Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu, batik bisa

mengacu pada dua hal, yang pertama yaitu teknik pewarnaan kain dengan

menggunakan lilin atau malam untuk mencegah pewarnaan sebagan dari kain

atau dalam literatur internasional, teknik seperti ini dikenal sebagai wax resist

dyeing. Pengertian kedua yaitu batik adalah kain atau busana yang dibuat

dengan teknik tertentu , termasuk penggunaan motif-motif yang memiliki

kekhasan. Batik Indonesia sebagai keseluruhan teknik, teknologi serta

pengembangan motif yang terkait telah ditetapkan sebagai Warisan

Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpiece of The

Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO sejak 2 Oktober

2009.

Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir Utara Pulau Jawa yang dulunya

merupakan salah satu Bandar atau pelabuhan besar tempat singgah dan

berlabuhnya kapal-kalap besar dari berbagai penjuru dunia seperti Cina, Arab,

India, dan Eropa. Dahulu pada masa Hindu klasik pada abad XII M, daerah

ini merupakan daerah pelabuhan yang biasa disebut dengan nama Bandar

Guminsang (Purnomo, 2008 : 62). Dalam perkembangannya, daerah

Pekalongan memiliki akar sejarah perbatikan yang kuat hingga saat ini.

Dalam sejarah pembatikan di Indonesia, Pekalongan tercatat sebagai daerah

penghasil batik dengan inovasi dan kualitas yang tinggi. Selain itu, batik
Pekalongan memiliki kekhasan akan ragam warna yang berani dan bervariasi

serta ragam hias yang berasal dari berbagai etnik yang ada di Pekalongan

menjadikannya berbeda dengan batik pesisir yang lain.

Perkembangan batik Pekalongan sangat dipengaruhi oleh latar belakang

budaya masyarakat pendukungnya yang multietnis, seperti Eropa, Cina, India,

Arab dan Jepang serta penduduk pribumi. Berpijak dari gaya, selera, ragam

hias serta warnanya batik Pekalongan dikelompokkan menjadi tiga kelompok

yaitu batik encim yaitu batik yang dipengaruhi kebudayaan Cina, batik eropa

atau Belanda dan batik rakyat pribumi (Djoemena, 1990 : 59-62)

B. Permasalahan

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka pada kesempatan ini penulis

tertarik untuk mengambil permasalahan yang berkenaan dengan

Bagaimanakah wujud persatuan bangsa yang terlihat dari keberagaman corak

ragam batik Pekalongan?


BAB II PEMBAHASAN

Sejarah batik sampai di Pekalongan memang ada beberapa versi. Menurut versi

pertama, batik Pekalongan pada awalnya diperkenalkan oleh Kasultanan Cirebon

pada saat Pekalongan di bawah kekuasaannya. Kesultanan Cirebon dengan

keislamannya yang kuat, membawa serta filosofi agama Islam dalam

berkebudayaan dan berkesenian.termasuk dalam membuat kain batik.

Menurut versi kedua, sejarah batik Pekalongan ini sebenarnya telah dimulai sejak

pasca konflik dan peperangan yang ada di lingkungan kerajaan Mataram. Saat itu

konflik keraton dengan pemerintah Kolonial Belanda masih sering terjadi.

Kondisi inilah yang akhirnya memaksa sebagian keluarga keraton untuk

mengungsi ke daerah lain dan salah satunya adalah ke Pekalongan. Keluarga

keraton yang sudah memiliki keterampilan membatik inilah yang akhirnya

mengembangkan keterampilannya membatik di Pekalongan tempat mereka

mengungsi tersebut (iddaharsudin.blogspot.com)

Batik dengan motif jlamprang adalah motif batik khas pekalongan yang pada

awalnya diproduksi oleh pembatik keturunan India dan Arab yang ada di

Pekalongan dan sekitarnya. Pengaruh budaya Arab juga terlihat pada ornament

yang berbau islami (geometri dan kaligrafi). Hal ini dikarenakan pada awalnya

yang melakukan pekerjaan membatik ini kebanyakan berasal dari para santri.

Identitas masyarakat pendatang dari keturunan Arab terlihat dominan dengan

pola-pola geometris dan menghindari gambar makhluk hidup. Hal demikian

sesuai dengan keyakinan agama Islam.


Gambar 1. Motif Batik Jlamprang

Motif Jlamprang ini merupakan salah satu batik yang cukup popular yang

diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Ada juga yang berpendapat Batik ini

merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang berbentuk

geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting

yang ujungnya berbentuk segi empat. Pada saat pedagang dari Gujarat (India)

datang di pantai utara Pulau Jawa, para pedagang itu membawa kain tenun dan

bahan sutra khas Gujarat dalam barang dagangannya. Motif dan kain tersebut

berbentuk geometris dan sangat indah, dibuat dengan teknik dobel ikat yang

disebut patola (sembagi atau polikat) yang dikenal di Jawa sebagai kain cinde.

Warna yang digunakan adalah merah dan biru indigo (www.infobatik.id)

Batik encim adalah motif batik peranakan Cina. Istilah Peranakan muncul untuk

menyebut keturunan orang Tionghoa di Indonesia. Perantau tersebut banyak yang

menikah dengan wanita setempat. Karena itulah anak cucu mereka disebut Cina
atau Tionghoa Peranakan.  Di akhir abad XVII, diketahui banyak dari mereka

yang juga berdagang batik buatan rakyat setempat.

Mereka mengumpulkan batik-batik dari pengrajin kemudian menjual kepada

konsumen. Hingga akhirnya lama kelamaan mereka membuat batik sendiri dan

memulai usaha pembatikan. Budaya berpakaian Cina Keturunan juga

menampilkan kekhasan. Sudah sejak lama mereka menyukai memakai kain batik,

dipadu dengan atasan kebaya. Kebaya border tembus pandang yang biasa mereka

pakai biasa disebut Kebaya Encim. Di area Pekalongan, salah satu Batik

peranakan yang populer adalah motif buketan, yang meniru buketan Belanda. 

Perbedaan motif buketan Belanda dan buketan Peranakan adalah biasanya buket

Belanda menampilkan latar polos ataupun dengan sedikit tanahan. Sedangkan

buketan Cina menampilkan detail yang kompleks dan rumit, yang biasa disebut

batik alus atau alusan. Adalah Oey Soe Tjoen, seorang Cina Peranakan yang

dikenal membuat batik paling halus di Jawa. Dia berasal dari daerah Kedungwuni

Kabupaten Pekalongan.

Gambar 2 : Batik Motif Buketan Cina Karya Oey Soe Tjoen


Batik Belanda adalah jenis batik yang tumbuh dan berkembang antara tahun 1840-

1940(www.batikdan.blogspot.com). Orang Belanda yang tinggal di Indonesia

yang beriklim tropis biasa mengenakan Chintz dari India untuk busana sehari-

hari. Pada awal abad ke-19 terjadi penurunan import Chintz dari India. Hal ini

membuat para pemakainya beralih ke batik dengan pola yang menyerupai Chintz

atau pola-pola yang menampilkan paduan aneka bunga atau pola buketan, pohon

bunga dengan ragam hias burung terutama burung bangau, angsa dan burung-

burung kecil serta kupu-kupu, dapat pula pesawat terbang, bangunan atau sosok

manusia. Ada pula ragam hias dongeng Eropa dan pengaruh budaya Tiongkok.

Menurut Ishwara (2012), batik Belanda yang terkenal di Pekalongan memiliki

beberapa fase waktu sesuai dengan pembatikannya dengan ciri khas masing-

masing. Diantaranya adalah Batik Prankemonan (1840) dengan ciri warna biru

kehijauan dengan bentuk busur sebagai border, Batik Prastomanan (1845) dengan

ciri warna merah pesisir, dan batik Panselan (1890) dengan motif rangkaian bunga

(buketan).

Gambar 3 : Batik Belanda motif Dongeng


Kain batik pagi-sore, yaitu kain batik dua oleh dua motif yang bertemu di bagian

tengah kain secara diagonal. Desain batik pagi-sore sangat populer pada jaman

penjajahan Jepang karena sulitnya hidup, untuk penghematan, pembatik membuat

kain batik pagi-sore. Satu kain batik dibuat dengan dua desain motif yang

berbeda, sehingga terkesan memakai 2 kain padahal hanya 1 lembar kain. Warna

yang gelap biasanya dipakai di bagian luar untuk pagi dan siang hari, sementara

yang berwarna pastel dipakai pada acara malam hari.  Motif pagi sore banyak

ditemui pada Batik Djawa Hokokai di pekalongan pada saat pendudukan Jepang

(1942-1945). Sebagai dampak adanya perang dunia II, perdagangan mori dan obat

pewarna terputus, sehingga persediaan menipis. Kalaupun ada, harganya sangat

mahal. Pada masa ini pembatik Pekalongan membuat batik baru, yang lebih rumit

dan dibuat dengan sistem padat karya, dengan tujuan memperlambat produksi

tetapi tidak kehilangan pekerja. Batik Djawa Hokokai dibuat di perusahaan batik

orang Indo-Eropa, Indo-Arab, dan Peranakan, yang diharuskan bekerja untuk

orang-orang Jepang, dengan alasan karena kualitas pekerjaan mereka yang sangat

halus. Sedangkan kain katunnya dipasok oleh orang-orang yang ditunjuk oleh

tentara Jepang (www.kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Gambar 4 : Batik Motif Pagi Sore Hokokai Jepang


BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Masyarakat pesisir umumnya dipersepsikan sebagai masyarakat yang terbuka

dan menghargai perbedaan dibandingkan dengan masyarakat pedalaman yang

homogenitas penduduknya lebih tinggi jadi mereka tidak terbiasa dengan

adanya perbedaan di dalam kehidupannya. Dengan begitu, banyaknya budaya

asing yang masuk dapat berkembang dan berakulturasi dengan budaya

setempat. Masyarakat Pekalongan sendiri sebagai masyarakat pesisir

memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap sesuatu yang baru serta lebih

terbuka, lebih mengerti nilai ekonomi perdagangan tanpa menghilangkan

identitas asli masyarakat lokal setempat.

Hal tersebut terlihat salah satunya melalui karya batik yang mererka hasilkan

dari waktu ke waktu. Kain batik yang dihasilkan masyarakat Pekalongan

dipengaruhi oleh akulturasi dengan kebudayaan asing diantaranya motif batik

khas pekalongan yaitu batik jlamprang yang dipengaruhi oleh budaya Arab

dan India, motif batik buketan atau encim yang dipengaruhi oleh budaya Cina

peranakan, motif batik Buketan yang dipengaruhi kebudayaan Eropa atau

Belanda serta motif batik pagi sore atau Jawa Hokokai yang dipengaruhi oleh

kebudayaan Jepang.

Akulturasi budaya terjadi sangat baik di Pekalongan, baik akulturasi budaya

lokal dengan budaya asing maupun antarbudaya asing satu dengan yang lain.

Selain dari segi motif, ciri pewarnaanpun dari masing-masing budaya tersebut
dapat memperkaya khasanah budaya batik khas Pekalongan. Hal ini membuat

harmoni dan keindahan masyarakat Pekalongan tampak jelas terlihat dari

kualitas kain batik yang dihasilkan, khususnya batik tulis.

B. Saran

1. Corak ragam batik di Pekalongan ini hendaknya terus dilestarikan

sebagai bentuk dari kebudayaan yang ada di Pekalongan dan bisa

menambah daya tarik baik dari sisi wisata belanja, budaya maupun

perdagangan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pekalongan

2. Generasi muda hendaknya ikut melestarikan batik dengan cara turut

serta memakai pakaian batik yang bisa dimodifikasi dengan berbagai

model terkini sehingga lebih menarik.

3. Pemerintah dapat membantu usaha batik yang ada di Pekalongan


DAFTAR PUSTAKA

Djoemena, Nian S. 1990. Ungkapan Sehelai Batik It’s Mistery and Meaning.

Jakarta : Djambatan

Ishwara, H Yahya; S, Moeis. 2012. Batik Pesisir : An Indonesian Heritage,

Collection of Hartono Sumarsono. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia

Purnomo, Muh Arif Jati. 2008. Batik “Djawa Hokokai” Sebuah Kajian tentang

Batik Di Masa Pendudukan Jepang di Pekalongan. Yogyakarta : Tesis

Pengkajian Seni ISI Yogyakarta

www.batikdan.blogspot.com. 25 Maret 2019. Sejarah Perkembangan Batik

Pekalongan

www.iddaharsudin.blogspot.com. 25 Maret 2019. Batik Pakaian Khas

Pekalongan

www.infobatik.id. 25 Maret 2019. Keunikan Makna Filosofi Batik Etnik Motif

Jlamprang.

www.kebudayaan.kemdikbud.go.id. 25 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai