Anda di halaman 1dari 8

KETAHANAN NASIONAL

DALAM PENDEKATAN MULTIKULTURALISME


Oleh:
Iriyanto Widisuseno
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

ABSTRACT

Multiculturalism is a tool, and method, vehicle or the equivalent notion of ideology, function
to enhance human dignity and self resilience. Since multiculturalism is a tool then the sense of
culture or ideology embodied in the term multiculturalism should be viewed from the
perspective of function for human life. Multiculturalism has always built based on the
philosophical outlook of a nation on the meaning of life and life, and relationships with
environment as well as the creator. Then every nation in giving practical meaning of
multiculturalism will be colored by its philosophical outlook. The multicultural education
paradigm led to the creation of attitudes of learners who want to appreciate, respect for
ethnic, religious and cultural society. Then, too, multicultural education to give awareness to
students that differences in ethnicity, religion and culture as well as the other does not
become a barrier for students to unite and cooperate. Thus, Pancasila as an ideology of
education is needed, especially considering the posture of Indonesia in the form of an
archipelago, and pluralistic world is at a cross position.

Key words: self resilience, multiculturalism, multicultural education.

A. PENDAHULUAN
Ketahanan nasional hakikatnya masyarakat yang plural berdimensi
adalah kondisi suatu bangsa yang multikultural. Jadi, basis ketahanan nasional
menggambarkan kemampuan mengatasi Indonesia sesungguhnya adalah pluralitas
segala macam ancaman, tantangan, multikulturalisme. Permasalahan yang ingin
hambatan, gangguan dan tantangan. Faktor diangkat dalam makalah ini yaitu : (1) Apa
penguat ketahanan nasional suatu bangsa problem ketahanan nasional Indonesia saat
yaitu ideologi, politik, sosial budaya, ini, (2) apa urgensi pendekatan
ekonomi dan pertahanan keamanan. Sosial multikulturalisme dalam ketahanan nasional,
budaya sebagai salah satu faktor penguat dan (3) bagaimana pola pendekatan
ketahanan nasional, maka dalam multikulturalisme dalam mengatasi problem
pembangunannya tidak dapat lepas dari ketahanan nasional Indonesia.
kondisi objektif masyarakat Indonesia yaitu
masyarakat yang multikultural. Pendekatan B. PROBLEM KETAHANAN NASIONAL
multikulturalisme di Indonesia masih Jika melihat fenomena yang
dipandang sebagai pendekatan yang berkembang di kalangan masyarakat
paradoksal, disebabkan ada kesalahan Indonesia saat ini, bangsa dan negara
pemahaman. Bahwa di satu sisi Indonesia sedang mengalami berbagai
menginginkan persatuan tetapi di lain sisi tantangan atau bahkan ancaman, baik dari
mempertajam perbedaan. Namun dalam negeri maupun dari luar negeri. Dari
kenyataannya wajah masyarakat Indonesia dalam negeri, gerakan reformasi yang telah
adalah multikultural, dan Negara Kesatuan digulirkan saat ini justru menyisakan
Republik Indonesia dibangun di atas pondasi dampaknya yang berkepanjangan. Semangat
demokratisasi yang menjelma dalam membuahkan hasil sampingan (by product)
reformasi hanya melahirkan nilai-nilai berupa raja-raja kecil di dalam negara.
kebebasan yang kering dari spiritualitas nilai Kemudian lagi muncul berbagai gerakan
moral dan etika, kemudian menjalar menjadi anarkhis dan separatis yang bernuansa sara
krisis sosio kultural bangsa Indonesia. Krisis masih terjadi di mana-mana. Seperti gerakan
budaya yang meluas di kalangan masyarakat pembelaan kebenaran dan keadilan dengan
itu dapat disaksikan dalam berbagai mengatasnamakan agama hanya melegalisasi
bentuknya, seperti terjadinya disorientasi tindak kekerasan dan pemaksaan kehendak
dan distorsi. Disorientasi artinya masyarakat kepada kelompok agama, budaya, etnis
kehilangan arah dalam kehidupan berbangsa masyarakat lain.
dan bernegara, akibat semakin lepas dari Ancaman dari luar negeri berupa
nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman, dampak multi dimensi dari globalisasi,
pengangan, dan pandangan hidup. Distorsi misalnya tekanan kapitalisme di bidang
nilai, yaitu pemutarbalikan cara pandang, ekonomi dan demokrasi liberal di segala
nilai-nilai lama yang dahulu dijadikan bidang kehidupan, dapat menggoyahkan
pedoman, dan pandangan hidup sekarang bahkan mengancam eksistensi negara
difahami sebagai sesuatu yang kuno dan kebangsaan. Seperti misalnya semangat
ketinggalan jaman. Sementara masyarakat liberalisme yang melahirkan anak-anak
lebih memilih dan mempercayai nilai-nilai kandungnya yaitu kapitalisme dan demokrasi
modern yang serba praktis dan pragmatis, liberal saat ini telah mengembangkan
kesemuanya belum tentu sesuai dengan jiwa sayapnya ke seluruh penjuru dunia. Nilai-
dan kepribadian bangsa Indonesia. nilai liberalisme barat yang dikemas ke
Masyarakat mengalami kegoyahan dalam dalam sistem ekonomi kapitalis dan sistem
pandangan hidupnya, mudah terombang– demokrasi liberal mampu menciptakan
ambing dan mudah termakan provokasi yang tatanan dunia baru yang bersifat mondial.
menjerumuskan. Modus distorsi ditandai Ada ketegangan kekuatan tarik ulur antara
semakin memudar ikatan kohesivitas sosial, nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-nilai
seperti menurunnya rasa solidaritas atau global.
kesetiakawanan sosial sebagai sesama anak Gerakan reformasi yang telah
bangsa. Kehidupan sosial menjadi hambar digulirkan saat ini justru menimbulkan
dan gersang, kering dari spiritualitas nilai- dampak sampingan. Semangat demokratisasi
nilai sosial dan masyarakat menjadi yang menjelma dalam gerakan reformasi
temperamental sehingga mudah melakukan hanya melahirkan nilai-nilai kebebasan yang
berbagai tindakan kekerasan atau anarkhis kering dari spiritualitas nilai moral dan etika,
(Iriyanto, 2006). pada akhirnya menjalar menjadi krisis sosio
Di sisi lain muncul pada sebagian kultural bangsa Indonesia. Krisis budaya
kaum elit suatu pemikiran yang dilandasi yang meluas di kalangan masyarakat itu
semangat federalisme dan demokrasi liberal, dapat disaksikan dalam berbagai bentuknya,
misalnya dalam bentuk ide – ide pemekaran seperti terjadinya distorsi dan disorientasi
wilayah untuk memperluas daerah-daerah nilai. Disorientasi artinya masyarakat
otonomi khusus tanpa alasan rasional yang kehilangan arah dalam kehidupan berbangsa
memihak kepentingan masyarakat. Padahal, dan bernegara, akibat semakin lepas dari
ide awal pengembangan otonomi daerah nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman,
adalah menjadikan daerah sebagai filter bagi pengangan, dan pandangan hidup. Distorsi
gerakan separatisme, mendekatkan rakyat nilai, yaitu pemutarbalikan cara pandang,
pada pengambil keputusan (policy maker) nilai-nilai lama yang dahulu dijadikan
dan menyebarkan serta meratakan pusat- pedoman, dan pandangan hidup sekarang
pusat pertumbuhan potensi daerah untuk difahami sebagai sesuatu yang kuno dan
kesejahteraan masyarakatnya, namun ketinggalan jaman. Sementara masyarakat
ternyata perkembangannya hanya lebih memilih dan mempercayai nilai-nilai
modern yang serba praktis dan pragmatis, bangsa Indonesia sendiri. Masalah ketahanan
kesemuanya belum tentu sesuai dengan jiwa nasional harus diselesaikan melalui
dan kepribadian bangsa Indonesia. pendekatan kebudayaan. Strategi
Masyarakat mengalami kegoyahan dalam kebudayaan dalam ketahanan nasional yaitu
pandangan hidupnya, mudah terombang– multikulturalisme Pancasila.
ambing dan mudah termakan provokasi yang Berbicara tentang Pancasila
menjerumuskan. Modus distorsi ditandai seharusnya kita mendudukkan diri sebagai
oleh semakin menurun rasa solidaritas sosial sesama warga bangsa, sesama saudara,
atau kesetiakawanan sebagai sesama anak putera Ibu Pertiwi kita Indonesia. Hendaknya
bangsa. Hidup menjadi hambar, gersang, dan kita selalu ingat kepada kesamaan
mudah melakukan berbagai tindakan kedudukan kodrat dan kesamaan sifat kodrat
kekerasan dan anarkhi (Iriyanto, 2006) kita sekalian. Kita dilahirkan sebagai anak
Merosotnya penghargaan nilai moral, keturunan satu nenek moyang, kita
kesantunan sosial, kepatuhan terhadap mempunyai kesatuan darah, kita dilahirkan
hukum, nilai etik berlanjut konflik yang di atas bumi Indonesia, kita mempunyai
bernuansa politik, etnis dan agama seperti kesatuan tempat kelahiran dan tempat
yang terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan tinggal. Kita mempunyai kesatuan sumber
Tengah, Maluku Sulawesi Tengah. kehidupan, dimana kita bersama-sama hidup,
Meluasnya penyakit sosial yang terjadi pada dimana kita bersama-sama mendapatkan
saat ini di berbagai wilayah Indonesia segala sesuatu yang kita perlukan buat
menandakan betapa rapuhnya rasa kehidupan kita, dimana ia saling bergaul dan
kebersamaan yang dibangun dalam negara kerjasama, dimana kita telah mempunyai
kebangsaan, betapa kentalnya nasib dan sejarah bersama, dimana setelah
primordialisme antar kelompok dan betapa proklamasi kemerdekaan kita mempunyai
rendahnya solidaritas nasional dalam negara suatu tekad untuk menyusun suatu hidup
kebangsaan yang multikultural. bersama dalam negara, yang bersatu,
Kata”Bhineka Tunggal Ika” yang merdeka, adil dan makmur buat kita sendiri
dicetuskan para pendiri Negara Kesatuan dan anak keturunan kita sampai akhir jaman
Republik Indonesia memanifestasikan (Muladi, 2006).
sebuah realita wajah masyarakat bangsa
Indonesia yang multikultural. Di atas C. URGENSI PENDEKATAN
realitas masyarakat yang multikultural inilah MULTIKULTURALISME
Negara Kesatuan Republik Indonesia Secara etimologis istilah
(NKRI) dapat dibangun dan berdiri tegak multikulturalisme berasal dari kata multi
hingga sekarang ini. Istilah ”kesatuan” dalam artinya banyak dan kata kultur artinya
NKRI sebagai penjelmaan Bhineka Tunggal budaya serta isme yaitu pandangan/faham
Ika tidak sekedar mengandung arti fisik, atau faham budaya plural dan sebagai
melainkan psikis dan kultural. Tidak dalam lawannya adalah monokulturalisme atau
arti aggregasi yang atomistik, tidak dalam faham budaya tunggal. Pendekatan
arti integrasi struktural, tetapi kesatuan yang multikulturalisme dapat diartikan suatu
memiliki derajat tertinggi yaitu integrasi strategi pendekatan yang mengapresiasi
kultural yang mengandung didalamnya keragaman budaya sebagai realitas objektif
solidaritas nasional (national solidarity ). dalam suatu kehidupan masyarakat. Dalam
Ideologi Pancasila memainkan peran praktik pendekatan multikulturalisme ingin
sebagai perekat pluralitas budaya. mengeksplorasi perbedaan sebagai
Berbagai tantangan tersebut di atas keniscayaan. (Choirul Machfud, 2005), dan
jika tidak segera diatasi dalam kumulasinya ingin menciptakan budaya masyarakat yang
akan merongrong ketahanan nasional bangsa toleran dan inklusif (Iriyanto, 2006).
dan negara Indonesia. Ketahanan nasional
harus dibangun di atas akar kebudayaan
Wacana pendekatan berwawasan Paradigma baru yang harus
multikulturalisme dimaksudkan untuk dikembangkan di dunia pendidikan saat ini
mengatasi masalah ketahanan nasional adalah paradigma pendidikan yang mampu
dengan merespon dampak perkembangan menempatkan pendidikan sebagai media
globalisasi, dan fenomena konflik etnis, transformasi budaya disampaing sebagai
sosial budaya, yang muncul di kalangan media transformasi pengetahuan (Hamdan
masyarakat Indonesia yang berwajah Mansur, 2004). Alternatif yang ditawarkan
multikultural. Kerawanan konflik sebagai adalah pendidikan berwawasan
bagian permasalahan ketahanan nasional ini multikulturalisme. Paradigma pendidikan
sewaktu – waktu bisa timbul akibat suhu berwawasan multikulturalisme tersebut
politik, agama, sosio budaya yang memanas. bermuara pada terciptanya sikap peserta
Penyebab konflik sangat kompleks namun didik yang mau menghargai , menghormati
sering disebabkan karena perbedaan etnis, perbedaan etnis, agama dan budaya dalam
agama, ras. Kasus perbedaan SARA yang masyarakat. Kemudian juga, pendidikan
pernah terjadi di tanah air belum lama ini multikultural memberi penyadaran pada
misalnya konflik Ambon, Poso, dan konflik peserta didik bahwa perbedaan suku, agama
etnis Dayak dengan suku Madura di Sampit. dan budaya serta lainnya tidak menjadi
Banyak lagi kasus semacam yang belum kita penghalang bagi peserta didik untuk bersatu
ketahui atau belum terpublikasi media masa. dan bekerjasama. Dengan perbedaan yang
bermuatan solidaritas nasional (national
D. POLA PENDEKATAN solidarity) justeru menjadi pendorong untuk
MULTIKULTURALISME DALAM berlomba dalam kebaikan bagi kehidupan
MENGATASI PROBLEM bersama. Pengalaman lalu pada masa
KETAHANAN NASIONAL sentralisme kekuasaan pemerintah Orde Baru
Pengalaman kejadian itu menjadi tidak perlu terulang kembali, dengan
catatan bagi kita semua terutama bagi pemaksaan monokulturalisme yang nyaris
kalangan pendidikan untuk mengkaji dan seragam telah memunculkan reaksi balik
mencarikan jalan pemecahannya. Praktik masyarakat. Langkah kebijakan ini bukan
pendekatan multikulturalisme, melalui peran tanpa membawa implikasi negatif terhadap
pendidikan disini setidaknya memberikan upaya rekonstruksi kebudayaan nasional
penyadaran (consciousness) kepada yang multikultural.
masyarakat bahwa pemecahan masalah Di Indonesia pendidikan berwawasan
melalui konflik bukan suatu cara yang baik multikulturalisme tergolong masih baru,
dan tidak perlu dibudayakan. Untuk itu namun jika dipandang sebagai sebuah
pendidikan formal harus mampu pendekatan maka pendidikan berwawasan
memberikan tawaran-tawaran pembelajaran multikultural sangat sesuai bagi masyarakat
yang mencerdaskan, misalnya mendisain Indonesia yang heterogin, terlebih pada masa
materi, metode, kurikulum yang mampu pelaksanaan otonomi dan desentralisasi yang
menyadarkan masyarakat atau peserta didik sudah dimulai sejak tahun 1999/2000, dan
akan pentingnya sikap toleran, menghormati hingga saat ini pelaksanaannya belum
perbedaan suku, ras, agama dan budaya. mencapai harapan semua pihak. Pelaksanaan
Pendidikan yang kini dibutuhkan bangsa otonomi daerah tersebut secara langsung atau
Indonesia yang multikultural adalah pun tidak memberi dampak bagi dunia
pendidikan yang memberikan peran sebagai pendidikan untuk menciptakan otonomi
media transformasi budaya (transformation pendidikan. Dengan demikian pendidikan
of culture) di samping transformasi multikultural yang ditawarkan ini sejalan
pengetahuan (transformation of knowledge). dengan pengembangan demokrasi yang
Selama ini pendidikan di Indonesia lebih berjalan seiring dengan kebijakan
berorientasi pada perannya sebagai media desentralisasi dan otonomi daerah. Perlu
transformasi pengetahuan. difahami, jika kebijakan otonomi daerah
tidak dilaksanakan dengan hati – hati, Untuk itu ideologi Pancasila sangat
kebijakan ini justru akan menggiring kita ke dibutuhkan, apalagi dengan
arah jurang perpecahan bangsa atau mempertimbangkan postur Indonesia berupa
disintegrasi bangsa. Monokulturalisme di negara kepulauan, pluralistik dan berada
dunia pendidikan kita masih nampak sekali pada posisi silang dunia. Ideologi Pancasila
jika ditilik dari beberapa segi pendidikan. di sini menempati posisi sebagai Value
Misalnya, mulai dari kurikulum, materi Devence dalam kerangka Main Security
pelajaran, hingga metode pengajaran di kelas Policy untuk menghadapi bahaya dari luar
sama. Lengkap dengan penyelenggaraan berupa kedaulatan, integritas teritorial dan
pendidikan yang etatisme dan diperkuat kemerdekaan politik. Bahkan dalam
dengan sistem birokrasi yang ketat. Semua menentukan kebijakan keamanan regional,
peraturan perundang-undangan dan dan bahaya dari dalam berupa konsolidasi
keputusan yang dibuat pusat berlaku untuk demokrasi, keadilan sosial yang harus
semua daerah. dicapai, kejahatan, kekerasan dan
Memberlakukan pendidikan ketidakstabilan politik.
berwawasan multikulturalisme membawa The Founding Fathers telah
konsekuensi perubahan paradigma menjadikan Pancasila tidak sekuler, karena
manajemen dan kurikulum pendidikan. pada saat dirumuskan dalam pembukaan
Masalah manajemen pendidikan di sini UUD 1945 yang penuh nuansa penjajahan,
adalah bagaimana mengubah orientasi; (a) justru bukan menempatkan HAM
dari penyelenggaraan pendidikan dengan (Kemanusiaan yang adil dan beradab)
dominasi kekuasaan birokrasi menjadi sebagai sila pertama, tetapi sila Ketuhanan
dominasi kekuasaan akademi; (b) dari YME sebagai refleksi sifat religius bangsa
orientasi untuk kepentingan orang dewasa ke Indonesia yang tidak hanya menghormati
kepentingan anak didik; (c) dari pendekatan religi sebagai kepentingan hukum, tetapi
seragam ke pendekatan beragam juga rasa keagamaan serta ketenteraman
(multikultural), demokrasi terbuka; (c) dari hidup beragama.
serba pusat ke distribusi daerah; (d) dari Ideologi Pancasila ditempatkan
kecenderungan berorientasi global beralih ke sebagai Margin of Appreciation atau juga
orientasi kepentingan nasional dan regional. bisa dijadikan sebagai pembenaran terhadap
Sedangkan masalah kurikulum adalah pemikiran Constructive Pluralism yang di
bagaimana menyusun institusional satu fihak tidak dapat menyetujui gerakan
curriculum di semua jenjang pendidikan atas dasar Right to Self Determination, tetapi
dapat mengadopsi nilai-nilai pluralitas juga menentang praktik minority by force
kedaerahan. dan minority by will (Muladi, 2006).
Pendidikan berwawasan Margin of Appreciation sebagai
multikulturalisme ini dinilai penting penyeimbang dan penyelaras bahkan
utamanya dalam memupuk rasa kebersamaan pembenaran berlakunya nilai-nilai nasional
dalam keberagaman untuk memperkuat dalam kerangka nilai-nilai universal.
persatuan dan kesatuan bangsa sesuai dengan Pembenaran dan pengakuan tidak hanya
semangat kemerdekaan tahun 1945. Sejak berasal dari satu sisi saja (nasional) tetapi
awal para pendiri negara kita (the Founding juga dari sisi internasional. Prosesnya bila
Fathers) telah menyadari akan keragaman perlu melalui proses yuridis baik nasional
bahasa, budaya, agama, dan suku bangsa maupun internasional.
kita. Bangsa Indonesia adalah multikultural,
sehingga menganut semangat Bhineka
Tunggal Ika (unity in diversity) untuk
mewujudkan persatuan yang diinginkan
rakyat kebanyakan, dan mediasinya adalah
”toleransi”
E. PENUTUP
1. Pendekatan multikulturalisme harus Kaelan, MS. (2006). Pendidikan Pancasila
difahami sebagai strategi kebudayaan di Perguruan Tinggi, Yogyakarta:
dalam mengatasi problem ketahanan Fakultas Filsafat UGM.
nasional Indonesia saat ini.
2. Ketahanan nasional Indonesia sebagai Muladi. (2006). Kontekstualisasi dan
kekuatan inti bagi eksistensi Negara Implementasi Pancasila dalam
Kesatuan Republik Indonesia tergantung Bidang Hukum, Pertahanan dan
dari kemampuan nilai-nilai kearifan lokal Keamanan, Jakarta: Lembaga
(local wisdom) untuk menghadapi arus Ketahanan Nasional.
perubahan nilai-nilai global.
3. Pengembangan wawasan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang
multikulturalisme ke-Indonesiaan secara Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
imperatif mempersyaratkan Pancasila
sebagai basis dan perekat kohesifitas
dalam pluralitas budaya .
4. Pendekatan multikulturalisme
menempatkan pendidikan pada posisi
peran ganda, yaitu:
a. Membangun masyarakat bangsa
Indonesia yang cerdas dan
berkarakter.
b. Mengemban misi sebagai sarana
alternatif pemecahan konflik
c. Memperkuat akar budaya dalam
pengembangann kepribadian dan
ilmu pengetahuannya
d. Meletakkan nilai kultural sebagai
pondasi pengembangan kurikulum
nasional dan lokal.
e. Membentuk pribadi masyarakat
Indonesia yang cinta damai dengan
menumbuhkan rasa kebersamaan
dalam keberagaman.

DAFTAR PUSTAKA

Choirul Machfud. (2005). Pendidikan


Multikultural, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Hamdan Mansur. (2004). Pembinaan


Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian, Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.

Iriyanto Widisuseno. (2006).


”Pengembangan MPK dalam
Perspektif Filosofis”. Makalah
SIMNAS MPK IV, UNS Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai