Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

Fistula Ani

Oleh :

Billy Peter M, S.Ked 04054821517074

Charisma Tiara, S.Ked 04084821517031

Pembimbing :

dr. Sarup Singh, Sp.B(K)BD

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


2015

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul

Fistula Ani

Disajikan Oleh :

Billy Peter M, S.Ked 04054821517074

Charisma Tiara, S.Ked 04084821517031

Pembimbing :

dr. Sarup Singh, Sp.B(K)BD

Telah dipresentasikan dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Bedah RSMH Palembang.

Palembang, November 2015

Pembimbing,

dr. Sarup Singh, Sp.B(K)BD

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ....................................................................................................ii

Bab I. Pendahuluan..................................................................................................1

Bab II. Laporan kasus................................................................................................3

Bab III. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................9

Bab IV. Analisis Kasus ..............................................................................................21

Daftar Pustaka...............................................................................................................24

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

I. Pendahuluan

Fistula perianal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel


dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula juga sering ditemukan pada
penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker atau cedera anus
maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia, bila terjadi pada anak – anak, fistula
biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina bisa
merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama
proses persalinan. Fistula ani lebih sering diderita oleh laki – laki daripada perempuan
walaupun penyebab pasti dari prevalensi ini belum diketahui secara pasti1.
Menurut studi yang dilakukan di Negara maju di Eropa bagian barat didapati
insiden kejadian fistula ani ± 9 kasus per 100.000 populasi pertahun, dan paling
sering diderita oleh mereka yang berada dalam rentang usia 30 – 40 – 50 tahun.
Pasien biasanya akan mengeluh mengenai nanah yang berasal dari bisul yang hilang
timbul di daerah sekitar anus dengan keluhan nyeri. Pasien juga sering mengeluh
flatus dan faecal yang keluar dari nanah/bila sudah ada external opening2.
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandular yang mengalir menuju
kripta pada linea dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya tersumbat
akan menyebabkan abses anorektal bila keadaan ini terus berlanjut maka menjadi
fistula dimana abses akan berusaha mencari jalan keluar4.
Ketertarikan terhadap studi Fistula ani ini sendiri telah berlangsung selama
kurang lebih 2000 tahun ditandai dengan manifestasi jurnal dan textbook yang
banyak yang membahas mengenai fistula ani.Hippocrates pada tahun 430 SM,
membuat sebuah referensi mengenai terapi operatif untuk fistula dan merupakan
orang pertama yang mengadvokasi penggunaan Seton.
Pada tahun 1376, dokter ahli bedah John Arderne menulis mengenai Treatises
of Fistula in Ano; Haemmorhoids and Clysters, yang mendeskripsikan fistulotomy
dan penggunaan seton.

1
Pada akhir abad 19 dan abad 20, ahli bedah terkemuka seperti Goodsall dan
Miles, Milligan dan Morgan, Thompson, dan Lockhart-Mummery, mereka
memberikan kontribusi yang sangat substansial dalam hal teori, pathogenesis, dan
system pengklasifikasian yang sangat substansial dan penatalaksanaan fistula ani
seperti fistulotomi,fistulectomy, seton, yang masih dipakai hingga saat ini dalam
perkembangan penyakit fistula ani1.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Minto Bin Bio keromo
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Tanggal lahir : 02 May 1942
d. Agama : Islam
e. Alamat : Pulau Rimau, Banyuasin
f. MRS : 23 oktober 2015
g. No Rekam medis : 918351

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Borok di sekitar anus
b. Keluhan Tambahan : Borok di bagian perut bawah
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pada ± 1 bulan SMRS yang lalu pasien mengeluh timbul bisul
sebesar biji jagung 2 buah di dekat anus, nyeri (+), merah (+), gatal (+),
panas (+), demam (-), BAK normal, mual (-), muntah (-). Pasien tidak
berobat ke dokter.
Pada 3 minggu SMRS bisul pecah sendiri, keluar cairan bening yang
diikuti keluarnya nanah . Nyeri (+), gatal (+), panas (+), BAK normal, nyeri
pada bekas bisul saat BAB. Pasien dibawa ke bidan dan diberi obat dan
salep, luka mengering. 1 minggu kemudian luka timbul lagi dan
mengeluarkan nanah. Tiga hari kemudian, pasien dibawa ke RS daerah
Pemulutan namun tidak ada perubahan. Pasien dirujuk ke RS Mohammad
Hoesin Palembang.
Riwayat borok pada perut bawah yang tidak kunjung sembuh sejak
± 6 bulan yang lalu. Pasien berobat ke bidan dan diberikan salep dan obat
namun luka mengulang terus dan tidak kunjung sembuh namun pasien tidak
terlalu menghiraukan.

Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol

Riwayat diabetes melitus (+) tidak terkontrol

3
Riwayat trauma di dekat anus tidak ada

Riwayat terpapar radiasi disangkal

Riwayat batuk lama disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

d. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90mmHg
Resp rate : 22x/menit
Nadi : 91x/menit
Temp : 37,3oC

e. Keadaan khusus
i. Kepala : normochepali
ii. Mata : sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
iii. Hidung : deformitas (-), konka hiperemis (-), sekret (-)
iv. Telinga : scar (-), nyeri tekan tragus (-), serumen (-), MAE
Lapang
v. Mulut : bentuk normal, mukosa bibir basah, tonsil T1-T1,
detritus (-)
f. Leher : JVP 5-2 cmH2O, perbesaran KGB (-)
g. Toraks
i. Cor
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, scar (-)
2. Palpasi : ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : batas jantung normal
4. Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
ii. Pulmo
1. Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi
2. Palpasi : stem fremitus simetris
3. Perkusi : sonor
4. Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronki (-)

4
h. Abdomen
i. Inspeksi : datar, scar (-), nodul (-), ada luka borok di perut
bagian bawah

Gambar 1. Luka nekrotik region suprapubik

ii. Auskultasi : bising usus normal


iii. Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
iv. Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
nodul (-), nyeri pada sekitar borok.

i. Genitalia : terdapat luka borok 2 buah ukuran 1x1 dipangkal


Penis,
j. Rectal toucher : teraba indurasi di arah jam 5, permukaan tidak
rata, batas tegas
k. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
l. Status lokalis
- Regio perianal : Terdapat Ulkus 2 buah, berwarna merah, diameter 2 cm
dan 1 cm, terletak di arah jam 1 (berjarak 3 cm dari anal verge) dan jam 4
(berjarak 1,5 cm dari anal verge), debris (+) pus.

Gambar 2. Fistula perianal

5
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 OKTOBER 2015)

HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,8 g/dL
Eritrosit 5,23x103mm
Leukosit 7,3x103mm
Hematocrit 37%
Trombosit 278x103/uL
MCV 69,8 fL
MCH 23pg
MCHC 32 g/dL
LED 41mm/jam
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basophil 0%
Eosinophil 3%
Netrofil 62%
Limfosit 29%
Monosit 6%
Retikulosit 0,4%
URINE LENGKAP
Warna Kuning muda
Kejernihan Keruh
Berat jenis 1,010
pH (urine rutin) 6.0
Protein Positif +
Glukosa Negative
Keton Negative
Darah Negative
Bilirubin Negative
Urobilinogen 1
Nitrit Positif
Lekosit esterase Possitif ++
SEDIMEN URINE
Epitel Positif
Lekosit 150-160
Eritrosit 10-15

6
Silinder Granular +
Kristal Negative
Bakteri Positif
Mucus Negative
Jamur Positif ++
Glukosa puasa 206mg/dL

2. Pemeriksaan USG

Kesan : terlihat adanya massa pada buli

IV. DIAGNOSIS KERJA


Fistula Ani + Diabetes Mellitus tipe 2 + Hipertensi + Nekrotik wound region
hipogastric (suprapubik)

V. TATALAKSANA

- Injeksi novorapid 3x8us sc


- Valsartan 1x80mg
- Antbiotik
- Analgetik
- Pro Operatif (Fistulotomi/fistulektomi/Seton) + debridement

- Temuan intraoperatif : Didapatkan saluran yang menghubungkan antara luka di


perianal ke borok suprapubik.

7
Dilakukan unroofing saluran. Tidak didapatkan fistula ani.
- Konsul Bedah Urologi, dilakukan cystoscopy.

Didapatkan tumor pada dinding anterior buli-buli yang diperkirakan


mempunyai hubungan dengan ulkus suprapubik, yang merupakan sumber infeksi
pada daerah perianal. Selanjutnya dilakukan TURB dan jaringan dikirim ke
bagian PA.

VI. DIAGNOSIS POST OPERATIF


Susp. Fistula dari buli-buli ke dinding abdomen regio hipogastric (suprapubik) +
Fistula dari dinding abdomen rgio hipogastric ke perianal

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 ANATOMI CANALIS ANALIS

Gambar 3. Anatomi rectoanal

Kanalis analis berukuran panjang ± 3-4 cm, mulai dari ampulla recti sampai anus.
Jembatan antara kanalis analis dan kulit perineum dikenal dengan anal verge atau linea
Hilton. Linea pektinatum (dentata) berada pada tengah kanalis analis. Selaput lendir canalis
mempunyai sejumlah 6-14 lipatan-lipatan vertikal yang tetap dan dinamakan columnae
rectalis3.

Gambar 4. Region canalis analis

9
Diantara columna anales morgagni terdapat lekukan-lekukan yang menyerupai
kantong-kantong kecil yang dinamakan sinus rectalis (sinus analis, crypta analis). Lipatan
yang terdapat pada ujung columna analis dan membatasi sinus rectalis membentuk suatu
katup yang dinamakan valvula analis Morgagni. Columna anales mempunya puncak yang
sering kalimenjulang ke atas tepi bawah columna rectalis dan berbentuk seperti tonjolan
kecil yang dinamakan papillae anales. Bersama-sama tepi atas valvula anales membentuk
suatu garis bergerigi yang dinamakan linea pectinea (linea dentata). Selaput lendir di atas
linea pectinea mempunyai epitel silindris sedangkan dibawahnya epitel gepeng. Didaerah ini
terdapat kripta anus dan kelenjar muara anus antara kolumna rektum 3.

Gambar 5. Region canalis analis

Pada bagian distal rektum terdapat otot halus yang disebut sfingter interna dan
dikeliilingi oleh sfingter eksternal. Canalis analis mempunyai musculus sphincter ani
internus yang bekerja secara involunter dan musculus sphincter ani externus yang bekerja
secara volunteer.
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum circulare
pada ujung atas canalis analis.Musculus Sphincter ani internus diliputi oleh lapisan otot lurik
yang membentuk musculus sphincter ani externus yang volunteer.
Musculus sphincter ani externus dapat dibagi jadi 3 bagian :
1. Pars Subcutanea, mengelilingi bagian paling distal canalis analis dan
tidak melekat pada tulang.
2. Pars Superficialis, bagian belakang melekat pada os. Coccygis dan
bagian depan pada corpus perineale.
3. Pars Profunda/Deep, mengelilingi ujung proximal canalis analis dan
tidak melekat pada tulang.

10
4.1.2 Pendarahan Arteri

Rectum dan canalis analis mendapat perdarahan dari :

1. Arteri rectalis superior merupakan cabang terminal dari a. Mesenterika inferior dan
berlanjut ke mesorectum. Arteri ini memperdarahi rectum bagian proximal dan
tengah.

2. Arteri rectalis medialis merupakan percabangan dari a.iliaka interna. Arteri ini
memperdarahi bagian 2/3 distal dari rectum

3. Arteri rectalis inferior adalah cabang dari arteri pudenda interna. Arteri ini
memperdarahi sphincter ani dan epitelial.

Arteri rectalis superior dan rectales medialis memiliki hubungan kolateral satu sama
lain sedangkan a. rectalis inferior tidak memiliki anastomosis dengan keduanya.

Gambar 6. Pendarahan Arteri-arteri anorektal

Keterangan :(1). a.rectalis inferior (2). a. pudenda (3). a.rectalis media(4). a. iliaka interna(5). a. rectalis
superior (6). Cabang arteri sigmoidea(7).a. iliaka komunis dextra (8). a.mesenterika inferior
(9).Aorta(10).v.kava inferior (11). a.sakralis

4.1.3 Pendarahan Vena

11
Vena rectalis superior berasal dari 2/3 bagian proksimal rectum dan berjalan ke arah
cranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena
porta. Vena ini tidak terkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan
didalamnya. Vena rectalis medialis berasal dari 1/3 bagian distal rectum dan bagian atas anal
canal bersama dengan vena rectalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda
interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem cava.

4.1.4 Aliran Limfe

Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya
menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai
ke kelenjar limfe ilaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan
limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rectum diatas garis anorektum berjalan seirung
dengan v.rectalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfe ini.

Gambar 7. Aliran Limfe

Keterangan :(1). Ke kelenjar inguinal (2).Kelenjar iliaka interna(3).Kelenjar parakolik (4).Kelenjar


dimesenterium(5). Kelenjar para aorta

4.1.5 Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari
ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis plesksus ini
menuju ke arah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani
dan ejakulasi. Persarafan parasimpatis berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, keempat dan

12
kelima. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan
ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorectum; otot ini mempertajam sudut
tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur 3.

4.2 FISTULA ANI

Fistula ani adalah proses kronis yang menyebkan adanya hubungan abnormal
yang dibentuk oleh jaringan granulasi yang berasal dari lumen anorectal dan berakhir
di lubang eksternal di kulit daerah perineum atau perianal (atau, di vagina, pada
wanita, tetapi sangat jarang angka kejadiannya).Hampir semua fistula anus disebabkan
oleh infeksi kriptoglandular, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal.
Fistula ani biasa dapat ditemukan pada kondisi – kondisi penyakit tertentu
seperti Crohn’s disease, tuberculosis, lymphograuloma venereum, actinomycosis,
rectal duplication, foreign body, dan keganasan. Fistula ani lebih sering diderita oleh
laki – laki daripada perempuan walaupun penyebab pasti dari prevalensi ini belum
diketahui secara pasti.

4.2.1 Insiden & Epidemiologi

Menurut studi yang dilakukan di Negara maju di Eropa bagian barat didapati
insiden kejadian fistula ani ± 9 kasus per 100.000 populasi pertahun, dan palinng
sering diderita oleh mereka yang berada dalam rentang usia 30 – 40 – 50 tahun2.
Dalam hampir setiap kasus, fistula ani disebabkan oleh adanya abses anorektal.
Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi fistel perianal. Namun
lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui. Organisme yang biasanya terlibat dalam
pembentukan abses adalah Escherichia coli, Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga
sering ditemukan pada penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker
atau cedera anus maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada anak-
anak biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina
bisa merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama
proses persalinan1.
4.2.2 Patofisiologi

13
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandular yang mengalir menuju
kripta pada linea dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya tersumbat
akan menyebabkan abses anorektal. Dapat berada pada perianal, ischiorectal space,
intersphincteric space, dan pelvirectal space. Bila keadaan ini terus berlanjut akan
berlanjut menjadi fistula dimana abses akan berusaha mencari jalan keluar dan dapat
timbul juga setelah drainase, kadang jaringan granulasi berlapis dapat tertinggal dan
menyebabkan gejala berulang4.

Gambar 8. Cryptoglandular origin theory

Hukum Goodsall

Gambar 9. Hubungan antara lubang primer dan sekunder menurut hukum Goodsall

Untuk membantu pemeriksa memperkirakan arah saluran dan kemungkinan lokasi


dari muara interna, dapat digunakan Hukum Goodsall. Aturan Goodsall, dapat membantu
untuk mengantisipasi keadaan anatomi dari fistula perianal. Aturan ini menyatakan bahwa

14
fistula dengan bukaan eksternal yang terletak anterior dari garis transversal tengah anus akan
mengikuti garis radial lurus menuju linea dentata. Fistula dengan bukaan posterior dari garis
transversal akan mengikuti garis membelok menuju garis tengah posterior. Pengecualian
untuk aturan ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari 3 cm dari pinggiran anus.
Gambaran yang terakhir ini hampis selalu berasal dari traktus primer atau sekunder dari garis
tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal kuda sebelumnya 5.

4.2.3 Klasifikasi fistula perianal

menurut Parks dibagi atas :


1. Intersfingteric : lebih sering terjadi sekitar 70% kasus, melewati internal sfingter
ke celah intersfingteric lalu ke perineum. Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses
perianal. Pada fistula intersfingteric juga bisa didapatkan traktus buntu yang tinggi
dengan arah ke atas ruang intersfingteric menuju ke ruang supralevator. Bukaan
eksternalnya biasanya pada kulit perianal yang dekat dengan pinggiran anal.

Gambar 10. Fistula ani intersphincteric

2. Transfingteric : pada 20% kasus, berjalan dari ruang intersfingteric melewati


sfingter eksternal ke fossa ischiorectal lalu ke perineum. Fistula jenis ini banyak
diakibatkan oleh abses ischiorektal. Fistula jenis ini dapat mempunyai traktus
buntu yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa ischiorectal atau dapat
memanjang melalui otot levator ani dan ke dalam pelvis

15
Gambar 11. Fistula ani transshpincteric

3. Suprasfingteric : pada 5% kasus, melalui ruang intersfingteric superior diatas otot


puborectalis ke fossa ischiorectalis dan perineum. Traktus buntu dapat juga timbul
pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk tapal kuda.

Gambar 12. Fistula ani suprasphincteric

4. Extrasfingteric : hanya pada 1% kasus, dari kulit perianal melalui otot-otot levator
ani pada dinding rectum tanpa melewati mekanisme sfingter. Biasanya terjadi
karena penetrasi benda asing pada rektum, Morbus Crohn, paling sering karena
iatrogenik sekunder setelah pemeriksaan yang terlalu berlebih saat operasi 1.

16
Gambar 13. Fistula ani extrasphincteric

4.2.5 Penegakan Diagnosa


 Anamnesis
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal dengan selang
waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit.Fistel perineum jarang
menyebabkan gangguan sistemik, fistel kronik yang lama sekalidapat mengalami
degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit. Sering memberikan
sejarah yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya, bengkak, dan spontanatau drainase
bedah direncanakan dari abses anorektal.

Tanda dan gejala sebagai berikut :

 Nyeri pada saat bergerak, defekasi dan batuk


 Ulkus
 Keluar cairan purulen
 Benjolan (Massa fluktuasi)
 Pruritus ani
 Demam
 Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus
 General malaise
Fistula kompleks adalah sebagai berikut:

 Radang usus
 Divertikulitis

17
 Sebelumnya terapi radiasi untuk kanker prostat atau dubur
 Tuberkulosis
 Terapi steroid
 Infeksi HIV

 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik  di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal
toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening  fistula atau teraba adanya
fistula di bawah permukaan kulit.Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba
antara telunjuk dianus (bukan di rectum) dan ibu jari dikulit perineum sebagai tali
setebal kira-kira 3mm (colok dubur bidigital).Internal opening fistula dapat
dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis
dentata.Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu hanya satu
internal opening.Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta
asalnya. Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah) 
atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh jaringan granulasi 6.

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra operasi
normal dilakukanberdasarkan usia dan komorbiditas.

 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaaan pencitraan untuk fistula ani tidak terlalu diperlukan
karena dalam banyak kasus melalui pemeiksaan fisik fistula ani
dapat ditentukan dengan keakuratan yg cukup. Namun pemeriksaan
Sinogram, Transrectal Ultrasound, CT-Scan, dan MRI terkadang
bias saja digunakan karena sangat bermanfaat dan sangat membantu
bila mendapati kasus fistula ani dengan identifikasi primary opening
yang sangat sulit dan kompleks atau dicurigai merupakan
komplikasi dari penyakit lain.
- Fistulografi : Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
- Ultrasound endoanal / endorektal : Menggunakan transduser 7 atau 10
MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus

18
intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu
evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter.
- MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
- CT- Scan : CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit
crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan
daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan
rektal.
- Barium Enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
- Anal Manometri : anal manometri merupakan evaluasi tekanan pada
mekanisme sfingter yang berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien
dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks
berulang yang mengenai sphincter ani, pasien dengan riwayat fistulotomy
sebelumnya, dan pasien dengan usia yang sangat tua1.

4.2.6 Penatalaksanaan
Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka
tract fistula), kuretase, dan penyembuhan sekunder.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter


yang terkena.Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat
dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang berarti. Bila
fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan seton. Pada
fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton. Pada fistula

19
extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula, biasanya bila fistula
diluar sphincter dibuka dan didrainase.Seton digunakan untuk identifikasi tract,
sebagai drainase, dan merangsang terjadinya fibrosis dengan tetap menjaga fungsi
dari sphincter. Cutting seton terbuat dari karet yang diletak pada fistula untuk
merangsang fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang digunakan sebagai
drainase6.

4.2.7 Terapi pembedahan

- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan
terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya
terbuka.
- Seton :Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong
otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan
supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri
setelah beberapa bulan.
- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya
tidak terlalu besar.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam
saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh.
Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan
aman
- LIFT Procedure : ligation of intrasphinteric Fistula 1.

4.2.8 Prognosis
            Prognosis fistula ani umumnya baik. Namun fistel dapat kambuh bila lubang dalam
tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah
menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan.

20
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang laki-laki, 73 tahun, datang ke RS Mohammad Hoesin Palembang dengan


keluhan utama borok di dekat anus.Dari anamnesis didapatkan 1 bulan SMRS pasien
mengeluh timbul bisul 2 buah sebesar biji jagung dekat anus, bisul terasa nyeri, gatal,
merah. Pasien tidak mengeluhkan demam, BAK normal, Namun pasien tidak berobat.
Tiga minggu SMRS bisul pecah dengan sendirinya, keluar cairan bening. Bisul yang
pecah tersebut terasa nyeri panas dan gatal terutama saat BAB. Pasien berobat ke bidan
dan diberikan obat salep, lukanya mengering. Seminggu kemudian luka berulang dan
mengeluarkan nanah. Pasien berobat ke RSUD Pemulutan namun tidak ada kemajuan.
Pasien dirujuk ke RS Mohammad Hoesin Palembang. Pasien juga memiliki riwayat
borok serupa di perut bagian bawah (namun lebih besar) dan pada pangkal penis yang
timbul sudah ± sejak 6 bulan SMRS namun pasien tidak terlalu menghiraukan hanya
meminum obat dan memakai salep dari bidan. Pasien memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus tak terkontrol, hipertensi tak terkontrol. Riwayat batuk lama tidak ada.
Dari autoanamnesis yang didapatkan, pasien mengaku timbul bisul multiple yang
pecah didekat anus yang mengeluarkan pus, nyeri, gatal dan panas. Berdasarkan hal ini
dapat dipikirkan diagnosis banding yaitu suatu bisul akibat peradangan atau suatu
infeksi, suatu penyakit kulit, dan juga sebuah infeksi akibat trauma. Namun pada
anamnesis tidak didapati adanya riwayat trauma yang mengenai sekitar daerah anus.
Bisul ini lalu pecah dan mengakibatkan keluarnya nanah yang sering berulang / tidak
kunjung sembuh total setelah meminum obat dari bidan. dari pengakuan pasien terhadap
adanya abses yang tidak kunjung sembuh atau berulang dapat dipikirkan suatu abses
yang disebabkan oleh fistula in ano, penyakit Crohn’s disease, dan hidradenitis
supurativa.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum didapatkan kesadaran compos mentis,
tampak sakit sedang, respiratory rate dan nadi dalam batas normal, tekanan darah 160/90
mmHg dan tempertur 37,3oC. Pada pemeriksaan fisik keadan spesifik kepala, leher,
toraks dan ekstremitas dalam batas normal. Ekstremitas dalam batas normal. Pada status
lokalis regio perianal didapatkan ulkus 2 buah yang kemerahan dan debris (+) pus. pada
jam 1 dan 4, berwarna kemerahan, debris (+) pus dan darah. berdasarkan Godshall’s
Rule hal ini menunjukkann bahwa fistula ini tipe anterior dan posterior,.
Pemeriksaan rectal toucher didapatkan indurasi pada arah jam 5 dan berjarak ±
3cm dari anal verge. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya abses yang berulang

21
didaerah sekitar anal disertai nyeri, panas, gatal, tidak kunjung sembuh total, serta pada
pemeriksaan klinis didapati adanya fistel dan pada Rectal toucher didapati adanya
indurasi pada anal, maka dapat disimpulkan hal ini menunjukkan kemungkinan penyakit
yang mengarah pada suatu diagnosis fistula ani. Untuk memastikan diagnosis fistula ani,
dapat dilakukan pemeriksaan fistulografi atau memasukkan kontras pada fistula dan
dilakukan foto X-ray. Hasil postitif fistula ani jika ditemukan kanal sampai ke dalam
anus. Dari pemeriksaan tersebut dapat mengetahui klasifikasi dari fistula anal apakah
termasuk suprasphincteric, intersphincteric, ekstrasphincteric atau transsphincteric.
Pasien juga dapat dilakukan pemeriksaan barrium enema atau CT scan untuk
memastikan etiologi dari diare berkepanjangan yang dialami pasien. Jika ditemukan
etiologi diarenya, kita juga harus mengobati diare pada pasien sebagai tatalaksana
penyebab fistula agar tingkat rekurensi fistula dikemudian hari dapat dicegah.
Tatalaksana medikamentosa dapat diberikan antibiotik untuk infeksi yang dialami
pasien dan analgetik untuk mengurangi nyeri di daerah fistula.Sedangkan tatalaksana
operatif yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah tindakan operatif fistulotomi atau
fistulectomy. Fistel di insisi dari eksternal opening sampai ke internal opening, dibiarkan
terbuka. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi 4. Dapat juga dipilih tindakan
seton atau memasukkan benang seton. Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot
sphincter secara bertahap.Lalu benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi
dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan. Atau
menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang
merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang
tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan  jangka
panjangnya tidak tinggi.
Pasien di operasi pada tanggal 3 – 11 – 2015. Pada intraoperatif didapati bahwa
fistula yg terdapat di perianal merupakan fistula yang berasal dari Ca Buli yang membuat
jalur terowongan yang menembus sampai ke luka borok yang terdapat didaerah
suprapubik dan jalur yang menembus kebawah sampai ke fistula yang terdapat pada
perianal. Jalur yang kebawah tersebut tidak melewati anus sehingga tidak didapatkan
hubungan antara fistula peri anal ke anorectal, yang mana sebelumnya diperkirakan
sebuah fistula yang terhubung ke anorectal.

22
Sebelumnya tidak diperkirakan adanya hubungan dari fistul ke borok yang terdapat
di perut bagian bawah, namun pada intraoperative didapatkan adanya hubungan yang
merupakan fistel antara dinding abdomen region hipogastric ke perianal. Dilakukan

23
konsul ke dokter spesialis urologi dan dilakukan TURB pada Tumor Buli tersebut. Lalu
dilakukan fistulectomy pada pasien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Juan L, Poggio. Journal of American society of Colon and Rectal


Surgeons ; Fistula in Ano. Department of Surgery, Drexel University
College of Medicine.
2. Peter J, Lunniss. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery; the anus
and anal canal. Edward Arnold Ltd. Twenty-fifth edition. 2008. p.1262
3. Snell RS, Perineum; Canalis Analis dalam Anatomi Klinik. Edisi 6. 2006.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal.384
4. Doherty M, Current Diagnosis &Treatment : Anorectum. McGraw-Hill
Companies Inc Thirteenth Edition. 2010
5. Rothenberg A. Schwartz's Principles of Surgery : Colon,Rectum,and
Anus. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Chapter
29.
6. Farthmann et all. Surgical Treatment: Evidence-Based and Problem-
Oriented: Anal abscess and fistula. Munich: Zuckschwerdt.2001

24

Anda mungkin juga menyukai