak, dan di mana upaya perbaikan harus dilakukan. Manajemen
nilai dikandung selama 1940-an ketika, karena sumber daya yang tersedia lebih sedikit untuk
upaya non-perang, General Electric merancang konsep di mana menurunkan input biaya
melalui kreatif berpikir menghasilkan produk dengan fungsi yang sama (Male et al., 2007).
Hari ini, VM berkaitan dengan peningkatan manfaat dan penurunan biaya, dan didefinisikan
sebagai struktur terbuka resmi yang berfokus pada menghilangkan penyebab biaya yang tidak
perlu, dengan demikian memberikan solusi terbaik, serta berpotensi mengungkap masalah
yang tidak terduga (Koga, 2000). Model manajemen nilai (VM) adalah terstruktur, proses
sistematis, dan analitis yang berupaya untuk mencapai semua fungsi yang diperlukan di total
biaya terendah konsisten dengan tingkat kualitas dan kinerja yang diperlukan (Nilai Pedoman
Manajemen, 2001). VM bertujuan untuk memaksimalkan kinerja keseluruhan suatu
organisasi (EN 1325-1, 1996). Ini juga dianggap sebagai cara yang efektif bagi perusahaan
mengelola layanan mereka. VM didasarkan pada prinsip-prinsip dasar: manajemen oleh
tujuan (konsep fungsi), menemukan solusi optimal, perampingan seleksi melalui indikator,
perpaduan keterampilan dengan kerja tim, komunikasi silang, dan pengembangan orang dan
kelompok. VM juga peduli dengan peningkatan dan mempertahankan keseimbangan yang
diinginkan antara kebutuhan para pemangku kepentingan dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk memuaskan mereka. Penilaian nilai pemangku kepentingan bervariasi dan VM
merekonsiliasi prioritas yang berbeda untuk memberikan nilai terbaik bagi semua pemangku
kepentingan. Manajemen nilai membutuhkan pemikiran inovatif dan praktik terbaik di semua
tingkatan organisasi (Knox, 2002), kompetensi inti yang berharga (Walter dan Jones, 2001),
misi, strategi, dan sistem (Dummond, 2000, dan budaya perusahaan yang mendukung yang
berfokus pada kebutuhan pelanggan yang diungkapkan dan laten (Mittal dan Sheth, 2001;
Narver et al., 2004; Paulin et al., 2006; Weinstein dan Pohlman, 1998; Walter dan Jones,
2001). Bahkan, VM memungkinkan tujuan organisasi untuk dicapai. Analisis fungsional
(Norma franc¸aise: NF X 50-100, 1996; EN 1325-1, 1996) dan sistem analisis fungsi teknik
(FAST) (Bejar, 2003a, b) merupakan inti dari pendekatan VM. Fungsional analisis
memungkinkan identifikasi atribut yang diharapkan oleh pelanggan (Miles, 1989; Moriceau,
2000; Norma franc¸aise NF X 50-100) serta kinerja organisasi atribut-atribut ini. Ini adalah
klarifikasi semantik dalam konteks layanan definisi setiap layanan. "Teknik Sistem Analisis
Fungsi" juga merupakan analisis penting alat. Ini digunakan untuk memperjelas hubungan
antara fungsi yang diharapkan oleh pelanggan dan kegiatan dan tugas yang dikembangkan
oleh organisasi yang dilayaninya (Bejar, 2003a, b). Saya t menjelaskan item atau sistem yang
sedang dipelajari dan memungkinkan tim untuk memikirkan fungsi yang dilakukan item atau
sistem. FAST juga dapat menjelajahi jalan inovatif untuk menjalankan fungsi. Mengenai
metodologi penetapan Biaya Berbasis Aktivitas, itu mengarah ke memfasilitasi identifikasi
pendorong biaya dan mengidentifikasi fungsi biaya tinggi sehingga untuk mengeksplorasi
perbaikan (Kenney, 2001). Diagram FAST juga memungkinkan manajer untuk fokus pada
fungsi-fungsi penting untuk memenuhi persyaratan produk dan mengidentifikasi tinggi fungsi
biaya untuk mengeksplorasi peningkatan. Ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan
kriteria secara berurutan untuk mempertahankan tingkat kualitas layanan yang tinggi dan
meningkatkan layanan. Kriteria ini memungkinkan seseorang untuk mengukur kepuasan
pelanggan. Penelitian menggunakan analisis fungsional internal dan eksternal dan FAST
diagram untuk mengidentifikasi aktivitas restoran untuk menentukan biaya produk

Kerangka konseptual
Model untuk menerapkan pendekatan ABC di restoran menggunakan VM, yang
menggabungkan keuntungan dan kepuasan pelanggan. Model yang dikembangkan, terdiri
dari tiga fase penting: (1) fungsi dan aktivitas perusahaan; (2) evaluasi biaya; dan (3) analisis
dan peningkatan.

Fungsi dan aktivitas Perusahaan.


Menggunakan manajemen nilai kami membedakan dua jenis fungsi: fungsi eksternal
dan internal. Terminologi "eksternal fungsi "menunjuk" kantor depan "dan mengacu pada
kegiatan yang dilihat oleh pelanggan dan di mana ia berpartisipasi dalam proses dan
pengiriman tindakan layanan. Itu "Fungsi internal" juga disebut "back office". Mereka tidak
harus melibatkan pelanggan dalam produksi dan pengiriman layanan tetapi dapat secara
langsung atau tidak langsung memengaruhi persepsi jika pada akhirnya mereka terkait
dengan pengalaman layanan (Zeithamall et al., 2006). Misalnya, jika Anda duduk di restoran
sebagai pelanggan Anda akan menjadi dipengaruhi oleh apa yang Anda lihat atau alami.
Anda mungkin tidak berhubungan dengan juru masak di dapur atau membersihkan dapur,
meskipun Anda mungkin mendapatkan kesan juru masak dan dapur jika piring kotor dan
suhu makanan tidak memadai. Tautan antara fungsi "eksternal" dan "internal" atau "belakang
dan depan" kantor merujuk juga ke cetak biru layanan dalam literatur pemasaran layanan dan
berfungsi sebagai cara untuk mengidentifikasi (indikator) jalur kritis dari pengalaman
pelanggan. Identifikasi jalur kritis ini memberikan pengetahuan strategis utama yang
digunakan oleh penyedia layanan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan yang, pada
gilirannya, menciptakan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dan perilaku positif di masa
depan (Zeithamall et al., 2006; Lovelock dan Wirtz, 2008).
Dalam studi ini, kami mengidentifikasi fungsi perusahaan menggunakan analisis
fungsional eksternal sebagai klarifikasi semantik dalam konteks layanan dari definisi masing-
masing layanan. Untuk tujuan ini, semua langkah pelanggan (dari kedatangan hingga
keberangkatan) dipertimbangkan, dan untuk setiap langkah fungsi layanan diidentifikasi
sebagai referensi ke pelanggan tingkat kepuasan. Untuk melayani pelanggan, perusahaan
menerapkan serangkaian berbeda kegiatan dan tugas yang kami identifikasi dengan
menerapkan "analisis fungsional internal" (Bejar, 2003a).
Untuk menetapkan hubungan antara fungsi, aktivitas, dan tugas, kami menggunakan
Diagram Teknik Sistem Fungsional Analisis (FAST) (Demarle dan Shillito, 1984). Diagram
ini dimulai dengan fungsi yang lebih global dari total sistem dan kemudian
meluas ke fungsi spesifik dari masing-masing komponen. Oleh karena itu, setiap fungsi
eksternal tercapai berkat aktivitas yang dikembangkan dalam perusahaan. Identifikasi fungsi,
kegiatan, dan produk menjamin komunikasi antara semua pemangku kepentingan (Ben
Mzoughia dan Bejar-Ghadhab, 2004).
Sebelum mengukur biaya item menu, kita harus mendefinisikan:
 . "objek pekerjaan" (untuk apa atau untuk siapa pekerjaan dilakukan) (Cokins,
1993), apa membuat objek akhir analisis (produk, layanan, pelanggan,
restoran, pemasok, dll); dan
 . pendorong biaya, konsep sentral dari sistem Penetapan Biaya Berbasis
Aktivitas
Cost Driver adalah peristiwa yang terkait dengan aktivitas yang menghasilkan konsumsi
sumber daya perusahaan (Babad dan Balachandran, 1993). Penggunaan akuntansi biaya
tradisional satu driver biaya (tenaga kerja langsung atau jam mesin) sebagai dasar untuk
mengalokasikan Biaya yang berlebihan. Ini bisa tidak akurat dan menyesatkan karena
mungkin berlaku juga banyak biaya untuk satu produk dan tidak cukup untuk yang lain.
Sistem ABC mencapai akurasi yang lebih baik dalam estimasi biaya dengan menggunakan
driver biaya untuk melacak biaya aktivitas untuk produk-produk yang terkait dengan sumber
daya yang dikonsumsi oleh aktivitas-aktivitas tersebut (Babad dan Balachandran, 1993).
Untuk mengidentifikasi driver biaya, kami menggunakan diagram FAST untuk menentukan
kegiatan apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan produk. Manajer departemen sering
dapat mengidentifikasi pendorong biaya ini. Biayanya mungkin didasarkan pada pengaturan
mesin yang diperlukan untuk setiap proses produk. Masing-masing kegiatan yang
berpengaruh pada biaya suatu produk adalah cost driver. Idealnya, semua driver biaya untuk
produk diidentifikasi, tetapi dalam praktiknya jumlah pengemudi biasanya terbatas pada
mereka, yang memiliki dampak paling signifikan terhadap biaya.

Analisis dan peningkatan.


Industri restoran merakit dan menawarkan berbagai macam "Komponen dasar" baik
berwujud (misalnya, makanan, meja, dll) dan tidak berwujud (misalnya, senyum, salam
selamat datang, dll) yang digabungkan konsumen bersama-sama dengan cara istimewa untuk
menentukan nilai (Namasivayam, 2005; Noone et al., 2010). Dalam analisis kasus restoran
ini, kami fokus pada produk restoran, yaitu hubungan antara kepuasan banyak berbeda
kebutuhan (berwujud dan tidak berwujud) dan sumber daya yang digunakan untuk
melakukannya. Semakin sedikit sumber daya atau semakin besar kepuasan mengarah pada
nilai yang lebih besar bagi pelanggan dan manajemen. Stakeholder internal dan eksternal
semuanya dapat memiliki pandangan berbeda tentang apa yang diwakilinya nilai. Tujuan dari
manajemen nilai adalah untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan ini dan memungkinkan
suatu organisasi untuk mencapai kemajuan terbesar menuju sasaran yang dinyatakan dengan
penggunaan sumber daya minimum (EN 1325-1, 1996). Memaksimalkan penciptaan nilai
menyiratkan penghapusan kegiatan yang tidak menambah nilai di semua area fungsional
rantai nilai (Waeytens dan Bruggeman, 1994).
Penetapan biaya berbasis aktivitas, ditambah dengan manajemen nilai, dapat
memainkan peran penting dalam justifikasi biaya item menu dan dalam mendukung proses
pengambilan keputusan. Pendekatan baru ini dapat memberikan informasi yang
memungkinkan restoran menentukan proyek perbaikan mana yang harus dilaksanakan dan
merupakan cara untuk menentukan mana yang harus dikejar terlebih dahulu untuk
meningkatkan nilai dan mengurangi biaya kegiatan produk nirlaba. Tanpa wawasan tentang
prioritas ini, restoran dapat mengejar beberapa proyek peningkatan dampak rendah dengan
biaya besar dan sedikit dapatkan, sambil mengabaikan proyek lain yang mungkin memiliki
dampak luar biasa.

Metodology
Dalam penelitian ini, studi kasus digunakan untuk menunjukkan apakah
menggunakan VM, bersama-sama dengan ABC untuk analisis menu, memberikan wawasan
baru tentang keuntungan dan nilai menu yang sebenarnya. Menurut Yin (2003), studi kasus
mendukung teori dan cocok untuk memeriksa pertanyaan "bagaimana" dan "mengapa" (Yin,
2003). Studi kasus ini dilakukan di restoran Tunisia "a` la carte", " Pasar Ikan ”, yang
memiliki sepuluh karyawan. Tingkat hunian restoran ini adalah 60 persen. Untuk menghitung
biaya menu per item

Gambar 2.

Kepuasan pelanggan – diagram profitabilitas


Kami langsung mengamati dari kegiatan restoran dan, berdasarkan analisis
fungsional, kuesioner kepuasan pelanggan dikembangkan dengan bantuan pemilik restoran.
Kuesioner terkait dengan fungsi restoran dan berbagai produk yang disajikan. Tujuh kriteria
(dimensi) diidentifikasi: hiburan, kualitas layanan, kualitas produk, kebersihan, kenyamanan,
harga, dan ketersediaan. Desain kuesioner terdiri dari dua bagian:

(1) informasi dasar tentang pelanggan - yaitu nama, kebangsaan, pekerjaan, usia; dan

(2) elemen berkenaan dengan kriteria yang berbeda yang diidentifikasi. Kuesioner dibagikan
pada bulan September 2009. Mereka dibagikan kepada 100 pelanggan yang mengunjungi
restoran dan mengonsumsi produk-produk tersebut. Sebanyak 67 kuesioner menjawab
diterima. Kepuasan pelanggan diukur menggunakan skala lima poin, mulai dari 1 ("tidak
puas") hingga 5 ("sangat puas"). Kami kemudian menghitung persentase kepuasan pelanggan.
Hasil studi kasus :

Pada bagian ini, kami menjelaskan hasil penelitian yang dilakukan dalam ruang lingkup
penelitian ini.

Tabel I menyediakan 11 produk atau objek biaya yang diidentifikasi (Dari P1 hingga
P11). Melihat pengalaman keseluruhan pelanggan mulai dari reservasi hingga check out,
analisis fungsional memberikan delapan fungsi layanan kepada manajemen:

(1) melayani pelanggan (F1);

(2) pengaturan restoran (F2);

(3) pembelian (F3);

(4) penyediaan (F4);

(5) struktur fungsi (F5);

(6) fungsi produksi (F6);

(7) mendukung produksi (F7); dan

(8) konsepsi produk dan menu baru (F8).

Analisis fungsional organisasi memungkinkan inventarisasi semua kegiatan internal.


Kami menyajikan diagram FAST di Lampiran.

Mempertimbangkan sudut pandang manajemen dan tujuan awal perusahaan, setiap


kegiatan ditimbang. Hasil penerapan model yang dikembangkan ke menu restoran Tunisia "a
la carte" dirangkum dalam Tabel II dan III sebagai bill of activity, yang merupakan output
standar analisis ABC.
Tabel II menunjukkan tagihan aktivitas yang lengkap untuk salah satu produk yang
diusulkan dan Tabel III menunjukkan biaya ABC dan kepuasan pelanggan dengan berbagai
produk yang diusulkan dalam menu.

Hasil Penetapan Biaya Berbasis Aktivitas: analisis aktivitas

Tabel II memberikan gambaran umum dari kegiatan yang terlibat dalam produk,
salade de chevrettes aux fenouils, menunjukkan sumber daya yang digunakan, tarif biaya
gabungan, dan biaya untuk setiap kegiatan. Kami melakukan hal yang sama untuk sepuluh
item lainnya pada menu untuk menganalisis laba dan nilai rata-rata menu. Untuk membantu
manajer membuat keputusan tentang perubahan potensial dan untuk mengarahkan dan
memprioritaskan proyek perbaikan, kami membuat diagram berikut (Wa / Ca) (Gambar 3).
Biaya kegiatan dapat diperhitungkan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan dan
sebagai upaya memotivasi untuk mengurangi atau menghilangkan kegiatan yang tidak
bernilai tambah. Analisis ini memungkinkan manajer untuk dengan mudah mengidentifikasi
kegiatan mahal yang akan membantu manajer dalam mengidentifikasi tindakan yang perlu
diambil untuk mengurangi

Biaya melayani pelanggan (Dalci, 2010). Dari sudut pandang organisasi restoran
(Wa / Ca), tiga kegiatan, yaitu kegiatan produksi (A2), kegiatan dukungan produksi (A3), dan
kegiatan restoran (A8), mengonsumsi sekitar 80 persen dari sumber daya yang dialokasikan.
Kegiatan yang berkaitan dengan produksi adalah yang paling mahal, mewakili 39 persen dari
total biaya produk. Diagram Pareto menggambarkan bagaimana konsumsi energi secara
keseluruhan (listrik, gas, dan air) berjumlah sekitar 80 persen dari sumber daya yang
dialokasikan untuk layanan restoran (Gambar 4). Aset terpenting dari organisasi restoran
adalah berinvestasi pada karyawan

Kinerja sebagai strategi utama untuk sukses. Di restoran ini, grup manajemen, yang
terdiri dari orang-orang dari berbagai disiplin ilmu, melihat hasil berbeda yang disajikan di
atas dan berfokus pada yang berikut:

Tabel 1

Menu item
Tabel II.

Detail ABC produk salade de chevrettes aux fenouils (biaya 13 piring salades de
chevrettes aux fenouils)

Catatan: Semua biaya yang ditunjukkan adalah untuk bulan September 2009 di TD (Tunisia
Dinar); Item Biaya ABC dari salade de chevrettes aux fenouils - Detail perhitungan: Berat:
data: ditentukan oleh sudut pandang manajemen dan tujuan awal perusahaan; Sumber daya
yang digunakan: data; Tarif kumpulan biaya: data; Total biaya ¼ sumber daya yang
digunakan (kuantitas) * biaya pool pool; % dari biaya aktivitas ¼ biaya aktivitas / (jumlah
dari biaya aktivitas)
Table III

ABC/VM menu

Catatan: Biaya item ABC, harga barang, laba operasi, dan laba total dalam TD; Rincian
perhitungan: Konsumsi rata-rata: data; Biaya item ABC: data; Harga barang: data; Laba
Operasi ¼ harga barang-barang biaya ABC; Total laba ¼ laba operasi * rata-rata konsumsi;
Kepuasan pelanggan ¼ data

Gambar 3.

"Importance / biaya" diagram kegiatan restoran

 Meningkatkan organisasi dalam artian deskripsi pekerjaan dan pelatihan, khususnya


seputar proses pemeliharaan; dan
 Menemukan solusi terkait dengan konsumsi bahan bakar, gas, dan air di restoran,
sehingga mengurangi biaya persiapan.
Dua fungsi ini dapat berkontribusi untuk mengurangi biaya menyiapkan makanan,
berkonsentrasi pada kualitas bahan dan / atau jumlah yang disajikan, meningkatkan secara
tidak langsung.
Gambar 4.

Analisis dari aktivitas konsumsi (A2) "produksi"

atribut seperti hiburan, kualitas layanan, dan akhirnya mengubah persepsi pelanggan tentang
harga.

Manajemen Nilai dan Hasil Penentuan Biaya berdasarkan Aktivitas: biaya produk dan
analisis kepuasan pelanggan

Tabel III menampilkan biaya ABC dari berbagai produk yang diusulkan pada menu.
Persentase konsumsi setiap item dalam menu dihitung oleh manajer restoran selama periode
penelitian ini (jumlah yang dikonsumsi setiap produk / total konsumsi jumlah semua produk),
yang secara total harus sama dengan 100 persen. Laba operasi dihitung dengan mengurangi
biaya ABC setiap item dari harga item. Total laba dari setiap item menu dihitung dengan
mengalikan laba operasi dengan rata-rata konsumsi. Sebagai hasil dari informasi ini, biaya
operasi dan total laba untuk setiap produk ditetapkan. Jika kami mempertimbangkan semua
item menu selama periode penelitian, kami menyimpulkan bahwa restoran kehilangan 1,01
TD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua item menampilkan laba operasi positif
kecuali untuk lima item menu: salade de seiches aux olives, sarden grille´es, plat me´rou,
royal crevettes plat, dan penyelam plat poissons. Selanjutnya, laba operasi rata-rata 0,01 TD
dihitung dengan membagi total laba operasi dengan jumlah item pada menu (20,13 TD / 11).

Angka rata-rata ini kemudian dapat dibandingkan dengan laba operasi setiap item,
yang memungkinkan setiap item diklasifikasi dengan rata-rata. Atas dasar ini, tiga item (plat
me'rou, royal crevette plat, dan penyelam poats plat), yang mewakili hidangan utama,
menunjukkan profitabilitas negatif terbesar dan paling banyak dikonsumsi oleh pelanggan.

Hanya menggunakan hasil ABC, manajer bisa membuat kesalahan jika mereka
memutuskan untuk mengurangi biaya atau menaikkan harga tanpa mempertimbangkan sudut
pandang pelanggan. Untuk meningkatkan pengambilan keputusan dan untuk menghindari
risiko ini, kami menyarankan agar manajer harus mempertimbangkan, secara simultan, sudut
pandang pelanggan dan profitabilitas. Untuk ini tujuan, kami mengembangkan alat visual
(diagram CS / P: Gambar 2) menyajikan kedua sudut pandang ini. Bekerja sama dengan
manajer restoran, kami menetapkan 80 persen sebagai target untuk kepuasan pelanggan.
Untuk profitabilitas, para manajer menetapkan nol sebagai batas ekstrim. Kedua batas ini
membagi diagram menjadi empat zona yang terkait dengan tiga jenis keputusan (1 - Tolak
Ukur, 2 - Perbaikan dan / atau Inovasi, dan 3 - Inovasi).

Produk-produk kelompok zona Benchmark memiliki kepuasan pelanggan yang tinggi


dan profitabilitas yang tinggi. Untuk produk ini, penting untuk menerapkan tolok ukur
dengan mempertimbangkan umpan balik pelanggan dan detail sistem produksi untuk
memastikan praktik terbaik sehingga manajer dapat membakukan praktik ini di restoran
mereka. Dalam studi kasus ini, empat produk dapat dipertimbangkan dalam kelompok zona
Benchmark (salade de chevrettes au fenouil, filet de maquereau marine 'au vinaigre,
chevrettes saute´s a` l’ail, dan rouleau de fruits de mer).

Zona Inovasi berisi produk yang tidak memuaskan pelanggan dan tidak
menguntungkan. Manajer harus menerapkan cara-cara inovatif untuk mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Mereka harus memahami apa yang
mendorong pilihan para tamu. Pendekatan inovasi terbuka dapat bermanfaat untuk
memastikan peningkatan berkelanjutan. Dalam kasus kami, tindakan inovatif harus
diterapkan mengenai tiga produk (sarden grille´e, plat poisson me´rou, dan royalti plat
crevette) pada menu.

Dua zona diagram CS / P menyangkut peningkatan dan atau keputusan inovatif: zona
pertama berisi produk yang ditandai dengan profitabilitas rendah dan kepuasan pelanggan
yang tinggi. Zona kedua menyusun kembali produk-produk yang memiliki profitabilitas
tinggi dan kepuasan pelanggan yang rendah. Dalam penelitian kami ditemukan bahwa empat
item, (salade de seiche aux zaitun, penyelam plat poiss, poˆ ele de calamar aux legume, dan
salade de calamar aux tomate), harus ditingkatkan.

Produk-produknya, salade de seiche aux zaitun dan penyelam plat poisson, harganya
mahal tapi dihargai oleh pelanggan. Jadi manajer harus menganalisis struktur biaya dan
menemukan cara untuk mengurangi biaya. Benchmarking yang diterapkan memberi
alternatif, yang bisa diadopsi.

Untuk produk-produk tersebut, keuntungan tambahan tinggi, profitabilitas tinggi dan


kepuasan pelanggan rendah. Menggunakan kuesioner, kami menemukan bahwa pelanggan
mengklaim bahwa produk-produk ini tidak segar dan juga tidak enak. Oleh karena itu,
manajer harus melakukan analisis lebih lanjut dari seluruh proses, dari pembelian hingga
pengiriman, untuk memperbaiki masalah ini. Praktik terbaik yang ditemukan untuk produk
benchmark dapat membantu dalam kasus ini.

Kesimpulan
Dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa sistem penetapan biaya berbasis
aktivitas yang digabungkan dengan manajemen nilai berhasil diadaptasi ke restoran “a` la
carte” di Tunisia. Model yang diusulkan memungkinkan kami untuk menentukan biaya dan
menganalisis kepuasan pelanggan dari setiap item pada menu yang diusulkan. Proses ini
menghasilkan penetapan biaya berbagai aktivitas yang terlibat dalam semua item menu.
Penelitian ini mampu menghitung pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai produk yang
diusulkan dan memberikan nilai produk untuk item menu dengan menghitung margin laba
operasi dan kepuasan pelanggan dengan produk yang berbeda. Studi ini mengkonfirmasi
kesimpulan Raab dan Mayer (2007) bahwa penggunaan ABC adalah pendekatan yang layak
untuk penetapan biaya produk di restoran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengadopsi pendekatan ABC / VM mungkin


memiliki manfaat signifikan bagi manajemen restoran. Pendekatan gabungan ini
meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan. Meskipun diterapkan pada restoran
bergaya "a` la carte", implikasinya dapat diperluas secara luas ke hampir semua jenis
restoran. Secara khusus, mungkin sangat berguna untuk restoran yang kurangnya laba (Raab
dan Mayer, 2007).

Di antara keterbatasan penelitian ini adalah sifatnya yang eksploratif, jumlah sampel
yang digunakan (hanya satu restoran di Tunisia), periode penerapan model ABC / VM (hanya
satu bulan), jumlah kuesioner yang didistribusikan, dan jumlah respons (hanya 67
tanggapan). Manajemen juga harus menghitung biaya ABC untuk bulan-bulan lain untuk
menentukan semua alasan untuk keseluruhan margin laba negatif. Selain itu, manajemen
harus melakukan analisis sensitivitas harga untuk mempelajari tentang pola elastisitas harga
menu (Raab dan Mayer, 2007). Namun demikian, terlepas dari keterbatasan ini, penelitian
menunjukkan bahwa ABC / VM dapat mengembangkan produk hemat biaya dan
mengarahkan manajer ke peningkatan dengan mengukur nilai. Telah disarankan sebagai alat
yang tepat untuk memandu dan mengarahkan proses pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai