Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial dan spiritual lainnya. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis di kalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya
komunitas profesi psikologi dan keperawatan (Rasmun, 2001).
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan mental
disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat yang
telah merasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan mental
psikiatri harus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena dianggap
sebagai aib bagi keluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, karena
fenomena yang terjadi memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian
besar masyarakat, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia taraf pendidikannya masih rendah (Rasmun, 2001).
Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental juga disebabkan
belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan.
Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi,
seringkali klien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat.
Tidak sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali
bersamanya (Rasmun, 2001).
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai
profesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan
konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek
pendidikan, pengembangan 3 dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003: 48).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan

1
mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja,
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang
dan masalahnya (Arwani, 2003)
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana teknik komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa ?
C. TUJUAN MASALAH
Untuk mengetahui bagaimana teknik komunikasi terapeutik pada pasien
gangguan jiwa.
D. MANFAAT MASALAH
Makalah ini dibuat sebagai bahan acuan dan referensi bagi pembaca dan bisa
menerapkan komunikasi terapeutik dalam berkomunikasi dengan pasien
gangguan jiwa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KOMUNIKASI
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam (Cangara, 2004). Sebagai contoh kegiatan berkomunikasi juga
dilakukan antara perawat dan pasien. Komunikasi merupakan proses yang
dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga
kesehatan yang lain dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien.
Interaksi yang berlangsung antara perawat dan pasien menimbulkan
dampak interaksi yang 4 dekat, diharapkan dapat menimbulkan rasa saling
percaya antara keduanya untuk memperoleh keadaan yang lebih baik.
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang
tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya
akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan
hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur
yang ada dalam komunikasi.
B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi khusus yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah
perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada
kesembuhan pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat
terapeutik karena komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki
emosi pasien. Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan
berbagai tehnik komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubah
perilaku pasien ke arah yang positif.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat
(Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian
5 antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini
adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga
dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan

3
pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati,
2003).
C. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan
perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih
baik. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat interaksi
kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan
proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien
(Machmud, 2009).
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Damaiyanti
sebagai berikut :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
D. TAHAPAN KOMUNIKASI INTERPEESONAL (TERAPEUTIK)
Dalam membina hubungan interpersonal (terapeutik), terdapat proses
yang terbina melalui lima tahap dan setiap tahapnya mempunyai tugas
yang harus dilaksanakan dan diselesaikan oleh perawat. Menurut Uripni
(2002), adapun tahapan komunikasi interpersonal (terapeutik) yaitu,
prainteraksi, perkenalan, orientasi, tahap kerja, dan terminasi.
1. Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki
prasagka buruk kepada pasien, karena akan menggangu dalam
membina hubungan dan saling percaya.
2. Perkenalan
Pada tahap ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan
hubungan komunikasi interpersonal yaitu, dengan memberikan
salam, senyum, memberikan keramah-tamahan kepada pasien,
memperkenalkan diri, menanyakan nama pasien dan menanyakan
keluhan pasien, dan lain-lain.
3. Orientasi
Tujuan tahap orientasi adalah memeriksa keadaan pasien,
menvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan

4
keadaan pasien saat itu, dan mengevaluasi hasil tindakan. Pada
tahap ini sangat diperlukan sentuhan hangat dari perawat dan
perasaan simpati dan empati agar pasien merasa tenang dan merasa
dihargai.
4. Tahap kerja.
Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus
yaitu tentang keaadan pasien, dan keluhan-keluhan pasien. Selain
itu hendaknya perawat juga melakukan komunikasi interpersonal
yaitu, dengan seringnya berkomunikasi dengan pasien,
mendengarkan keluhan pasien, memberikan semangat dan
dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada pasien
untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur,
dengan tujuan adanya penyembuhan.
5. Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal
dan akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Terminasi
terbagi dua yaitu, terminasi sementara dan terminasi akhir.
a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
antara perawat dan pasien, dan sifatnya sementara, karena
perawat akan menemui pasien lagi, apakah satu atau dua
jam atau mungkin besok akan kembali melakukan
interaksi.
b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika
pasien akan keluar atau pulang dari rumah sakit.

5
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi khusus yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah
perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus
pada kesembuhan pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang
bersifat terapeutik karena komunikasi yang dilakukan dengan tujuan
memperbaiki emosi pasien. Perawat menjadikan dirinya secara
terapeutik dengan berbagai tehnik komunikasi secara optimal dengan
tujuan mengubah perilaku pasien ke arah yang positif.
B. SARAN
Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi
dengan klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan
dilakukan.
Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh klien sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman komunikasi.

6
DAFTAR PUSTAKA

Adiansyah. 2010. Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Halusinasi di


Rumah Sakit Jiwa. http://elib.unikom.ac.id/. Diakses pada tanggal 12 februari 2018.

Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Damaiayanti, Mukhripah 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam praktik Keperawatan


Bandung : PT Refika Aditama

Fidya Faturochman. 2014. Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Gangguan


Jiwa. http://www.jurnalkommas.com/. Diakses pada tanggal 12 februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai