Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Narkoba adalah kepanjangan dari narkotika dan obat-obatan
berbahaya, yang berpengaruh pada kerja tubuh, terutama otak. Satu sisi
narkoba merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan,
pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, di sisi
lain dapat menimbulkan ketergantungan apabila dipergunakan tanpa adanya
pengendalian.

Narkoba adalah bahan atau zat atau obat yang bila masuk ke dalam
tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/ susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap narkoba. Penyalahgunaan narkoba adalah
penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkoba secara berkala atau
teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan
fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.

Saat ini masalah narkotika dan obat-obatan berbahaya telah menjadi


sebuah fenomena global. Secara umum, masalah narkotika dan obat-obatan
berbahaya pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling
terkait, yakni masalah produksi obat secara ilegal (illicit drug production),
perdagangan gelap atau ilegal (illicit trafficking), dan penyalahgunaan obat-
obatan berbahaya (drug abuse). Produksi obat secara ilegal meliputi
pembudidayaan tanaman yang menjadi bahan baku pembuatan obat-obatan
berbahaya seperti tanaman koka sebagai bahan baku kokain, bunga opium
sebagai bahan baku heroin, dan cannabis atau ganja yang diolah menjadi
hashish maupun marijuana; serta pengolahan bahan baku tersebut hingga
siap untuk diperdagangkan dan dikonsumsi. Perdagangan gelap atau ilegal
merupakan segala kegiatan pasca panen maupun pasca pengolahan hingga
sampai ke tangan para pengguna, yang meliputi aktifitas pengangkutan,
penyelundupan, dan perdagangan obatobatan haram tersebut. Sedangkan
penyalahgunaan merupakan mata rantai terakhir dari masalah narkoba, yaitu
penggunaan obat-obatan berbahaya oleh konsumen yang tidak sesuai
dengan kaedah kesehatan.

Peredaran narkoba saat ini tidak hanya berada di perkotaan melainkan


juga telah beredar luas di pedesaan dan wilayah terpencil. Selain itu,
peredaran narkoba sudah mencakup 33 provinsi di Indonesia yang berarti
tidak ada provinsi bebas dari narkoba. Peredaran narkoba yang telah meluas
hingga ke 33 provinsi Indonesia merupakan akumulasi dari fakta lain dimana
Indonesia telah menjadi negara produsen, transit, dan konsumen. Indonesia
sebagai negara produsen dibuktikan dengan adanya lokasi produksi 40 yang
sudah terkenal adalah Kampung Ambon1 di Jakarta yang sebenarnya
dikatakan oleh Polri sudah bebas narkoba sejak 2014. Namun, Kampung
Ambon yang telah terlepas dari narkoba tidak membuat negara Indonesia
lepas dari narkoba, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara
yang jadi pengguna sekaligus produsen narkoba

Indonesia yang menjadi negara transit dibuktikan melalui banyaknya


kasus-kasus penyelundupan dari luar negeri, seperti : Australia, Malaysia,
Tiongkok, dan Hong Kong melalui “pintu utama” pelabuhan-pelabuhan di
Jakarta, Batam, Pontianak, Surabaya, dan Denpasar. Para sindikat
memanfaatkan pengawasan perbatasan yang lemah, karena banyak kapal
yang bisa beroperasi melewati laut tanpa pengawasan (www.dw.de, 2015).
Indonesia sebagai negara konsumen atau pasar. Sindikat dan
pengedar narkoba memanfaatkan jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah lebih dari 250 juta. Keberhasilan pengedar narkoba ini dibuktikan
dengan tingginya jumlah pengguna narkoba yang berada diangka 4,1 juta.
Hal tersebut masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengguna
narkoba tercatat di Tiongkok pada tahun yang sama yang berjumlah 2,7 juta
berbanding total penduduk Tiongkok yang mencapai lebih dari 1 miliar jiwa
(NNCC, 2015). Selain itu, alasan Indonesia menjadi lahan bisnis bagi para
pengedar adalah tingginya keuntungan yang didapat jika menjual di
Indonesia.

Usaha pemerintah Indonesia untuk memberantas penyalahgunaan


narkoba ini telah menempuh berbagai bentuk kebijakan, baik kebijakan penal
maupun kebijakan non penal. Kebijakan hukum pidana (kebijakan penal)
mulai dari pemerintah melalui badan legislatif telah terulang kali
mengeluarkan dan merevisi aturan yang ada di bidang narkotika dan
psikotropika. Sejak tahun 1976 dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1976
tentang Narkotika, berlanjut diadakan revisi atau perubahan UU No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika. Karena UU sebelumnya dipandang masih gagal
dalam memberantas narkotika, maka UU tersebut direvisi dan dirubah lagi
terakhir dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kebijakan non penal berupa dalam usaha pemberantasan Narkotika


pemerintah membentuk lembaga khusus ditingkat pusat sampai ke daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota. Lembaga tersebut adalah Badan Narkotik
Nasional (BNN), dengan dasar hukum pembentukannya : Peraturan Presiden
RI Nomor 23 Tahun 2010 yang ditetapkan tanggal 12 April 2010. Indonesia
juga telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran
Gelap Narkotika dan Psikotropika (United Nations Convention Against Ellicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotorpic Substance). Dengan Indonesia
telah meratifikasi konvensi PBB tersebut maka berarti negara kita telah
memiliki komitment dengan negara-negara lain di dunia untuk sepakat
memerangi bahaya narkotika serta memberantasnya sebagai bentuk
solidaritas bangsa-bangsa untuk menyelematkan anak bangsa di muka bumi
ini.

Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan serta


peredaran gelap narkoba dibutuhkan peranan dari aparat kepolisian, guna
memperpanjang tangan pemerintah khususnya pada anggota Satgas X
Dittipidnarkoba Polri dalam menjangkau daerah-daerah terpencil. Pemerintah
setempat harus berusaha untuk menekan jumlah pengguna bahkan
menjadikan daerahnya steril dari peredaran dan penyalahgunaan narkoba,
dukungan pemerintah daerah ini merupakan cerminan bahwa peredaran dan
penyalahgunaan narkoba merupakan musuh bersama yang mengancam
kelangsungan bangsa.

2. Rumusan Permasalahan dan Persoalan


a. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis
mengidentifikasikan atau merumuskan permasalahan dalam
penulisan Karya Tulis (Karya tulis terapan) ini adalah :
“OPTIMALISASI KEMAMPUAN PENYELIDIKAN SATGAS POLRES X
DITTIPIDNARKOBA POLRI GUNA PEMBERANTASAN JARINGAN
NARKOBA”.

b. Rumusan Persoalan
Dari permasalahan tersebut di atas dan guna menjawab
permasalahan, maka dirumuskan dalam persoalan-persoalan,
kemudian yang menjadi pokok-pokok persoalan dalam
permasalahan tersebut yang perlu dibahas adalah :
1) Masih kurangnya anggota Satgas Polres X Dittipidnarkoba Polri
guna pemberantasan jaringan Narkoba.
2) Belum terpenuhinya dukungan sarana prasarana yang
dibutuhkan guna proses pemberantasan jaringan Narkoba.
3) Sistem dan metode anggota penyelidik pada Satgas Polres X
Dittipidnarkoba Polri yang diterapkan selama ini belum efektif

3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penulisan Karya tulis terapan ini dibatasi
pada upaya untuk mengoptimalkan kemampuan penyelidik Satgas
Polres X Dittipidnarkoba Polri guna pemberantasan jaringan Narkoba
ditinjau dari aspek SDM, Sarana Prasarana serta metode yang
diterapkan dalam pelaksanaan tugas, sehingga terwujud penyelidik
yang profesional dalam memberantas pengedaran dan
penyalahgunaan narkoba.

4. Dasar Penulisan
a. Keputusan Kapolri Nomor : Kep / 2502 / XII / 2019 tentang Program
Pendidikan dan Pelatihan Polri T.A. 2020;
b. Surat Perintah Kasetukpa Nomor : Sprin / 80 / II / DIK.2.2 / 2020 tanggal
11 Pebruari 2020 tentang penunjukan personel Setukpa Lemdiklat Polri
sebagai Panitia Penyelenggara Pembukaan Pendidikan Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) Angkatan ke-49 T.A. 2020; dan
c. Surat Perintah Kasetukpa Nomor : Sprin / 48 / II / DIK.2.2 / 2020 tanggal
28 Pebruari 2020 tentang penunjukan personel Setukpa Lemdiklat Polri
sebagai Tenaga Pendidik bagi siswa Sekolah Inspektur Polisi (SIP)
Angkatan ke-49 T.A. 2020.

5. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Penulisan Karya tulis terapan ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tentang upaya yang dilakukan dalam
rangka mengoptimalkan kemampuan penyelidik pada Satgas Polres
X Dittipidnarkoba Polri guna pemberantasan jaringan Narkoba.
b. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Karya tulis terapan ini adalah
untuk memberikan masukan dan saran kepada pimpinan tentang
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan
kemampuan penyelidik pada Satgas X Dittipidnarkoba Polri guna
pemberantasan jaringan Narkoba, dengan harapan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut.

6. Metode dan Pendekatan


a. Metode
Menggunakan metode Deskriptif Analisis, dimana penulisan
dalam Karya tulis terapan ini berdasarkan pengamatan dilapangan
penulis, yang menggambarkan situasi dan kondisi selama
melaksanakan tugas sebagai anggota pada Satgas X Dittipidnarkoba
Polri dan kemudian dilakukan analisa.
b. Pendekatan
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
empiris yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman
penulis selama bertugas pada Satgas X Dittipidnarkoba Polri serta
pendekatan kepustakaan.

7. Sistematika
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Permasalahan dan Persoalan
a. Permasalahan
b. Persoalan
3. Ruang Lingkup
4. Dasar Penulisan
5. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
b. Tujuan
6. Metode dan Pendekatan
a. Metode
b. Pendekatan
7. Sistematika
8. Pengertian-pengertian

BAB II PEMBAHASAN
9. Kondisi Awal
10. Faktor yang mempengaruhi

a. Internal

1) Kekuatan

2) Kelemahan
b. Eksternal

1) Peluang

2) Kendala
11. Kondisi yang diharapkan
12. Upaya-upaya yang Dilakukan

BAB III PENUTUP


13.Kesimpulan
14. Saran

8. Pengertian – Pengertian
a. Optimalisasi
Dapat diartikan sebagai suatu bentuk mengoptimalkan
sesuatu hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat
sesusatu secara optimal
b. Kemampuan
Kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian
terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
c. Kinerja 
Sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan,
kemampuan kerja (tentang peralatan).
d. Penyelidikan
Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
e. Satuan Tugas (SATGAS)
Sebuah unit atau formasi yang dibentuk untuk mengerjakan
tugas tertentu. Satuan Tugas pertama kali diperkenalkan oleh
Angkatan Laut Amerika Serikat, istilah ini sekarang telah menjadi
istilah standar NATO.

f. Direktorat
Bagian dari departemen yang tugasnya mengurus suatu
bidang tertentu, dikepalai oleh seorang direktur.
g. NARKOBA
Singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
"NARKOBA", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
h. Tindak Pidana Narkoba (Tipidnakor)
Serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang,  dan
tercela dalam kaitan dengan kegiatan pemakaian dan peredaran
atau perdagangan penggunaan obat atau zat kimia yang berfungsi
menurunkan tingkat kesadaran ingatan atau fisik bahkan
menimbulkan masalah dan  gangguan kesehatan kejiwaan
seorang, dalam situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi,
karenanya dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral bahkan
perampasan kekayaan bagi pelakunya.
i. Memberantas
Membasmi atau memusnahkan.
j. Peredaran
Peralihan (pergantian) dr keadaan yg satu ke keadaan yg
lain yang berulang- ulang seakan-akan merupakan suatu
lingkaran.

Anda mungkin juga menyukai